Anda di halaman 1dari 13

Faradina, et al.

Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

ANALISIS KELAS KEMAMPUAN LAHAN SEBAGAI PENENTU KESESUAIAN


PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN SIDOARJO

Analysis Land Capability Class As Determinants of Land Use Suitability in Sidoarjo

Renanda Ariska Faradina1, Bambang Rahadi2*, Bambang Suharto3


1Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Malang
2Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran- Malang

*Email Korespondensi: jbrahadi@ub.ac.id

ABSTRAK

Bukti dari pembangunan daerah diantaranya dengan tumbuh kembangnya infrastruktur daerah
yang membutuhkan lahan besar dan tentunya menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan. Alih fungsi
lahan yang tidak sesuai dengan arahan ruang akan berdampak terlampauinya daya dukung
lingkungan. Upaya untuk mengatasi terlampauinya daya dukung lingkungan maka diperlukan suatu
analisis kesesuaian penggunaan lahan berdasarkan kelas kemampuan lahan. Tujuan dari penelitian
ini yaitu menduga tingkat laju erosi serta menentukan perubahan luas kesesuaian penggunaan lahan
antara kondisi existing dan RTRW. Metode yang digunakan yaitu analisis spasial dengan cara overlay
data spasial untuk menghasilkan unit pemetaan baru yang akan digunakan sebagai unit analisis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai laju erosi pada kondisi penggunaan
lahan existing dan RTRW sebesar 0.020 ton ha-1 y-1. Didapatkan pula hasil bahwa terjadi peningkatan
luas ketidaksesuaian penggunaan lahan pada kondisi existing sebesar 46.18% (33,285.278 Ha),
sedangkan pada RTRW sebesar 76.48% (51,531.952 Ha). Hal ini menunjukkan perkembangan daerah
di Kabupaten Sidoarjo belum memperhatikan kesesuaian peruntukan berdasarkan kelas kemampuan
lahan.

Kata kunci: Daya dukung, kemampuan, lahan, RTRW

Abstract

Evidence of such local area development with the growth of infrastructure require large land areas and certainly
cause land conversion. Land use that does not comply with the directives of space will have an impact exceeding
the carrying capacity of the environment. Efforts to address exceeding the carrying capacity of the environment
will require a proper analysis of land use based on land capability class. The aim of this study is suspected the
rate of erosion and determine the suitability of use of land area change between the existing condition and the
RTRW. Spatial analysis used overlay spatial data in a way to generate new mapping unit that will be used as
the unit of analysis. The results showed that an increase in the value of the rate of erosion on the condition of the
existing land use and spatial planning of 0.020 ton ha-1 y-1. Found also the result that an increasing mismatch
extensive land use on the existing condition of 46.18% (33,285.278 ha), while the RTRW amounted to 76.48%
(51,531.952 ha). This shows the development of the area in Sidoarjo yet to suitability designation based on land
capability class.

Keywords: Capability, carrying capacity, land, spatial planning land

PENDAHULUAN akhirnya menuntut kebutuhan akan lahan.


Sementara itu lahan yang tersedia
Berbagai kepentingan yang dilakukan didominasi oleh lahan pertanian. Dengan
pemerintah dalam rangka pembangunan demikian, luas lahan pertanian di suatu
daerah diantaranya dengan wilayah tersebut tentunya akan mengalami
mengembangkan kawasan industri, penurunan luas lahan akibat adanya alih
permukiman, serta berbagai sarana dan fungsi lahan. Alih fungsi lahan yang tidak
prasarana pendukung lainnya yang pada

1
Faradina, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

sesuai dengan arahan pemanfaatan lahan, berdasarkan RTRW serta menentukan


akan berpotensi terhadap terlampauinya perubahan luas kesesuaian penggunaan
daya dukung lingkungan. lahan antara kondisi saat ini dan RTRW.
Ketergantungan manusia terhadap
tanah terus meningkat. Hal ini
BAHAN DAN METODE
menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan terhadap lingkungan yang akan
Lokasi Penelitian
mendorong kemerosotan sumberdaya
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten
tanah baik mutu maupun jumlahnya.
Sidoarjo yang terletak pada koordinat
Kemerosotan ini seperti ditunjukkan oleh
112.50 sampai 112.90 Bujur Timur (BT) dan
laju erosi yang makin meningkat
7.30 sampai 7.50 Lintang Selatan (LS). Luas
(Nurs’aban, 2006).
wilayahnya 72,088.439 Ha. Kabupaten
Perkembangan Kabupaten Sidoarjo
Sidoarjo adalah sebelah Barat berbatasan
yang cukup pesat membawa implikasi
dengan Kabupaten Mojokerto; sebelah
terjadinya konversi lahan yang cukup
Timur berbatasan dengan Selat Madura;
tinggi. Hal ini terlihat dari tahun 2007-2008,
sebelah Selatan berbatasan dengan
luas lahan pertanian yang semula 23,262
Kabupaten Pasuruan dan sebelah Utara
Ha, menjadi 22,684 Ha sehingga terjadi
berbatasan dengan Kota Surabaya dan
penyusutannya sekitar 578 Ha. Pada tahun
Kabupaten Gresik (Gambar 1).
2009 ketersediaan lahan pertanian 22,539
Ha, yang telah mengalami penyusutan
sangat drastis sekitar 145 Ha. (DPRD
Kabupaten Sidoarjo, 2011). Menurut Feranti
(2011), tingginya laju alih fungsi lahan
pertanian di Kabupaten Sidoarjo ini
didorong oleh beberapa kasus yaitu adanya
bencana lumpur Sidoarjo, dan usaha
intensifikasi pertanian yang tidak optimal.
Perubahan lahan pertanian terutama yang
terjadi di wilayah perkotaan disebabkan
adanya pembangunan industri dan
perumahan dalam skala besar di wilayah
pinggiran kota.
Upaya pengendalian alih fungsi
lahan, dapat dilakukan dengan
melaksanakan penyusunan kebijakan,
rencana dan program pembangunan yang
selaras dengan lingkungan dan tentunya
berkelanjutan serta harus diimbangi Gambar 1. Peta Administrasi Kabupaten
dengan koordinasi dan sinkronisasi dalam Sidoarjo
pelaksanaannya (Murniningtyas, 2006).
Analisis kesesuaian penggunaan lahan Pendugaan Tingkat Laju Erosi
merupakan salah satu bentuk upaya Penentuan nilai tingkat laju erosi
pengendalian perkembangan kawasan berdasarkan faktor yang mempengaruhi
yang berkaitan dengan karakteristik diantaranya faktor Erosivitas (R),
masing-masing kawasan peruntukan Erodibilitas (K), Panjang (L) dan
seperti kesesuaian dan ketersediaan lahan. Kemiringan Lereng (S), serta Faktor
Perkembangan kawasan harus mengikuti Tanaman (C) dan Pengolahan Lahan (P).
standart dan kriteria yang berkaitan Masing-masing faktor memiliki tahapan
dengan faktor pembatas untuk masing- perhitungan sendiri sebelum
masing jenis kawasan peruntukan. Tujuan diakumulasikan ke dalam nilai laju erosi.
dari penelitian ini yaitu menduga tingkat Semua parameter diolah untuk mengetahui
laju erosi aktual dan perubahan tingkat seberapa banyak tanah yang tererosi (A).
erosi seiring perubahan tata ruang

