Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stroke Iskemik

1. Definisi Stroke

Definisi stroke secara umum menurut WHO adalah suatu gangguan fungsional

otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal

maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menyebabkan

kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.1

Definisi stroke di atas secara waktu telah usang. Kini definisi stroke telah

diperbaharui berdasarkan AHA/ASA. Istilah "stroke" yang secara luas digunakan

harus meliputi semua hal berikut:

Definisi dari infark SSP (Sistem Saraf Pusat): Infark SSP adalah kematian sel

otak, sumsum tulang belakang, atau retina yang disebabkan oleh iskemia,

berdasarkan

1. Patologis, pencitraan, atau bukti obyektif lainnya dari cedera fokal iskemik

otak, sumsum tulang belakang, atau retina sesuai distribusi vaskularnya ; atau

2. Bukti klinis cedera iskemik fokal otak, sumsum tulang belakang, atau retina

berdasarkan gejala bertahan ≥24 jam atau sampai mati, dan etiologi lainnya

dikecualikan.

(Catatan: Infark SSP meliputi infark hemoragik, jenis I dan II, )

5
Universitas Lambung Mangkurat
6

Definisi stroke iskemik: Sebuah episode disfungsi neurologis yang disebabkan

oleh infark fokal otak, tulang belakang, atau retina. (Catatan: Bukti infark SSP

didefinisikan di atas.)

Definisi infark SSP diam (Silent CNS Infarction): Pencitraan atau bukti

neuropatologik menunjukkan infark dari SSP, namun tanpa riwayat disfungsi

neurologis akut yang disebabkan lesi.

Definisi perdarahan intraserebral: Koleksi darah fokal dalam parenkim otak

atau sistem ventrikel yang tidak disebabkan oleh trauma.

(Catatan: perdarahan intraserebral termasuk perdarahan parenkim setelah infark

SSP, jenis I dan II-lihat "Infark hemoragik.")

Definisi stroke disebabkan oleh perdarahan intraserebral: Tanda-tanda klinis

yang ditandai dengan disfungsi neurologis berkembang cepat disebabkan koleksi

fokal darah dalam parenkim otak atau sistem ventrikel yang tidak disebabkan oleh

trauma.

Definisi pendarahan otak silent: Koleksi fokal produksi darah kronis dalam

parenkim otak, ruang subaraknoid, atau sistem ventrikel pada pencitraan

neurologis atau pemeriksaan neuropatologis yang tidak disebabkan oleh trauma

dan tanpa riwayat disfungsi neurologis akut yang disebabkan lesi.

Definisi perdarahan subarachnoid: Perdarahan ke dalam ruang subaraknoid

(ruang antara membran araknoid dan pia mater dari otak atau sumsum tulang

belakang).

Definisi stroke disebabkan oleh perdarahan subarachnoid: Tanda-tanda klinis

yang ditandai disfungsi neurologis yang berkembang cepat dan / atau sakit kepala

Universitas Lambung Mangkurat


7

karena perdarahan ke dalam ruang subarachnoid (ruang antara membran

arachnoid dan pia mater dari otak atau sumsum tulang belakang), yang tidak

disebabkan oleh trauma .

Definisi stroke yang disebabkan oleh cerebral venous thrombosis: Infark atau

perdarahan di otak, sumsum tulang belakang, atau retina karena trombosis struktur

vena serebral. Gejala atau tanda-tanda yang disebabkan oleh edema reversibel

tanpa infark atau perdarahan tidak memenuhi syarat sebagai stroke.

Definisi stroke, tidak disebutkan secara spesifik: Sebuah episode disfungsi

neurologis akut diduga disebabkan oleh iskemia atau perdarahan, bertahan ≥24

jam atau sampai mati, tapi tanpa bukti yang cukup untuk diklasifikasikan sebagai

salah satu di atas.

2. Definisi Stroke Iskemik

Telah disebutkan di atas berdasarkan definisi yang telah diperbaharui oleh

AHA/ASA stroke iskemik merupakan sebuah episode disfungsi neurologis yang

disebabkan oleh infark fokal otak, tulang belakang, atau retina. Serta, pada stroke

iskemik juga harus terdapat bukti terjadinya infark pada SSP, bukti-bukti infark

SSP telah tercantum pada poin di atas. (Lihat definisi infark SSP.) Maka, istilah-

istilah yang umum digunakan seperti stroke non hemoragik dan/atau stroke infark

di berbagai literatur, disini disimpulkankan dan didefinisikan sebagai stroke

iskemik didasari definisi AHA/ASA di atas.

