Anda di halaman 1dari 29

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 4

BAB I PENDAHULUAN 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

BAB IV KESIMPULAN 24

DAFTAR PUSTAKA 25

1
BAB I

PENDAHULUAN

Film air mata yang normal diperlukan untuk mempertahankan fungsi

permukaan okuler. Perubahan patologis yang terlihat pada sindrom mata kering

(dry eye disease) mempengaruhi semua komponen tear film. Sindrom mata

kering adalah suatu gangguan pada permukaan mata yang ditandai dengan

ketidakstabilan produksi dan fungsi dari lapisan air mata.

Angka kejadian Sindroma Mata Kering ini lebih banyak pada wanita dan

cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Banyak diantara penyebab

sindrom mata kering mempengaruhi lebih dari satu komponen film air mata atau

berakibat perubahan permukaan mata yang secara sekunder menyebabkan film air

mata menjadi tidak stabil.

Ciri histopatologik termasuk timbulnya bintik-bintik kering pada kornea

dan epitel konjungtiva, pembentukan filamen, hilangnya sel goblet konjungtiva,

pembesaran abnormal sel epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan

penambahan keratinasi.1

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Sistem Lakrimalis

Aparatus lakrimalis terdiri dari 2 bagian : ( 1,2,3 )


1. Kelenjar lakrimalis yang berhubungan dengan pembentukan air mata (sistem sekresi

lakrimal)
2. Saluran air mata yang diteruskan ke dalam hidung (sistem ekskresi lakrimal)
Bagian-bagian dari aparatus lakrimalis adalah: ( 2,4 )
1. Kelenjar lakrimalis terdapat pada fossa lakrimal, sisi medial prosesus zigomatikum

os frontal. Berbentuk oval, kurang lebih bentuk dan besarnya menyerupai almond,

dan terdiri dari dua bagian, disebut kelenjar lakrimal superior (pars orbitalis) dan

inferior (pars palpebralis). Duktus kelenjar ini, berkisar 6-12, berjalan pendek

menyamping di bawah konjungtiva.


2. Kelenjar aksesori ( kelenjar wolfring dan kelenjar Krause )
3. Pungtum lakrimalis : ukuran punctum lakrimalis dengan diameter 0.3 mm terletak di

sebelah medial bagian superior dan inferior dari kelopak mata. Punctum relatif

avaskular dari jaringan disekitarnya selain itu warna pucat dari punctum ini sangat

membantu jika ditemukan adanya sumbatan. Punctum lalkrimalis biasanya tidak

terlihat kecuali jika kelopak bawah mata dibalik sedikit. Jarak superior dan inferior

punctum 0,5 mm, sedangkan jarak masing-masing ke canthus medial kira-kira

6,5mm dan 6,0 mm. Air mata dari canthus medial masuk ke punctum lalu masuk ke

canalis lakrimalis.
4. Kanalikuli lakrimalis : Lacrimal ducts (lacrimal canals), berawal pada orifisium

yang sangat kecil, bernama puncta lacrimalia, pada puncak papilla lacrimales,

terlihat pada tepi ekstremitas lateral lakrimalis. Duktus superior, yang lebih kecil dan

lebih pendek, awalnya berjalan naik, dan kemudian berbelok dengan sudut yang

tajam, dan berjalan ke arah medial dan ke bawah menuju lacrimal sac. Duktus

inferior awalnya berjalan turun, dan kemudian hamper horizontal menuju lacrimal

3
sac. Pada sudutnya, duktus mengalami dilatasi dan disebut ampulla. Pada setiap

lacrimal papilla serat otot tersusun melingkar dan membentuk sejenis sfingter.
5. Saccus lakrimalis (kantong lakrimal) : ujung bagian atas yang dilatasi dari duktus

nasolakrimal, dan terletak dalam cekungan (groove) dalam yang dibentuk oleh

tulang lakrimal dan prosesus frontalis maksila. Bentuk lacrimal sac oval dan ukuran

panjangnya sekitar 12-15 mm; bagian ujung atasnya membulat; bagian bawahnya

berlanjut menjadi duktus nasolakrimal.


6. Duktus naso lakrimalis : kanal membranosa, panjangnya sekitar 18 mm, yang

memanjang dari bagian bawah lacrimal sac menuju meatus inferior hidung, dimana

saluran ini berakhir dengan suatu orifisium, dengan katup yang tidak sempurna,

plica lacrimalis (Hasneri), dibentuk oleh lipatan membran mukosa. Duktus

nasolakrimal terdapat pada kanal osseous, yang terbentuk dari maksila, tulang

lakrimal, dan konka nasal inferior.


