Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PEN DAH U LUAN

I.1. Latar Belakang

Segala sesuatu didalam kehidupan ini selalu berubah. Para pengelola organisasi pada

saat ini sangat menyadari bahwa sesuatu yang kekal hanyalah perubahan itu sendiri.

Organisasi akan selalu mengalami perubahan meski bersifat evolutif (pelan tapi pasti). Tetapi

juga tidak jarang bahwa sebuah organisasi mengalami perubahan yang bersifat

“revolusioner”. (Luthan, 2006 : 562). Tuntutan terhadap perubahan, tidak hanya terjadi di

sektor bisnis. Bahkan organisasi non-bisnis seperti lembaga pendidikan, rumah sakit,

pemerintahan, maupun lembaga keagamaan, juga mengalami hal serupa. Peningkatan

tuntutan sosial, yang diikuti dengan menanjaknya anggaran pembiayaan yang seolah sulit

untuk membawa pada segi keuntungan mensyaratkan adanya efektifitas maksimal dari

organisasi.

Kecepatan dan kompleksitas perubahan, merupakan ujian tersendiri bagi pengelola

organisasi. Kemampuan untuk beradaptasi secara cepat merupakan persyaratan penting bagi

kemajauan yang diharapkan . Didalam situasi perubahan tersebut, pengelola organisasi,

diharapkan tidak saja bisa bertahan didalam lingkungan yang berubah, namun mereka pun

dituntut untuk : memimpin, bertanggung jawab memberikan jaminan nilai dan peluang

dalam perubahan tersebut, berjuang didalam situasi tak menentu yang mengancam

kemapanan, mengelola orang didalam pengorganisasian situasi yang tidak teratur,

memberikan sistim dan keteraturan baru yang membawa udara segar dan nilai-nilai baru.

Perubahan-perubahan tersebut juga akan mempengaruhi kepada paradigm

kepolisian, ditinjau dari aspek sejarah, selama 32 tahun berada di bawah naungan ABRI,

secara praktis telah mengikis nilai-nilai kepolisian sipil yang universal dalam jiwa Polri dan
tertransformasi dalam instrumen yang militeristis, baik filosofi, visi, misi, doktrin hingga

petunjuk pelaksanaan tugasnya. Filosofi Tri-Brata dan Catur Prasatya sebagai sumber nilai-

nilai filosofi Polri, seakan tertelan dalam Sapta Marga dan Sumpah Prajurit. Demikian pula

Doktrin Polri “Tata Tentram Kerta Raharja” yang membingkai koridor pelaksanaan tugas

pokok dan pencapain tujuan Polri, tenggelam dalam doktrin “Catur Dharma Eka Karma dan

“Doktrin Perjuangan ABRI”. Istilah-istilah petunjuk pelaksanaan yang bernuansa militer

pun, seperti ‘pembinaan kekuatan’ atau ‘penggunaan kekuatan’, menjadi akrab di telinga

personil Polri.

Dengan latar belakang pemahaman sejarah tersebut dan adanya reformasi total

menuntut adanya suatu paradigma baru terhadap kepolisian negara republik indonesia yang

mengarah pada watak sipil dan bukan militer. Hakekatnya menjunjung tinggi HAM dan

demokrasi dan melaksanakan supremasi hukum, senantiasa memberikan perlindungan,

pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat serta menegakkan hukum secara profesional,

obyektif sebagaimana yang tertuang dalam undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang polri.

kemudian ditindak lanjuti dengan adanya reformasi organisasi polri terhadap tiga aspek

bidang yaitu stuktural, instrumental, dan kultural.

Reformasi terhadap polri terus berkembang sehingga memunculkan suatu wacana

dari sebagian masyarakat untuk mereposisi kedudukan organisasi polri dibawah departemen

tertentu. Dengan melihat kewenangan yang dimiliki oleh polri begitu luas, dan tidak adanya

institusi pengontrol karena kedudukannya langsung dibawah presiden, terikat pada sisitem

tata usaha negara, rentan pada faktor politik, dukungan anggaran dan motivasi anggota dalam

pelaksanaan tugas masih dirasakan kurang, sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas

pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat masih dianggap kurang baik.

Melihat kondisi diatas yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan sebagai

suatu peluang untuk melakukan kejahatan trans nasional crime, maka organisasi polri

dituntut untuk dapat menyikapinya dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk dapat

2
dan bisa menekan dan mengungkap setiap kejahatan bahkan dapat melakukan tindakan

pencegahan dan penangkalan (proaktif) sesuai dengan harapan masyarakat saat ini sehingga

kualitas pelayanan polri dapat dirasakan oleh masyarakat secara luas. Dengan meningkatnya

kualitas pelayanan maka wacana perubahan organisasi tidak begitu penting, melainkan

masyarakat mengharapakan adanya suatu perubahan terhadap kinerja polri sehingga dapat

dipercaya oleh masyarakat.

Perubahan organisasi Polri tersebut, jelas memberikan tantangan yang besar bagi

para pimpinan untuk menghadapi masalah yang tidak sedikit. Berbagai masalah yang ada

memerlukan dukungan yang mempunyai “kekuatan membenahi” pada proses perubahan atau

pada masa transisi yang berlangsung dalam organisasi. Utomo K.W mengutip pendapat

Konovsky dan Pugh (1994) mengidentifikasikan adanya tiga kategori perilaku pekerja

(karyawan,anggota organisasi) yang penting bagi kefektifan organisasi (2002) . Ketiga

kategori tersebut adalah: pertama individu harus masuk kedalam dan tinggal didalam suatu

organisasi, kedua mereka harus menyelesaikan peran khusus dalam suatu pekerjaan tertentu

dan ketiga mereka harus terikat pada aktifitas yang inovatif dan spontan melebihi persepsi

perannya. Kategori ketiga tersebut sering disebut dengan Organizational

CitizenshipBehavior (OCB) atau dalam istilah manajemen bisa disebut sebagai Perilaku

Keanggotaan Organisasional.

Perilaku Keanggotaan Organisasional nampaknya sangat penting dan sangat

diharapkan untuk berkembang, terutama agar dapat mendukung organisasi untuk mampu

bertahan dalam menghadapi berbagai masalah, baik dalam masa transisi maupun

perkembangannya. Pada kontes ini penulis akan merumuskan beberapa persipan penilitian

melalui kajian kualitatif terkait peran kepuasan kerja dalam memberikan dukungan

terbangunya Perilaku Keanggotaan Organisasional personil Kepolisian Resort (Polres)

Semarang.

3
I.2. Identifikasi Masalah

Polisi sebagai aparat penegak hukum yang paling menonjol di mata masyarakat

karena langsung bersentuhan dengan masyarakat dengan dinamika kehidupan yang begitu

kompleks serta mobilitas masyarakat yang sangat tinggi menimbulkan kerawanan terhadap

keamanan dan ketertiban. Berbagai bentuk kriminalitas juga terus meningkat kuantitas dan

kualitasnya, sehingga kebutuhan akan peran polisi juga semakin tinggi. Masyarakat pun

menjadi semakin kritis dalam memperhatikan mutu pelayanan yang diberikan oleh instansi

kepolisian.

Kepolisian sebagai ujung tombak penyelenggara keamanan dalam negeri memang

mengalami masa yang paling sulit pada saat ini. Bertumpuk persoalan, baik internal maupun

eksternal tengah membebani kepolisian Republik Indonesia. Masalah eksternal berkenaan

dengan kondisi negara yang belum stabil dan sejumlah masyarakat yang masih berada

dalam dunia mispersepsi akan makna demokrasi yang diterjemahkan sebagai kebebasan

sebesar-besarnya dan jika mungkin tanpa batas. Sejumlah masalah internal yang tidak kalah

pentingnya dalam kinerja kepolisian berkenaan dengan sumber daya manusia kepolisian

yang belum sepenuhnya profesional, suatu kondisi yang tidak terlepas dari manajemen

rekrutmen, penempatan, promosi dan sebagainya .

Memeprtimbangkan keadaa tersebut di atas, profesi polisi merupakan jenis

pekerjaan yang sangat rawan stres. Stres yang dialami oleh polisi dapat berasal dari stressor

fisik, sosial, psikologis, politik dan ekonomi, juga dapat berupa stressor kerja seperti beban

kerja yang berlebihan, minimnya sarana, lingkungan kerja yang tidak kondusif, resiko

nyawa pada saat bertugas, rutinitas kerja dan sebagainya. Dengan berbagai keterbatasan

internal dan eksternal tersebut maka tidak mudah menampilkan peran polisi dalam bentuk

ideal.