Universitas Lambung Mangkurat


8

3. Klasifikasi Stroke Iskemik

Stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh kasus stroke. Pada stroke iskemik

terjadi iskemia akibat sumbatan atau penurunan aliran darah otak.11 Berdasarkan

perjalanan klinis, dikelompokkan menjadi :10

A. TIA (Transient Ischemic Attack)

Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang dari 24 jam.

Disebabkan oleh gangguan akut fungsi fokal serebral, emboli maupun trombosis.

B. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)

Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam namun kurang

dari 21 hari.

C. Stroke in Evolution

Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu.

D. Completed Stroke

Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak berkembang lagi.

Stroke iskemik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak tertentu,

maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini

dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan bentuk sel yang diikuti

dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel yang selanjutnya terjadi

kematian neuron.

Stroke non hemoragik dibagi lagi berdasarkan lokasi penggumpalan, yaitu:12

A. Stroke Iskemik Tipe Embolik

Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak, melainkan di

tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskuler sistemik. Embolisasi

Universitas Lambung Mangkurat


9

kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan shunt yang

menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel. Penyakit

jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup

mitralis, fibrilasi atrium, infark kordis akut dan embolus yang berasal dari vena

pulmonalis. Kelainan pada jantung ini menyebabkan curah jantung berkurang dan

serangan biasanya muncul disaat penderita tengah beraktivitas fisik seperti

berolahraga.

B. Stroke Iskemik Tipe Trombus

Terjadi karena adanya penggumpalan pembuluh darah ke otak. Dapat dibagi

menjadi stroke pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) merupakan

70% kasus stroke non hemoragik trombus dan stroke pembuluh darah kecil

(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Trombosis pembuluh darah

kecil terjadi ketika aliran darah terhalang, biasanya ini terkait dengan hipertensi

dan merupakan indikator penyakit atherosklerosis.13

4. Tanda dan gejala stroke non hemoragik

Tanda dan gejala yang timbul dapat berbagai macam tergantung dari berat

ringannya lesi dan juga topisnya. Namun ada beberapa tanda dan gejala yang

umum dijumpai pada penderita stroke non hemoragik yaitu:13

1. Gangguan Motorik

 Tonus abnormal (hipotonus/ hipertonus)

 Penurunan kekuatan otot

 Gangguan gerak volunter

 Gangguan keseimbangan

Universitas Lambung Mangkurat


10

 Gangguan koordinasi

 Gangguan ketahanan

2. Gangguan Sensorik

 Gangguan propioseptik

 Gangguan kinestetik

 Gangguan diskriminatif

3. Gangguan Kognitif, Memori dan Atensi

 Gangguan atensi

 Gangguan memori

 Gangguan inisiatif

 Gangguan daya perencanaan

 Gangguan cara menyelesaikan suatu masalah

4. Gangguan Kemampuan Fungsional

 Gangguan dalam beraktifitas sehari-hari seperti mandi, makan, ke toilet

dan berpakaian.

5. Faktor risiko stroke non hemoragik

Stroke non hemoragik merupakan proses yang multi kompleks dan didasari oleh

berbagai macam faktor risiko. Ada faktor yang tidak dapat dimodifikasi, dapat

dimodifikasi dan masih dalam penelitian yaitu:15

1. Tidak dapat dirubah :

- Usia

- Jenis kelamin

- Ras

Universitas Lambung Mangkurat


11

- Genetik

2. Dapat dirubah :

- Hipertensi

- Merokok

- Diabetes

- Fibrilasi atrium

- Kelainan jantung

- Hiperlipidemia

- Terapi pengganti hormon

- Anemia sel sabit

- Nutrisi

- Obesitas

- Aktifitas fisik

3. Dalam penelitian lebih lanjut:

- Sindroma metabolik

- Penyalahgunaan zat

- Kontrasepsi oral

- Obstructive Sleep Apnea

- Migrain

- Hiper-homosisteinemia

- Hiperkoagulabilitas

- Inflamasi

- Infeksi

Universitas Lambung Mangkurat


12

6. Patofisiologi stroke non hemoragik

Stroke iskemik adalah tanda klinis gangguan fungsi atau kerusakan jaringan

otak sebagai akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak, sehingga mengganggu

pemenuhan kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak.16

Aliran darah dalam kondisi normal otak orang dewasa adalah 50-60 ml/100

gram otak/menit. Berat otak normal rata-rata orang dewasa adalah 1300-1400

gram (+ 2% dari berat badan orang dewasa). Sehingga dapat disimpulkan jumlah

aliran darah otak orang dewasa adalah + 800 ml/menit atau 20% dari seluruh

curah jantung harus beredar ke otak setiap menitnya. Pada keadaan demikian,

kecepatan otak untuk memetabolisme oksigen + 3,5 ml/100 gram otak/menit. Bila

aliran darah otak turun menjadi 20-25 ml/100 gram otak/menit akan terjadi

kompensasi berupa peningkatan ekstraksi oksigen ke jaringan otak sehingga

fungsi-fungsi sel saraf dapat dipertahankan.17

Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh otak, oksidanya akan

menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Secara fisiologis 90%

glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara lengkap. Hanya 10% yang

diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat melalui metabolisme anaerob.

