Anda di halaman 1dari 32

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Kehamilan

2.1.1 Pengertian Kehamilan

1. Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan

spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau

implementasi (Prawiroharjo, 2010).

2. Kehamilan adalah urutan kejadian yang secara normal terdiri atas

pembuahan, implantasi, pertumbuhan embrio, pertumbuhan janin dan

berakhir pada pengeluaran bayi. Ketika spermatozoa bertemu dengan

ovum maka dimulailah awal kehamilan (Sudarti, 2012).

2.1.2 Usia Kehamilan

Kehamilan dibagi menjadi :

1. Triwulan pertama antara 0-12 minggu.

2. Triwulan kedua antara 13-27 minggu

3. Triwulan ketiga antara 28-42 minggu (Sulistyorini 2012).

2.1.3 Tanda-tanda pasti Kehamilan

Seseorang yang dinyatakan positif hamil ditandai dengan :

1. Terlihat embrio atau kantung kehamilan melalui USG pada 4-6

minggu sesudah pembuahan.

6
7

2. Denyut jantung janin ketika usia kehamilan 10-20 minggu. Didengar

dengan stetoscop leanec, alat kardiotokografi, alat dopler, atau dilihat

dengan ultrasonografi.

3. Terasa gerak janin dalam rahim. Pada primigravida biasa dirasakan

ketika kehamilan berusia 18 minggu, sedangkan pada multigravida di

usia 16 minggu. Terlihat atau teraba gerakan janin dan bagian-bagian

janin.

4. Pada pemeriksaan rontgen terlihat adanya rangka janin.

2.1.4 Pertumbuhan Konsepsi

suatu kehamilan akan terjadi bila empat aspek penting terpenuhi, yaitu :

ovum, sperma, konsepsi dan nidasi. (Asrinah dkk, 2010)

1. Ovum dan sperma.

a. Ovum

Ovum atau sel telur adalah satuan sel besar dengan diameter

sekitar 0,1 mm. ovum terdiri dari 1 nucleus yang terapung dalam

vitelus, dilingkari oleh zona pellusida dan dilapisi oleh korona

radiate.

b. Sperma

Spermatozoa berbentuk seperti kecebong, terbagi menjadi tiga

bagian yaitu : kepala, leher dan ekor. Bagian kepala berbentuk

lonjong agak gepeng, mengandung bahan nucleus dan berjuta sel

sperma. Bagian ekor berfungsi untuk bergerak maju dan bagian


8

bagian leher berbentuk silindrik sebagai penghubung kepala dan

ekor. Sel sperma memiliki kecepatan yang cukup tinggi sehingga

dalam 1 jam, sel sperma sudah sampai di tuba melalui kanalis dan

cavum uteri. Disini sel sperma menunggu kedatangan sel telur.

Pada hubungan seksual ditumpahkan sekitar 3 cc sperma yang

setiap cc mengandung 40-60 juta spermatozoa. Spermatozoa yang

masuk ke alat genitalia perempuan mampu hidup selama tiga hari

sehingga cukup waktu untuk mengadakan konsepsi.

2. Fertilisasi dan implantasi

a. Fertilisasi

Peristiwa bertemunya sperma dan ovum umumnya terjadi di

ampula tuba. Pada hari ke 11-14 dalam siklus menstruasi,

perempuan mengalami ovulasi (peristiwa matangnya sel telur

sehingga siap dibuahi). Pada saat fertilisasi terjadi, spermatozoa

dapat melintasi zona pelusida dan masuk ke vetalus. Ovum

digerakan oleh sillia dan peristaltic kontraksi otot tuba. Pada saat

ini serviks, dipengaruhi oleh estrogen mensekresi aliran mucus

asam yang menarik spermatozoa. Sperma yang mencapai mucus

serviks akan bertahan hidup lalu mendorong diri sendiri maju ke

tuba uterin, sementara sisanya dihancurkan oleh media asam

vagina. Hanya pada perjalanan inilah sperma akhirnya matang dan

mampu melepaskan enzim hialuronidase yang memungkinkan


9

terjadinya penetrasi terhadap zona pelusida serta membran sel di

sekitar ovum. Banyak sperma dibutuhkan pada masa ini, namun

hanya satu yang bisa memasuki ovum. Setalahnya membran di

tutup dan untuk mencegah masuknya sperma yang lain dan inti

dari dua sel ini bersatu. Sperma dan ovum masing-masing

menyumbangkan setengah dari kromosom untuk membuatnya

menjadi 46. Sperma dan ovum yang dibuahi disebut zigot.

