Anda di halaman 1dari 28

DIABETES MELITUS

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit


1. Pengertian (Definisi) metabolik dengan karakteristik hiperglikemia kronik yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Dalam prakrtek sehari-hari DM tipe 2 yang
paling sering ditemui, sehingga pembahasan lebih banyak
difokuskan pada DM tipe 2
 Gejala yang timbul
2. Anamnesis  Hasil pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu meliputi
glukosa darah, A1c, dan hasil pemeriksaan khusus
yang terkait DM
 Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat
badan
 Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa
muda
 Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara
lengkap, termasuk terapi gizi, medis dan penyuluhan
yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara
mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang
terapi kesehatan
 Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang
digunakan, perencanaan makan dan program latihan
jasmani
 Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik,
hiperosmolar hiperglikemia, dan hipoglikemia)
 Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi,
dan traktus urogenitalis serta kaki
 Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik
(komplikasi pada ginjal, jantung, susunan saraf
mata,saluran pencernaan, dll)
 Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap
glukosa darah
 Faktor risiko: merokok, hipertensi,riwayat penyakit
jantung koroner, obesitas, dan riwayat penyakit
keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain)
 Riwayat penyakit dan pengobatan diluar DM
 Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan dan status
ekonomi
 Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi dan
kehamilan

3. Pemeriksaan Fisik  Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar


pinggang
 Pemeriksaan ekstremitas ats dan bawah termasuk jari
 Pemeriksaan funduskopi
 Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
 Pemeriksaan jantung
 Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan
stetoskop
 Pemriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat
penyumtikan insulin) dan pemeriksaan neurologis
 Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan
darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan
adanya hipotensi ortostati, serta ankle brachial index (ABI)

4. Kriteria Diagnosis Pemeriksaan Penunjang


5. Diagnosis Infeksi Saluran Kemih

 Keganasan kandung kemih


6. Diagnosis Banding  Sistitis non bakterial
 Sistitis interstisial
 Pelvic inflammatory disease
 Pyelonefritis akut
 Uretritis
 Vaginitis
 DPL, UL
7.PemeriksaanPenunjang  Kultur urin
 Tes fungsi ginjal
 Gula darah
 Tes resistensi kuman
 Foto BNO-IVP bila perlu
 USG ginjal bila perlu
 Nonfarmakologis
8. Terapi - Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik
- Menjaga higiene genetalia eksterna
 Farmakologis
- Antimikroba berdasarkan pola kuman yang ada; Bila hasil
tes resistensi kuman sudah ada, pemberian antimikroba
disesuaikan
Tabel 1. Antimikroba pada ISK Bawah tak berkomplikasi
Antimikroba Dosis Lama
Terapi
Trimetoprim- 2x160/800 mg 3 hari
Sulfametoksazol
Trimetoprim 2x100 mg 3 hari
Siprofloksasin 2x100-250 mg 3 hari
Levofloksasin 2x250 mg 3 hari
Sefiksim 1x400 mg 3 hari
Sefpodoksim proksetil 2x100 mg 3 hari
Nitrofurantoin makrokristal 4x50 mg 7 hari
Nitrofurantoin monohidrat 2x100 mg 7 hari
makrokristal
Amoksisilin/ klavulanat 2x500 mg 7 hari
- ISK jamur sederhana  stop antibiotik yang biasa
digunakan, lepas kateter urin. Bila cara ini tidak berhasil
maka lakukan irigasi saluran kemih dengan Amphoterisin B
(50 mg/ L sebanyak 42 ml/jam
- ISK jamur berkomplikasi  terapi utama ISK jamur adalah
Amphoterisin B intravena. Untuk mengurangi efek sistemik
seperti menggigil, demam, dan kaku yang berhubungan
dengan terapi, maka berikan premedikasi steroid,
meperidine, ibuprofen, dan dantrolene. Jika terdapat fungal
ball; ambil secara perkutaneus lanjutkan dengan irigasi
pelvis renalis dengan amphoterisin B