Energi yang dihasilkan oleh metabolisme aerob melalui siklus Kreb adalah 38 mol

Adenoain trifosfat (ATP)/mol glukosa sedangkan pada glikolisis anaerob hanya

dihasilkan 2 mol Atp/mol glukosa. Adapun energi yang dibutuhkan oleh neuron-

neuron otak ini digunakan untuk keperluan :18

Universitas Lambung Mangkurat


13

1. Menjalankan fungsi-fungsi otak dalam sintesis, penyimpanan, transport

dan pelepasan neurotransmiter, serta mempertahankan respon elektrik.

2. Mempertahankan integritas sel membran dan konsentrasi ion di dalam/di

luar sel serta membuang produk toksik siklus biokimiawi molekuler.

Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan melibatkan

patofisiologi permeabilitas sawar darah otak (terutama di daerah yang mengalami

trauma, kegagalan energi, hilangnya homeostatis ion sel, asidosis, peningkatan,

kalsium intraseluler, eksitotositas dan toksisitas radikal bebas), juga menyebabkan

kerusakan neumoral yang mengakibatkan akumulasi glutamat di ruang

ekstraseluler, sehingga kadar kalsium intraseluler akan meningkat melalui

transpor glutamat, dan akan menyebabkan ketidakseimbangan ion natrium yang

menembus membran.19

Glutamat merupakan eksitator utama asam amino di otak, bekerja melalui

aktivasi reseptor ionotropiknya. Reseptor-reseptor tersebut dapat dibedakan

melalui sifat farmakologi dan elektrofisiologinya: a-amino-3-hidroksi-5-metil-4-

isosaksol-propionic acid (AMPA), asam kainat, dan N-metil-D-aspartat (NMDA).

Aktivasi reseptor-reseptor tersebut akan menyebabkan terjadinya eksitasi

neumoral dan depolarisasi.19 Glutamat yang menstimulasi reseptor NMDA akan

mengaktifkan reseptor AMPA akan memproduksi superoksida.20

Secara umum patofisiologi stroke iskemik meliputi dua proses yang terkait,

yaitu : 18

1. Perubahan fisiologi pada aliran darah otak

2. Perubahan kimiawi yang terjadi pada sel otak akibat iskemik.

Universitas Lambung Mangkurat


14

7. Diagnosis stroke non hemoragik

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit

neurologis akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.

Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke non hemoragik meliputi

hemiparese, monoparese atau quadriparese, tidak ada penurunan kesadaran, tidak

ada nyeri kepala dan reflek babinski dapat positif maupun negatif. Meskipun

gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara

bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk

menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat

membuat anamnesis menjadi sedikit sulit untuk mengetahui gejala atau onset

stroke seperti:

1. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak

didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).

2. Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari

pertolongan.

3. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.

4. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti

kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, perdarahan subdural, ensefalitis

dan hiponatremia.13

Universitas Lambung Mangkurat


15

b. Pemeriksaan Penunjang

Pencitraan otak sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis stroke non

hemoragik. Non contrast computed tomography (CT) scanning adalah

pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk evaluasi pasien dengan stroke

akut yang jelas. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan

distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan

lain yang gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).13

Kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT Scan biasanya

tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada >50%

pasien, tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan intrakranial akut

dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria eksklusi untuk pemberian terapi

trombolitik.

Teknik-teknik pencitraan berikut ini juga sering digunakan:

1. CT Angiografi

2. CT Scan Perfusion

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pungsi lumbal terkadang diperlukan untuk menyingkirkan meningitis atau

perdarahan subarachnoid ketika CT Scan negatif tetapi kecurigaan klinis tetap

menjadi acuan.