4
Kendala-kendala tersebut akhirnya menimbulkan stres yang menyebabkan

timbulnya perilaku negatif pada polisi. Pengabdian untuk menjaga keamanan dan

menegakkan ketertiban menyebabkan polisi setiap hari berada langsung di tengah-tengah

masyarakat. Masyarakat dapat melihat dan menilai secara langsung gerak tindak polisi. Jika

ada cacat atau celanya maka akan segera tampak, begitu pula jika berprestasi akan cepat

diketahui. Pada kenyataannya di lapangan, beberapa respon di masyarakat memperlihatkan

kesan kurang puas terhadap penampilan kerja anggota polisi. Polisi lalu lintas yang sering

terlambat datang di jalan macet, atau anggota reskrim yang bermalasan dalam menuntaskan

kasus-kasusnya merupakan contoh gambaran yang dipersepsi oleh masyarakat tentang

polisi.

Peneliti yang pernah menjadi bagian dalam organisasi di Polres Semarang (Kapolres

Semarang dari bulan Mei 2016 hingga Oktober 2017), sebelum mendapat tugas baru pada

saat ini, memahami betul kondisi riil di lapangan. Peneliti pada saat menjabat sebagai

pimpinan di jajaran Polres sering mendapat berbagai “curhat” dari anggota terkait

pelaksanaan tugas di lapangan, yang pada prinsipnya sarana dan perlengkapan kerja kurang

memadai, kondisi geografis yang tidak mengenakkan, jarak tempuh antara tempat tinggal

dan tempat dinas yang jauh. Selain itu kurangnya jumlah personel polisi sehingga terdapat

ketidakseimbangan antara rasio polisi : masyarakat.Rasio ideal jumlah personil Polri adalah

1 : 300, sementara di Kabupaten Semarang rasio nya masih 1 : 1.023. Hal ini dapat

dijelaskan dengan melihat jumlah penduduk Kabupaten Semarang sampai akhir tahun 2016

sebanyak 961 421 sedangkan personil Polres hanya 940.

5
Tabel 1

Jumlah Penduduk Kabupaten Semarang Tahun 2016

NO KECAMATAN JUMLAH PENDUDUK 2016


1 Getasan 49 407
2 Tengaran 65 246
3 Susukan 43 503
4 Kaliwungu 26 477
5 Suruh 60 330
6 Pabelan 38 178
7 Tuntang 62 521
8 Banyubiru 41 319
9 Jambu 37 887
10 Sumowono 31 192
11 Ambarawa 59 598
12 Bandungan 54 965
13 Bawen 57 900
14 Bringin 41 770
15 Bancak 20 292
16 Pringapus 51 772
17 Bergas 71 411
18 Ungaran Barat 77 758
19 Ungaran Timur 69 895

Jumlah 961 421


Sumber : BPS Kabupaten Semarang 2017

Polisi juga harus siaga 24 jam, setiap saat ketika panggilan datang harus cepat dan

tanggap, fasilitas asrama polisi juga tidak memadai, beberapa polsek tidak memiliki asrama

bagi anggotanya sehingga ketika terjadi peristiwa darurat maka tidak bisa langsung

secepatnya menuju lokasi sehingga berpengaruh pada kurangnya pengakuan dan apresiasi

dari masyarakat. Beberapa polisi juga mengeluhkan banyak kasus yang berhasil ditangani

menjadi berubah ketika sampai pada tahap peradilan.

Beberapa faktor di atas merupakan bagian dari terpenuhi atau tidaknya kepuasan

kerja Jika kondisi ini dibiarkan terus berlanjut maka pelaksanaan tugas dapat terganggu.

Kondisi ini pula yang dapat menghambat terwujudnya Perilaku Keanggotaan

Organisasional, sebagai kontribusi individu dalam melebihi tuntutan peran di tempat kerja
6
atau menjalankan tugas di luar tugas pokok dan fungsi. Sementara Polisi di mata

masyarakat harus mampu memberikan pelayanan secara maksimal kepada masyarakat.

Polisi bekerja secara profesional sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi), namun demikian

polisi senantiasa dituntut menjalakan tugas lebih di luar tupoksinya karena terbatas personil,

denga ntugas Polri yang begitu banyak. Kenyataan dimana personil menjalankan tugas

diluar tupoksi inilah yang secara teori disebut dengan Perilaku Keanggotaan Organisasional.

Sebagai contoh polisi yang bukan merupakan anggota polantas, tiap pagi maupun saat – saat

tertentu ikut melaksanakan tugas mengatur lalu-lintas agar tidak terjadi kemacetan. Pada sisi

lain tugasnya sendiri bukan sebagi polisi lalu lintas. Namun tidak banyak masyarakat yang

tahu hal ini. Untuk itulah peneliti tertarik melakjukan penelitian terkait dengan kepuasan

kerja yang mendukung terwujudnya Perilaku Keanggotaan Organisasional.

I.3. Perumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang permasalahan serta beberapa identifikasi masalah,

peneiti akan mengupas terkait dengan kepuasan kerja yang secara teori mampu untuk

mewujudkan Perilaku Keanggotaan Organisasional.

Perumusan masalah pada penilitian ini adalah sejauh mana peran kepuasan kerja

dalam mendukung terciptanya Perilaku Keanggotaan Organisasional bagi personil

Kepolisian Resort Semarang ?

I.4. Tujuan

Tujuan penelitian ini untuk melihat beberapa hal , meliputi :

1. Untuk mengetahui hal apa saja yang menjadi penguat kepuasan kerja pada personil

Kepolisian Resort Semarang

7
2. Untuk mengetahui sejauh mana peran kepuasan kerja dapat membangun dan

meningkatkan Perilaku Keanggotaan Organisasional bagi personil Kepolisian Resort

Semarang.

I.5. Kegunaan

Hasil akhir penelitian ini diharapkan memberikan kegunaan secara teoritis dan

praktis :

1. Kegunaan teoritis

Penelitian ini dilakukan dengan harapan akan memperkaya konsep tentang peran

kepuasan kerja dan Perilaku Keanggotaan Organisasional.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini dilakukan dengan harapan bisa memberikan kontribusi bagi Kepolisian

Resort Semarang untuk mewujudkan personil Polri yang profesional dalam

menjalankan tugas pokok dan fungsi organisasi.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

No. Nama Jurnal, Volume, Edisi, Masalah Penelitian, Tujuan Persamaan dengan Perbedaan dengan
Issue Penulis/ Penelitian, Teori, Model Utama, Penelitian Penulis Penelitian Penulis
Author Metode Penelitian, Teknik Analisis
1. Judul : Agus Masalah Penelitian : Penelitian mengamati 1. Penelitian ini
Organizational Citizenship Triyanto Penelitian ini secara empiris dan menggunaan dua menggunakan
Behaviour(OCB) menindaklanjuti penelitian yang teori yang sama terkait metode kuantitatif
danPengaruhnyaTerhadapKeinginan dilakukan Douglas (2002); Khalid & OCB dan Kepuasan 2. Lokus penelitian
Keluar danKepuasan Kerja Ali (2005) dengan sampel yang Kerja ini berada pada
Karyawan berbeda. Penelitian ini dimaksudkan oganisasi privat
untuk membuktikan pengaruh OCB
Asal : terhadap kepuasan kerja dan keinginan
Jurnal Manajemen, Vol.7, No.4, Mei keluar karyawan
2009
Tujuan Penelitian :
mengkaji OCB dan pengaruhnya
terhadap keinginan keluar dan
kepuasan kerja

Teori/ Model Utama :


OCB oleh Bateman & Organ et al.
(1983), Turnover oleh Poza &
Hennerberger (2002) dan kepuasan
kerja Locke (1976)

Metode Penelitian :
Pendekatan Kuantitatif

1
Teknik Analisis :
Regresi
2. Judul : Vidya Dessy Masalah Penelitian : Persamaan : Perbedaan :
Hubungan Antara Organizational Budi keinginan untuk memajukan organisasi Tedapat bahasan Variabel OCB pada
Citizenship Behaviour (OCB) dan Prihandini dan mempunyai kesamaan rasa yang tentang OCB penelitian ini menjadi
Kohesivitas Kelompok Dengan bisa ditunjukkan melalui perilaku kerja variabel bebas yang
Iklim Organisasi karyawan berhubungan dengan
variabel terikat yaitu
Tujuan Penelitian : iklim kerja dalam
Asal : Melihat hubungan antara : kancah organisasi
Journal Program Studi Psikologi, 1. OCB dengan kohesivitas privat.
Universitas Brawijaya Malang kelompok. Apabila dibandingkan
2. kohesivitas kelompok dengan dengan peneiltian ini,
iklim organisasi. perspektif yang
3. OCB dan kohesivitas kelompok digunakan adalah
dengan iklim organisasi? penelitian kualitatif
yang berupaya untuk
Metode Penelitian : menggali informasi
Deskriptif Kuantitatif secara mendalam
Teori Utama : dukungan kepuasan
Konsep mengenai OCB oleh Organ kerja terhadap OCB
(1983), Kohesivitas kelompok oleh dalam lingkup
Forsyth (2010) dan Iklim organisasi organisasi publik
oleh Hart

