Anda di halaman 1dari 32

BAB I

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Tn. D/ Laki-laki / 42 tahun
b. Pekerjaan/Pendidikan : Karyawan Swasta/ S1
c. Alamat : RT22 Tanjung Pinang

II. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga


a. Status perkawinan : Menikah
b. Jumlah anak : 2 orang
c. Saudara : anak pertama dari 2 bersaudara
d. Status ekonomi keluarga :
- Pekerjaan:
Pasien : Karyawan Swasta
Istri pasien : Ibu Rumah Tangga
e. Kondisi Rumah :
Pasien tinggal dirumah dengan beratap seng,
berdinding Semen dan beralas semen. Terdiri
dari 1 ruang tamu, 2 kamar tidur, ruang TV, dan
dapur, serta kamar mandi di belakang. Dirumah
pasien terdapat ± 8 jendela. Sampah biasanya
dibuang di tempat pembuangan sampah umum.
Kondisi dapur rumah pasien cukup rapi, barang-
barang terletak beraturan, pencahayaan dapur
cukup baik karena terdapat jendela yang disertai
ventilasi dan pintu.Ventilasi dirumah pasien ini
termasuk cukup. Namun, jendela rumah pasien
jarang dibuka. Sumber air keluarga adalah air
sumur. Bagian samping kiri rumah
terdapatrumah. Warga Disebelah kanan rumah

1
juga terdapat rumah warga.

f. Kondisi Lingkungan Keluarga:


Pasien dirumah tinggal bersama istri dan 2 orang anaknya. Pasien
bekerja sebagai karyawan swasta yang sering bertugas di lapangan.
Keluarga pasien ini cukup harmonis. Sumber penghasilan keluarga dari
suaminya. Pasien sendiri adalah anak pertama dari 2 bersaudara. Ayah
pasien memiliki riwayat alergi yaitu asma yang sama dengan pasien.
Adik pasien tidak memiliki riwayat asma, namun alergi jika memakan-
makanan laut.

III. Aspek Psikologis di Keluarga: baik. Pasien adalah seorang suami yang
bekerja sebagai karyawan swasta yang sering bertugas di lapangan. Istrinya
sebagai ibu rumah tangga. Pasien jugamempunyai 2 orang anak, keduanya
adalah laki-laki. Semua anak pasien belum menikah. Hubungan pasien dengan
istri dan anaknya sangat baik dan terbilang harmonis. Karena anaknya dan
suaminya sangat peduli terhadap pasien dengan mengingatkan pasien untuk
minum obat jika pasien sakit, serta menghindari faktor pencetus.Selain itu
pasien juga terdiri dari 2 bersaudara dimana pasien adalah anak pertama, adik
pasien memiliki riwayat alergi jika memakan makanan yang berasal dari laut.
Dan ayah pasien juga memiliki penyakit asma.

IV. Keluhan Utama :


Sesak nafas sejak satu hari yang lalu sebelum datang ke Puskesmas Tanjung
Pinang

2
V. Riwayat Penyakit Sekarang : (autoanamnesa)
Pasien datang ke Puskesmas Tanjung Pinang dengan keluhan sesak nafas
sejak 1 hari yang lalu. Pasien mengeluh sesak nafas setelah mengalami batuk.
Pasien mengaku sesak selalu datang apabila pasien mengalami batuk, terpapar
oleh asap rokok, debu, dan cuaca yang dingin. Sesak nafas disertai dengan
bunyi mengi. Pasien mengakui sering bersin-bersin pada pagi hari.Sesak nafas
karena beraktifitas disangkal.
Pasien juga mengaku mengalami batuk-batuk sejak ± 3hari yang lalu,
batuk berdahak, warna dahak putih kekuningan, tidak disertai dengan darah.
Pasien juga mengaku tenggorokan terasa gatal. Keringat pada malam hari ada
tidak ada, penurunan berat badan tidak ada, demam (-), sakit kepala (-), pasien
menyangkal adanya keluhan mual dan muntah, nafsu makan biasa. BAK dan
BAB tidak ada keluhan.
Pasien sudah mengalami keluhan sesak nafas sejak usia 8 tahun. Pasien
mengaku dalam 1 bulan kadang tidak pernah timbul sesak, sehingga pasien
tidak rutin berobat dan tidak mempunyai persediaan obat asma di rumah.