Kelenjar lakrimalis terdiri dari struktur-struktur berikut ini :
1. Bagian Orbita berbentuk kenari, terletak di dalam fossa glandulae lakrimalis di

segmen temporal atas anterior orbita yang dipisahkan dari bagian palpebra oleh

kornu lateralis muskulus levator palpebra. Untuk mencapai bagian kelenjar ini

dengan pembedahan, harus diiris kulit, muskulus orbikularis okuli, dan septum

orbita.
2. Bagian Palpebra yang lebih kecil terletak tepat di atas segmen temporal forniks

konjungtiva superior. Duktus sekretorius lakrimal, yang bermuara pada sekitar 10

lubang kecil, yang mengubungkan bagian orbita dan bagian palpebra kelenjar

lakrimal dengan forniks konjungtiva superior. Pengangkatan bagian palpebra

kelenjar akan memutus semua saluran penghubung dan mencegah seluruh kelenjar

bersekresi.
Kelenjar Lakrimal aksesorius terletak di dalam substansia propria di konjungtiva

palpebra dan hanya dapat dilihat secara mikroskopik.


Persarafan Aparatus Lakrimalis ( 4 )
Kelenjar air mata dipersarafi oleh :
1. Nervus Lakrimalis (sensoris), suatu cabang dari devisi pertama Trigeminus.
2. Nervus Petrosus superficialis magna (sekretoris ), yang datang dari nukleus

salivarius superior.

4
3. Saraf simpatis yang menyertai arteria dan nervus lakrimalis.

B. Fisiologi Sistem Sekresi Air Mata

Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimalis yang terletak di

fossa glandulae lacrimalis yang terletak di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar

yang berbentuk kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi

lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil, masing-masing

dengan sistem duktulus yang bermuara ke forniks temporal superior. Persarafan

kelenjar utama datang dari nucleus lacrimalis di pons melalui nervus intermedius

dan menempuh suatu jaras rumit cabang maxillaris nervus trigeminus.

5
Kelenjar lakrimal assesorius, walaupun hanya sepersepuluh dari massa

kelenjar utama, mempunyai peranan penting. Struktur kelenjar Krause dan

Wolfring identik dengan kelenjar utama, namun tidak memiliki ductulus.

Kelenjar-kelenjar ini terletak di dalam konjungtiva, terutama di forniks superior.

Sel-sel goblet uniseluler, yang juga tersebar di konjungtiva, mensekresi

glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea meibom dan zeis di

tepian palpebra memberi lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi

kelenjar keringat yang ikut membentuk tear film.

Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan

menyebabkan air mata mengalir melimpah melewati tepian palpebra (epifora).

Kelenjar lakrimal assesorius dikenal sebagai ”pensekresi dasar”. Sekret yang

dihasilkan normalnya cukup untuk memelihara kesehatan kornea. Hilangnya sel

goblet, berakibat mengeringnya korena meskipun banyak air mata dari kelenjar

lakrimal.

Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 µm yang menutup epitel

kornea dan konjungtiva. Fungsi lapisan ultra tipis ini adalah

1. Membuat kornea menjadi permukaan optik yang licin dengan meniadakan

ketidakteraturan minimal di permukaan epitel.


Tear film adalah komponen penting dari “the eye’s optical system”. Tear film

dan permukaan anterior kornea memiliki mekanisme untuk memfokuskan refraksi

sekitar 80%. Bahkan sebuah perubahan kecil pada kestabilan dan volume tear film

akan sangat mempengaruhi kualitas penglihatan (khususnya pada sensitivitas pada

kontras). “Tear break up” menyebabkan aberasi optik yang akan menurunkan

kualitas fokus gambaran yang didapatkan retina. Oleh karena itu, ketidakteraturan

6
pada tear film preocular merupakan penyebab munculnya gejala visual fatigue

dan fotofobia.
2. Membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtiva yang

lembut.
Pergerakan kelopak mata dapat menimbulkan gaya ± 150 dyne/cm yang

mempengaruhi tear film. Lapisan musin pada tear film dapat mengurangi efek

yang dapat mempengaruhi epitel permukaan. Pada keratokonjungtivitis,

perubahan lapisan musin menyebabkan epitel permukaan semakin mudah rusak

akibat gaya tersebut yang menyebabkan deskuamasi epithelial dan menginduksi

apoptosis.
3. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan pembilasan mekanik dan

efek antimikroba.
Permukaan okuler adalah permukaan mukosa yang paling sering terpapar

lingkungan. Bagian ini selalu terpapar suhu yang ekstrim, angin, sinar UV, alergen

dan iritan. Tear film harus memiliki stabilitas untuk menghadapi paparan

lingkungan tersebut. Komponen tear film yang berfungsi untuk perlindungan

adalah IgA, laktoferin, lisozim dan enzim peroksidase yang dapat melawan infeksi

bakteri maupun virus. Lapisan lipid mengurangi penguapan komponen akuos

akibat perubahan lingkungan. Selanjutnya, tear flim dapat membersihkan partikel,

iritan dan alergen akibat paparan lingkungan.