2
Faradina, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Hasil yang diperoleh tersebut Data hasil perhitungan tersebut


diklasifikasikan berdasarkan tingkat dimasukkan ke data atribut Peta Sebaran
bahaya erosi. Stasiun Hujan lalu dilakukan griding. Grid
merupakan peta dalam bentuk pixel dimana
1. Penentuan nilai erosivitas hujan setiap pixel bisa ditentukan ukurannya
Perhitungan indeks erosivitas hujan sehingga jika dioverlay akan dapat
menggunakan Metode Utomo, sedangkan diketahui nilai yang dihasilkan pada setiap
penentuan luas pengaruh Stasiun Hujan pixelnya.
menggunakan Metode Thiessen sehingga
didapatkan poligon yang membagi wilayah 2. Penentuan nilai erodibilitas tanah
Kabupaten Sidoarjo menjadi 28 wilayah Nilai erodibilitas tanah (K)
beserta luasnya. Hasil luasan Stasiun Hujan menggambarkan kepekaan jenis tanah
yang diperoleh dari Metode Thiessen terhadap erosi. Semakin tinggi nilai indeks
tersebut, akan digunakan untuk erodibilitas tanah maka tanah tersebut
mengetahui besarnya koefisien Thiessen. semakin peka terhadap erosi. Tinggi
Penentuan besarnya koefisien Thiessen rendahnya nilai erodibilitas tanah
dengan cara membagi antara luas masing- dipengaruhi oleh perbedaan tekstur tanah.
masing Stasiun Hujan dengan Luas Total Penentuan nilai indeks erodibilitas tanah
Kabupaten Sidoarjo, sehingga didapatkan yang dipakai dalam penelitian ini
hasil koefisien Thiessen. Hasil dari nilai didapatkan dari penelitian sebelumnya.
koefisien Thiessen tersebut digunakan Indeks erodibilitas tanah Kabupaten
sebagai faktor kali dalam menentukan Sidoarjo (Tabel 1).
curah hujan rata-rata harian yang
kemudian akan menghasilkan curah hujan Tabel 1. Nilai Indeks Erodibilitas Tanah (K) di
Kabupaten Sidoarjo
rata-rata bulanan, curah hujan maksimal,
dan jumlah hari hujan dalam kurun waktu Jenis Tanah Nilai K
Aluvial Kelabu Tua 0.115
bulanan pada setiap Stasiun Hujan.
Asosiasi Aluvial Kelabu dan 0.193
Nilai erosivitas hujan (R) dapat aluvial Coklat Kekelabuan
dihitung menggunakan metode Utomo Aluvial Hidromof 0.320
(Persamaan 1), dimana Rb = indeks Grumosol Kelabu Tua 0.187
erosivitas bulanan, Hb = curah hujan Sumber: Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Kehutanan dalam
Prawijiwuri, G. 2011.
bulanan (cm). Penentuan curah hujan
bulanan dengan pengolahan data curah
hujan 10 tahun terakhir dengan metode 3. Penentuan nilai panjang dan
Poligon Thiessen (Persamaan 2), dimana kemiringan lereng
R = curah hujan rata-rata (cm), Rn = curah Faktor panjang (L) dan kemiringan lereng
hujan di stasiun hujan n (cm), An = luas (S) mempengaruhi besarnya erosi yang
daerah pengaruh stasiun hujan n (Ha). terjadi. Makin panjang suatu lereng maka
Nilai R didapatkan dari penjumlahan nilai erosi yang terjadi akan makin besar pula.
Rb tiap bulan (Persamaan 3), dimana R = Sedangkan kemiringan lereng
indeks erosivitas tahunan (cm), Rbi = mempengaruhi banyaknya limpasan yang
indeks erosivitas bulan ke-i (cm). terjadi. Panjang dan kemiringan lereng (LS)
ditentukan dengan peta dasar yaitu peta
Rb = 10.84 + 4.15 Hb (1) kontur Kabupaten Sidoarjo yang diolah
dengan menggunakan Arc.View 3.1. Nilai
∑in=1 Rn.An LS dapat dihitung dengan persamaan yang
R = (2) direkomendasikan oleh Arsyad (2010)
∑in=1 An (Persamaan 4).