VI. Riwayat Penyakit Dahulu/keluarga :


- Riwayat asma (+) sejak usia 8 tahun
- Riwayat alergi (rhinitis) (+)
- Riwayat asma dalam keluarga (+) : ayah os
- Riwayat diabetes mellitus (-)
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)

VII. Pemeriksaan Fisik :


Keadaan Umum
1. Keadaan sakit : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : compos mentis
3. Suhu : 37,0°C
4. Nadi : 96x/menit

3
5. TD : 120/80 mmHg
6. Pernafasan
- Frekuensi : 34x/menit
- Irama : reguler
- Tipe : Abdominothorakal
7. Berat badan : 58 Kg
8. Kulit
- Turgor : baik
- Lembab / kering : lembab
- Lapisan lemak : ada

Pemeriksaan Organ
1. Kepala Bentuk : normocephal
2. Mata Exopthalmus/enophtal: (-)
Kelopak : normal
Conjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Kornea : normal
Pupil : bulat, isokor, RC+/+
Lensa : normal, keruh (-)
3. Hidung : tak ada kelainan
4. Telinga : tak ada kelainan
5. Mulut Bibir : basah, tidak pucat
Bau pernafasan : normal
Gigi geligi : lengkap
Palatum : deviasi (-)
Gusi : warna merah
muda,perdarahan (-)
Selaput Lendir : normal
Lidah : putih kotor (-), ulkus (-)
6. Leher KGB : tak ada pembengkakan

4
Kel.tiroid : tak ada pembesaran
7. Thorax Bentuk : simetris
Pergerakan dinding dada : tidak ada yang
tertinggal

Pulmo
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi simetris
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Batas paru-hepar :ICS VI
kanan
Auskultasi Ekspirasi memanjang, Ekspirasi memanjang,
Wheezing (+), Ronkhi (-) Wheezing (+), Ronkhi (-)
Jantung
Ictus cordis terlihat di ICS V linea midclavicula
Inspeksi
kiri
Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula
Palpasi
kiri
Perkusi Batas-batas jantung :
Atas : ICS II kiri
Kanan : linea sternalis kanan
Kiri : ICS VI linea midclavicula kiri
Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi Datar, skar (-), venektasi (-), spidernevi (-)
Palpasi Hepar dan lien tak teraba
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal

5
8. Ekstremitas Atas
Akral hangat (+)/(+), udem (-)
Ekstremitas bawah
Akral hangat (+)/(+), udem (-)

VIII. Pemeriksaan penunjang Anjuran


Spirometri, Uji Provokasi Bronkus, Foto Toraks
XI. Diagnosis Kerja : Asma Bronkial (J45.0)
IX. DD :
Bronchitis (J20.0)
Bronkiolitis (J21.0)
X. Manajemen
a. Promotif :
- Edukasi kepada pasien dan keluarganya tentang tatacara menghindari
faktor pencetus
- Edukasi kepada pasien tentang penyakit dan penatalaksanaan penyakit
apabila dalam serangan.
b. Preventif :
- Hindari faktor pencetus, seperti cuaca dingin (pakai jaket), makanan,
asap rokok, dll.
- Menjaga kebersihan lingkungan rumah.
- Tingkatkan daya tahan tubuh, dengan makan makanan bergizi
- Jika batuk segera berobat sehingga tidak menyebabkan asma
c. Kuratif :
a. Non Farmakologis:
- Minum air hangat.
- Posisikan badan setengah duduk atau posisi nyaman untuk
mengurangi sesak.
- Bernafas di uap panas.