b. Implementasi

Setelah pertemuan kedua inti ovum dan spermatozoa, terbentuk

zigot yang dalam beberapa jam telah mampu membelah dirinya

menjadi dua dan seterusnya. Berbarengan dengan inti hasil

konsepsi, zigot terus berjalan menuju uterus. Hasil pembelahan sel

memenuhi seluruh ruangan dalam ovum yang besarnya 100 MU

atau 0,1 mm, yang disebut stadia morula. Selama pembelahan sel

di bagian dalam terjadi pembelahan sel, di bagian luar morula yang

kemungkinan berasal dari korona radiate yang menjadi sel radiate

yang menjadi sel trofoblas. Sel trofoblas dalam pertumbuhannya

mampu mengeluarkan hormone korionik gonadotropin yang

mempertahankan korpus luteum gravidarum. Pembelahan berjalan

terus, dan disebut blastula. Perkembangan dan pertumbuhan

berjalan, blastula dengan vili korealisme-nya, yang dilapisi sel

trofoblas telah siap untuk mengadakan nidasi. Sementara itu fase


10

sekresi endometrium telah semakin gembur dan makin banyak

mengandung glikogen yang disebut desidua. Sel trofoblas yang

meliputi primer vili korealis melakukan distruksi enzimatik

proteilitik sehingga mampu menanamkan diri di dalam

endometrium. Proses penanaman blastula disebut nidasi atau

implantasi yang terjadi pada hari ke 6-7 setelah konsepsi. Pada saat

tertanamnya blastula ke dalam endometrium mungkin terjadi

perdarahan yang disebut dengan tanda Hartman.

2.1.5 Pemeriksaan Kehamilan / ANC (Ante Natal Care).

1. Pengertian ANC.

Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau

dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk

mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal.

2. Tujuan ANC :

a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu

dan tumbuh kembang bayi.

b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan

sosial ibu dan bayi.

c. Mengenali secara dini adanya ketidak normalan atau komplikasi

yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit

secara umum, kebidanan dan pembedahan.


11

d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan

selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.

e. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan

pemberian ASI eksklusif.

f. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran

bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.

3. Jadwal Pemeriksaan Kehamilan

kunjungan antenatal untuk pemantauan dan pengawasan kesejahteraan

ibu dan anak minimal empat kali selama kehamilan dalam waktu

sebagai berikut :

a. satu kali kunjungan sampai dengan kehamilan trimester pertama

(<14 minggu).

b. satu kali kunjungan kehamilan trimester kedua (14-28 minggu).

c. dua kali kunjungan kehamilan trimester ketiga (28-36 minggu dan

sesudah minggu ke-36).

Untuk kehamilan 36-40 minggu satu minggu sekali.

Sebaiknya tiap wanita hamil segera memeriksakan diri ketika

haidnya terlambat sekurang-kurangnya satu bulan. Pemeriksaan

dilakukan tiap 4 minggu sampai kehamilan. Namun jika terdapat

kelainan dalam kehamilannya, maka frekuensi pemeriksaan di

sesuaikan menurut kebutuhan masing- masing.


12

4. Pelayanan ANC.

a. Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau

komplikasi setiap saat. Itu sebabnya mengapa ibu hamil

memerlukan pemantauan selama kehamilannya.

b. Bidan harus dapat mengenali perubahan yang mungkin terjadi,

sehingga kelainan yang ada dapat dikenali lebih dini. Ibu diberi

tahu tentang kehamilannya, perencanaan tempat bersalin, juga

perawatan bayi dan menyusui.

Penatalaksanaan ibu hamil secara keseluruhan meliputi komponen-

komponen sebagai berikut:

1) Informasi yang dapat diberikan :

a) Kegiatan fisik dapat dilakukan dalam batas normal.

b) Kebersihan pribadi khususnya daerah genitalia harus lebih

dijaga karena selama kehamilan terjadi peningkatan sekret

vagina.

c) Pemilihan makanan sebaiknya yang bergizi dan tinggi serat.

d) Pemakian obat harus dikonsultasikan dahulu dengan dokter

atau tenaga medis lainnya.

e) Wanita perokok atau peminum alkohol harus menghentikan

kebiasaannya. Suami perlu diberi pengertian tentang keadaan

istrinya yang sedang hamil.


13

2) Anamnesis

a) Pada wanita dengan haid terlambat dan diduga hamil.