LS= (0.0138+0.00965S+0.00138S2) L (4)


R = ∑ i12
=1 Rbi (3)

3
Faradina, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

4. Penentuan nilai pengelolaan tanaman manajemen lahan tertentu. Perhitungan


dan pengolahan tanah nilai tingkat laju erosi (Persamaan 5)
Penentuan besarnya nilai Faktor Tanaman (Wischmeier, 1978).
(C) dan Faktor Pengolahan Lahan (P)
dianalisa berdasarkan peta tata guna lahan A = R x K x LS x CP (5)
pada kondisi existing maupun RTRW.
Tutupan lahan berpengaruh terhadap Setelah didapatkan besarnya laju erosi
terjadinya erosi. Dasarnya jika makin setiap unit lahan, lalu diklasifikasikan
banyak tutupan lahan maka dapat berdasarkan kedalaman solum tanah,
melindungi permukaan tanah dari tetesan sehingga diperoleh peta tingkat bahaya
air hujan yang nantinya akan memperkecil erosi Kabupaten Sidoarjo. Hasil tersebut
terjadinya gaya tekan air terhadap tanah. diklasifikasikan berdasarkan tingkat
Faktor C dan P ditentukan berdasarkan bahaya erosi yang terjadi setiap unit lahan
penelitian sebelumnya (Tabel 2). sehingga didapatkan peta tingkat bahaya
erosi yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo.
Tabel 2. Nilai Faktor Tanaman (C) dan Pengolahan
Lahan (P) 6. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi
Tata Guna Lahan Nilai C Nilai P Tingkat bahaya erosi juga dapat
Pemukiman 0.750 0.250 diperhitungkan dari jumlah tanah yang
Perairan darat 0.000 0.000 hilang maksimum dalam ton-1ha-1y-1 pada
Persawahan 0.010 0.100
Hutan bakau 0.085 1.000 setiap unit lahan, kemudian
Industri 0.750 0.250 diklasifikasikan erosinya sesuai dengan
Jasa 0.750 0.250 ketentuan yang telah ditetapkan dan
Pertanian tanah kering 0.200 0.763 dikombinasikan dengan solum tanah maka
Semusim
Kebun 0.200 0.268 akan diperoleh kelas tingkat bahaya erosi
Tanah terbuka 1.000 1.000 sesuai BRLKT (Balai Rehabilitasi Lahan dan
Kawasan Geologi 1.000 1.000 Konservasi Tanah) (Tabel 3).
Sumber: (1) BP. DAS Brantas, 2002; (2) Fathoni, 2011; (3) Hasil
Interpretasi Satelit 2011 dan Survei Lapangan 2012 dalam Tabel 3. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi
Surono, 2013.
Solum Tanah Kelas Bahaya Erosi (ton-1ha-1th-1)
(cm) I II III IV V
5. Penentuan nilai tingkat laju erosi Dalam 1 2 3 4 5
Besarnya laju erosi dihasilkan dari overlay Sedang 2 3 4 5 5
tiap-tiap peta yang telah didapatkan. Dangkal 3 4 5 5 5
Perhitungan laju erosi menggunakan Sangat dangkal 4 5 5 5 5
Keterangan: Dalam = >90, Sedang = 60-90, Dangkal = 30-60,
metode USLE (Universal Soil Loss Equation) Sangat dangkal = <30, I = <15, II = 15-60, III = 60-180, IV = 180-
(Persamaan 5), yaitu Banyaknya tanah 480, V = >480; 1 = sangat ringan, 2 = ringan, 3 = sedang, 4 =
berat, 5 = sangat berat.
tererosi dalam satuan ton ha-1 y-1 (A);
Faktor erosivitas hujan dan aliran
permukaan, yaitu jumlah satuan indeks Klasifikasi Kemampuan Lahan
erosi hujan tahunan dalam satuan cm (R); Klasifikasi kemampuan lahan adalah
Faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi penilaian komponen lahan yang menurut
per indeks erosi hujan untuk suatu jenis Arsyad (1989) adalah penilaian komponen-
atau karakteristik tanah (K); Faktor panjang komponen lahan secara sistematis dan
dan kemiringan lereng, yaitu nisbah antara pengelompokan ke dalam berbagai
besarnya erosi per indeks erosi dari suatu kategori berdasarkan sifat-sifat yang
lahan dengan panjang dan kemiringan merupakan potensi dan penghambat dalam
lahan tertentu terhadap besarnya erosi (LS); penggunaan lahan. Lahan digolongkan
Faktor tanaman penutup lahan dan dalam tiga kategori utama yaitu kelas, sub-
manajemen tanaman, yaitu nisbah antara kelas, dan satuan kemampuan lahan.
besarnya erosi dari suatu lahan dengan
penutup tanaman dan manajemen tanaman 1. Tingkat Sub Kelas
tertentu (C); Faktor pengolahan lahan (P) Parameter yang digunakan untuk
yaitu nisbah antara besarnya erosi dari mengklasifikasikan lahan berdasarkan
suatu lahan dengan pengolahan lahan dan tingkat sub kelas diantaranya adalah