Teknik Analisis :
Analisis regresi menggunakan koefisien
korelasi product-moment Pearson
.3 Judul : Unika Masalah Penelitian : Persamaan : Perbedaan :
Hubungan Antara Iklim Organisasi Prihatsanti ; Guru memiliki tugas utama sebagai Organisasi yang diteliti Hasil penelitian
&Organizational Kartika Sari pengajar dan pendidik. Namun adalah organisasi menunjukkan bahwa

2
Citizenship Behavior (OCB) Pada Dewi demikian terdapat kegiatan lain yang publik dan menjalanan ada hubungan yang
Guru SD Negeri di harus dijalankan misalnya menjadi pelayanan dalam hal ini sangat signifikan
Kecamatan Mojolaban Sukoharjo anggota panitia kegiatan sekolah, pelyanan pendidikan antara variabel iklim
menjalankan tugas sebagai ’ibu’ organisasi dan
Asal : disekolah bagi siswa, menghadapi Organizational
Jurnal Psikologi Undip Vol. 7, No. masalah kenakalan anak-anak dan lain Citizenship Behaviour
1, April 2010 sebagainya. Seringkali pekerjaan harus (OCB).
dilakukan diluar jam kerja, yang berarti Apabila dibandingkan
pula bahwa pekerjaan sebagai guru dengan penelitian
adalah pekerjaan yang kompleks . yang akan dilakukan
dalam tesis ini,
Tujuan Penelitian : perbedaaanya pada
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengambilan data
hubungan antara iklim organisasi dan yang dilakukan. Tesis
Organizational Citizenship Behaviour yang disusun ini akan
(OCB) pada guru SD Negeri di melakukan eksplorasi
Kecamatan Mojolaban Sukoharjo. melalui wawancara
Metode Penelitian : terkait Kepuasan kerja
Pendekatan Kuantitatif dalam mendukung
OCB
Teori Utama :
Teori utama yang menjadi referensi
antara lain : OCB oleh Organ dan
Schults (2006) dan Iklim Organisasi
oleh Luthans (1998).

Teknik Analisis :
Analisis kuantitatif korelasional.

4. Judul : Merry Masalah Penelitian : Persamaan : Perbedaan :


Pengaruh Komitmen Organisasi Ristiana M, Rumah Sakit Bhayangkara Trijata Lokasi penelitian Apabila dibandingkan
Dan Kepuasan Kerja Terhadap Denpasar yang saat ini berstatus Badan merupakan organisasi dengan peneiltian ini,

3
Organizational Citizenship LayananUmum harus dapat publik perspektif yang
Behaviour (OCB) Dan Kinerja meningkatkan kinerjanya, selain digunakan pada
Karyawan dikarenakan untuk mempertahankan penelitian Merry
Rumah Sakit Bhayangkara Trijata status Badan Layanan Umum juga pendekatan yang
Denpasar untuk dapat ber-saing dengan Rumah digunakan adalah
sakit sejenis lainnya. pendekatan penelitian
Asal : kuantitatif dimana
DIE, Jurnal Ilmu Ekonomi & OCB merupakan
Manajemen Tujuan Penelitian : variabel moderator
Januari 2013, Vol. 9 No.1, hal. 56- untuk mengetahui pengaruh komitmen yang berpengaruh
70 organisasi dan kepuasan kerja terhadap pada kinerja karyawan
OCB dan kinerja karyawan Rumah sedangkan dalam
Sakit Bhayangkara Trijata Denpasar. penelitian ini
menggunakan
Metode Penelitian : pendekatan penelitian
Metode yang digunakan explanatory kualitatif yang
research yang akan membuktikan berupaya untuk
pengaruh dan hubungan antara menggali informasi
independent variabel dan dependent secara mendalam
variabel. dukungan kepuasan
kerja terhadap OCB
Teori Utama : dalam lingkup
Komitmen organisasi oleh Mowday; organisasi publik
Steers; Porter (1982), kepuasan kerja
oleh Luthans dan Spector, OCB oleh
Bateman & Organ (1996) dan kinerja
karyawan oleh Robert L.Mathis dan
John H. Jackson (2001).

Teknik Analisis :
Membuktikan pengaruh dan hubungan
antara independent variabel dan

4
dependent variabel
5. M. Isa Masalah Penelitian : Persamaan : Perbedaan :
Anshori Rendahnya perhatian atasan Meneliti tentang Tesis yang disusun ini
Judul : terhadap bawahan menimbulkan kepuasan dan OCB akan melakukan
Relasi Komitmen Organisasi Dan perasaan pada anggota eksplorasi melalui
Kepuasan Kerja kekecewaan karyawan. Hubungan organisasi wawancara terkait
Terhadap Organizational atasan kepuasan kerja dalam
Citizenship Behavior (OCB) (Studi dengan bawahan bersifat formal dan mendukung OCB
Kasus di Poltekkes Surabaya), mekanistis sehinga kurang memberikan sedangkan pada
motivasi intrinsik bagi karyawan penelitian Anshori
Asal : pendekatan yang
jurnal.stietotalwin.ac.id/2011 Tujuan Penelitian : digunakan adalah
Untuk mengetahui hubungan kepuasan penelitian kuantitatif
kerja dan komitmen organisasi dengan dengan lokus
OCB di Politeknik Kesehatan Surabaya perguruan tinggi yang
berbeda karakteristik
Metode Penelitian : dengan organisasi
Pendekatan Kualitatif dengan Studi Polres
Longitudinal

Teori Utama :
Teori utama yang menjadi referensi
antara lain : OCB oleh oleh Williams
and Anderson (1991), komitmen
organisasi oleh Mowday; Steers; Porter
(1982) dan kepuasan kerja oleh Luthans
dan Spector. (2006)

Teknik Analisis :
Kuantitatif korelasional.

6. Judul : Anik Masalah Penelitian : Persamaan : Perbedaan :

5
Spiritualitas Dan Kepuasan Kerja Herminingsih Perguruan Tinggi perlu Sama-sama meneliti Herminingsih
Sebagai FaktorOrganizational mengembangkan perilaku OCB di OCB mengarah pada
Citizenship Behavior (OCB) antara para karyawannya non dosen analisis pengaruh
sehingga tercipta suasana yang kondusif sekaligus hubungan
dalam kegiatan perkuliahan sehingga tingkat spiritualitas,
Asal : tercapai kualitas yang memenuhi tingkat kepuasan
Jurnal Ilmu Ekonomi dan Sosial keinginan dan kebutuhan para terhadap tingkat OCB.
Jilid 1, Nomor 2, November 2012 mahasiswa maupun civitas akademika Sedangkan dalam
hlm. 115-232 Vol. 9 No.1, hal. 56- secara keseluruhan. penelitian ini
70 menggunakan
Tujuan Penelitian : pendekatan penelitian
1. Menganalisis tingkat spiritualitas, kualitatif yang
kepuasan kerja, dan tingkat OCB berupaya untuk
para karyawan non dosen menggali informasi
Universitas Mercu Buana. secara mendalam
2. Menguji dan menganalisis pengaruh dukungan Kepuasan
spiritualitas terhadap kepuasan kerja Kerja terhadap OCB.
karyawan.
3. Menguji dan menganalisis pengaruh
spiritualitas terhadap OCB
karyawan.
4. Menguji dan menganalisis pengaruh
kepuasan erja terhadap OCB
karyawan

Metode Penelitian :
Pendekatan Kuantittatif

Teori Utama :
Teori Efektivitas

Teknik Analisis :

6
Statistik Deskriptif

7
Narasi Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dijadikan referensi adalah penelitian yang terkait

dengan Perilaku Keanggotaan Organisasional dan kepuasan kerja.. Referensi

penelitian terdahulu digunaan untuk memperkaya kajian teori, dan memperjelas

bahwa penelitian penulis berbeda dengan penelitian yang pernah ada sebelumnya.

Terdapat enam jurnal yang disandingkan dengan penelitian penulis untuk dilihat

perbedaan dan persamaan penelitiannya. Berikut Jurnal yang dijadian referensi pada

peneilitian ini

a.Organizational Citizenship Behaviour (OCB) (Perilaku Keanggotaan

Organisasional) dan Pengaruhnya Terhadap Keinginan Keluar dan Kepuasan

Kerja Karyawan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji Perilaku Keanggotaan Organisasional

dan pengaruhnya terhadap keinginan keluar dan kepuasan kerja. Teori Utama

yang digunakan adalah: OCB oleh Bateman & Organ et al. (1983), Turnover oleh

Poza & Hennerberger (2002) dan kepuasan kerja Locke (1976). Analisis yang

digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kuantitatif,

analisis regresi linear Sederhana yang menjelaskan tentang pengaruh variabel

independen Perilaku Keanggotaan Organisasional terhadap variabel dependen

yaitu keingian keluar dan kepuasan kerja

Penelitian Agus Triyanto ini berfokus pada OCB dan pengaruhnya terhadap

keinginan keluar dan kepuasan kerja menggunakan analisis regresi yang

menunjukkan seberapa besar pengaruh OCB pada keinginan keluar dan kepuasan

kerja pada anggota lembaga privat.Apabila dibandingkan dengan tesis ini , pada

tesis ini akan dikaji secara kualitatif tentang fenomena kepuasan kerja dalam

mendukung OCB pada personil Polres Semarang..