4. Menyediakan substansi nutrien yang dibutuhkan kornea.
Karena kornea merupakan struktur yang avaskuler, epitel kornea bergantung

pada growth factors yang terdapat pada tear film dan mendapat nutrisi dari tear

film. Tear film menyediakan elektolit dan oksigen untuk epitel kornea sedangkan

glukosa yang dibutuhkan kornea berasal dari difusi dari aqueous humor. Tear film

terdiri dari ± 25 g/mL glukosa, kira-kira 4% dari konsentrasi glukosa pada darah,

yaitu konsentrasi yang dibutuhkan oleh jaringan non-muskular. Antioksidan yang

7
terdapat pada tear film juga mengurangi radikal bebas akibat pengaruh

lingkungan. Tear film juga mengandung growth factor yang penting untuk

regenerasi dan penyembuhan epitel kornea.

Gambar.1. Lapisan tear film

C. Lapisan-Lapisan Tear Film

1. Lapisan Superfisial
Merupakan film lipid monomokuler yang berasal dari kelenjar meibom.

Diduga lapisan ini menghambat penguapan dan membentuk sawar kedap air saat

palpebra ditutup. Lapisan ini terdiri dari lipid polar dan non polar yang menyebar

ke seluruh permukaan mata saat mata berkedip. Penyebaran lipid ini penting

karena penumpukan lipid, khususnya lipid nonpolar, dapat mengkontaminasi

lapisan musin yang dapat mengakibatkan lapisan ini tidak bisa dibasahi.
2. Lapisan akueosa tengah
Lapisan yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal mayor dan minor,

mengandung substansi larut air (garam dan protein). Lapisan ini mengandung

oksigen, elektrolit dan banyak protein seperti growth factors, yang berfungsi

sebagai sumber nutrisi dan menyediakan lingkungan yang cocok untuk epitel

permukaan. Keadaan epitel permukaan bergantung pada growth factors seperti

8
EGF, HGF dan KGF. Immunoglobulin dan protein lainnya seperti laktoferin,

lisozim, defensin dan IgA, menjaga pemukaan mata dari infeksi bakteri dan virus.

Protein lain seperti interleukin, meminimalkan inflamasi pada permukaan mata.


Kandungan elektrolit pada tear film, memiliki konsentrasi yang sama dengan

elektrolit serum dengan osmolaritas 300mOsm/L yang mempertahankan volume

volume sel epitel. Ion juga membantu proses enzimatik dengan melarutkan

protein. Osmolaritas yang tepat dibutuhkan untuk mempertahankan potensial

membran saraf, homeostasis seluler, dan fungsi sekresi

Gambar 2. Tear film layer

3. Lapisan musinosa
Terdiri atas glikoprotein dan melapisi sel-sel epitel kornea dan konjungtiva.

Membran sel epitel terdiri atas lipoprotein dan karenanya relatif hidrofobik.

Permukaan yang demikian tidak dapat dibasahi dengan larutan berair saja. Musin

diadsorpsi sebagian pada membran epitel kornea dan oleh mikrovili ditambatkan

pada sel-sel permukaan. Ini menghasilkan permukaan hidrofilik baru bagi lapisan

akueosa untuk menyebar secara merata ke bagian yang dibasahinya dengan cara

menurunkan tegangan permukaan.


Fungsi lapisan ini sebagai surfaktan yang membantu air mata membasahi

epitel kornea yang bersifat hidrofobik. Lapisan ini juga berfungsi dalam

9
mempertahankan kejernihan penglihatan dan kekuatan refraksi.Lapisan musin

yang intak melindungi epitel dari ancaman lingkungan dan meminimalkan

pengaruh gaya yang muncul akibat mata yang berkedip.

Gambar 3. Normal tear film structure and components

Volume air mata normal diperkirakan 7 ± 2 µL di setiap mata. Albumin

mencakup 60% dari protein total air mata; sisanya globulin dan lisozim yang

berjumlah sama banyak. Terdapat IgA, IgG, dan IgE. Yang paling banyak adalah

IgA, yang berbeda dari IgA serum karena bukan berasal dari transudat serum saja;

IgA juga diproduksi oleh sel-sel plasma dalam kelenjar lakrimal. Pada keadaan

alergi tertentu, seperti konjungtivitis vernal, konsentrasi IgE dalam cairan mata

meningkat.