B. Blood Pressure Variability (BPV)

1. Definisi Blood Pressure Variability (BPV)

Universitas Lambung Mangkurat


16

Blood Pressure Variability (BPV) atau variabilitas tekanan darah merupakan

fenomena kompleks yang mencakup fluktuasi tekanan darah jangka pendek yang

terjadi dalam jangka waktu 24 jam serta perubahan tekanan darah selama periode

waktu yang lebih lama.14

2. Tipe-tipe Blood Pressure Variability (BPV)

a. BPV Jangka Sangat Pendek (Very-Short-Term BPV)

BPV jangka sangat pendek (very-short-term) dinyatakan sebagai fluktuasi

tekanan darah yang diukur denyut demi denyut (beat-to-beat). Pengukuran BPV

jangka sangat pendek dapat dilakukan dengan menggunakan kateter intraarteri (18

gauge, Transpac IV, Abbott Critical Care System), serta diukur frekuensinya

menggunakan analisis spektrum daya. Interval pengukuran BPV jangka sangat

pendek adalah 1 menit hingga 24 jam. Implikasi klinis dari BPV jangka sangat

pendek adalah sebagai estimasi keterlibatan sistem neurohormonal dalam regulasi

tekanan darah.14

Keuntungan pengukuran BPV jangka sangat pendek adalah dapat

dilakukannya penilaian indeks otonom modulasi kardiovaskular. Sementara,

kerugiannya adalah stabilitas pengukuran mungkin tidak terjamin diluar

pengaturan laboratorium.15

Tekanan darah menunjukkan osilasi denyut demi denyut (beat-to-beat) yang

cepat karena interaksi sistem kontrol kardiovaskular yang berbeda, termasuk

refleks baroreseptor, sistem renin-angiotensin (RAS), respon myogenic pembuluh

darah, dan pelepasan oksida nitrat (NO) dari endothelium. Mekanisme yang

bertanggungjawab atas terjadinya variasi tekanan darah dalam jangka waktu

Universitas Lambung Mangkurat


17

sangat pendek antara lain peningkatan dorongan pusat simpatik, penurunan reflex

arteri atau barorefleks kardiopumonar, penurunan faktor humoral dan faktor

rheologi, perilaku dan mekanisme emosional, serta perubahan ventilasi.14,15

b. BPV Jangka Pendek (Short-Term BPV)

BPV atau variabilitas tekanan darah jangka pendek biasanya didefinisikan

sebagai osilasi tekanan darah dalam waktu 24 jam (pengukuran 15-20 menit

selama 24 jam). Fluktuasi tekanan darah dalam rentang waktu dari menit ke jam

terutama mencerminkan pengaruh modulasi sistem saraf pusat dan otonom serta

sifat elastis arteri. Dengan cara ini, pengurangan kemampuan refleks arteri dan

kardiopulmoner untuk menyangga perubahan tekanan darah terhadap pengaruh

perilaku atau postur tubuh dan perubahan komplians arteri dapat menyebabkan

peningkatan BPV jangka pendek.

Segudang indeks telah digunakan untuk menilai jangka pendek BPV dalam uji

praklinis dan klinis, termasuk standar deviasi (SD) 24 jam, siang dan malam hari,

dan koefisien variasi (CV) dari tekanan darah sistolik dan diastolik. BPV sangat

tergantung dari nilai-nilai tekanan darah rata-rata, sehingga rata-rata SD dapat

dibagi dengan tekanan arteri rata-rata yang sesuai untuk menormalkan BPV

jangka pendek sebagai CV. Meskipun estimasi BPV jangka pendek secara teoritis

membutuhkan perekaman tekanan darah terus menerus, penilaian melalui

pemantauan darah tekanan rawat jalan 24 jam (24-hour Ambulatory Blood

Pressure Measurement/ABPM) intermitten dan non-invasif juga memungkinkan.

ABPM merupakan pengukuran tekanan darah menggunakan monitor tekanan

darah digital yang selalu terpasang pada pengguna. Sebuah monitor tekanan darah

Universitas Lambung Mangkurat


18

kecil digital dilekatkan pada sabuk di pinggang pengguna dan terhubung ke

manset sekitar lengan atas pengguna. Tekanan darah diukur selama 1 hari penuh

dan disaat pengguna melakukan kegiatan hariannya baik berjalan bahkan disaat

tidur.