Ditanyakan hari pertama haid terakhir (HPHT). Taksiran partus

dapat ditentukan bila HPHT diketahui dan siklus haidnya

teratur + 28 hari dengan menggunakan rumus Naegele.

b) Bila ibu lupa HPHT, tanyakan tentang hal lain seperti gerakan

janin. Untuk primigravida gerakan janin terasa pada kehamilan

18 minggu, sedangkan multigravida 16 minggu. Nausea

biasanya hilang pada kehamilannya 12-14 minggu.

c) Tanyakan riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya

serta berat bayi yang pernah dilahirkan. Demikian pula riwayat

penyakit yang pernah diderita seperti penyakit jantung, paru,

ginjal, diabetes melitus. Selain itu ditanyakan riwayat

menstruasi, kesehatan, keluarga, sosial, obstetri, kontrasepsi,

dan faktor risiko yang mungkin ada pada ibu.

3) Pemeriksaan Umum

Pada ibu hamil yang datang pertama kali lakukan penilaian

keadaan umum, status gizi dan tanda vital. Pada mata dinilai ada

tidaknya konjungtiva pucat, sklera ikterus, edema kelopak mata,

dan kloasma gravidarum. Periksa gigi untuk melihat adanya

infeksi lokal. Periksa pula jantung, paru, mammae, abdomen,

anggota gerak secara lengkap.


14

4) Pemeriksaan Obstetri

Terdiri dari pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam. Sebelum

pemeriksaan kosongkan kandung kemih. Kemudian ibu diminta

berbaring terlentang dan pemeriksaan dilakukan di sisi kanan ibu.

5) Pemeriksaan luar

a) Lihat apakah uterus berkontraksi atau tidak. Bila berkontraksi,

harus ditunggu sampai dinding perut lemas agar dapat

diperiksa dengan teliti. Agar tidak terjadi kontraksi dinding

perut akibat perbedaan suhu dengan tangan pemeriksa,

sebelum palpasi kedua tangan pemeriksa digosokkan dahulu.

b) Cara pemeriksaan yang umum digunakan cara Leopold yang

dibagi dalam 4 tahap. Pada pemeriksaan Leopold I, II, dan III

pemeriksa menghadap ke arah muka ibu, sedangkan pada

Leopold IV ke arah kaki. Pemeriksaan Leopold I untuk

menentukan tinggi fundus uteri, sehingga usia kehamilan dapat

diketahui. Selain secara anatomi, tinggi fundus uteri dapat

ditentukan dengan pita pengukur. Bandingkan usia kehamilan

yang didapat dengan hari pertama haid terakhir. Selain itu,

tentukan pula bagian janin pada fundus uteri : Kepala teraba

sebagai benda keras dan bulat, sedangkan bokong lunak dan

tidak bulat.
15

c) Dengan pemeriksaan Leopold II ditentukan batas samping

uterus dan posisi punggung pada bayi letak memanjang. Pada

letak lintang ditentukan kepala. Pemeriksaan Leopold III

menentukan bagian janin yang berada di bawah.

d) Leopold IV selain menentukan bagian janin yang berada di

bawah, juga bagian kepala yang telah masuk pintu atas panggul

(PAP). Bila kepala belum masuk PAP teraba balotemen kepala.

e) Dengarkan DJJ pada daerah punggung janin dengan stetoskop

monoaural atau doppler. Dengan stetoskop monoaural BJJ

terdengar pada kehamilan 18-20 minggu, sedangkan dengan

Doppler terdengar pada kehamilan 12 minggu.

f) Dari pemeriksaan luar diperoleh data berupa usia kehamilan,

letak janin, persentase janin, kondisi janin, serta taksiran berat

janin.

g) Taksiran berat janin ditentukan berdasarkan rumus Johnson

Toshack. Perhitungan penting sebagai pertimbangan

memutuskan rencana persalinan pervaginam secara spontan.

Rumus tersebut:

h) Taksiran Berat Janin (TBJ) = (Tinggi fundus uteri (dalam cm)

– N) X 155.

(1) N = 13 bila kepala belum melewati PAP

(2) N = 12 bila kepala masih berada diatas spina ishiadika.


16

(3) N = 11 bila kepala masih berada dibawah spina ishiadika.

6) Pemeriksaan laboratorium

Pada kunjungan pertama diperiksa kadar hemoglobin darah,

hematokrit, dan hitung leukosit. Dari urin diperiksa beta-hCG,

protein, dan glukosa.