4
Faradina, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

tekstur tanah (t), permeabilitas tanah (p), Penentuan Daya Dukung Lingkungan
kedalaman efektif (k), drainase tanah (d), Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah
lereng permukaan (l), dan erosi (e). Data (Tabel 4).
yang dibutuhkan untuk klasifikasi
diantaranya peta jenis tanah Kabupaten 3. Evaluasi Penggunaan Lahan Existing
Sidoarjo, peta kontur untuk menentukan dan RTRW 2009-2029
kelerengan, dan peta erosi. Evaluasi kesesuaian penggunaan lahan
dilakukan pada lahan existing dan RTRW
2. Tingkat Kelas 2009-2029 dengan metode overlay. Teknik
Klasifikasi kemampuan lahan berdasarkan overlay dilakukan dengan bantuan
tingkat kelas diperlukan untuk perangkat lunak berupa ArcView 3.1.
menggolongkan lahan sehingga dapat Overlay dilakukan pada dua peta yaitu peta
diketahui alokasi pemanfaatan yang tepat penggunaan lahan existing dan peta arahan
sesuai dengan kemampuan lahan yang penggunaan lahan berdasarkan kelas
dimiliki. Kemampuan lahan kemampuan, yang selanjutnya tahap ini
diklasifikasikan ke dalam 8 kelas yang dilakukan juga pada peta RTRW. Evaluasi
ditandai dengan huruf romawi I – VIII. Dua dilakukan dengan membandingkan
kelas pertama (kelas I, II) adalah lahan penggunaan lahan awal dan penggunaan
yang cocok untuk pertanian dan dua kelas lahan arahan. Hasil evaluasi diperoleh
terakhir (VII dan VIII) adalah lahan yang output berupa pengklasifikasian lahan
harus dilindungi atau untuk fungsi berdasarkan tingkat kesesuaian yang
konservasi. Kelas III, IV, V, dan VI dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu S1
dipertimbangkan untuk berbagai (sangat sesuai) jika penggunaan lahan
pemanfaatan lainnya. Klasifikasi tersebut sudah sesuai dengan arahan yang
kemampuan lahan berdasarkan tingkat ada, S2 (cukup sesuai) jika penggunaan
kelas dilakukan berdasarkan hasil dari klasi lahan tidak sesuai dengan arahan tetapi
fikasi tingkat sub kelas. Acuan yang masih dapat ditoleransi, N (tidak sesuai)
digunakan untuk klasifikasi berdasarkan jika penggunaan lahan tidak sesuai dengan
tingkat kelas adalah Peraturan Menteri LH arahan dan sudah tidak dapat ditoleransi.
No. 17 Tahun 2009 tentang Pedoman

Tabel 4. Kriteria Kelas Kemampuan Lahan


Kelas Kemampuan Lahan
Subkelas
I II III IV V VI VII VIII
1. Tekstur tanah
a. Lapisan atas t2/t3 t1/t4 t1/t4 (*) (*) (*) (*) t5
b. Lapisan bawah t2/t3 t1/t4 t1/t4 (*) (*) (*) (*) t5
2. Lereng permukaan (%) l0 l1 l2 l3 (*) l4 l5 l6
3. Drainase d0/d1 d2 d3 d4 (**) (*) (*) (*)
4. Kedalaman efektif k0 k0 k1 k2 (*) k3 (*) (*)
5. Keadaan erosi e0 e1 e1 e2 (*) e3 e4 (*)
6. Permeabilitas p2/p3 p2/p3 p2/p3 p3 p1 (*) (*) p3
Keterangan: (*) = dapat mempunyai sebaran sifat faktor penghambat dari kelas yang lebih rendah, (**) = permukaan
tanah selalu tergenang air. Tekstur tanah: t1 = halus, t2 = agak halus, t3 = sedang, t4 = agak kasar, t5 = kasar; Kedalaman
efektif: k0 = >90cm, k1 = 90-50cm, k2 = 50-25cm, k3 = <25cm; Permeabilitas: p1 = 0.5cm h-1, p2 = 0.5-2.0 cm h-1, p3 = 2.0-
6.25cm h-1; Drainase: d0 = baik, d1 = agak baik, d2 = agak buruk, d3 = buruk, d4 = sangat buruk; Erosi: e0 = tidak ada
erosi, e1 = sangat ringan, e2 = ringan, e3 = sedang, e4 = besar, e5 = sangat besar; Lereng permukaan: l0 = 0-3%, l1 = 3-8%, l2
= 8-15%, l3 = 15-30%, l4 = 30-45%, l5 = 45-65%, l6 = >65%.