1
b.Hubungan Antara Organizational Citizenship Behaviour (OCB) dan Kohesivitas

Kelompok Dengan Iklim Organisasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara OCB, kohesvitas

kelompok, dan iklim organisasi. Teori yang digunakan adalah teori tentang OCB

oleh Organ (1983), Kohesivitas kelompok oleh Forsyth (2010) dan Iklim

organisasi oleh Hart. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode

survey, teknik analisis data secara kuantitatif dengan sampel cluster sampling

(sampling area) menggunakan koefisien korelasi product-moment Pearson dan

perhitungan regresi sederhana

Variabel OCB pada penelitian yang dilakukan oleh Vidya Dessy Budi Prihandini

ini menjadi variabel bebas yang berhubungan dengan variabel terikat yaitu iklim

kerja dalam kancah organisasi privat. Apabila dibandingkan dengan peneiltian

penulis, perspektif yang digunakan adalah penelitian kualitatif yang berupaya

untuk menggali informasi secara mendalam dukungan kepuasan kerja terhadap

OCB dalam lingkup organisasi publik.

c.Hubungan Antara Iklim Organisasi & Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Pada Guru SD Negeri di Kecamatan Mojolaban Sukoharjo.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara iklim organisasi dan

Organizational Citizenship Behaviour (OCB) pada guru SD Negeri di

Kecamatan Mojolaban Sukoharjo.Guru memiliki tugas utama sebagai pengajar

dan pendidik. Namun demikian terdapat kegiatan lain yang harus dijalankan

misalnya menjadi anggota panitia kegiatan sekolah, menjalankan tugas sebagai

’ibu’ disekolah bagi siswa, menghadapi masalah kenakalan anak-anak dan lain

sebagainya. Seringkali pekerjaan harus dilakukan diluar jam kerja, yang berarti

2
pula bahwa pekerjaan sebagai guru adalah pekerjaan yang kompleks . Penelitian

dilaksanakan dengan menggunakan metode survey, teknik analisis data secara

kuantitatif dengan sampel cluster sampling (sampling area) menggunakan

koefisien korelasi product-moment Pearson dan perhitungan regresi sederhana

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Unika Prihatsanti dan Kartika Sari Dewi

menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara variabel iklim

organisasi dan Organizational Citizenship Behaviour (OCB).

Apabila dibandingkan dengan penelitian yang akan dilakukan dalam tesis ini,

perbedaaanya pada pengambilan data yang dilakukan. Tesis yang disusun ini akan

melakukan eksplorasi melalui wawancara terkait Kepuasan kerja dalam

mendukung OCB.

d.Pengaruh Komitmen Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Organizational

Citizenship Behaviour (OCB) Dan Kinerja Karyawan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komitmen organisasi dan

kepuasan kerja terhadap OCB dan kinerja karyawan Rumah Sakit Bhayangkara

Trijata Denpasar.

Teori utama yang digunakan adalah teori komitmen organisasi oleh Mowday;

Steers; Porter (1982), kepuasan kerja oleh Luthans dan Spector, OCB oleh

Bateman & Organ (1996) dan kinerja karyawan oleh Robert L.Mathis dan John

H. Jackson (2001).Metode yang digunakan explanatory research yang akan

membuktikan pengaruh dan hubungan antara independent variabel dan

dependent variabel.

3
Apabila dibandingkan dengan peneiltian ini, perspektif yang digunakan pada

penelitian Merry Ristiana M pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

penelitian kuantitatif dimana Perilaku Keanggotaan Organisasional merupakan

variabel moderator yang berpengaruh pada kinerja karyawan sedangkan dalam

penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yang berupaya untuk

menggali informasi secara mendalam dukungan kepuasan kerja terhadap Perilaku

Keanggotaan Organisasional dalam lingkup organisasi publik dalam hal ini Polres

Semarang

e.Relasi Komitmen Organisasi Dan KepuasanKerja Terhadap Organizational

Citizenship Behavior (OCB) (Studi Kasus di Poltekkes Surabaya),

Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan kepuasan kerja dan komitmen

organisasi dengan OCB di Politeknik Kesehatan Surabaya. Teori utama yang

menjadi referensi antara lain : OCB oleh oleh Williams and Anderson (1991),

komitmen organisasi oleh Mowday; Steers; Porter (1982) dan kepuasan kerja

oleh Luthans dan Spector. (2006) Metode yang digunakan adalah dengan

pengumpulan data guna dilakukan analisis kuantitatif korelasional.

Tesis yang disusun oleh M. Isa Anshori lebih pada penelitian secara kuantitatif

melalui perhitungan korelasinal . Apabila dibandingan dengan penelitian ini,

akan melakukan eksplorasi melalui wawancara terkait kepuasan kerja dalam

mendukung OCB sedangkan pada penelitian Anshori pendekatan yang digunakan

adalah penelitian kuantitatif dengan lokus perguruan tinggi yang berbeda

karakteristik dengan organisasi Polres Semarang.

4
f.Spiritualitas Dan Kepuasan Kerja Sebagai Faktor Organizational Citizenship

Behavior (OCB)

Tujuan penelitian secara umum adalah untuk menganalisis tingkat spiritualitas,

tingkat kepuasan, dan tingkat OCB para karyawan. Tujuan khusus penelitian

adalah untuk menganalisis dan menguji pengaruh spiritualitas dan kepuasan kerja

terhadap OCB karyawan non-dosen di Universitas Mercu Buana.Teori utama

adalah OCB oleh Smith, Organ dan Near (1983), spiritualitas oleh Robbins

(2006) dan kepuasan kerja oleh Lokce (2011).

Peneiltian Herminingsih ini mengarah pada analisis pengaruh sekaligus hubungan

tingkat spiritualitas, tingkat kepuasan terhadap tingkat OCB. Sedangkan dalam

penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yang berupaya untuk

menggali informasi secara mendalam dukungan kepuasan kerja terhadap OCB

dalam lingkup organisasi publik yaitu Polres Semarang dengan menggunakan

metode penelitian kualitatif.

5
2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1. Organizational CitizenshipBehavior (OCB) atau Perilaku Keanggotaan

Organisasional

Organisasi dapat didefinisikan sebagai hubungan-hubungan yang

terpolakan di antara orang – orang berurusan dengan aktivitas-aktivitas

ketergantungan yang diarahkan pada suatu tujuan tertentu ( Wexley & Yuki,

2003 : 13). Dalam upaya pencapaian tujuan organisasi dengan sumber daya

manusia yang ada di dalamnya, diperlukan pemahaman adanya perbedaan

pada masing-masing individu sebagai anggota organisasi. Perbedaan yang

dimiliki oleh masing-masing individu seperti : jenis kelamin, usia, tingkat

pendidikan, keterampilan yang dimiliki, kepribadian, sikap, kebutuhan atau

kepentingan serta status sosial seseorang.

Perbedaan persepsi dan pandangan dari masing-masing orang di dalam

organisasi mestinya dapat dikelola agar dapat memberikan kontribusi pada

organisasi. Masing – masing orang dalam organisasi sudah pasti dengan

sendirinya masuk dalam suatu kelompok. Kelompok dalam organisasi terbagi

menjadi kelompok formal dan informal. Kelompok formal nampak pada

struktur organisasi yang sudah ditetapkan secara dengan bagan organisasi yang

semua anggota organisasi mengetahuinya. Sedangkan kelompok informal

hidup sebagai subkultur yang relative berkuasa atau dominan dalam organisasi

(Wexley & Yuki, 2003 : 163). Aspek formal dari organisasi tersebut

berlangsung mengikuti apa yang terproses pada aspek-aspek informal. Dalam

kaitan dengan hal tersebut, seorang pemimpin diharapkan akan mempunyai

perhatian dan kepekaan yang tinggi terhadap proses dan permasalahan pada

tataran organisasi yang informal tersebut.

6
Kelompok informal dalam suatu organisasi memiliki kecenderungan

mempengaruhi setiap langkah kerja organisasi. Hal ini dikatakan oleh Wexley

& Yuki bahwa kelompok-kelompok informal memberikan garis-garis besar

tentang perilaku apa yang dapat diterima, seperti cara yang ‘benar”

berpakaian, menentukn lambing-lambang bahasa dialek, baik dalam hubungan

kerja maupun menyatakan keluhan (2003 : 164). Hal tersebut membawa

konsekuensi dalam menjalanakan tugas, anggota organisasi lebih memiliki

kondisi efektif dengan adanya dukungan kondisi organisasi yang memiliki

kelompok informal.