6
b. Farmakologis:
1. Resep puskesmas
- Salbutamol tablet 2 mg (3x1)
- Griseril Guaikolat tablet 100 mg (3x1)
- Cetirizin tablet 10 mg (1x1)
- Prednison tablet 5 mg (3x1)
- Vitamin C tablet (3x1)
2. Resep ilmiah
- Budesonide nebulisasi (1x1)
- Dexamethasone 0,5 mg (3x1)
- GG tablet 100 mg (3x1)
3. Resep ilmiah
- ipratropium bromide (3x1)
- Prednisone tablet 5 mg (3x1)
- Ambroxol 30 mg (3x1)
4. Resep ilmiah
- Salbutamol tablet 2 mg (3x1)
- Metilprednisolon tablet 4 mg (3x1)
- Bromheksin tablet 8 mg (3x1)

c. Obat tradisional
1. Beberapa buah lobak putih di cuci bersih lalu dipotong
sedang dan dijus hingga mendapat 1 mangkuk, lalu di tim
dan diminum. Dianjurkan untuk diminum dan diulangi
penggunaanya cukup konsumsi 2x sehari.
2. Irisan jahe setebal 3 mm ditempelkan dengan menggunakan
koyo hangat/koyo cabai pada titik dazhui yaitu ruas tulang
belakang yang paling menonjol. Diulangi penggunaanya
setiap 2x sehari.
3. 3 siung bawang putih ditumbuk halus, lalu dicampur dengan
1 sendok makan madu, dan gula batu secukupnya. Rebus

7
seluruh bahan tersebut hingga mendidih sambil diaduk rata
dan sampai tercium aroma dari herbal tersebut, kemudian
diperas dan disaring. Diminum setiap hari, setiap pagi hari
hingga sembuh.

9. Rehabilitatif :
- Minum obat sesuai anjuran.
- Hentikan merokok
- Jika serangan asma semakin bertambah berat, maka segera
konsulkan ke puskesmas atau RS terdekat.

 Resep puskesmas Resep ilmiah 1



Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi
 Puskesmas Tanjung Pinang Puskesmas Tanjung Pinang
dr.Nevi Triayu Juwita dr.Nevi Triayu Juwita
 SIP : G1A215048 SIP : G1A215048

 Jambi, 2017 Jambi, 2017









Pro : Pro :
Alamat : Alamat :
Resep tidak boleh ditukar tanpa Resep tidak boleh ditukar tanpa
sepengetahuan dokter sepengetahuan dokter

8
 Resep ilmiah 2 Resep ilmiah 3

Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas Tanjung Pinang Puskesmas Tanjung Pinang
dr.Nevi Triayu Juwita dr.Nevi Triayu Juwita
SIP : G1A215048 SIP : G1A215048
Jambi, 2017
Jambi, 2017

Pro : Pro :
Alamat : Alamat :
Resep tidak boleh ditukar tanpa Resep tidak boleh ditukar tanpa
sepengetahuan dokter sepengetahuan dokter

Pro : Pro :
Alamat : Alamat :
Resep tidak boleh ditukar tanpa Resep tidak boleh ditukar tanpa
sepengetahuan dokter sepengetahuan dokter

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3. 1Definisi
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang
dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel
dan gejala pernapasan.1
Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam
kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan suatu penyakit
yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus
terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran
bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran
napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah,
baik secara spontan maupun karena pemberian obat.2
3. 2Epidemiologi
Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia,
terutama pada usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini
adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada
wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala
di akhir usia remaja dibandingkan dengan perempuan.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini
jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan
diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada
tahun 2025.
Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in
Childhood (ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia
prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan
prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat
ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.3
3. 3 Faktor Resiko
Faktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :4