5
Faradina, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

HASIL DAN PEMBAHASAN 24.556,033 Ha. Nilai indeks erodibilitas


tanah terkecil pada jenis tanah Aluvial
Penggunaan Lahan Kabupaten Sidoarjo Kelabu Tua dengan luas wilayah sebesar
Penggunaan lahan existing Kabupaten 44.782,974 Ha. Indeks erodibilitas tanah
Sidoarjo didominasi oleh persawahan menunjukkan tingkat kerentanan tanah
seluas 31,908.409 Ha atau (44.26%) dari luas terhadap erosi, yaitu retensi partikel
seluruh wilayah Kabupaten Sidoarjo. terhadap pengikisan dan perpindahan
Sedangkan pada lahan RTRW 2009-2029 tanah oleh energi kinetik air hujan. Tekstur
tata guna lahan paling dominan yaitu tanah yang sangat halus akan lebih mudah
pemukiman sebesar 27,356.707 Ha atau hanyut dibandingkan dengan tekstur tanah
37.95% dari seluruh wilayah Kabupaten yang kasar. Kandungan bahan organik
Sidoarjo. Berdasarkan RTRW Kabupaten yang tinggi akan menyebabkan nilai
Sidoarjo, pemerintah cenderung erodibilitas tinggi (Herawati, 2010).
meningkatkan sektor pemukiman yang Nilai LS di Kabupaten Sidoarjo
meliputi industri dan jasa serta tertinggi sebesar 5250.816 sedangkan nilai
menurunkan sektor pertanian yang juga LS terendah sebesar 0.151. Mayoritas
meliputi perairan darat. Perbedaan Kabupaten Sidoarjo mempunyai nilai LS
penggunaan lahan existing dan RTRW berkisar antara 0.151-583.558 m, karena
Kabupaten Sidoarjo (Tabel 5). wilayah Kabupaten Sidoarjo topografinya
datar. Panjang dan kemiringan lereng
Tabel 5. Perbandingan penggunaan lahan Existing dan terdiri dari dua komponen, yakni faktor
RTRW Kabupaten Sidoarjo
panjang dan faktor kemiringan lereng.
Penggunaan Luas (Ha) Persentase (%)
Lahan Existing RTRW Existing RTRW Faktor panjang lereng adalah jarak
Pemukiman 14077.401 27356.707 19.53 37.95 horizontal dari permukaan atas yang
Perairan mengalir ke bawah dimana gradien lereng
19467.451 13404.208 27.00 18.59
darat
menurun hingga ke titik awal atau ketika
Persawahan 31908.409 14486.878 44.26 20.09
Hutan limpasan permukaan (run off) menjadi
1124.665 2949.302 1.56 4.09
bakau terfokus pada saluran tertentu (Renard et
Industri 174.762 11184.081 0.25 15.52 al., 1997).
Jasa 3.415 1843.419 0.00 2.55
Penentuan besarnya nilai C dan P
Pertanian
1912.728 - 2.65 - berdasarkan tata guna lahan existing dan
semusim
Kebun 1871.329 - 2.59 - RTRW Kabupaten Sidoarjo. Nilai C paling
Tanah tinggi yaitu pada Pemukiman, Jasa, dan
1548.279 - 2.14 -
terbuka
Industri sebesar 0.750 karena diasumsikan
Kawasan
863,843 1.19 pada pemukiman, industri maupun jasa
Geologi
Sumber: Peta Penggunaan Lahan tahun 2008 dan Peta RTRW tidak ada tutupan lahan atau tanaman
tahun 2009-2029 Kabupaten Sidoarjo
penutup, yang ada hanyalah bangunan-
bangunan yang menghalangi masuknya air
Tingkat Laju Erosi Kabupaten Sidoarjo ke tanah. Sedangkan nilai C paling rendah
Hasil perhitungan nilai indeks erosivitas yaitu perairan darat karena pada perairan
(R) tahunan terbesar di Kabupaten Sidoarjo diasumsikan tidak ada erosi. Nilai P paling
terjadi di daerah pengaruh Stasiun Hujan tinggi yaitu pada hutan bakau, kawasan
Sedati yaitu sebesar 225.24 sedangkan nilai geologi terdampak lumpur dan tanah
erosivitas tahunan terkecil terjadi di daerah terbuka sebesar 1 karena diasumsikan pada
pengaruh Stasiun Hujan Cepiples yaitu ketiga kawasan tersebut tidak ada
sebesar 139.52. pengolahan tanah dengan baik atau tidak
Kabupaten Sidoarjo didominasi ada tindakan pengendalian erosi.
dengan jenis tanah Aluvial Kelabu Tua. Sedangkan pada perairan darat tidak
Jenis tanah yang lain diantaranya Aluvial memiliki nilai P (0), karena tidak ada lahan
Hidromof, Grumosol Kelabu Tua, dan yang sehingga diasumsikan tidak ada erosi.
paling sedikit yaitu Asosiasi Aluvial Kelabu Faktor penutupan lahan menggambarkan
dan Coklat Kekelabuan. Indeks erodibilitas dampak kegiatan pertanian dan
tanah terbesar pada jenis tanah Aluvial
Hidromof dengan luas wilayah sebesar

6
Faradina, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

pengelolaannya pada tingkat erosi tanah total Kabupaten Sidoarjo mencapai


(Renard et al., 1997). 52,624.560 ton y-1 dengan erosi rata-rata
Nilai Erosi (A) didapatkan dengan sebesar 0.73 ton ha-1 y-1. Berdasarkan
mengkalikan faktor-faktor yang perhitungan nilai erosi rata-rata tersebut
mempengaruhi erosi. Hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa terjadi
pendugaan nilai laju erosi pada kondisi peningkatan laju erosi pada 20 tahun
tata guna lahan existing dapat diketahui (RTRW) sebesar 0.02 ton ha-1 y-1 atau 2.82%
jumlah erosi total Kabupaten Sidoarjo dari erosi yang terjadi pada kondisi
dengan luas wilayah sebesar 72,088.439 Ha existing. Peta hasil klasifikasi erosi pada
mencapai 51,182.792 ton y-1 dengan erosi kondisi existing (a) dan RTRW 2009-2029
rata-rata sebesar 0.710 ton ha-1 y-1. Pada (b) pada Gambar 2.
RTRW 2009-2029 diketahui jumlah erosi

Gambar 2. Peta Klasifikasi Erosi : (a) Kondisi Existing 2008; (b) Kondisi RTRW tahun 2029
Kabupaten Sidoarjo

7
Faradina, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Berdasarkan gambar diatas dapat Tanggulangin, Candi. Penelitian yang