Organisasi dan kinerja pegawai di dalamnya memiliki dinamika yang

cukup memberi warna dalam kehidupan organisasi tersebut terkait dengan

kinerja. Kinerja pegawai dalam kenyataan tidak lagi mengandalkan perilaku

formal (in role behavior) akan tetapi memperhatikan pula perilaku informal

(extra role behavior). Perilaku in role menitikberatkan pada menjalankan

tugas yang secara formal menjadi tanggung jawabnya, sedangkan extra role

lebih pada perilaku saling menolong dan mendukung pada masing – masing

pegawai atau anggota organisasi. Perilaku extra role secara teoritis dikenal

dengan Perilaku Keanggotaan Organisasional. Perilaku Keanggotaan

Organisasional oleh Organ dimaknai sebagai bentuk perilaku yang

merupakan pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengan sistem

reward formal organisasi tetapi secara bersamaan dapat meningkatkan

efektivitas organisasi (dalam Seniati, 2004 : 106).

Pendapat lain tentang Perilaku Keanggotaan Organisasional

merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja

formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut

7
secara efektif (Robbins & Judge 2015 : 40). Perilaku informal dalam

organisasi Nampak pada pola pergaulan dan interaksi antar anggota organisasi.

Kefektifan kerja organisasi tentunya akan tercapai apabila adanya tim

(kelompok) kerja. Di dalam menjalankan tugasnya, inti dari tim kerja terdiri

atas tiga komponen penting, yaitu komitmen bersama, saling percaya dan

saling menghormati (Ilyas, 2011 : 1). Ketiga hal tersebut menjadi pijakan

untuk membangun kelompok atau tim kerja yang tangguh dalam pencapaian

tujuan organisasi.

Organ dkk menjelaskan bahwa Perilaku Keanggotaan Organisasional

merupakan perilaku yang berdasarkan kesukarelaan yang tidak dapat

dipaksakan pada batas-batas pekerjaan dan tidak secara resmi menerima

penghargaan tetapi mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan

produktivitas dan keefektifan organisasi (2006 :139). Perilaku semacam ini

sudah barang tentu tidak berimplikasi pada imbalan secara langsung (honor),

namun lebih kepada membangun kekompakkan dalam organisasi. Perilaku

Keanggotaan Organisasional juga mengisyaratkan adanya perilaku pegawai

yang bekerja melebihi apa yang menjadi tugas pokoknya, dengan tujuan

membantu teman kerja secara sukarela.

Pada sisi lain Podsakoff et al. (2000), Perilaku Keanggotaan

Organisasional dapat mempengaruhi keefektifan organisasi karena beberapa

alasan, meliputi :

 Perilaku Keanggotaan Organisasional dapat membantu meningkatkan

produktivitas rekan kerja.

8
 Perilaku Keanggotaan Organisasional dapat membantu meningkatkan

produktivitas manajerial.

 Perilaku Keanggotaan Organisasional dapat membantu mengefisienkan

penggunaan sumberdaya organisasional untuk tujuan-tujuan produktif.

 Perilaku Keanggotaan Organisasional dapat menurunkan tingkat

kebutuhan akan penyediaan sumberdaya organisasional untuk tujuan-

tujuan pemeliharaan karyawan.

 Perilaku Keanggotaan Organisasional dapat dijadikan sebagai dasar yang

efektif untuk aktivitas-aktivitas koordinasi antara anggota-anggota tim

dan antar kelompok-kelompok kerja.

 Perilaku Keanggotaan Organisasional dapat meningkatkan kemampuan

organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan SDM-SDM handal

dengan memberikan kesan bahwa organisasi merupakan tempat bekerja

yang lebih menarik. Ketujuh, Perilaku Keanggotaan Organisasional

dapat meningkatkan stabilitas kinerja organisasi.

 Perilaku Keanggotaan Organisasional dapat meningkatkan kemampuan

organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungan

bisnisnya.

Perilaku Keanggotaan Organisasional nampaknya sangat penting dan

sangat diharapkan untuk berkembang, terutama agar dapat mendukung

organisasi untuk mampu bertahan dalam menghadapi berbagai masalah, baik

dalam masa transisi maupun perkembangannya. Perilaku Keanggotaan

Organisasional, menurut Borman (2002) mempunyai dimensi-dimensi :

 Dukungan pribadi (Personal Support), meliputi :

a. Perilaku menolong (Helping)

9
b. Kerjasama (Cooperation)

c. Motivasi (Motivating)

 Dukungan Organisasional (Organizational Support), meliputi :

a. Perwakilan (Representing)

b. Loyalitas (Loyalty)

c. Pemeliharaan / Pelaksanaan (Compliance)

 Inisiatif Diri (Conscientious Initiative), meliputi :

a. Keteguhan (Persistence)

b. Inisiatif (initiative)

c. Pengembangan Diri (Self Development)

Selama masa transisi, ketika orang–orang menyesuaikan dengan

perubahan, mereka cenderung kurang termotivasi karena timbul berbagai

masalah. Pada saat ini perubahan cenderung menjadi objek kritik, kecaman,

dan bahkan mungkin mengalami kegagalan.. Aktivitas yang dapat dilakukan

untuk membangun dukungan menurut Davis & Newstrom (2002:236 – 240)

antara lain:

a. Memanfaat kekuatan kelompok

Perubahan yang efektif berfokus pada kelompok dan individu, kelompok

merupakan alat untuk menimbulkan tekanan kuat terhadap anggotanya

untuk berubah. Perilaku seseorang tertanam kuat dalam kelompoknya,

sehingga perubahan kekuatan kelompok akan menimbulkan perilaku

individu. Gagasan yang dimunculkan disini adalah membantu kelompok

bekerja sama dengan pimpinan untuk menimbulkan perubahan yang

diinginkan.

10
b. Kepemimpinan bagi perubahan

Kepemimpinan yang cakap memperkuat iklim dukungan psikologis bagi

perubahan. Pemimpin menyajikan perubahan atas dasar kebutuhan situasi

yang nirpribadi dan bukan atas dasar pribadi. Pemimpin harus mampu

memberikan pengertian kepada bawahannya secara bijaksana menimbang

masing – masing karakter yang dimilki anggotanya serta dapat membawa

pada kondisi yang harmonis dalam organisasi.

c. Partisipasi

Cara mendasar untuk membangun dukungan bagi perubahan

adalah melalui partisipasi. Partisipasi mendorong pegawai untuk

membahas, berkomunikasi, mengajukan saran, dan tertarik pada

perubahan. Partisipasi yang diharapkan adalah adanya unsur ketertarikan

dan bukan karena keterikatan, kesadaran yang penuh dari anggota untuk

senantiasa memberikan segenap kemampuan dan inovasi yang

memberikan manfaat pada proses perubahan.

d. Imbalan Bersama

Dalam proses perubahan, membangun dukungan dapat dilakuykan denga

pemberian imbalan. Imbalan yang dimaksud disini dapat berupa

peningkatan gaji ataupun pemberian imbalan yang lainnya, seperti :

promosi, dukungan emosional, pelatihan ketrampilan, pengakuan dari

pimpinan serta hal lainnya yang sifatnya dapat memberikan motivasi pada

para anggota untuk memberikan dukungan dalam masa transisi perubahan

organisasi.

11
e. Rasa Aman Pegawai

Disamping imbalan, rasa aman pada anggota organisasi perlu

diperhatikan. Adanya jaminan kedudukan yang dapat lebih baik,

senioritas, gaji yang tidak menyusut dari gaji sebelumnya, kesempatan

untuk maju, serta hal lain yang dapat memberikan rasa aman pada anggota

organisasi pada masa transisi dalam proses perubahan organisasi.

f. Komunikasi

Komunikasi merupakan kunci dari semua kegiatan dalam organisasi.

Komunikasi merupakan alat yang sangat penting guna memberikan arah

pengertian yang sama baik antar anggota, anggota dengan pimpinan,

maupun organisasi dengan lingkungan dimana organisasi itu berada dan

memiliki kepentingan dengan lingkungan tersebut.

g. Bekerja sama dengan serikat pekerja

Dalam pelaksanaan fungsinya, pimpinan adalah pemrakarsa

perubahan. Serikat pekerja adalah pemegang kendali kontrol kinerja

pimpinan terhadap perilakunya pada anggota organisasi. Kerja sama antar

pimpinan dengan serikat pekerja dilakukan agar dari pihak serikat pekerja

dapat memberikan dorongan yang positif pada anggota untuk dapat

mendukung adanya perubahan yang dilakukan.

h. Bekerja dengan sistem secara keseluruhan

12
Penolakan perubahan dapat dikurangi dengan membantu para pegawai

menyadari adanya kebutuhan perubahan, berpartisipasi di dalam

perubahan itu, dan memperoleh keuntungan darinya.