Namun demikian, karena sifat pemantauan tekanan darah dengan ABPM

intermiten, estimasi BPV jangka pendek menggunakan perangkat ini kurang

akurat.14

SD telah dipertanyakan sebagai indeks yang tepat untuk mengukur BPV

jangka pendek, mengingat SD hanya mencerminkan penyebaran nilai-nilai sekitar

mean, tidak memperhitungkan urutan pengukuran tekanan darah yang diperoleh,

dan sensitif terhadap frekuensi sampling yang rendah dari ABPM. Dalam rangka

meningkatkan nilai prognostik BPV jangka pendek, variabilitas nyata rata-rata

(ARV) dari tekanan darah siang dan malam hari telah diperkenalkan sebagai

indeks baru BPV. ARV adalah rata-rata perbedaan mutlak pengukuran berturut-

turut; Oleh karena itu, parameter statistik ini sensitif terhadap urutan pengukuran

tekanan darah individu dan kurang peka terhadap frekuensi sampling rendah

ABPM. studi yang berbeda telah menunjukkan ARV lebih baik memprediksi

risiko kardiovaskular pada pasien hipertensi dibandingkan dengan SD tradisional

BPV jangka pendek.14

c. BPV Jangka Menengah (Mid-Term BPV)

BPV jangka menengah dinyatakan sebagai variabilitas tekanan darah yang

dilihat dari hari-kr-hari. Pengukuran dari BPV hari-ke-hari dapat diperoleh dengan

menggunakan ABPM yang dilakukan selama beberapa hari berturut-turut (yaitu,

Universitas Lambung Mangkurat


19

selama 48 jam). Namun, strategi ini tidak selalu ditoleransi atau diterima oleh

pasien. Sebagai alternatif, Home Blood Pressure Monitoring (HBPM) dapat

dilakukan oleh pasien dalam kondisi yang cukup terstandarisasi. Ketika mengukur

tekanan darah di rumah, pembacaan yang akurat mengharuskan seseorang tidak

minum kopi, asap rokok, atau terlibat dalam latihan berat selama 30 menit

sebelum mengambil bacaan. Kandung kemih yang penuh mungkin memiliki efek

kecil pada pembacaan tekanan darah; jika ingin buang air kecil muncul, kita harus

melakukannya sebelum pembacaan. Selama 5 menit sebelum pembacaan,

seseorang harus duduk tegak di kursi dengan seseorang kaki rata di lantai dan

dengan kaki tak bersilang. Manset tekanan darah harus mengenai kulit telanjang,

karena pembacaan melalui lengan kemeja kurang akurat. Lengan yang sama harus

digunakan untuk semua pengukuran. Selama pembacaan, lengan yang digunakan

harus rileks dan terus di tingkat jantung, misalnya dengan beristirahat di atas

meja.14

Meskipun HBPM tidak memberikan informasi yang sama luas pada tekanan

darah 24 jam seperti halnya ABPM, HBPM dapat digunakan untuk memantau

perubahan tekanan darah untuk beberapa jendela waktu (beberapa hari) ketika

karakteristik baik fisiologis dan rejimen pengobatan pasien tetap stabil.

Khususnya, pengukuran BPV hari-ke-hari memungkinkan dokter untuk

mengoptimalkan pengobatan antihipertensi awal daripada jika BPV diukur secara

kunjungan-ke-kunjungan (visit-to-visit). Informasi tentang BPV dapat

dikumpulkan dengan cepat, daripada selama periode bulan atau tahun, saat

kerusakan subklinis yang terkait dengan kontrol tekanan darah yang tidak

Universitas Lambung Mangkurat


20

konsisten sudah berkembang dan modifikasi pengobatan akan terlambat untuk

menjadi efektif.14

Dalam praktek klinis sehari-hari, penilaian BPV oleh HBPM mungkin akan

lebih efektif dan lebih layak untuk penilaian diulang selama tindak lanjut jangka

panjang dari pasien dengan hipertensi dibandingkan penggunaan baik OBPM atau

ABPM. Pada pasien yang menerima pengobatan antihipertensi, kita tidak bisa

mengesampingkan kemungkinan bahwa BPV hari-ke-hari mungkin dipengaruhi

oleh kepatuhan terhadap pengobatan. Pengaruh efek ini, baik BPV hari-ke-hari

maupun BPV kunjungan-ke-kunjungan yang sama atau berbeda dipengaruhi oleh

berkurangnya kepatuhan terhadap pengobatan, adalah isu-isu yang menjamin

penilaian dalam studi masa depan.14

d. BPV Jangka Panjang (Long-Term BPV)

Tekanan darah juga menunjukkan variabilitas jangka panjang (kunjungan-ke-

kunjungan, atau musiman) yang telah dikaitkan dengan peningkatan risiko

penyakit kardiovaskular. Saat ini, faktor-faktor yang berkontribusi dalam jangka

panjang BPV relatif tidak dikenal; telah diajukan bahwa perubahan perilaku

memainkan peran sentral dalam variasi tekanan darahsehari-hari. Baru-baru ini,

peningkatan kekakuan arteri telah ditemukan untuk berkontribusi dalam BPV

jangka panjang sebagai mekanisme patologis. The Multiethnic Study of

Atherosclerosis (MESA) baru-baru ini telah menunjukkan penurunan

distensibilitas aorta dan elastisitas arteri meningkat pada pasien hipertensi dengan