10
a. Atopi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi
ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan
dengan faktor pencetus.
b. Hiperreaktivitas bronkus
Saluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun
iritan.
c. Jenis Kelamin
Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada
usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia
dewasa.
d. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor
resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi
saluran pernapasan dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma.
Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita
obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas
dan status kesehatan.
3.4 Faktor Pencetus
Penelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah
sedemikian jauh, tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa saluran pernapasan penderita asma
mempunyai sifat sangat peka terhadap rangsangan dari luar yang erat kaitannya
dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan meningkat bila penderita terpajan
oleh alergen tertentu.
Penyempitan saluran pernapasan pada penderita asma disebabkan oleh
reaksi inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapa faktor
pencetus yang sering menjadi pencetus serangan asma adalah :
1. Faktor Lingkungan
a. Alergen dalam rumah
b. Alergen luar rumah
2. Faktor Lain

11
a. Alergen makanan
b. Alergen obat – obat tertentu
c. Bahan yang mengiritasi
d. Ekspresi emosi berlebih
e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif
f. Polusi udara dari dalam dan luar ruangan
Interaksi faktor genetik/penjamu dengan lingkungan dipikirkan
melalui kemungkinan :5
- Pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu
dengan genetik asma
- Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko
penyakit asma

Bakat yang diturunkan : Pengaruh lingkungan :

Asma Allergen

Atopi/alergik Infeksi pernapasan

Hiperreaktiviti bronkus Asap rokok/polusi udara

Faktor yang memodifikasi Diet


penyakit genetik
Status sosioekonomi

Asimptomatik atau asma dini

Manifestasi klinis asma


(perubahan ireversibel pd
struktur dan fungsi jalan napas)

Interaksi faktor genetik dan lingkungan pada kejadian asma5

12
3.5 Klasifikasi
Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain
gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam
hari, pemberian obat inhalasi β-2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat
yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan
frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang
dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya
pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi
menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam
penatalaksanaannya.3
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat
serangan (akut)3 :
1. Asma saat tanpa serangan
Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri
dari: 1) Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4)
Persisten berat (Tabel.1)

Tabel 1.Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis (Sebelum


Pengobatan)
Derajat Asma Gejala klinis Fungsi paru
Asma bronkial Intermiten, gejala <1x/mgg, gejala asma malam APE atau VEP1
intermiten <2x/bln, eksaserbasi hanya sebentar, tdk ada  >80% nilai duga
gejala dan fungsi paru normal diantara serangan  Variabilitas < 20%

Asma bronkial Gejala >1x/mgg, tetapi <1x/hr, gejala asma malam APE atau VEP1
persisten ringan >2x/bln, eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas  >80% nilai duga
dan tidur  Variabilitas 20-30%

Asma bronkial Setiap hari gejala, gejala asma malam >1x/bln, APE atau VEP1
persisten sedang eksaserbasi dapat mengganggu aktifitas dan tidur  60-80% nilai duga
 Variabilitas >30%

13
Asma bronkial Kambuhan sering, gejala sesak terus APE atau VEP1
persisten berat menerus/kontinyu, gejala asma malam hari sering,  <60% nilai duga
aktivitas fisik terbatas karena asma  Variabilitas > 30%

2. Asma saat serangan


Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat
yang digunakansehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-
ringannya serangan. GlobalInitiative for Asthma (GINA) membuat
pembagian derajat serangan asma berdasarkangejala dan tanda klinis,
uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat
seranganmenentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut
meliputi asma seranganringan, asma serangan sedang dan asma
serangan berat.Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan
serangan asma (aspek akut).Sebagai contoh: seorang pasien asma
persisten berat dapat mengalami seranganringan saja, tetapi ada
kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarangmengalami
serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat
menyebabkan kematian.
Tabel 2. Klasifikasi berat serangan asma akut
Gejala dan Berat Serangan Akut Keadaan
Tanda Ringan Sedang Berat mengancam jiwa
Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat

Posisi Dpt tidur Duduk Duduk


terlentang membungkuk

Cara berbicara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kata

Kesadaran Mungkin gelisah Gelisah Gelisah Mengantuk, gelisah,


kesadaran menurun

14
Frekuensi napas <20/i 20-30/i >30/i

Nadi <100 100-120 >120 Bradikardi

Pulsus - +/-10-20 + -
paradoksus 10 mmHg mmHg >25 mmHg Kelelahan otot

Otot bantu napas - + + Torakoabdominal


dan retraksi Paradoksal
suprasternal

Mengi Akhir ekspirasi Akhir ekspirasi Inspirasi dan Silent Chest


paksa ekspirasi

APE >80% 60-80% <60 %

PaO2 >80 mmHg 80-60 mmHg <60 mmHg

PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg

SaO2 >95% 91-95% <90%

3.6Patogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh
hiperreaktivitas saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama
sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel yang
menyebabkan pelepasan mediator seperti histamin dan leukotrin yang dapat
mengaktivasi target saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi, kebocoran
mikrovaskular, edema dan hipersekresi mukus. Inflamasi saluran napas pada
asma merupakan proses yang sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen
dan berbagai sel inflamasi, interaksi antara sel dan mediator yang membentuk
proses inflamasi kronik.4,

15
Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan kepekaan
saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk
terutama pada malam hari. Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon
bronkus berlebihan yaitu penyempitan bronkus akibat berbagai rangsangan
spesifik dan non-spesifik.4

Asma : Inflamasi kronis Saluran Napas

pemicu

Hiperreaktivitas

Banyak Sel : Melepas MEDIATOR :


 Sel Mast  Histamin
 Eosinofil  Prostaglandin (PG)
 Netrofil  Leukotrien (L)
 Limfosit  Platelet Activating
Factor (PAF), dll

Bronkokonstriksi, hipersekresi mukus,


edema saluran napas

Obstruksi difus saluran napas

BATUK, MENGI, SESAK


Gambar 1. Patogenesis Asma7

16
Tabel 3. Mediator Sel Mast dan Pengaruhnya terhadap Asma8
Mediator Pengaruh terhadap asma
 Histamin
 LTC4, D4,E4
 Prostaglandin dan Thromboksan A2
Kontruksi otot polos
 Bradikinin
 Platelet-activating factor (PAF)
 Histamin
 LTC4, D4,E4
 Prostaglandin dan Thromboksan E2
Udema mukosa
 Bradikinin
 Platelet-activating factor (PAF) Chymase
 Radikal oksigen
 Histamin
 LTC4, D4,E4
Sekresi mucus
 Prostaglandin
 Hidroxyeicosatetraenoic acid
 Radikal oksigen
 Enzim proteolitik Deskuamasi epitel bronchial
 Faktor inflamasi dan sitokin

3.7 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.
 Anamnesis
Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa
batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang
berkaitan dengan cuaca. Faktor – faktor yang mempengaruhi asma,
riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.6
 Pemeriksaan Fisik

17
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat
obstruksi saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi
pernapasan dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang diserta
ronki kering, mengi.6
 Pemeriksaan Laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral
Cursshman, kristal Charcot Leyden).6
 Pemeriksaan Penunjang
o Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk
mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran
napas yang merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan
peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan
atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah
pemberian bronkodilator.
o Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis
asma. Pada penderita dengan gejala sma dan faal paru normal
sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji
provokasi bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara
objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang diduga
asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji
provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara
dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan histamin.
o Foto Toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan
penyakit lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal
jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks,
pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan,
gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya
kelainan

18
Tabel 4. Diagnosis Asma5

2.8 Diagnosis Banding


 Bronkitis kronik
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang
mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun.
Gejala utama batuk yang disertai sputum dan perokok berat. Gejala
dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan
menurunkan kemampuan jasmani.
 Emfisema paru
Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk
dan mengi jarang menyertainya.
 Gagal jantung kiri
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul
pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-
tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang
atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
kardiomegali dan edema paru.
 Emboli paru

19
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal
jantung. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengan disertai
darah (haemoptoe).