Lisozim air mata menyusun 21-25% protein total, bekerja secara sinergis

dengan gammaglobulin dan faktor antibakteri non-lisozim lain, membentuk

mekanisme pertahanan penting terhadap infeksi. Enzim air mata lain juga bisa

10
berperan dalam diagnosis berbagai kondisi klinis tertentu, mis., hexoseaminidase

untuk mendiagnosis penyakit Tay-Sachs.(vaughan)

D. Disfungsi Tear Film

Abnormalitas kuantitas maupun kualitas tear film terjadi akibat

1. Perubahan jumlah tear film.


2. Perubahan komposisi tear film.
3. Penyebaran tear film yang tidak merata akibat permukaan kornea yang

irregular.

Perubahan jumlah dan komposisi tear film dapat terjadi karena defisiensi

aqueous, difisiensi musin atau sebaliknya kelebihan aqueous dan musin dan /atau

abnormalitas lipid (disfungsi kelenjar meibom). Contohnya, peningkatan

osmolaritas tear film terlhat pada pasien dengan keratoconjunctivitis sicca atau

pada blefaritis dan pada orang yang menggunakan lensa kontak. Penyebaran air

mata yang tidak merata dapat terjadi bersamaan dengan permukaan kornea atau

limbus yang tidak rata (inflamasi, jaringan parut, perubahan distropi) atau

penggunaan lensa kontak yang tidak benar. Dapat juga terjadi akibat gangguan

pada kelopak mata akibat kelainan kongenital, disfungsi kelopak mata neurogenik,

atau disfungsi mekanisme berkedip.

D. Dry Eye Syndrome


1. Definisi

Sindrom mata kering, atau keratoconjunctivitis sicca (KCS) adalah penyakit

mata dimana jumlah atau kualitas produksi air mata berkurang atau penguapan air

mata film meningkat.1 Terjemahan dari "keratoconjunctivitis sicca" dari bahasa

Latin adalah "kekeringan kornea dan konjungtiva".6

11
2. Etiologi

Banyak diantara penyebab sindrom mata kering mempengaruhi lebih dari satu

komponen film air mata atau berakibat perubahan permukaan mata yang secara

sekunder menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil. Ciri histopatologik

termasuk timbulnya bintik-bintik kering pada kornea dan epitel konjungtiva,

pembentukan filamen, hilangnya sel goblet konjungtiva, pembesaran abnormal sel

epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan penambahan keratinasi.1,2,6

A. Kondisi ditandai hipofungsi kelenjar lakrimal


1. Kongenital
a. Dysautonomia familier (sindrom Riley-Day)
b. Aplasia kelenjar lakrimal (alakrima kongenital)
c. Aplasia nervus trigeminus
d. Dysplasia ektodermal
2. Didapat
a. Penyakit sistemik
1) Sindrom sjorgen
2) Sklerosis sistemik progresif
3) Sarkoidosis
4) Leukimia, limfoma
5) Amiloidosis
6) Hemokromatosis
b. Infeksi
1) Trachoma
2) Parotitis epidemica
c. Cedera
1) Pengangkatan kelenjar lakrimal
2) Iradiasi
3) Luka bakar kimiawi
d. Medikasi
1) Antihistamin
2) Antimuskarinik: atropin, skopolamin
3) Anestetika umum: halothane, nitrous oxide
4) Beta-adregenik blocker: timolol, practolol
e. Neurogenik-neuroparalitik (fasial nerve palsy)

B. Kondisi ditandai defisiensi musin


1. Avitaminosis A
2. Sindrom steven-johnson
3. Pemfigoid okuler
4. Konjungtivitis menahun
5. Luka bakar kimiawi

12
6. Medikasi-antihistamin, agen muskarin, agen Beta-adregenic blocker

C. Kondisi ditandai defisiensi lipid:


1. Parut tepian palpebra
2. Blepharitis

D. Penyebaran defektif film air mata disebabkan:


1. Kelainan palpebra
a. Defek, coloboma
b. Ektropion atau entropion
c. Keratinasi tepian palpebra
d. Berkedip berkurang atau tidak ada
1) Gangguan neurologik
2) Hipertiroid
3) Lensa kontak
4) Obat
5) Keratitis herpes simpleks
6) Lepra
e. Lagophthalmus
1) Lagophthalmus nocturna
2) Hipertiroidi
3) Lepra
2. Kelainan konjungtiva
a. Pterygium
b. Symblepharon
3. Proptosis1,2,6

3. Faktor risiko dry eye11

13
4. Epidemiologi

Mata kering merupakan salah satu gangguan yang sering pada mata,

persentase insidenisanya sekitar 10-30% dari populasi, terutama pada orang yang

usianya lebih dari 40 tahun dan 90% terjadi pada wanita. Frekuensi insidensia

sindrom mata kering lebih banyak terjadi pada ras Hispanic dan Asia

dibandingkan dengan ras kaukasius.4

5. Manifestasi Klinis

Pasien dengan mata kering paling sering mengeluh tentang sensasi gatal atau

berpasir (benda asing). Gejala umum lainnya adalah gatal, sekresi mukus

berlebihan, tidak mampu menghasilkan air mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas,

merah, sakit, dan sulit menggerakkan palpebra.2 Pada kebanyakan pasien, ciri

paling luar biasa pada pemeriksaan mata adaah tampilan yang nyata-nyata normal.

Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah terputus atau tiadanya

14
meniskus air mata di tepian palpebra inferior. Benang-benang mukuskental

kekuning-kuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix conjungtivae inferior.

Pada konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal,

beredema dan hiperemik.1

Epitel kornea terlihat bertitik halus pada fissura interpalpebra. Sel-sel epitel

konjungtiva dan kornea yang rusak terpulas dengan bengal rose 1% dan defek

pada epitel kornea terpulas dengan fluorescein.. Pada pasien dengan sindrom

sjorgen, kerokan dari konjungtiva menunjukkan peningkatan jumlah sel goblet.

Pembesaran kelenjar lakrimal kadang-kadang terjadi pada sindrom sjorgen.

Filamen Kornea

Pada tahap lnjut keratokonjungtivitis sicca tampak filamen-filamen dimana

satu ujung setiap filamen melekat pada epitel kornea dan ujung lain bergerak

bebas. Filamen ini terdiri dari sel epitel kornea yang berdegenerasi dan mukus

yang berkembang dan menempel pada permukaan kornea yang menyebabkan rasa

sakit dan sensasi benda asing.11

Filamen ini terbentuk karena peningkatan mukus film air mata hingga

aqueous. Hal ini biasanya disebabkan oleh penurunan produksi air mata, tetapi

mungkin juga karena peningkatan produksi atau akumulasi komponen mukus.

Perubahan dalam makeup film air mata ini menjadi dasar pembentukan filamen

mukoid. Cacat kecil pada epitel kornea memberikan permukaan tempat untuk

filamen berada. Mucin menempel pada defek epitel dan untaian epitel longgar

masuk ke dalam untai mucin yang menempel di permukaan. 11

Pemeriksaan slitlamp menunjukkan filamen (helaian 'mucoepithelioid)

menempel pada permukaan kornea. Filamen dapat bervariasi dari 0.5mm sampai

15
10mm panjangnya. Opasitas subepitel berwarna abu-abu terkadang bisa dilihat di

dasar filamen. Berkedip menyebabkan traksi yang menyakitkan pada filamen dan

dapat melepaskannya, meninggalkan cacat epitel. Filamen stain terbaik dengan

rose Bengal, tapi bisa juga dilihat dengan fluorescein. Lokasi filamen dapat

membantu menentukan penyebabnya. Filamen karena sindrom mata kering

cenderung ditemukan di ruang interpalpebral, karena ptosis superior, dan karena

operasi di tempat luka atau trauma bedah. 11

Gambar 4. Filamen Kornea

6. Diagnosis

Saat ini tidak ada kriteria diagnosis yang uniform untuk menegakan diagnosis

dry eye. Kombinasi dari anamnesis dan beberapa tes pemeriksaan biasa dipakai

untuk menentukan gejala dan tanda dari dry eye.

Diagnosis dan penderajatan keadaan mata kering dapat diperoleh dengan teliti

memakai cara diagnostik berikut:

A. Tes Schirmer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan memasukkan strip

Schirmer (kertas saring Whatman No. 41) kedalam cul de sac konjungtiva inferior

pada batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian basah

16
yang terpapar diukur 5 menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang

dari 10 mm tanpa anestesi dianggap abnormal.


Bila dilakukan tanpa anestesi, tes ini mengukur fungsi kelenjar lakrimal

utama, yang aktivitas sekresinya dirangsang oleh iritasi kertas saring itu. Tes

Schirmer yang dilakukan setelah anestesi topikal (tetracaine 0.5%) mengukur

fungsi kelenjar lakrimal tambahan (pensekresi basa). Kurang dari 5 mm dalam 5

menit adalah abnormal.