diketahui perubahan luas dari masing- menggunakan kategori tingkat bahaya
masing tingkat bahaya erosi existing dan erosi juga dilakukan oleh Fathillah (2012)
RTRW. Terjadi penurunan persentase luas yang menghasilkan tingkat bahaya erosi di
untuk kategori sangat ringan dari kondisi DAS Tenggarong memiliki tingkat ringan
existing ke RTRW yaitu 97.63% menjadi hingga sangat berat, jika dibandingkan
95.18% dari luas total Kabupaten Sidoarjo. dengan hasil di Kabupaten Sidoarjo maka
Sedangkan terjadi peningkatan untuk hasilnya tingkat laju erosi di DAS
kategori ringan dari kondisi existing ke Tenggarong lebih tinggi dibandingkan di
RTRW yaitu 2.15% menjadi 4.22% dari luas Kabupaten Sidoarjo.
total Kabupaten Sidoarjo. Kategori sedang
juga mengalami peningkatan yaitu dari Klasifikasi Kemampuan Lahan
0.15% untuk existing, menjadi 0.50% untuk 1. Tingkat Sub Kelas
RTRW. Kategori Berat persentasenya sama Klasifikasi kemampuan lahan berdasarkan
antara existing dan RTRW yaitu 0.04%. tingkat sub kelas merupakan
Kategori sangat berat mengalami pengelompokan lahan berdasarkan
peningkatan yaitu dari 0.02% untuk karakteristiknya. Karakteristik tersebut
existing menjadi 0.05% untuk RTRW. terdiri dari beberapa parameter
Peningkatan laju erosi tingkat ringan, diantaranya tekstur tanah, permeabilitas,
sedang, dan sangat berat dikarenakan kedalaman efektif, drainase tanah lereng
adanya peningkatan penggunaan lahan permukaan, dan erosi. Klasifikasi
pemukiman dan penurunan lahan vegetasi kemampuan lahan berdasarkan tingkat
di Kabupaten Sidoarjo. Menurut penelitian sub kelas (Tabel 6).
yang dilakukan oleh Dariah et al.,
(2004), tingkat erosi akan semakin tinggi Tabel 6. Luasan lahan pada setiap faktor
penghambat Kabupaten Sidoarjo
dengan meningkatnya kegiatan penduduk
Hasil Luas
yang membuka tanah-tanah pertanian Faktor
klasifikasi Ha %
tanpa pengolahan yang benar.
t2 23,842.148 33.07
Meninjau pada kondisi existing t t4 47,268.469 65.57
wilayah yang mempunyai kategori erosi t5 977.821 1.36
sangat ringan atau tidak ada erosi (e0) k k0 72,088.439 100
meliputi hampir semua wilayah p2 23,842.148 33.07
Kabupaten Sidoarjo. Kategori ringan (e1) p p4 47,268.469 65.57
meliputi Kecamatan Krian, Taman, p5 977.821 1.36
Sukodono, Sidoarjo, Candi, Wonoayu, d0 977.821 1.36
Jabon, Porong, Krembung, Tanggualangin. d d1 47,268.469 65.57
d3 23,842.148 33.07
Kategori sedang (e2) meliputi Kecamatan
e0 70,379.460 97.63
Sidoarjo, Buduran, Waru, Sukodono.
e1 1,549.139 2.15
Kategori berat (e3) meliputi Kecamatan e e2 109.440 0.15
Jabon, Buduran, Porong. Kategori sangat e3 33.120 0.04
berat (e4) meliputi Kecamatan e4 17.280 0.02
Tanggulangin, Candi, Buduran. Pada l0 63,982.139 88.76
kondisi RTRW wilayah yang mempunyai l1 6,858.939 9.51
kategori erosi sangat ringan (e0) meliputi l2 1,134.260 1.57
l
hampir semua wilayah kabupaten l3 61.920 0.08
Sidoarjo. Kategori ringan (e1) meliputi l4 1.440 0.00
l6 48.960 0.07
kecamatan Balongbendo, Krian, Sukodono,
Keterangan: t = tekstur (t2 = agak halus – t5 = kasar); k
Buduran, wonoayu, Gedangan, Candi, = kedalaman efektif (k0 = dalam); p = permeabilitas
Porong, Jabon. Kategori sedang (e2) (p2 = agak lambat – p5 = cepat); d = drainase (d0 =
meliputi Kecamatan Sedati, Waru, baik – d3 = buruk); e = erosi (e0 = tidak ada erosi – e4
= sangat berat); l = lereng permukaan (l0 = datar – l6 =
Sidoarjo, Tanggulangin, Krian, Jabon.
sangat curam).
Kategori berat (e3) meliputi Kecamatan
Porong, Jabon, Tanggulangin. Kategori
sangat berat (e4) meliputi Kecamatan

8
Faradina, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Kabupaten Sidoarjo berdasarkan jenis dikarenakan lereng permukaan yang sangat


tanah yang ada, memiliki tiga jenis tekstur curam dan sebagian besar karena drainase
tanah, yaitu lempung berlumpur, lempung tanah yang buruk sehingga lebih mudah
berpasir, dan pasir berlempung. Ketiganya mengalami erosi.
mempengaruhi daya serap (infiltrasi) air
limpasan, dimana pasir paling cepat 2. Tingkat Kelas
menyerap air, lanau mempunyai daya serap Klasifikasi kemampuan lahan berdasarkan
sedang, dan lempung paling sulit menyerap tingkat kelas ini dilakukan untuk
(Farida, 2005). Berdasarkan tekstur tanah mengetahui alokasi pemanfaatan ruang
yang ada, maka dapat ditentukan yang tepat sesuai dengan kemampuan lahan
permeabilitas dan drainase dari masing- yang dimiliki. Acuan yang digunakan untuk
masing jenis tanah yang ada di Kabupaten klasifikasi kemampuan lahan berdasarkan
Sidoarjo. Permeabilitas di Kabupaten tingkat kelas adalah Peraturan Menteri LH
Sidoarjo diantaranya agak lambat (0.5-2.0 Nomor 17 Tahun 2009. Berdasarkan hasil
cm h-1), agak cepat (6.25-12.5 cm h-1), cepat klasifikasi tingkat sub kelas dan kelas, maka
(>12.5 cm h-1). Sedangkan kondisi drainase didapatkan hasil berupa peta kelas
di Kabupaten Sidoarjo baik, agak baik, kemampuan lahan yaitu sebagai
buruk, dengan masing-masing persentase pembanding untuk proses evaluasi
luas yaitu 2.03%, 63.91% 34.06%. Menurut penggunaan lahan existing dan RTRW 2009-
Asmin dan Syamsiar (2006), permeabilitas 2029 Kabupaten Sidoarjo. Peta kelas
merupakan salah satu unsur penilaian kemampuan lahan disajikan pada Gambar 3.
untuk keperluan pengolahan tanah, yaitu
untuk memperbaiki kondisi pergerakan air
dan daya serap air tanah. Bila permeabilitas
pada lapisan olah tertentu cepat, berakibat
tanah cepat mengering sehingga daya serap
air tanah rendah. Sebaliknya bila lambat air
limpasan akan mudah terbentuk pada lahan
miring atau tergenang pada lahan datar.
Kabupaten Sidoarjo hanya memiliki
satu kategori kedalaman efektif. Dapat
diketahui saat penentuan tingkat bahaya
erosi menurut BRLKT (Balai Rehabilitasi
Lahan dan Konservasi Tanah) karena rata-
rata erosi yang terjadi masuk kategori Kelas
I, yaitu SR (sangat ringan) maka secara
otomatis diketahui solum tanahnya dalam
(>90 cm). Sehingga dapat ditentukan di
Kabupaten Sidoarjo kebanyakan
mempunyai kedalaman tanah dalam ( >90
cm). Menurut Hardjowigeno (1995),
kedalaman efektif adalah kedalaman tanah Gambar 3. Peta Kelas Kemampuan Lahan Kabupaten
yang masih dapat ditembus oleh akar Sidoarjo