2.1.2. Faktor-Faktor Pendukung Perilaku Keanggotaan Organisasional

Untuk dapat meningkatkan Perilaku Keanggotaan Organisasional

anggota organisasi maka sangat penting bagi organisasi untuk mengetahui apa

yang menyebabkan timbulnya atau meningkatnya Perilaku Keanggotaan

Organisasional. Konovsky dan Organ, (1996); Organ et al, (2006); Organ dan

Ryan, (1995);. Podsakoff et al, (2000) mengkategorikan faktor yang

mempengaruhi Perilaku Keanggotaan Organisasional terdiri dari perbedaan

individu; sikap pada pekerjaan sikap dan variabel kontekstual. Perbedaan

individu termasuk sifat yang stabil yang dimiliki individu. Beberapa perbedaan

individu yang telah diperiksa sebagai prekursor untuk Perilaku Keanggotaan

Organisasional meliputi:

- kepribadian (misalnya kesadaran dan keramahan),

- kemampuan,

- pengalaman,

- pelatihan,

- pengetahuan,

- ketidakpedulian dengan penghargaan, dan

- kebutuhan untuk otonomi

(Podsakoff et al., 2000);

- Motivation (Folger, 1993),

13
- kepribadian (Smith et al., 1983; Van Dyne et al., 1994; Organ and

Lingl, 1995; Holmes et al., 2002),

- kebutuhan (Schnake, 1991), dan

- Nilai individu (Burton, 2003),

Pada sumber lain disebutkan bahwa faktor yang diduga mempengaruhi

Perilaku Keanggotaan Organisasional antara lain :

- Komitmen organisasi (O’Reilly and Chatman, 1986; Eisenberger et

al., 1990; Organ, 1990; Truckenbrodt, 2000),

- persepsi kepemimpinan dan

- dukungan organisasi, (Farh et al., 1990; Niehoff and Moorman,

1993; Smith et al., 1983; Van Dyne et al., 1994; Podsakoff et al.,

2000),

- person organization fit (de Lara, 2008),

- Kepuasan kerja (Smith et al., 1983; Bateman and Organ, 1983;

Moorman, 1993; Murphy et al., 2002), Psychological contract

(Coyle-Shapiro, 2002; Turnley et al., 2003),

- persepsi keadilan / Perception of fairness (Moorman et al., 1993;

Tepper and Taylor, 2003) and justice and organizational justice

(Moorman, 1991; Sheppard et al., 1992; Eskew, 1993; Tansky,

1993; Skarlicki and Latham, 1996).

Perilaku Keanggotaan Organisasional yang secara sederhana sebagai peran

membantu rekan kerja diluar tugas formalnya memiliki beberapa dimensi yang

memperjelasnya. Organ et al. menjelaskan bahwa Perilaku Keanggotaan

Organisasional mempunyai lima dimensi, anatara lain :

14
a. Altruism (Perilaku Menolong)

Perilaku menolong teman atau rekan kerjanya dalam menyelesaikan

tugas yang belum terselesaikan.

b. Conscientiousness (Kepatuhan)

Perilaku sukarela yang bukan merupakan kewajiban yang harus dilakukan

oleh anggota organisasi.

c. Sportsmanship (Sportifitas)

Perilaku anggota organisasi yang memiliki toleransi terhadap keadaan

yangkurang sesuai dengan dirinya dalam organisasi tanpa mengajukan

keluhan atau protes.

d. Courtessy (Kesopanan)

Perilaku anggota organisasi dalam menjaga hubungan baik dengan rekan

kerjanya agar terhindar dari masalah – masalah interpersonal. Dimensi ini

mencakup perilaku menghargai orang lain. Anggota organisasi akan lebih

sopan dan dapat bekerja sama dengan rekan kerja yang lain sehingga akan

menciptakan iklim kerja yang positif.

e. Civic Virtue (Tanggung Jawab sebagai Anggota Organisasi)

Perilaku anggota organisasi yang mencerminkan tanggung jawab pada

organisasi. Dimensi ini mengarah pada tanggung jawab yang diberikan

organisasi kepada seorang untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaan

yang ditekuni. Tanggung jawab yang dimaksud meliputi mengikuti

perubahan dalam organisasi, mengambil inisiatif untuk mengusulkan cara

15
operasi atau prosedur organisasi yang dapat diperbaiki, dan melindungi

sumber-sumber yang dimiliki oleh organisasi (2006 :251).

Dimensi – dimensi yang telah dijelaskan di atas melatar belakangi

adanya faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Keanggotaan

Organisasional . Lebih jauh dikatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi munculnya Perilaku Keanggotaan Organisasional adalah:

a. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja seringkali didefinisikan sebagai agregasi terukur dari

sikap terhadap berbagai aspek dari domain pekerjaan.

b. Keadilan yang dirasakan dalam organisasi

Keadilan yang dirasakan dalam organisasi merupakan variabel

moderatyang menghubungkan antara kepuasan kerja dengan Perilaku

Keanggotaan Organisasional itu sendiri.

c. Komitmen Afektif

Terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi Perilaku Keanggotaan

Organisasional pada anggota organisasi.

d. Kepribadian

Efek kepribadian terhadap Perilaku Keanggotaan Organisasional tidak

terjadi secara langsung akan tetapi merupakan efek kepribadian terhadap

sikap kerja yang nantinya mempengaruhi Perilaku Keanggotaan

Organisasional .

16
e. Kepemimpinan dalam organisasi.

Kepemimpinan dalam organisasi sangat berpengaruh terhadap

perilakuyang dimunculkan oleh individu dalam organisasi.

f. Karakteristik Tugas

Karakteristik tugas memiliki hubungan yang positif dengan Perilaku

Keanggotaan Organisasional pada anggota organisasi. Didalamnya meliputi

autonomi, signifikansi, feedback, identitas,rutinitas, interdependensi tugas,

interdependensi tujuan, dan secara intrinsikmencapai kepuasan tugas itu

sendiri.

g. Karakteristik kelompok

Terdapat sejumlah karakteristik kelompok yang mempengaruhi

Perilaku Keanggotaan Organisasional diantaranya kekohesifan kelompok,

kualitas hubungan antar anggota kelompok (team-member exchange),

potensi kelompok dan penerimaan dukungan kelompok.

h. Karakteristik organisasi

Faktor utama lain yang juga mempengaruhi Perilaku Keanggotaan

Organisasional adalah karakteristik organisasi, yang meliputi formalisasi

dan infleksibilitas, jarak antara pegawai dan individu lain di organisasi,

dukungan organisasi yang diterima, serta kendala organisasional.

(Organ et a, .2006 : 66-90)

17
Berbagai macam kegiatan organisasi membutuhkan keterlibatan

anggota organisasi secara total. Bateman dan Organ berpendapat bahwa

Perilaku Keanggotaan Organisasional akan memperlancar interaksi sosial di

dalam organisasi, walaupun tidak secara langsung dianggap sebagai tugas

yang harus dikerjakan. (2006 :244). Interaksi social di adalam organisasi

dengan adanya Perilaku Keanggotaan Organisasional akan lebih erat terjalin

karena satu sama lain anggota organisasi sangat membutuhkan dalam

penyelesaian tugas dan tanggung jawab dalam organisasi.

Pendapat lain dikemukakan oleh Luthans , bahwa Perilaku

Keanggotaan Organisasional adalah bentuk perilaku dan sikap yang

menguntungkan organisasi yang tidak bisa ditumbuhkan dengan basis

kewajiban peran formal maupun dengan bentuk kontrak atau rekompensasi

(Luthans, 2006 : 251). Secara sederhana pandangan ini menjelaskan bahwa

dengan adanya Perilaku Keanggotaan Organisasional dalam organisasi,

organisasi akan lebih efektif dalam memberdayakan anggota organisasi karena

sudah terbangun kesadaran untuk saling membantu satu sama lain. Anggota

organisasi menyadari pentingnya kerjasama yang baik terlepas yang

dikerjakan adalah tanggung jawabnya atau bukan tanggung jawabnya.

2.1.3. Kepuasan Kerja

Memahami tentang organisasi sudah barang tentu sekaligus memahami

anggota organisasi di dalamnya. Anggota organisasi yang merupakan individu

yang berbeda satu sama lain merupakan unsure pendukung organisasi yang

sangat memiliki nilai strategis. Pendekatan kepada individu dalam organisasi

18
yang melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sudah barang tentu

memperhatikan pula kepuasan seseorang dalam organisasi. Kepuasan yang

dimaksud terkait dengan kepuasan kerjayang memiliki pengertian sustu

perasaan positif tentang pekerjaan, yang dihasilkan dari suatu evaluasi pada

karakteristik – karakteristiknya (Robbins & Judge, 2015 : 46). Selanjutnya

dikatakan oleh Robbins & Judge, bahwa seseorang dengan tingkat kepuasan

kerja yang tinggi memiliki perasaan yang positif mengenai pekerjaannya,

sedangkan seseorang dengan level yang rendah memiliki perasaan yang

negative (2015 : 46).