5. Dampak Ibu Hamil Tidak ANC

a. Meningkatnya angka mortalitas dan morbilitas ibu.

b. Tidak terdeteksinya kelainan-kelainan kehamilan.

c. Kelainan fisik yang terjadi pada saat persalinan tidak dapat

dideteksi secara dini. (Sakinah, 2005)

2.2 Konsep Dasar Preeklamsia

Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 – 15 % penyulit kehamilan dan

merupakan salah satu penyebab tertinggi mortalitas dan morbilitas ibu

bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbilitas hipertansi dalam kehamilan

juga masih tinggi. Hal ini disebabkan oleh etiologi tidak jelas, juga perawatan

dalam persalinan masih di tangani oleh petugas non medic dan system rujukan

yang belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh lapisan

ibu hamil sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertansi dalam

kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga medic.

(Prawirohardjo, 2008)
17

2.2.1 Pembagian Klasifikasi

Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of

the National High Blood Pressure Education Program Working Group

on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001, yaitu :

1. Hipertansi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur

kehamilan 20 minggu dan berlangsung hingga 12 minggu setelah

melahirkan.

2. Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setalah 20 minggu

kehamilan di sertai dengan proteinuria.

3. Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang

dan atau koma.

4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah

hipertensi yang kronik (terjadi pada ibu yang mengalami hipertensi

sebelum 20 minggu kehamilan) disertai tanda-tanda preeklamsia

atau hipertensi kronik disertai proteinuria.

5. Hipertensi gastasional (transient hypertension) adalah hipertensi

yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan

hipertensi menghilang 3 bulan pascapersalianan atau kehamilan

dengan tanda-tanda preeklamsia tetapi tampa proteinuria. (Diana

Fraser, 2009)
18

2.2.2 Pengertian Preeklamsia

Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat

juga timbul kapan saja pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat

berkembang dari Preeklampsia yang ringan sampai Preeklampsia yang

berat (Geogre, 2007).

Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema,

dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya

terjadi dalam trimester III kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya,

misalnya pada molahidatidosa. (Hanifa Wiknjosastri, 2007).

Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu

kehamilan disertai dengan proteinuria (Prawiroharjo, 2008).

Dari beberapa pengertian di atas maka penulis dapat menarik

kesimpulan, preeklamsia adalah penyakit yang terjadi pada usia

kehamilan 20 minggu atau lebih yang di tandai dengan hipertensi,

odema kaki, tangan dan wajah dan proteinuria.

2.2.3 Faktor Resiko Preeklamsia

1. Riwayat preeklamsia

2. Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibody

penghambat (bloking antibodies) belum sempurna sehingga

meningkatkan resiko terjadinya preeklamsia.


19

3. Kegemukan.

4. Kehamilan ganda, preeklamsia lebih sering terjadi pada wanita yang

mempunyai bayi kembar atau lebih.

5. Riwayat penyakit tertentu. Penyakit tersebut meliputi hipertensi

kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degenerate seperti

reumatik arthtitis atau lupus.

2.2.4 Etiologi

Penyebab preeklampsia hingga kini belum diketahui dengan jelas.

Banyak teori yang menerangkan namun belum dapat memberikan

jawaban yang memuaskan oleh karena itu penyakit ini disebut disease of

theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain (Angsar MD, 2009) :

1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran

darah dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang

menembus miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang akan

bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus

endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi

cabang arteri spiralis.

Pada hamil normal, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan

otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot

tersebut sehingga terjadi distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang


20

akan memberikan dampak penurunan tekanan darah, penurunan

resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta.

Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan

juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik.

Proses ini dinamakan remodelling arteri spiralis (Angsar MD, 2009).

Pada Preeklamsia terjadi kegagalan remodelling menyebabkan arteri

spiralis menjadi kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidak

mengalami distensi dan vasodilatasi. Sehingga aliran darah utero

plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.

2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

a. Iskemia plasenta dan pembentukan radikal bebas

Karena kegagalan remodelling arteri spiralis akan berakibat

plasenta mengalami iskemia, yang akan merangsang

pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (-OH) yang

dianggap sebagai toksin. Radikal hidroksil akan merusak

membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh

menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak juga akan merusak

nukleus dan protein sel endotel.


21

Gambar 2. Kerusakan Pembuluh Darah pada Preeklampsia

(Cunningham et al. 2005)

b. Disfungsi endotel

Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi

endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini

disebut disfungsi endotel, yang akan menyebabkan terjadinya :

1) Gangguan metabolisme prostaglandin, yaitu menurunnya

produksi prostasiklin (PGE2), yang merupakan suatu vasodilator

kuat.

2) Agregrasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami

kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan

(TXA2), yaitu suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan

normal, kadar prostasiklin lebih banyak dari pada tromboksan.

Sedangkan pada preeklampsia kadar tromboksan lebih banyak

dari prostasiklin, sehingga menyebabkan vasokonstriksi yang

akan menyebabkan peningkatan tekanan darah.


22

3) Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular

endotheliosis).

4) Peningkatan permeabilitas kapiler

5) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin.

Kadar NO menurun, sedangkan endotelin meningkat.

6) Peningkatan faktor koagulasi.

3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

Pada perempuan normal, respon imun tidak menolak adanya hasil

konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human

leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang dapat melindungi

trofoblas janin dari lisi oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G juga

akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua

ibu.

Pada plasenta ibu yang mengalami Preeklamsia, terjadi penurunan

ekspresi HLA-G, yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi

trofoblas ke dalam desidua. Kemungkinan terjadi Immune-

Maladaptation pada preeklampsia.

4. Teori adaptasi kardiovaskular

Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan

vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap

ransangan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih


23

tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Refkrakter ini

terjadi akibat adanya sintesis prostaglandin oleh sel endotel.

Pada Preeklamsia terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap

bahan vasopresor, sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka

terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah akan

mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam

kehamilan.

5. Teori genetik.

Ada factor keturunan dan familiar dengan model gen tunggal,

genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan

secara familiar jika dibandingkan dengan genotip janin. Telah

terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklamsia, 26% anak

perempuannya akan mengalami preeklamsia pula. Cincotta

menemukan bahwa bila dalam keluarga ada riwayat pernah

Preeklamsia maka kemungkinan mendapat Preeklamsia pada

primigravida tersebut akan meningkat empat kali. (Prawirohardjo,

2008)

6. Teori defisiensi gizi

Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa defisiensi gizi

berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Hal ini

dibuktikan oleh penelitian pemberian berbagai elemen seperti zinc,

kalsium, dan magnesium untuk mencegah preeklampsia. Pada


24

populasi umum yang melakukan diet tinggi buah-buahan dan

sayuran yang memiliki aktivitas antioksidan, seperti tomat, wortel,

brokoli, apel, jeruk, alpukat, mengalami penurunan tekanan darah.

(Cunningham et al. 2005)

Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan,

dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung

banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi

tromboksan, menghambat aktifasi trombosit, dan mencegah

vasokonstriksi pembuluh darah.

2.2.5 Patofisiologi

Banyak bukti klinis yang menunjukkan bahwa sindrom klinis

preeklamsia disebabkan oleh disfungsi sel endotel pembuluh darah

vaskuler yang melapisi permukaan dalam pembuluh darah. Konsentrasi

zat yang dilepas saat terjadi kerusakan sel endotel meningkat didalam

plasma ibu yang mengalami preeklamsia.

Kehamilan normal dikarakteristik dengan vasodilatasi perifer

yang mencolok, yang menyebabkan penurunan tahanan perifer total,

kendati curah jantung dan volume sirkulsi meningkat. Vasodilatasi

perifer ini terjadi karena pembuluh darah maternal kurang sensitif

terhadap vasokonstriktor, seperti angiotensin, dan kemungkinan

disebabkan oleh peningkatan produksi vasodilator tertentu oleh sel-sel


25

endotel pembuluh darah. Pada kasus preeklamsia, pembuluh darah tidak

mengalami penurunan sensivitas terhadap vasokonstriksi sebagaimana

yang terjadi dalam kehamilan normal ; studi eksperimental

menunjukkan bahwa pembuluh darah juga kurang sensitif terhadap

vasodilator dan lebih sensitif terhadap vasokonstriktor.

Perubahan respon terhadap vasokonstriktor dan vasodilator pada

kasus preeklamsia dapat menyebabkan vasopasme, yaitu penurunan tiba-

tiba diameter pembuluh darah internal yang meningkatkan tahanan

pembuluh darah darah perifer. Disfungsi sel endothelium menyebabkan

berubahan bentuk, tingkat keadhesifan, penggumpalan trombosit yang

disebut dengan aktivasi trombosit. Proses tersebut berperan

memunculkan banyak fitur patologi preeklamsia yang terlihat pada

hampir setiap system organ utama. Kerusakan sel endothelium juga

menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler dan edema umum,

yang kerap ditemukan pada ibu yang mengalami preeklamsia. Edema

dependen pada kaki sering sekali ditemukan pada ibu hamil yang sehat ;

akan tetapi, edema yang muncul dengan cepat pada wajah dan tangan

menunjukkan preeklamsia.