tanaman.
Kabupaten Sidoarjo termasuk wilayah Kabupaten Sidoarjo memiliki kelas
yang topografinya datar, oleh karena itu kemampuan lahan yang bermacam-macam
lereng permukaan yang mendominasi di yaitu Kelas I, II, III, V, VI, VII, VIII. Semakin
Kabupaten Sidoarjo yaitu kategori l0. Lereng besar tingkat kelas kemampuan lahan, maka
permukaan ini berkaitan dengan nilai pilihan penggunaan lahan akan semakin
tingkat erosi, sehingga kategori tingkat erosi sedikit. Kecamatan yang termasuk dalam
yang paling dominan di Kabupaten Sidoarjo Kelas I diantaranya Balongbendo, Tarik,
yaitu sangat ringan (e0). Kategori tingkat Prambon, Tulangan, Sidoarjo, Sukodono,
erosi sangat berat ada di kawasan Jabon. Kelas II tersebar di Kecamatan
Kecamatan Tanggulangin, hal ini balongbendo, Tarik, Tulangan, Candi,

9
Faradina, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Sidoarjo, Buduran, Sedati, waru, Jabon, 18246.674 Ha atau 25.30% dari luas
Sukodono. Kelas III tersebar di Kecamatan keseluruhan yang seharusnya untuk lahan
Krian, Krembung, Porong, Tanggulangin, persawahan. Hal ini menunjukkan terjadi
Jabon. Kelas V tersebar di Kecamatan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan
Wonoayu, Sukodono, Gedangan, Sidoarjo, arahan, atau terjadi pembukaan lahan yang
Taman, Waru. Kelas VI tersebar di Kecamatan tidak sesuai dengan peruntukannya. Menurut
Jabon, Tanggulangin, Tulangan, Buduran. Rifai (2009), ketepatan dalam pemilihan lokasi
Kelas VII tersebar di Kecamatan Waru. Kelas untuk pemukiman mempunyai arti yang
VIII tersebar di Kecamatan Tanggulangin, penting dalam aspek keruangan karena akan
Candi. Sebesar 59,25% kesesuaian didominasi menentukan tingkat keawetan bangunan,
oleh lahan pertanian. nilai ekonomis, dampak pemukiman terhadap
lingkungan disekitarnya atau bahkan dapat
Hasil Evaluasi Kesesuaian Penggunaan menyebabkan pemukiman tersebut terkena
Lahan bencana alam seperti erosi, banjir, dan tanah
Evaluasi penggunaan lahan existing dan longsor.
RTRW 2009-2029 Kabupaten Sidoarjo
dilakukan setelah didapatkan peta kelas
kemampuan lahan. Kemudian dapat
diketahui perbedaan kesesuaian pengunaan DAFTAR PUSTAKA
lahan yang terjadi antara existing dan RTRW
2009-2029 Kabupaten Sidoarjo. Perbedaan Arsyad. 1989. Evaluasi Kemampuan Lahan
kesesuaian penggunaan lahan existing dan untuk Arahan Penggunaan Lahan
RTRW 2009-2029 Kabupaten Sidoarjo untuk dengan Foto Udara.
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8. http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/
LAINNYA/HENDRO_MURTIANTO
Tabel 8. Perbedaan Kesesuaian Penggunaan Lahan /03_Evaluasi_Kemampuan_Lahan.pd
Existing dan RTRW 2009-2029 Kabupaten Sidoarjo
Existing RTRW
f. Diakses pada tanggal 23 Juli 2015
Kategori
Kesesuaian Luasan (Ha) % Luasan (Ha) % Jam 11.42 WIB.
S1
20,136.51 27.93 13,207.79 18.33
Arsyad, Sitanala. 2010. Konservasi Tanah dan
(sangat sesuai) Air. Edisi Kedua. Cetakan Kedua. IPB
S2
(cukup sesuai)
18,666.65 25.89 7,348.69 10.19 Press. Bogor.
N Asmin dan Syamsiar. 2006. Pengenalan Sifat
33,285.28 46.18 51,531.95 71.48
(tidak sesuai) Fisik Tanah untuk Kesesuaian
Total 72,088.439 100 72,088.439 100 Pengelolaan Lahan Tanpa Olah Tanah
Sumber: Hasil Analisis dan Perhitungan, 2015
pada Lahan Kering di Sulawesi Tenggara.
Berdasarkan Tabel diatas perubahan Buletin dan Informasi Pertanian. Balai
persentase kategori kesesuaian antara existing Pengkajian Teknologi Pertanian
dan RTRW, untuk kategori S1 (sangat sesuai) Sulawesi Tenggara.
sebesar 9.60%. Kategori S2 (cukup sesuai) http://jurnal.unsyiah.ac.id/agrista/ar
sebesar 15.70%. Kategori N (tidak sesuai) ticle/viewFile/685/669. Diakses pada
sebesar 25.30%. Evaluasi penggunaan lahan tanggal 29 Juli 2015 jam 1.28 WIB.
juga dilakukan oleh Suryoputro (2006) untuk Dariah A., Achmad R., Undang K. 2004. Erosi
mengetahui informasi dasar dalam upaya dan Degradasi Lahan Kering di Indonesia.
mendukung pengembangan wisata pantai http://balittanah.litbang.pertanian.go
srau Kabupaten Pacitan. .id/ind/dokumentasi/buku/buku%2
Perbandingan kesesuaian penggunaan 0lahan%20kering/01erosi_dan_degra
lahan antara kondisi existing dan RTRW dasi.pdf. Diakses pada tanggal 28 Juli
didominasi oleh kesesuaian peruntukan 2015 Jam 6.08 WIB.
sawah dengan luas 31908.409 Ha atau 44.26% DPRD Kabupaten Sidoarjo. 2011.
dari luas keseluruhan Kabupaten Sidoarjo. http://dprdsidoarjokab.go.id/pertah
Ketidaksesuaian penggunaan lahan un-lahan pertanian-sidoarjo-susut-
didominasi oleh peruntukan pemukiman 200-hektar.html. Diakses pada tanggal
yang meliputi industri dan jasa dengan luas 22 Juli 2015 Jam 21.47 WIB.