Tes Schirmer adalah tes saringan bagi penilaian produksi air mata. Dijumpai

hasil false positive dan false negative. Hasil rendah kadang-kadang dijumpai pada

orang normal, dan tes normal dijumpai pada mata kering terutama yang sekunder

terhadap defisiensi musin.1,5

Gambar 4. Test Schirmer

B. Tear film break-up time


Pengukuran tear film break-up time kadang-kadang berguna untuk

memperkirakan kandungan musin dalam cairan air mata. Kekurangan musin

mungkin tidak mempengaruhi tes Schirmer namun dapat berakibat tidak stabilnya

film air mata. Ini yang menyebabkan lapisan itu mudah pecah. Bintik-bitik kering

terbentuk dalam film air mata, sehingga memaparkan epitel kornea atau

konjungtiva. Proses ini pada akhirnya merusak sel-sel epitel, yang dapat dipulas

dengan bengal rose. Sel-sel epitel yang rusak dilepaskan kornea, meninggalkan

17
daerah-daerah kecil yang dapat dipulas, bila permukaan kornea dibasahi

flourescein.
Tear film break-up time dapat diukur dengan meletakkan secarik keras

berflourescein pada konjungtiva bulbi dan meminta pasien berkedip. Film air

mata kemudian diperiksa dengan bantuan saringan cobalt pada slitlamp,

sementara pasien diminta agar tidak berkedip. Waktu sampai munculnya titik-titik

kering yang pertama dalam lapisan flourescein kornea adalah tear film break-up

time. Biasanya waktu ini lebih dari 15 detik, namun akan berkurang nyata oleh

anestetika lokal, memanipulasi mata, atau dengan menahan palpebra agar tetap

terbuka. Waktu ini lebih pendek pada mata dengan defisiensi air pada air mata dan

selalu lebih pendek dari normalnya pada mata dengan defisiensi musin.1,5

Gambar 5. Indeks Perlindungan Okular

C. Tes Ferning Mata


Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti mukus konjungtiva dilakukan

dengan mengeringkan kerokan konjungtiva di atas kaca obyek bersih. Arborisasi

(ferning) mikroskopik terlihat pada mata normal. Pada pasien konjungtivitis yang

meninggakan parut (pemphigoid mata, sindrom stevens johnson, parut

konjungtiva difus), arborisasi berkurang atau hilang.1,5

18
a. ferning mukus uniform dan bercabang banyak

b. ferning mukus lebih kecil dengan cabang lebih sedikit

c. ferning mukus kecil dengan hampir tanpa cabang

d. tidak ada ferning

D. Sitologi Impresi
Sitologi impresi adalah cara menghitung densitas sel goblet pada permukaan

konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel goblet paling tinggi di kuadran

infra-nasal. Hilangnya sel goblet ditemukan pada ksus keratokonjungtivitis sicc,

trachoma, pemphigoid mata cicatrix, sindrom stevens johnson, dan avitaminosis

A.1,5,6

19
a. berkurangnya sel goblet pada konjungtiva

b. jumlah sel goblet normal pada konjungtiva

E. Pemulasan Flourescein

Menyentuh konjungtiva dengan secarik kertas kering berflourescein adalah

indikator baik untuk derajat basahnya mata, dan meniskus air mata mudah terlihat.

Flourescein akan memulas daerah-daerah tererosi dan terluka selain defek

mikroskopik pada epitel kornea.1,5,6

Pewarnaan fluoresein dari kornea dibagi menjadi tingkat 0 sampa 3

berdasarkan densitas pewarnaan fluoresein. Untuk grading yang lebih spesifik,

konea dapat dibagi menjadi lima area dan grading dilakukan untuk setiap area.

F. Pemulasan Bengal Rose

20
Bengal rose lebih sensitif dari flourescein. Pewarna ini akan memulas semua

sel epitel non-vital yang mengering dari kornea konjungtiva.1,5

Gambar 6. Pewarnaan Bengal rose

G. Penguji Kadar Lisozim Air Mata


Penurunan konsentrasi lisozim air mata umumnya terjadi pad awal perjalanan

sindrom Sjorgen dan berguna untuk mendiagnosis penyakit ini. Air mata

ditampung pada kertas Schirmer dan diuji kadarnya. Cara paling umum adalah

pengujian secara spektrofotometri.1,5


H. Osmolalitas Air Mata

Hiperosmollitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis sicca dan

pemakaian kontak lens dan diduga sebagai akibat berkurangnya sensitivitas

kornea. Laporan-laporan menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes paling

spesifik bagi keratokonjungtivitis sicca. Keadaan ini bahkan dapat ditemukan

pada pasien dengan Schirmer normal dan pemulasan bengal rose normal. 1,5

Osmolaritas normal untuk air mata adalah 295-309 mosm/L. Osmolaritas film air

mata direkomendasikan oleh National Eye Institute untuk menentukan dry eye.

Sebuah penelitian oleh Tomlinson dan peneliti lainnya menghasilkan batas ukur

bagi osmolalitas air mata pada dry eye adalah 316 mOsm/liter.