Pada ginjal, terlihat adanya lesi dengan karakteristik yang jelas

(yang disebut glomeruloendoteliosis). Lesi ini terdiri atas sel mesangial

dan sel endothelial yang membengka, yang memasuki membrane


26

basalis, namun hanya sedikit mengganggu podosit epitalium ginjal. Lesi

ini relative spesifik untuk kasus preeklamsia dan berkaitan dengan

terjadinya proteinuria, penurunan bersih asam urat dalam ginjal, dan

oliguria. Lesi ini tidak ditemui pada kasus hipertensi yang disebabkan

oleh penyebab lain.

Pada hati, penyimpanan (deposisi) fibrin pada subendotelium

berkaitan dengan peningkatan kadar enzim hati. Hal ini dapat dikaitkan

dengan hemolisi dan hitung trombosit yang rendah akibat penggunaan

trombosit. Temuan tersebut disebut dengan sindrom HELLP

(haemolysis, elevation of liver enzymes and low platelets). Sindrom

HELLP merupakan bentuk preeklamsia yang sangat berat. Sindrom ini

terjadi pada sekitar 2-4 persen ibu yang menderita preeklamsia dan

berkaitan dengan angka kematian janin hingga 60 persen apabila terjadi

pada periode antenatal serta berkaitan dengan angka mortalitas maternal

sehingga 24%.

Perubahan pada tekanan darah disebabkan spasmus pembuluh

darah yang disertai dengan retensi garam dan air, bila spesmus

pembuluh darah ditemukan diseluruh tubuh, maka tekanan darah yang

meningkat merupakan usaha untuk mengatasi tekanan periver agar

kebutuhan oksigen dalam jaringan dapat dicakup.


27

Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan

cairan yang berlebihan dalam ruang intresititial belum diketahui

sebabnya. Perubahan yang terjadi pada ginjal disebabkan oleh aliran

darah keginjal menurun, menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang

sehingga menyebabkan diuresis turun dan pada kehamilan lanjut dapat

terjadi diguria atau anuria.

suatu keadaan hiperdinamika dimana temuan khas hipertensi dan

proteinuria merupakan akibat hiperfusi ginjal untuk mengendalikan

sejumlah besar darah yang berfungs diginjal, timbul reaksi vasospasme

ginjal sebagai suatu mekanime protektif, sehingga akan mengakibatkan

keluhan nyeri kepala dan gangguan pengelihatan atau perubahan mental

serta tingkat kesadaran yang akan menjadi eklamspsia.

2.2.6 Patologi

Preeklamsia ringan jarang sekali menyebabkan kematian ibu.

oleh karena itu, sebagian besar pemeriksaan anatomi-patologi berasal

dari penderita eklamsia yang meninggal. Pada penyelidikan akhir-akhir

ini dengan biopsy hati dan ginjal ternyata bahwa anatomi - patologi pada

alat-alat itu pada preeklamsia tidak banyak berbeda dari pada yang di

temuka n pada eklamsia. Perlu dikemukakan disini bahwa tidak ada

perubahan histopatologik yang khas pada preeklamsia dan eklamsia.

Perdarahan infrak, nekrosis dan tombrosis pembuluh darah kecil pada


28

penyakit ini dapat di temukan dalam berbagai alat tubuh. Perubahan

tersebut mungkin sekali disebabkan oleh vasospasmus arteriola.

Penimbunan fibrin dalam pembuluh darah merupakan factor penting

juga dalam pathogenesis kelainan-kelainan tersebut (Prawirohardjo,

ilmu kebidanan, 2007).

2.2.7 Klasifikasi

Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan

dapat terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik

preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan

preeklampsia berat. Pembagian preeklampsia menjadi berat dan ringan

tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali

ditemukan penderita dengan preeklampsia ringan dapat mendadak

mengalami kejang dan jatuh dalam keadaan koma. Gambaran klinik

preeklampsia bervariasi luas dan sangat individual. Kadang-kadang

sukar untuk menentukan gejala preeclampsia mana yang timbul lebih

dulu.

Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada

preeklampsia ialah edema, hipertensi, dan terakhir proteinuria

(Prawirohardjo, 2008).
29

1. Preeklamsia Ringan.

a. Pengertian

preeklamsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai

proteinuria dan /atau edema pada umur kehamilan 20 minggu

atau lebih atau pada masa nifas. Gejala ini dapat timbul sebelum

umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas.

b. Patofisiologi

penyebab preeklamsia ringan belum diketahui secara jelas.