10
Faradina, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Farida H., M. Taufik, Bangun M. 2005. http://staff.uny.ac.id/sites/default/f


Analisis Genangan Air Hujan di iles/penelitian/Muhammad%20Nurs
Kawasan Delta dengan Menggunakan a%27ban,%20M.Pd./artikel_erosi_Ge
Perngindraan Jauh dan SIG. Institut omedia%2006.pdf. Diakses pada
Teknologi Sepuluh November. tanggal 29 Juli 2015 Jam 0.23 WIB.
Surabaya. Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Fathillah, S.S. 2012. Penilaian Tingkat Bahaya Hidup Nomor 17. 2009. Pedoman
Erosi, Sedimentasi, dan Kemampuan Penentuan Daya Dukung Lingkungan
serta Kesesuaian Lahan Kelapa Sawit Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah.
untuk Penatagunaan Lahan DAS Deputi V MENLH Bidang penataan
Tenggarong, Kabupaten Kutai Lingkungan. Jakarta.
Kartanegara. Universitas Gadjah Pusat Inventarisasi dan Perpetaan
Mada. Yogjakarta. Kehutanan dalam Prawijiwuri, Gitri.
Fathoni dalam Imam, 2011. Evaluasi Rencana 2011. Model Erosion Hazard untuk
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Terhadap Pengelolaan Sub Daerah Aliran Sungai
Potensi Laju Erosi (Studi Kasus di (DAS) Cisokan Provinsi Jawa Barat.
Kabupaten Ponorogo). Universitas http://eprints.undip.ac.id/31493.
Brawijaya. Malang. Diakses pada tanggal 22 Juli 2015 Jam
Feranti, N.S. 2011. Pengendalian Alih Fungsi 22.48 WIB.
Lahan Pertanian Menjadi Non Renard, K.G., G.R. Foster, G.A. Weesies,
Pertanian di Kecamatan Balongbendo. D.K. McCool, and D.C. Yoder. 1997.
http://digilib.its.ac.id/public/ITS- Predicting Soil Erosion by Water: A
Undergraduate-16717-3607100003- Guide to Conservation Planning With the
Presentation.pdf. Diakses pada Revised Univer-sal Soil Loss Equation
tanggal 29 Juli jam 0.37 WIB. (RUSLE). US Department of
Hardjowigeno. 1995. Ilmu Tanah. Agriculture Handbook No. 703.
http://repository.usu.ac.id/bitstream Rifai, Muhammad. 2009. Evaluasi
/123456789/18843/4/Chapter%20II.p Pengembangan Area untuk Pemukiman
df. Diakses pada tanggal 28 Juli 2015 di Sebagian Wilayah Kabupaten Sidoarjo
Jam 7.29 WIB. Menggunakan Sistem Informasi
Hasil Interpretasi Satelit 2011 dan Survei Geografis.
Lapangan 2012 dalam Surono. 2013. http://digilib.its.ac.id/public/ITS-
Aplikasi Sistem Informasi Geografi dalam Undergraduate-10152-
Memprediksi Erosi dengan Metode USLE Presentation.pdf. Diakses pada
di Sub DAS Dumoga. tanggal 28 Juli 2015 Jam 8.02 WIB
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.ph Suryoputro. 2006. Evaluasi Kemampuan Lahan
p/cocos/article/view/2372. Diakses Ditinjau dari Aspek Fisik Lahan Sebagai
pada tanggal 23 Juli 2015 Jam 11.41 Informasi Dasar untuk Mendukung
WIB. Pengembangan Wisata Pantai Srau
Herawati, Tuti. 2010. Analisis Spasial Tingkat Kabupaten Pacitan. Jurnal Ilmu
Bahaya Erosi di Wilayah DAS Cisadane Kelautan Vol. 11 (2): 95-100.
Kabupaten Bogor. Jurnal Penelitian Wischmeier,W.H., and D.D. Smith. 1978.
Pengembangan Hutan dan konservasi Predicting Rainfall Erosion Losses : A
Alam. 04 (04):413-424. Guide to Conservation Planning. US-DA
Murniningtyas, Endah. 2006. Strategi Agric, Handb. No. 537.
Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Pertanian. Direktorat Pangan dan
Pertanian, Kementrian Perencanaan
Pembangunan Nasional
(BAPPENAS). Jakarta.
Nurs’aban, M. 2006. Pengendalian Erosi Tanah
Sebagai Upaya Melestarikan Kemampuan
Fungsi Lingkungan. Jurnal Geografi.
Vol.4(2):93.

11
Faradina, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

12
Faradina, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

13

Anda mungkin juga menyukai