21
Tiga metode digunakan untuk mengukur osmolaritas air mata yaitu dengan

freezing point depression (FDP), tekanan uap, dan konduktivitas elektrik. Untuk

melakukan tes tekanan uap dan konduktivitas elektrik dibutuhkan sample air mata

sebanyak 0.8 mikroliter sampai 0.96 mikroliter dan untuk mendapatkan air mata

sebanyak itu perlu dilakukan stimulasi terhadap glandula lakrimal untuk

merangsang refleks menangis. Sedangkan FDP memerlukan jumlah air mata yang

lebih sedikit yaitu 0.2 mikroliter namun berpotensi untuk menghasilkan hasil yang

tidak akurat karena adanya proses evaporasi atau penguapan. Karena alasan

tersebut, pengukuran osmolaritas air mata jarang digunakan karena tidak adanya

standarisasi dan peralatan yang memadai. Namun sekarang sudah terdapat

instrumen yang mudah untuk mengukur osmolalitas air mata yaitu dengan system

TearLab dan Tear Osmometer atau osmometer airmata. System tearLab

menentukan osmolalitas dengan mengukur aktivitas elektrik dari air mata

berdasarkan kandungan garam pada airmata. Tes ini membutuhkan sample airmata

sebanyak 0.05 mikroliter dan memakan waktu 30 detik. Osmometer air mata

menghitung osmolalitas memakai FDP atau freezing point depression dan

membutuhkan sample airmata yang lebih banyak. Pada pengukuran dengan

freezing point depression atau osmometer airmata, sample didinginkan hingga

titik bekunya. Air beku pada nol derajat celcius namun solusi (campuran air

dengan zat lain) misalnya garam, akan membeku pada suhu lebih rendah yaitu

dibawah nol derajat jadi semakin rendah titik bekunya suatu cairan solusi, maka

semakin tinggi osmalaritasnya.

Contoh pengukuran osmolalitas airmata dengan menggunakan tearLab

22
Tear osmometer

I. Lactoferrin
Lactoferrin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan

hiposekresi kelenjar lakrimal. Kotak penguji dapat dibeli dipasaran.1,5

7. Manajemen dry eye

23
Pasien harus mengerti bahwa mata kering adalah keadaan menahun dan

pemulihan pemulihan total sukar terjadi, kecuali pada kasus ringan, saat

perubahan epitel pada kornea dan konjungtiva masih reversibel. Air mata buatan

adalah terapi yang kini dsering digunakan. Salep berguna sebagai pelumas jangka

panjang, terutama saat tidur.

Fungsi utama pengobatan ini adalah penggantian cairan. Pemulian musin

adalah tugas yang lebih berat. Tahun-tahun belakangan ini, ditambahkan polimer

larut air dengan berat molekul tinggi pada air mata buatan, sebagai usaha

memperbaiki dan memperpanjang lama pelembaban permukaan.agen

24
mukomimetik lain termasuk Na-hialuronat dan larutan dari serum pasien sendiri

sebagai tetesan mata. Jika mukus itu kental, seperti pada sindrom Sjorgen, agen

mukolitik (mis, acetylcystein 10%) dapat menolong.

 Topikal cyclosporine A

 Topikal corticosteroids

 Topikal/sistemik omega-3 fatty acids: Omega-3 fatty acids menghambat

sintesis dari mediator lemak dan memblok produksi dari IL-1 and TNF-alpha.

Pasien dengan kelebihan lipid dalam air mata memerlukan instruksi spesifik untuk

menghilangkan lipid dari tepian palpebrae. Mungkin diperlukan antibiotika

topikal atau sistemik. Vitamin A topikal mungkin berguna untuk memulihkan

metaplasia permukaan mata.

Semua pengawet kimiawi dalam air mata buatan akan menginduksi sejumlah

toksisitas kornea. Benzalkonium chlorida adalah peparat umum yang paling

merusak. Pasien yang memerlukan beberapa kali penetesan sebaiknya memakai

larutan tanpa bahan pengawet. Bahan pengawet dapat pula menimbulkan reaksi

idiosinkrasi. Ini paling serius dengan timerosal.

Pasien dengan mata kering oleh sembarang penyebab lebih besar

kemungkinan terkena infeksi. Blepharitis menahun sering terdapat dan harus

diobati dengan memperhatikan higiene dan memakai antibiotika topikal. Acne

rosacea sering terdapat bersamaan dengan keratokonjungtivitis sicca, dan

pemgobatan dengan tetrasklin sistemik ada manfaatnya.