Penyakit ini dianggap sebagai “maladaptation syndrome” akibat

vasospasme general dengan segala akibat.

c. Gejala klinis

Gejala klinis preeklamsia ringan meliputi :

1) Hipertensi : sistolok/diastolic ≥ 140/90 mmhg

2) Proteinuria : secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24

jam atau secara kualitatif positif 2 (+2).

3) Edema pada pritibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah

atau tangan.

4) Timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda

preeklamsia berat.

d. Pemeriksaan dan Diagnosa

1) Kehamilan 20 minggu atau lebih.


30

2) Kenaikan tekanan darah 140/90 mmhg atau lebih dengan

pemeriksaan dua kali selama 6 jam dalam keadaan istrahat

(untuk pemeriksaan pertama dilakukan 2 kali setelah istrahat

10 menit).

3) Edema pada tungkai (pretibial), dinding perut, lumbosakral,

wajah atau tungkai.

4) Proteinuria lebih 0,3 gram/liter/24 jam, kualitatif (++).

e. Penatalaksanaan

1) Penatalaksanaan rawat jalan pasien preeklamsia ringan :

a) Banyak istrahat (berbaring tidur / miring).

b) Diet : cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan

garam.

c) Sedative ringan : tablet Phenobarbital 3x30 mg atau

diazepam 3x2 mg per-oral selama 7 hari.

d) Roboransia : multivitamin.

e) Kunjungan ulang tiap 1 minggu

f) Pemeriksaan laboratorium : hemoglobin, hematokrit,

trombosit, urine lengkap, asam urat darah, fungsi hati,

fungsi ginjal.

2) Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeklamsia ringan

berdasarkan criteria :
31

a) Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak

menunjukkan adanya perbaikan dari gejala-gejala

preeklamsia seperti :

(1) Kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih perminggu

selama 2 kali berturut-turut (2 minggu).

(2) Timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda

preeklamsia berat.

Bila setelah 1 minggu perawatan diatas tidak ada

perbaikan maka preeklamsia ringan dianggap sebagai

preklamsia berat. Bila dalam perawatan di rumah sakit

sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan

masih preterem maka penderita tetap dirawat selam 2 hari

lagi baru dipulangkan. Perawatan baru disesuaikan

dengan perawatan rawat jalan.

3) Perewatan obstetric pasien preeklamsia ringan :

1) Kehamilan preterm (kurang 37 minggu).

a) Bila tekanan darah mencapai normotensif selama

perawatan, persalinan di tunggu sampai aterm.

b) Bila tekanan darah turun tetapi belum mancapai

normotensif selama perawatan maka kehamilannya

dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau

lebih.
32

2) Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih) : persalinan di

tunggu sampai terjadi usia persalianan pada taksiran

tanggal persalinan.

3) Cara persaliana : persalinan dapat dilakukan secara

spontan. Bila perlu memperpendek kala II.

2. Preeklamsia Berat

a. Pengertian

Preeklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang

ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmhg atau lebih

disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu

atau lebih.

b. Kriteria Diagnostik.

Ditandai oleh salah satu hal dibawah ini :

1) Tekanan darah sistolik/diastolik 160/110 mmhg atau lebih,

tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah

rawat baring di rumah sakit.

2) Proteinuria 5 gram atau lebih per 24 jam atau kualitatif

positif 3 atau 4.

3) Oliguria yaitu produksi urin kurang dari 500 cc per 24 jam

disertai dengan kenaikan kreatinin plasma.

4) Gangguan visus dan cerebral.

5) Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atau abdomen.


33

6) Edema paru, cyanosis.

7) Pertumbuhan janin intra uteri terlambat.

8) Adanya HELLP syndrome (Hemolisis, Elevated Liver

function test and Low Platelet count).

c. Penatalaksanaan

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan-perkembangan

gejala preeklamsia berat selama perewatan maka perawatan di bagi

dibagi menjadi :

1) Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau

determinasi ditambah pengobatan medicinal.

2) Perewatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan

ditambah pengobatan medicinal. (Nogroho, 2010)

2.3 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan

2.2.1 Pengertian Asuhan Kebidanan

Ada beberapa pengertian mengenai menejemen kebidanan yaitu:

1. Manajemen kebidanan adalah alat yang mendasari seorang bidan

untuk memecahkan masalah klien. Dalam berbagai situasi dan

kondisi, yaitu dengan menggunakan berbagai teknik antara lain

observasi, wawancara / anamnesa dan pemeriksaan. (Gegor, 2010)


34

2. Pengertian lain dari manajemen kebidanan ialah suatu proses

pemecahan masalah yang dimulai dalam bidang pelayanan kebidanan

atau suatu metode perorganisasian, rangkaian pemikiran dan tindakan

dalam urutan secara logis bagi kedua belah pihak antara klien dan

pelayanan kesehatan.