BPV kunjungan-ke-kunjungan yang lebih tinggi.14

Universitas Lambung Mangkurat


21

Selain itu, variasi besar dalam BPV kunjungan-ke-kunjungan bisa menjadi

konsekuensi dari kontrol tekanan darah yang buruk pada pasien yang dalam

pengobatan atau hasil pembacaan tekanan darah yang tidak konsisten. Oleh karena

itu, kepatuhan pasien dengan regimen terapi yang ditentukan dan dosis yang benar

serta titrasi obat penurun tekanan darah dapat mempengaruhi BPV kunjungan-ke-

kunjungan sehari-hari.14

Pengukuran BPV sehari-hari dapat dilakukan dengan menggunakan ABPM

selama beberapa hari berturut-turut atau dengan HBPM. Meskipun utilitas diri

pengukuran tekanan darah untuk BPV jangka panjang dibatasi oleh kondisi yang

cukup terstandar, namun dapat digunakan untuk memantau perubahan tekanan

darah selama beberapa hari pada pasien dengan regimen pengobatan yang stabil.

BPV kunjungan-ke-kunjungan dapat dinilai oleh Office Blood Pressure

Monitoring (OBPM) yakni pengukuran tekanan darah disaat pasien melakukan

kunjungan ke tempat dokter atau antara kunjungan ABPM. Namun, estimasi BPV

jangka panjang menggunakan OBPM memerlukan sejumlah kunjungan yang

konsisten untuk mencapai nilai yang berarti. Selain itu, pengukuran tekanan darah

di kantor tidak menyediakan data mengenai tekanan darah selama kegiatan biasa

dan memiliki nilai yang terbatas sebagai indikator tekanan darah yang terkontrol.

Penggunaan 24 jam ABPM mengatasi keterbatasan OBPM mengingat bahwa itu

memberikan informasi yang luas pada tingkat tekanan darah dalam waktu 24 jam

yang diberikan. Namun demikian ABPM tidak bisa secara rutin digunakan untuk

menilai BPV kunjungan-ke-kunjungan.14

Universitas Lambung Mangkurat


22

3. Pengaruh Variabilitas Tekanan Darah pada Kerusakan Organ Target dan

Kejadian Kardiovaskular

Selama tingkat BPV sangat dipengaruhi oleh tingkat tekanan darah rata-rata,

penilaian efek BPV pada kerusakan organ target dan kejadian kardiovaskular

merupakan hal kompleks. Dalam hal ini, isu kunci adalah untuk menentukan

apakah risiko kardiovaskular pada pasien hipertensi hanya ditentukan oleh

peningkatan berarti tekanan darah atau peningkatan BPV juga berkontribusi

terhadap kerusakan organ target. Selain itu, beberapa masalah telah terdeteksi

dalam evaluasi dampak kardiovaskular dari BPV jangka pendek dan jangka

panjang, termasuk reproduksibilitas terbatas BPV, kurangnya nilai-nilai referensi

normal, dan keterbatasan perangkat konvensional untuk ABPM.15

Mengingat keterbatasan evaluasi relevansi klinis dari BPV, studi praklinis

telah jelas memberikan kontribusi dalam pengetahuan sebenarnya peran BPV

dalam penyakit kardiovaskular. The sinoaortic denervated (SAD) tikus merupakan

model eksperimental yang sangat baik untuk menyelidiki konsekuensi dari BPV

pada organ sasaran, mengingat fakta bahwa SAD meningkatkan fluktuasi BP

tanpa mempengaruhi nilai rata-rata. Secara khusus, ablasi karotis dan baroreceptor