Tindakan bedah pada mata kering adalah pemasangan sumbatan pada

punktum yang bersifat temporer (kolagen) atau untuk waktu lebih lama (silikon),

25
untuk menahan sekret air mata. Penutupan puncta dan kanalikuli secara permanen

dapat dilakukan dengn terapi themal (panas), kauter listrik atau dengan laser.1,2,6

Cara kedua yaitu dengan menggunakan salivary gland autotransplantation

atau transplantasi kelenjar saliva, yaitu dengan cara memindahkan kelenjar saliva

yang berada pada bibir bawah dan menanamnya di dekat mata, kelenjar saliva

akan berfungsi sebagai pengganti air mata.12

8. Prognosis

Secara umum, prognosis untuk ketajaman visual pada pasien dengan sindrom

mata kering baik.1

9. Komplikasi

Pada awal perjalanan keratokonjungtivitis sicca, penglihatan sedikit

terganggu. Dengan memburuknya keadaan, ketidaknyamanan sangat menggangu.

Pada kasus lanjut, dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea, dan perforasi.

Kadang-kadang terjadi infeksi bakteri sekunder, dan berakibat parut dan

vaskularisasi pada kornea, yang sangat menurunkan penglihatan. Terapi dini dapat

mencegah komplikasi-komplikasi ini.1,2,3,7,10

BAB III

KESIMPULAN

26
Dry Eye Syndrome adalah suatu gangguan pada permukaan mata yang

ditandai dengan ketidakstabilan produksi dan fungsi dari lapisan air mata. Pasien

dengan mata kering paling sering mengeluh tentang sensasi gatal atau berpasir

(benda asing). Gejala umum lainnya adalah gatal, sekresi mukus berlebihan, tidak

mampu menghasilkan air mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit, dan

sulit menggerakkan palpebra. Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp

adalah terputus atau tiadanya meniskus air mata di tepian palpebra inferior.

Banyak diantara penyebab sindrom mata kering mempengaruhi lebih dari

satu komponen film air mata atau berakibat perubahan permukaan mata yang

secara sekunder menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil. Air mata buatan

adalah terapi yang kini dianut. Salep berguna sebagai pelumas jangka panjang,

terutama saat tidur. Bantuan tambahan diperoleh dengan memakai pelembab,

kacamata pelembab bilik, atau kacamata berenang. Secara umum, prognosis untuk

ketajaman visual pada pasien dengan sindrom mata kering baik. Pada kasus lanjut,

dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea, dan perforasi. Kadang-kadang

terjadi infeksi bakteri sekunder, dan berakibat parut dan vaskularisasi pada kornea,

yang sangat menurunkan penglihatan. Terapi dini dapat mencegah komplikasi-

komplikasi ini

DAFTAR PUSTAKA

27
1. Vaugan, Daniel, Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva; alih bahasa : Jan

Tamboyang, Braham U. Pendit; editor Y. Joko Suyono. Palpebra dan

Apparatus lakrimalis dalam Oftalmologi Umum, edisi 14. Jakarta: 2000. Hal

94. Widya Medika


2. Skuta, Gregory L et al. American Academy of Ophtalmology : Orbit Eyelids

and Lacrimal System . San Fransisco: 2011 . American Academi of

Ophtalmology
3. Vaugan, Daniel, Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva; alih bahasa : Jan

Tamboyang, Braham U. Pendit; editor Y. Joko Suyono. Oftalmologi Umum,

edisi 14. Jakarta: 2000. Hal 95. Widya Medika


4. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga. Jakarta: 2008. Balai Penerbit

FKUI.
5. Plugfelder, Stephen C et al. Dry Eye and Ocular Surface Disorders. New

york : 2004. Marcell Decker.


6. Mc Fadden, murray. Dry eye Syndrome. Diakses dari http://lasik1.com pada

tanggal 17-06-2017.
7. Anonim. The Definitive Source for Dry Eye Information on Internet. 2008.

Diakses dari http://dryeye.org pada tanggal 17-06-2017.


8. Anonim. The Anatomy of Evaporative Dry Eye. Diakses dari:

http://tearscience.com pada tanggal 17-06-2017.


9. Sastrawan D, dkk. Standar Pelayanan Medis Mata. Departemen Ilmu

Kesehatan Mata RSUP M. Hoesin. Palembang , 2007 dkk


10. http://emedicine.medscape.com/article/1210417-overview diakses tanggal 17-

06-2017.
11. http://www.pharmaceutical-journal.com/learning/learning-article/dry-eye-

disease-risk-factors-and-selecting-treatment/20069420.article diakses tanggal

17-06-2015.
12. http://www.nhs.uk/Conditions/Dry-eye-syndrome/Pages/Treatment.aspx

diakses tanggal 17-06-2017.

28
29

Anda mungkin juga menyukai