Pendapat lain disampaikan oleh Wexley & Yuki, bahwa kepuasan kerja

adalah cara sseorang pekerja merasakan pekerjaanya (2003:129). Pekerja akan

memiliki kepuasan kerja apabila dia merasakan nyaman karena beberapa

factor yang dia rasakan dalam organisasinya. Sementara itu, ukuran kepuasan

seseorang dalam pekerjaan memang memiliki tingkat yang berbeda-beda satu

sama lain. Perbedaan karakteristik pekerjaan merupakan factor yang

menentukan perbedaan kepuasan seseorang terhadap pekerjaannya.Pernyataan

ini secara jelas dikatakan oleh Hacman dan Lawler bahwa beberapa studi

terakhir telah berusaha mengidentifisir dimensi-dimensi penting dari materi

pekerjaan dan mengetahui bagaimana kepuasan pekerja ditentukan bersama-

sama oleh materi pekerjaan dan sifat-sifat individu (dalam Wexley & Yuki,

2003, 146-147).

Beberapa studi telah menemukan bahwa upah merupakan karakteristik

pekerjaan yang menjadi penyebab paling mungkin terhadap ketidakpuasan

(Lawler dalam Wexley & Yuki , 2003 : 150). Seseorang pekerja akan merasa

puas apabila mendapatkan upah yang lebih tinggi dari pekerja lainnya dengan

19
menimbang kapasitas pekerjaan. Pekerja yang rajin akan tidak puas apabila

menerima upah yang sama dengan pekerja lain dalam satu organisasi,

semnetara pekerja yang lain tidak serajin pekerja tersebut. Hal ini merupakan

pertimbangan mendapatkan upah dengan prinsil keadilan. Disis lain kepuasan

pekerja dsamping pertimbangan keadilan, dipengaruhi pula oleh nilai-nilai

pekerja.

Kepuasan pekerja atau anggota organisasi juga akan dapat diwujudkan

apabila adanya karakteristik pemimpin. Hasil dari sebagian studi mengatakan

bahwa memiliki seorang pemimpin yang bijaksana dan tut wuri handayani

barangkali lebih penting bagi pekerja yang rendah dirinya atau pekerjaan-

pekrjaannya tidak menyenangkan dan membosankan (House & Mitchel dalam

Wexley & Yuki, 2003 : 152).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja disebutkan oleh

Wexley dan Yuki adalah : gaji/upah, kondisi kerja, pengawasan, teman kerja,

isi pekerjaan, jaminan kerja, serta kesempatan promosi.Apabila seseorang

merasa puas atau tidak puas dalam menjalankan pekerjaan di dalam

organisasinya, sudah barang tentu akan sangat berpengaruh bagi kinerja

organisasi tersebut. Upaya untuk meningkatkan kepuasan kerja anggota

organisasi sudah menjadi tugas pokok pengambil kebijakan dalam organisasi

agar kinerja organisasi menjadi lebih baik.

20
2.1.4. Kepuasan Kerja Dalam Mendukung Perilaku Keanggotaan

Organisasional

Kepuasan kerja menurut Robbins & Judge , menjadi faktor penentu

utama dari Perilaku Keanggotaan Organisasional . Anggota organisasi yang

puas cenderung tampak berbicara secara positif tentang organisasi (civic

virtue), membantu individu lain (altruism), dan melewati harapan normal

dalam pekerjaan mereka (conscientiousness) (2015 : 40). Anggota organisasi

yang merasa mendapatkan dukungan dari organisasinya, akan membawa

dampak pada tertanamnya persepsi positif anggota organisasi sehinga akan

meningkatkan kepercayaan anggota organisasi dan akan meningkatakan

Perilaku Keanggotaan Organisasional (Organ et.al., 2006 :124).

Kepuasan kerja berhubungan dengan keterlibatan kerja yang

mengukur dimana orang – orang mengidentifikasi secara psikologi dengan

pekerjaannya dan menganggap kinerja mereka yang dihargai penting untuk

nilai diri (Robbins & Judge : 2015 : 46). Anggota organisasi yang memiliki

kepuasan kerja pada organisasi dari pernyataan sebelumnya membawa

konsekuensi munculnya perasaan keterlibatan kerja. Keterlibatan kerja pada

anggota organisasi yang sudah mencapai level tinggi berhubungan positif

dengan Perilaku Keanggotaan Organisasional, ini perilaku kebebasan

menentukan yang bukan bagian dari persyaratan formal pekerjaan tetapi

berkontribusi pada lingkungan psikologis dan sosial tempat kerja serta kinerja

(Robbins & Judge : 2015 : 46-47).

Pembahasan lebih jauh oleh Robbins & Judge dipaparkan tampaknya

logis untuk mengasumsikan kepuasan kerja seharusnya menjadi penentu

utama dari Perilaku Keanggotaan Organisasional. Pekerja yang puas

21
seharusnya akan kelihatan berbicara positif mengenai organisasi, membantu

yang lain, dan melebihi ekspetasi normal dalam pekerjaannnya, mungkin

karena mereka ingin membalas pengalaman positifnya. Konsisten dengan

pikiran ini bukti menyakan bahwa kepuasan kerja berkorelasi moderat dengan

Perilaku Keanggotaan Organisasional, orang-orang yang lebih puas

pekerjaannya lebih mungkin terlibat dalam PERILAKU KEANGGOTAAN

ORGANISASIONAL . Persepsi yang adil membantu menjelaskan hubungan

itu. Mereka yang merasa rekan kerjanya membantu mereka lebih mungkin

terlibat dalam perilaku yang membantu, sedangkan yang memiliki hubungan

antagonistic dengan rekan kerjanya kurang mungkin untuk melakukan

demikian. Individu dengan ciri-ciri kepribadian tertentu juga lebih puas

dengan pekerjaan mereka, yang kemudian mengarahkan mereka untuk terlibat

lebih banyak di Perilaku Keanggotaan Organisasional . Akhirnya, riset

menunjukkan bahwa saat orang dalam suasana hati yang baik, mereka akan

lebih mungkin untuk terlibat dalam Perilaku Keanggotaan Organisasional .

Perilaku sesorang dalam organisasi sedikit banyak sangat dipengaruhi

oleh norma – norma kelompok dan penekanan sosial. Riset atas perilaku

dalam kelompok telah mengidentifikasi dua kategori yang esensial bagi

keberhasilan dan kelangsungan kelompok (Wexley & Yuki : 2003 : 169). Dua

perilaku tersebut meliputi (1) perilaku berorientasi pada tugas, meliputi

perilaku yang membantu kelompok dalam memilih tujuan dan memajukan

dalam pencapaian tujuan, (2) perilaku pemelihara kelompok. Perilaku ini

meliputi segala perilaku yang membantu dalam meningkatkan hubungan antar

pribadi, memelihara jalinan kelompok, serta menyelesaikan konflik diantara

anggota.

22
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, penelitian ini akan mengupas

tentang kepuasan kerja yang diharapkan mampu meningkatkan Perilaku

Keanggotaan Organisasional pada institusi Polres Semarang. Fenomena-

fenomena social organisasi akan peneliti “potret” untuk mendapatkan bahan

telaah secara akademik melalui kkegiatan penelitian ini. Beberapa hal yang

menjadi titik tolak kerangka acuan pragmatis akan menjadi referensi analisis

secara deskriptif dengan menggunakan teknik analisis kualitatif.

23
BAB I I I

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Penelitian akan dilakukan dengan hasil yang bersifat deskriptif – eksploratif.

Penelitian ini akan menggali dan menemukan hal – hal yang terkait dengan kepuasaan

kerja guna mendukung terciptanya Perilaku Keanggotaan Organisasional pada personil

Polres Semarang. Penelitian ini menggunakan metode atau pendekatan kualitatif yang

mengarah pada pendekatan fenomenologis.

Menurut Bogdan dan Taylor (1975) yang dikutip oleh Moleong (2007:4)

mengemukakan bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang dapat diamati. Selanjutnya dijelaskan oleh David Williams (1995) seperti

yang dikutip Moleong (2007:5) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah

pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan

dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah. Penelitian kualitatif

bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan

manusia yang diteliti. Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat

atau kepercayaan orang yang diteliti dan kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka.

24
3.2. Fokus Penelitian

Penelitian ini akan memfokuskan pada peranan Perilaku Keanggotaan

Organisasional citizhenship behavior (ocb) pada personil Polres Semarang.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, akan diungkap secara deskriptif

secara apa adanya melalui wawancara, pengamatan dan dukungan data lainnya.

3.3. Situs / Lokasi Penelitian

Lokasi pada penelitian ini adalah Kepolisian Resort (Polres) Semarang yang

beralamat di Jalan Gatot Jalan Gatot Subroto no. 85, Bandarjo, Ungaran Barat.,

Semarang, Jawa Tengah 50552, Indonesia

3.4. Sumber Data

Untuk memperoleh data di kancah penelitian, peneliti menggunakan pendekatan

dengan cara cbservasi dan wawancara. Metode observasi dilakukan guna mendapatkan

data terkait peranan kepuasaan kerja guna mendukung terciptanya Perilaku

Keanggotaan Organisasional pada personil Polres Semarang. Jenis data yang akan

digunakan adalah data dari hasil wawancara untuk menggali informasi langsung dari

subyek pelaku. Informasi langsung tersebut akan menjadi bahan dalam memberikan

jawaban permasalahan dalam penelitian ini.