2.9 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal
tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.5
Tujuan penatalaksanaan asma5:
 Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
 Mencegah eksaserbasi akut
 Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
 Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
 Menghindari efek samping obat
 Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
ireversibel
 Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit,


disebut sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil
minimal dalam waktu satu bulan.5
Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-
medikamentosa dan pengobatan medikamentosa :
2.9.1. Pengobatan non-medikamentosa
 Penyuluhan
 Menghindari faktor pencetus
 Pengendali emosi
 Pemakaian oksigen
2.9.2. Pengobatan medikamentosa
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah
gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.5

20
Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk
mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan
mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten.
Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol
:
 Kortikosteroid inhalasi
 Kortikosteroid sistemik
 Sodium kromoglikat
 Nedokromil sodium
 Metilsantin
 Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
 Agonis beta-2 kerja lama, oral
 Leukotrien modifiers
 Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1), dan lain-lain

Glukokortikosteroid inhalasi
Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol
asma.Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru,
menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi
frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid
inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai
berat).

Tabel 5. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi


Dewasa Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi

Obat
Beklometason dipropionat 200-500 ug 500-1000 ug >1000 ug
Budesonid 200-400 ug 400-800 ug >800 ug

21
Flunisolid 500-1000 ug 1000-2000 ug >2000 ug
Flutikason 100-250 ug 250-500 ug >500 ug
Triamsinolon asetonid 400-1000 ug 1000-2000 ug >2000 ug
Anak Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi
Obat
Beklometason dipropionat 100-400 ug 400-800 ug >800 ug
Budesonid 100-200 ug 200-400 ug >400 ug
Flunisolid 500-750 ug 1000-1250 ug >1250 ug
Flutikason 100-200 ug 200-500 ug >500 ug
Triamsinolon asetonid 400-800 ug 800-1200 ug >1200 ug

Glukokortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat
indeks terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih
baik daripada steroid oral jangka panjang.
Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)
Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada
asma persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk
menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak.
Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek
ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas
lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi
menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan
memperbaiki faal paru.
Agonis beta-2 kerja lama
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah
salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12
jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot
polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti

22
pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan
basofil.
Tabel 6. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-25
Onset Durasi (Lama kerja)
Singkat Lama
Cepat Fenoterol Formoterol
Prokaterol
Salbutamol/ Albuterol
Terbutalin
Pirbuterol
Lambat Salmeterol

Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya
melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal
dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan
exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek
antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet
(oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia
adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil).
Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan
gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak
memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan
napas. Termasuk pelega adalah 5:
 Agonis beta2 kerja singkat
 Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat
pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal
tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan
dengan bronkodilator lain).

23
 Antikolinergik
 Aminofillin
 Adrenalin
Agonis beta-2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol,
dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai
kerja (onset) yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2
yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan
mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi
penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada
serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-
induced asthma.
Metilsantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih
lemah dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat.
Antikolinergik
Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek
penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas.
Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal
intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi yang
disebabkan iritan.Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium
bromide dan tiotropium bromide.
Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat.
Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia
lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat
diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside
monitoring).
2.9.3. Cara pemberian pengobatan
Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu
inhalasi, oral dan parenteral (subkutan, intramuskular, intravena).

24
Kelebihan pemberian pengobatan langsung ke jalan napas (inhalasi)
adalah 5:
 lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan
napas
 efek sistemik minimal atau dihindarkan
 beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak
terabsorpsi pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin).
Waktu kerja bronkodilator adalah lebih cepat bila diberikan
inhalasi daripada oral.