Dalam penerapan manajemen kebidanan ini terjadi dari beberapa tahap

yang akan dibahas oleh penulis secara step perstep. (Saminem, 2010)

Step I : Identifikasi dan analisa data dasar

Identifikasi masalah merupakan langkah awal dari manajemen

kebidanan. Langkah yang merupakan intelektual dalam

mengidentifikasi masalah klien.

Kegiatan yang dilakukan dalam langkah identifikasi data dasar

ini adalah :

1. Pengumpulan data.

Dalam kegiatan pengumpulan data, bidan harus mencari

dan menggali data/fakta atau informasi baik dari klien,

keluarganya maupun tim kesehatan lainnya atau data yang

di peroleh dari hasil pemeriksaan.

Adapun data - data yang ditemukan pada preeklamsia

ringan :

1. Hipertensi : sistolok/diastolic ≥ 140/90 mmhg.


35

2. Proteinuria : secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter

dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2 (+2).

3. Edema pada pritibia, dinding abdomen, lumbosakral,

wajah atau tangan.

Step II : Merumuskan Diagnosa / Masalah Aktual

Pada langkah ini, dilakukan identifikasi yang benar terhadap

diagnosis atau masalah kebutuhan klien berdasarkan

interpretasi yang benar atas data yang telah dikumpulkan. Data

yang dikumpulkan akan diinterpretasikan sehingga ditemukan

masalah atau diagnose yang spesifik. maka dari masalah yang

ada didapat diagnosa actual yaitu G1, P0, A0 umur kehamilan

37 minggu 6 hari dengan preeklamsia ringan dan masalah

actual : kecemasan.

Step III : Merumuskan Diagnosa / Masalah Potensial

Pada step ini dikembangkan dari interprestasi data kedalam

identifikasi secara spesifik mengenai diagnosa potensial.

Masalah potensial dalam kaitan diagnosa kebidanan adalah

masalah yang mungkin akan timbul dan bila tidak segera

diatasi akan mengancam keselamatan klien / pasien. Oleh

karena itu masalah potensial harus segera diantisipasi, dicegah,


36

diawasi serta segera dipersiapkan tindakan untuk

mengatasinya. Maka masalah potensial yang diantisipasi akan

terjadi yaitu preeklamsia berat.

Step IV : Identifikasi perlunya pernanganan segera.

Bidan / mengidentifikasi perlunya tindakan segera dan / atau

konsultasi atau penanganan bersama dengan anggota tim

kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah

keempat mencerminkan kesinambungan proses manajemen

kebidanan. Adapun tindakan segera yang dilakukan yaitu :

melakukan Tindakan Mandiri dengan melakukan pemeriksaan :

Hemoglobin (HB) : 11 gr%, Proteinuria : +2, Tindakan

Kolaborasi : Kolaborasi dengan Bidan puskesmas untuk

penatalaksanaan selanjutnya, Dan Tindakan Rujukan Tidak

dilakukan.

Step V : Perencanaan Tindakan Asuhan Kebidanan

Mencakup rencana tindakan / intervensi untuk tindakan

kebidanan yang akan di lakukan dalam mengatasi masalah.

Rencana intervensi dapat di buat bersama klien, keluarganya

berdasarkan urutan prioritas masalah.


37

Step VI : Implementasi / Pelaksanaan Tindakan Asuhan Kebidanan

Implementasi disini melaksanakan intervensi secara langsung

sesuai dengan kebutuhan klien.

1. Pelaksanaan rencana yang telah di tetapkan.

2. Dikerjakan oleh bidan sendiri.

3. Dibantu /dilimpahkan kepada staf pembantunya, klien atau

keluarganya.

4. Dilaksanakan kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya.

Step VII : Evaluasi Tindakan Asuhan Kebidanan

Penilaian langsung sesuai dengan kenyataan yang terjadi pada

klien. Pada tahap ini bidan harus mengetahui sejauh mana

tingkat keberhasilan asuhan kebidanan yang telah diberikan

pada klien, dengan membandingkan hasil asuhan kebidanan

dengan kriteria keberhasilan yang dicantumkan pada

perencanaan asuhan kebidanan.

Anda mungkin juga menyukai