Sumber data yang mendukung dalam penelitian ini berasal dari data yang hasil

wawancara, data personil Polres Semarang, data permaslahan yang menjadi tanggung

jawab Polres Semarang, serta data pelengkap lainnya yang mendukung penelitian ini.

25
Menurut Lofland dalam Moleong (2005 :34) sumber data utama dalam

penelitian kualitatif adalah katakata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan

seperti dokumen dan lainnya. Jika dalam penelitian kuantiatif yang menjadi titik

perhatian dalam pengumpulan data adalah sampel yang diperlakukan sebagai subyek

penelitian, sedangkan di dalam penelitian kualitatif tidak berbicara tentang sampel

sebagaimana penelitian kuantitatif, tetapi tentang informan dan aktor/pelaku, kata-kata

dan tindakan informan dan pelaku itulah yang dijadikan sumber data untuk

diamati/diobservasi dan diminta informasinya melalui wawancara/diskusi/

dokumentasi.

Faisal mengatakan bahwa konsep sample dalam penelitian kualitatif berkaitan

dengan bagaimana memilih informan atau situasi social tertentu yang dapat

memberikan informasi yang mantap dan terpercaya mengenai elemen-elemen yang ada

(karakteristik elemen-elemen yang tercakup dalam focus/topic penelitian) (1990: 56).

Pemilihan informan dalam penelitian ini diarahkan kepada orang yang betul-betul

memahami dan mengalami konteks permasalahan yang dikaji dalam penelitian.

Informan yang selanjutnya akan disebut dengan subjek akan diambil secara tak acak

(non-random) dan disebut dengan “purposive-sample” (Faisal, 1990 : 56).

Orang yang dimintai informasinya disebut key informans atau informan kunci

yang dipilih orang-orang yang benar-benar mengetahui beberapa permasalahan yang

akan diteliti. Peneliti mengumpulkan data bergerak dari informan satu ke informan

lainnya sampai data diangap selesai terkumpul, ini sering disebut snow ball, karena

bergerak seperti bola salju yang bergerak menggelinding makin besar.

26
3.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti untuk

mendapatkan data dalam suatu penelitian. Sugiyono (2009:225) mengatakan bahwa

pengumpulan data dapat diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi, dan

gabungan/triangulasi. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan

data dengan cara observasi, dokumentasi, dan wawancara.

3.6 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan intrumen utama penelitian, di

mana peneliti sekaligus sebagai perencana yang menetapkan fokus, memilih

informan, sebagai pelaksana pengumpulan data, menafsirkan data, menarik

kesimpulan sementara di lapang dan menganalisis data di lapangan yang alami tanpa

dibuat-buat. Danim (2002:44) menyatakan bahwa peneliti sebagai instrument dalam

penelitian kualitatif mengandung arti bahwa peneliti melakukan kerja lapangan secara

langsung dan bersama beraktivitas dengan orang-orang yang diteliti untuk

mengumpulkan data.

Konsekuensi peneliti sebagai instrumen penelitian adalah peneliti harus

memahami masalah yang akan diteliti, memahami teknik pengumpulan data

penelitian kualitatif yang akan digunakan. Peneliti harus dapat menangkap makna

yang tersurat dan tersirat dari apa yang dilihat, didengar dan dirasakan, untuk itu

dibutuhkan kepandaian dalam memahami masalah. Peneliti harus dapat menyesuaikan

diri dengan lingkungan yang akan diteliti, untuk itu dibutuhkan sikap yang toleran,

sabar dan menjadi pendengar yang baik.

27
Moleong (2007: 7) mengemukakan ciri-ciri manusia atau peneliti sebagai

instrument mencakup segi responsif, menyesuaikan diri, menekankan keutuhan,

mendasarkan diri atas pengetahuan, memproses, mencari respon.

Dalam penelitian kualitatif, hal yang menjadi bahan pertimbangan utama

dalam pengumpulan data adalah pemilihan informan. Dalam penelitian kualitatif tidak

digunakan istilah populasi. Teknik sampling yang digunakan oleh peneliti adalah

purposive sample. Purposive sample adalah teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2009:85).

Selanjutnya menurut Arikunto (2010:183) pemilihan sampel secara

purposive pada penelitian ini akan berpedoman pada syarat-syarat yang harus

dipenuhi sebagai berikut :

1. Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau

karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi.

2. Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek yang

paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key

subjectis).

3. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi

pendahuluan.

3.7. Uji Validasi Data

Untuk menyebut pengujian validitas (internal dan eksternal), reliabilitas dan

objektifitas, maka pendekatan kualitatif menggunakan istilah yang lebih spesifik,

sebagaimana dikemukakan oleh Marshall & Rossman (1989:141-144),dan Moleong

(2007:173-175) yaitu :

28
1. Kredibilitas untuk menyebut validitas internal

2. Transferabilitas untuk menyebut validitas eksternal

3. Dependabilitas untuk reliabilitas, dan

4. Konfirmabilitas untuk menyebut objektifitas

Penelitian ini juga mengikuti prosedur pengujian tersebut, pada setiap tahapnya, yaitu:

1. Memperkuat kredibilitas dengan cara melakukan :

Pengamatan pada lokasi penelitian dalam waktu yang cukup panjang dan

terus menerus,triangulasi mendiskusikan dengan orang lainmenganalisa bila ada

kasus negativemenggunakan bahan referensi (dokumentasi data)member cek

2. Memperkuat transferabilitas

Didalam penelitian kualitatif, nilai transfer hanyalah merupakan satu

kemungkinan. Apakah hasilnya bisa diterapkan pada situasi lain, bergantung pada

pemakai. Pada dasarnya diyakini bahwa tidak ada situasi yang benar-benar sama,

karena itu penggunaan hasil penelitian ini pada situasi yang berbeda memerlukan

penyesuaian menurut keadaan masing-masing.

3. Memperkuat dependabilitas.

Oleh karena alat penelitian ini adalah peneliti sendiri, maka untuk

memperkuat dependabilitas maka akan dilakukan audit trail yaitu melakukan

konfirmasi untuk meningkatkan kepercayaan.

4. Memperkuat konfirmabilitas

Konfirmabilitas dicapai bersamaan dengan penguatan dependabilitas, yaitu

melalui audit trail, Perbedaannya adalah bila dependabilitas diutamakan pada

proses penelitian, maka konfirmabilitas lebih pada hasil penelitian.

29
3.8. Analisis Data
Teknik Analisis Data Analisis data kualitatif menurut Bognan & Biklen (1982)

sebagaimana dikutip Moleong (2007:248), adalah upaya yang dilakukan dengan jalan

bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilahmilahnya menjadi satuan yang

dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa

yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan

kepada orang lain. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa langkah

awal dari analisis data adalah mengumpulkan data yang ada, menyusun secara

sistematis, kemudian mempresentasikan hasil penelitiannya kepada orang lain.

McDrury ( Collaborative Group Analysis of Data, 1999 ) seperti yang dikutip

Moleong (2007:248) tahapan analisis data kualitatif adalah sebagai berikut:

1. Membaca/mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada

dalam data,

2. Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang

berasal dari data.

3. Menuliskan ‘model’ yang ditemukan.

4. Koding yang telah dilakukan.

Analisis data dimulai dengan melakukan wawancara mendalam dengan

informan kunci, yaitu seseorang yang benar-benar memahami dan mengetahui situasi

obyek penelitian. Setelah melakukan wawancara, analisis data dimulai dengan

membuat transkrip hasil wawancara, dengan cara memutar kembali rekaman hasil

wawancara, mendengarkan dengan seksama, kemudian menuliskan kata-kata yang

didengar sesuai dengan apa yang ada direkaman tersebut.

30
Setelah peneliti menulis hasil wawancara tersebut kedalam transkrip,

selanjutnya peneliti harus membaca secara cermat untuk kemudian dilakukan reduksi

data. Peneliti membuat reduksi data dengan cara membuat abstraksi, yaitu mengambil

dan mencatat informasi-informasi yang bermanfaat sesuai dengan konteks penelitian

atau mengabaikan kata-kata yang tidak perlu sehingga didapatkan inti kalimatnya

saja, tetapi bahasanya sesuai dengan bahasa informan.

Abstraksi yang sudah dibuat dalam bentuk satuan-satuan yang kemudian

dikelompokkan dengan berdasarkan taksonomi dari domain penelitian. Analisis

Domain menurut Sugiyono (2009:255), adalah memperoleh gambaran yang umum

dan menyeluruh dari obyek/penelitian atau situasi sosial. Peneliti memperoleh domain

ini dengan cara melakukan pertanyaan grand dan minitour. Sementara itu, domain

sangat penting bagi peneliti, karena sebagai pijakan untuk penelitian selanjutnya.

Mengenai analisis taksonomi yaitu dengan memilih domain kemudian dijabarkan

menjadi lebih terinci, sehingga dapat diketahui struktur internalnya.

31

Anda mungkin juga menyukai