Tabel 7. Pengobatan sesuai berat asma5


Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan,
tidak melebihi 3-4 kali sehari.
Berat Medikasi Alternatif / Pilihan lain Alternatif
Asma pengontrol lain
harian
Asma Tidak perlu -------- -------
/Intermiten
Asma Glukokortikoste  Teofilin lepas lambat ------
Persisten roid inhalasi  Kromolin
Ringan (200-400 ug  Leukotriene modifiers
BD/hari atau
ekivalennya)
Asma Kombinasi  Glukokortikosteroid inhalasi (400-800  Ditambah
Persisten inhalasi ug BD atau ekivalennya) ditambah agonis
Sedang glukokortikoster Teofilin lepas lambat ,atau beta-2
oid  Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 kerja lama
ug BD atau ekivalennya) ditambah oral, atau
(400-800 ug
agonis beta-2 kerja lama oral, atau  Ditambah
BD/hari atau
 Glukokortikosteroid inhalasi dosis teofilin
ekivalennya)

25
dan tinggi (>800 ug BD atau ekivalennya) lepas
atau lambat
agonis beta-2
 Glukokortikosteroid inhalasi (400-800
kerja lama
ug BD atau ekivalennya)
ditambahleukotriene modifiers
Asma Kombinasi Prednisolon/ metilprednisolon oral
Persisten inhalasi selang sehari 10 mg
Berat glukokortikoster
ditambah agonis beta-2 kerja lama oral,
oid (> 800 ug
ditambahteofilin lepas lambat
BD
atauekivalennya
) dan agonis
beta-2 kerja
lama, ditambah
 1 di bawah ini:

 teofilin lepas
lambat
 leukotriene
modifiers
 glukokortikost
eroid oral

3.10Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema

26
3.11Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling
akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi
beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai
kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua
kali lipat penderita asma pria. Juga kenyataan bahwa angka kematian
pada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau serangan asma
diketahui dan dimulai sejak kanak – kanak dan mendapat pengawasan
yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan
di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common
cold 29% akan mengalami serangan ulang.6
Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka
kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan
serangan terus menerus angka kematiannya 9%.6

27
BAB III
ANALISA KASUS

a. Hubungan diagnosa dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar


Pasien tinggal dirumah dengan beratap seng, berdinding semen dan
beralas semen. Terdiri dari 1 ruang tamu, 2 kamar tidur, ruang TV, dan dapur,
serta kamar mandi di belakang. Dirumah pasien terdapat ± 8 jendela.
Ventilasi dirumah pasien ini termasuk cukup. Namun, jendela rumah pasien
jarang dibuka. Sumber air keluarga adalah air sumur. Bagian samping kiri
rumah terdapat rumah warga. Disebelah kanan rumah terdapat juga rumah
warga.
Asma mengenai semua umur, lebih sering pada usia anak dan dewasa
muda. Dari penelitian terakhir didapatkan prevalensi asma pada orang dewasa
yang ditemukan di Indonesia yaitu berkisar antara 3-8,02%, sedangkan pada
anak-anak di Jakarta didapatkan frekuensi yang lebih tinggi yaitu antara 6,4-
15,15%. Pada kasus ini pasien adalah dewasa dengan usia42 tahun dan sudah
menderita asma sejak usia 8 tahun. Risiko berkembangnya asma merupakan
interaksi antara faktor penjamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor
penjamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk
berkembangnya asma yaitu genetik asma, alergik (atopi), hiperreaktiviti
bronkus, jenis kelamin dan ras, dimana ayah dari pasien memiliki sakit asma.
Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan
predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya
eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk
dalam faktor lingkungan yaitu allergen, sensitisasi, lingkungan kerja, asap
rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), status sosioekonomi, dimana
pada kasus ini pengaruh terhadap lingkungan kerja, asap rokok, dan polusi
udara, selain itu karena ventilasi yang kurang. Sehingga hal ini berhubungan
dengan diagnosis.