aorta aferen pada SAD tikus menginduksi peningkatan kronis pada BPV jangka

pendek dengan tingkat tekanan darah rata-rata normal.15

Pengetahuan terkini tentang mekanisme jangka pendek BPV dalam jangka

waktu 24 jam masih terbatas, dan studi tambahan akan diperlukan untuk

meningkatkan pemahaman kita tentang faktor-faktor penentu potensinya, seperti

berkurangnya komplians arteri dan variasi genetik. Demikian pula, kita masih

Universitas Lambung Mangkurat


23

harus banyak belajar tentang faktor-faktor yang bertanggung jawab untuk BPV

jangka panjang selama pengobatan antihipertensi. Pengaruh perubahan fungsional

dan struktural neurohumoral dan kardiovaskular tidak dapat diabaikan. Namun,

menentukan sejauh mana waktu klinik pengukuran tekanan darah dalam kaitannya

dengan pemberian obat, serta kepatuhan pasien terhadap pengobatan

antihipertensi, pengaruh BPV kunjungan-ke-kunjungan juga penting.15

Kumpulan bukti menunjukkan bahwa baik BPV jangka pendek dan jangka

panjang berhubungan dengan perkembangan, kemajuan, dan tingkat keparahan

kerusakan jantung, pembuluh darah, dan ginjal, serta dengan peningkatan risiko

kejadian kardiovaskular dan kematian, terlepas dari peningkatan tekanan darah

rata-rata. Dalam uji klinis, BPV jangka panjang dikaitkan dengan hasil

kardiovaskular sampai batas jauh lebih besar dalam uji klinis, BPV jangka

panjang dikaitkan dengan hasil kardiovaskular sampai batas jauh lebih besar dari

BPV jangka pendek. Walaupun pendapat ini telah dibuat untuk menargetkan

pengobatan antihipertensi terhadap kedua normalisasi BPV 24 jam dan

mengurangi tekanan darah rata-rata 24 jam, bukti tentang target optimal BPV

masih terbatas. Dalam uji coba skala besar pengobatan antihipertensi, 24 jam

ABPM belum digunakan secara rutin. Oleh karena itu, efek perlindungan dari

perubahan yang disebabkan pengobatan dalam BPV 24 jam, sehubungan dengan

perubahan bersama-sama di tingkat tekanan darah rata-rata, masih harus

didokumentasikan secara memadai. 15

Mengenai BPV jangka panjang, meta-analisis dari uji klinis pada hipertensi

telah menunjukkan bahwa BPV kunjungan-ke-kunjungan, atau kurangnya kontrol

Universitas Lambung Mangkurat


24

tekanan darah pada setiap kunjungan klinik yang diberikan, terkait dengan

prognosis kardiovaskular yang merugikan. Temuan ini menarik perhatian pada

pentingnya kontrol tekanan darah yang konsisten dari waktu ke waktu. Dalam

istilah praktis, penilaian BPV jangka panjang, idealnya pada sehari-hari

menggunakan HBPM, mungkin membantu dokter untuk mengoptimalkan

pengobatan antihipertensi pada setiap kunjungan klinik, sehingga meningkatkan

stabilisasi BPV jangka panjang.15

4. Tekanan Darah pada Stroke Iskemik

Tekanan darah arteri merupakan parameter dinamis yang dapat berfluktuasi

secara signifikan, dengan konsekuensi klinis. Tekanan darah tinggi merupakan hal

umum selama stroke iskemik akut. Dalam satu studi observasional, tekanan darah

sistolik adalah> 139 mm Hg pada 77% pasien dan> 184 mm Hg pada 15% dari

pasien yang tiba di UGD. Tekanan darah seringkali lebih tinggi pada pasien stroke

akut dengan riwayat hipertensi dibandingkan mereka tanpa hipertensi premorbid.

Tekanan darah biasanya berkurang secara spontan selama fase akut stroke

iskemik, mulai dalam waktu 90 menit setelah timbulnya gejala stroke. Hipertensi

arteri ekstrim jelas merugikan, karena menyebabkan ensefalopati, komplikasi

jantung, dan gagal ginjal. Secara teoritis, hipertensi arteri sedang selama stroke

iskemik akut mungkin menguntungkan dengan meningkatkan perfusi serebral dari

jaringan iskemik, atau mungkin merugikan oleh memperburuk edema dan

transformasi hemoragik dari jaringan iskemik. Hipotensi arteri ekstrem jelas

merugikan, karena mengurangi perfusi ke beberapa organ, terutama otak iskemik,

memperburuk cedera iskemik. Dengan demikian, berbagai tekanan darah arteri

Universitas Lambung Mangkurat


25

mungkin ada yang optimal selama stroke iskemik akut secara individual.

Sayangnya, tekanan darah yang ideal belum ilmiah ditentukan. Sangat mungkin

bahwa berbagai tekanan darah ideal selama stroke iskemik akut akan tergantung

pada subtipe stroke dan penyakit penyerta spesifik pasien lainnya.16

Beberapa studi menyelidiki berbagai parameter tekanan darah selama masuk

untuk stroke iskemik akut dan hasil klinis. Beberapa studi menemukan hubungan

berbentuk U antara tekanan darah masuk dan hasil klinis yang menguntungkan,

dengan tekanan darah sistolik optimal mulai 121-200 mm Hg dan tekanan darah

diastolik mulai 81-110 mmHg antara studi ini. Namun, peningkatan tekanan darah

di rumah sakit selama stroke iskemik akut telah dikaitkan dengan hasil klinis yang

lebih buruk dengan cara yang lebih linier.16

Studi menganalisis sejauh mana fluktuasi tekanan darah di rumah sakit selama

stroke iskemik akut ditemukan asosiasi konsisten dengan hasil klinis. Tiga

penelitian menemukan bahwa penurunan tekanan darah yang dikaitkan dengan

hasil klinis yang buruk. Dua studi tidak menemukan hubungan antara fluktuasi

tekanan darah dan hasil klinis. Satu studi menemukan bahwa penurunan tekanan

darah dikaitkan dengan hasil klinis yang menguntungkan. Meskipun studi

observasional menganalisis data mengendalikan faktor pembaur, perawatan

tekanan darah tidak terkontrol, dan tidak mungkin untuk memastikan peran

tekanan darah dalam kaitannya dengan hasil.16

Pada pasien dengan tekanan darah nyata meningkat yang tidak menerima

fibrinolisis, tujuan yang masuk akal adalah untuk menurunkan tekanan darah

sebesar 15% selama 24 jam pertama setelah onset stroke. Tingkat tekanan darah

Universitas Lambung Mangkurat


26

yang akan sesuai pengobatan tersebut tidak diketahui, tetapi ada konsensus bahwa

obat harus dipotong kecuali tekanan darah sistolik adalah> 220 mm Hg atau

tekanan darah diastolik adalah> 120 mm Hg (Kelas I; Tingkat Bukti C).16

Hipotensi arteri jarang selama stroke iskemik akut dan menunjukkan penyebab

lain, seperti aritmia jantung atau iskemia, diseksi aorta, atau syok. Otak sangat

rentan terhadap arteri hipotensi selama stroke iskemik akut karena gangguan

autoregulasi serebral. hipotensi arteri pada penerimaan pada pasien stroke iskemik

akut telah dikaitkan dengan hasil buruk di beberapa studi. Definisi yang tepat dari

hipotensi arteri perlu dikaji secara individual. Pada beberapa pasien, tekanan

darah yang lebih rendah selama stroke iskemik akut dari tekanan premorbid bisa

dianggap hipotensi.16

5. Outcome Stroke

Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai

impairment, disabilitas dan handicaps. WHO membuat batasan sebagai berikut17:

1. Impairment adalah suatu kehilangan atau abnormalitas psikologis,

fisiologis atau fungsiatau struktur anatomis.

2. Disabilitas adalah setiap keterbatasan atau ketidakmampuan untuk

melakukan suatu aktivitas dengan cara atau dalam rentang yang dianggap

normal untuk orang sehat.

3. Handicap adalah gangguan yang dialami oleh individu akibat impairment

atau disabilitas tersebut, yang membatasi perannya sebagai manusia

normal.

Universitas Lambung Mangkurat


27

Penelitian klinis tentang stroke secara rutin menggunakan mortalitas sebagai

outcome, namun terdapat outcome lainnya yang penting untuk investigasi klinis

dan relevan dengan pasien, mencakup perubahan fungsi tubuh dan disabilitas.

Sejumlah instrumen untuk menilai fungsi dan disabilitas telah dikembangkan.

Pada berbagai penelitian klinis, skala Barthel Index dan Modified Rankin Scale

umumnya digunakan untuk menilai outcome karena mudah digunakan dan

merupakan pengukuran yang sensitif terhadap derajat keparahan stroke.18

Modified Rankin Scale mengukur tingkat ketergantungan, baik mental

maupuan adaptasi fisik yang digabungkan dengan defisit neurologis. Skala ini

terdiri dari 6 derajat, yaitu dari 0-5, dimana 0 berarti tidak ada gejala dan 5 berarti

cacat/ketidakmampuan yang berat.18

National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) digunakan untuk menilai

impairment, yang terdiri dari 12 pertanyaan—tingkat kesadaran, respon terhadap

pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze palsy, pemeriksaan lapangan pandang,

facial palsy, motorik, ataksia, sensori, bahasa, disartria dan inatensi. Skala ini

telah banyak digunakan pada berbagai penelitian tentang terapi stroke akut dan

merupakan pemeriksaan standar dalam penelitian klinis.19

Universitas Lambung Mangkurat

Anda mungkin juga menyukai