28
b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga
Pasien dirumah tinggal bersama istri dan 2 orang anaknya. Pasien
bekerja sebagai karyawan swasta yang sering tugas di lapangan. Keluarga
pasien ini cukup harmonis. Sumber penghasilan keluarga dari suaminya.
Pasien sendiri adalah anak pertama dari 2 bersaudara. Ayah pasien memiliki
riwayat alergi yaitu asma yang sama dengan pasien. Adik pasien tidak
memiliki riwayat asma, namun alergi jika memakan-makanan laut.
Pada asma faktor pencetus atau faktor yang harus dikontrol juga adalah
faktor emosi. Namun, pada pasien ini hubungan keluarga harmonis sehingga
tidak ada hubungan antara diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan
keluarga.
c. Hubungan diagnosa dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan
lingkungan sekitar
Pasien bekerja sebagai karyawan swasta yang sering bertugas
dilapangan dan di lapangan pasien memakai masker mengingat kondisi
lapangan yang penuh debu dan polusi.
Serangan asma timbul akibat adanya faktor pencetus. Pada pasien ini
yang bekerja seperti yang telah disebutkan dan sering terpapar polusi udara
serta perokok aktif yang menghisap rokok dan menghirup asap dari rokok
tersebut mencetuskan timbulnya serangan asma.
d. Analisa kemungkinan berbagai faktor resiko atau etiologi penyakit pada
pasien ini
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor
penjamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor penjamu disini termasuk
predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma yaitu
genetik asma, alergik (atopi), hiperreaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras.
Adapun yang merupakan faktor penjamu pada pasien di kasus ini
yaitu : genetik, dimana ayah dari pasien memiliki sakit asma. Faktor
lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan predisposisi asma
untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan
atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap.

29
Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu allergen, sensitisasi,
lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), status
sosioekonomi. Pada kasus ini asma eksaserbasi akut yang terjadi dipengaruhi
oleh faktor lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara maupun infeksi saluran
pernafasan.
e. Analisa untuk mengurangi paparan atau memutuskan rantai penularan
dengan faktor resiko atau etiologi pada pasien ini
Pasien harus menyadari apa faktor pencetus yang dapat menyebabkan
timbulnya serangan asma pada pasien sehingga pasien dapat menghindari
faktor pencetus, seperti cuaca dingin (dengan menggunakan jaket), makanan,
asap rokok, dll, menjaga kebersihan lingkungan rumah, meningkatkan daya
tahan tubuh, dengan makan makanan bergizi, jika batuk segera berobat
sehingga tidak menyebabkan asma, rajin kontrol sehingga dapat mewaspadai
serangan asma.
f. Rencana Edukasi penyakit kepada pasien dan kepada keluarga
 Memberikan informasi kepada individu dan keluarga mengenai seluk
beluk penyakit, sifat penyakit, perubahan penyakit (apakah membaik
atau memburuk), jenis dan mekanisme kerja obat-obatan dan
mengetahui kapan harus meminta pertolongan dokter.
 Kontrol secara teratur antara lain untuk menilai dan monitor berat
asma secara berkala (asthma control test/ACT)
 Pola hidup sehat
 Menjelaskan pentingnya melakukan pencegahan dengan :
o Menghindari setiap pencetus
o Menggunakan bronkodilator/sterois inhalasi sebelum
melakukan exercise untuk mencegah exercise induced asthma.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. h 978 – 87.
2. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke – 2.
Surabaya : Airlangga University Press. 2002. h 263 – 300.
3. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma.
Jurnal Cermin Kedokteran. 2003; 141. 5 – 6.
4. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2001. h
477 – 82.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis&
Penatalaksanaan di Indonesia. 2003. h 73-5
6. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu
Penyakit Dalam. Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18.

31
LAMPIRAN
Tampak Depan Ruang Tamu

Ruang TV Kamar Mandi

Ruang Dapur Sumur

32

Anda mungkin juga menyukai