Tabel 2. Obat parenteral pada ISK atas akur berkomplikasi


Antimikroba Dosis
Sefepim 2x1 gram
Siprofloksasin 2x400 mg
Levofloksasin 1x500 mg
Ofloksasin 2x400 mg
Gentamisin (+ampisilin) 1x3-5 mg/kgBB
3x1 mg/kgBB
Ampisilin (+gentamisin) 4x1-2 gram
Tikarsilin-klavulanat 3x3,2 gram
Piperasilin-tazobaktam 3-12x3,375 gram
Imipenem-silastatin 3-4x250-500 mg

Tabel 3. Terapi antibiotika pada wanita hamil dengan ISK


Terapi Dosis Tunggal
Amoksisilin 3 g
Ampicillin 2 g
Cephalosporin 2 g
Nitrofurantoin 200 mg
TMP-sulfamethoxazole 320/ 160 mg
Terapi 3 Hari
Amoksisilin 3x500 mg/hari
Ampicillin 4x250 mg/hari
Cephalosporin 4x250 mg/hari
Levofloxacin 1x250 mg/hari
Nitrofurantoin 4x50-100 mg; 2x100 mg/hari
TMP-sulfamethoxazole 2x160/ 800 mg
Terapi Lainnya
Nitrofurantoin 4x100 mg/hari untuk 10 hari
Nitrofurantoin 100 mg pada waktu tidur malam selama 10
hari
Bila Terapi Gagal
Nitrofurantoin 4x100 mg/hari selama 21 hari
Bakteri Persisten atau Kambuh
Nitrofurantoin, 100 mg pada waktu tidur malam selama sisa
waktu kehamilan

- Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik


9. Edukasi - Menjaga higiene genetalia eksterna

ISK tanpa kelainan anatomis mempunyai prognosis lebih baik


10. Prognosis bila dilakukan pengobatan pada fase akut yang adekuat dan
disertai pengawasan terhadap kemungkinan infeksi berulang.
Prognosis jangka panjang pada sebagian besar penderita
dengan kelainan anatomis umumnya kurang memuaskan
meskipun telah diberikan pengobatan yang adekuat dan
dilakukan koreksi bedah. Hal ini terjadi terutama pada
penderita dengan nefropati refluks. Deteksi dini terhadap
adanya kelainan anatomis, pengobatan yang segera pada fase
akut, kerjasama yang baik antara dokter dan pasien sangat
diperlukan untuk mencegah terjadinya perburukan yang
mengarah ke fase terminal gagal ginjal kronis.
11. Standar Tenaga Dokter Spesialis Penyakit Dalam

12. Indikator Medis kondisi pasien membaik

1. Infeksi Saluran Kemih. In: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I,


13. Kepustakaan Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 5th Ed. Jakarta; Pusat Informasi dan Penerbitan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2009:2009-5.
2. Infection of the Urinay Track. Dalam: Wein et al. Campbell-
Waish Urology 9th Ed. Saunders.
3. Mehnert-Kay SA. Diagnosis and Management of
Uncomplicated Urinary Tract Infections. American Family
Physician [serial online]. August 1, 2005;27/No.3:1-9.
Accessed September 22, 2010. Availableat
http://www.aafp.org/afp/20050801/451.html.
4. Urinary tract infections. Pyelonephritis, ad Prostatitis. In:
Fauci A, Kasper D, Longo D, Braunwald E, Hauser S,
Jameson J, Loscalzo J, editors. Harrison’s principles of
internal medicine.18th Ed. United States of America; The
McGraw-Hill Companies, 2012:2911-39.
5. Urinary tract infection. Copyrights2012@MAyoclinic.
Diunduh dari
http://www.mayo clinic.com/health/urinary-tract-
infection/DS00286.
6. Renal and urinary tract disorders. Dalam: Cunningham,
Gary F et al. William Obstetric 22nd Ed. The McGraw-Hill
Companies.
7. Hickey, Kimberly. Renal Complications. Dalam: Evans,
Arthur T. Manual of Obstetric. Lippincott Williams & Wilkins,
2007.
8. Urology. Dalam: Brunicandi, Charles F. Schwartz’s Principle
of Surgery 8th Ed. The McGraw-Hill Companies. 2007.

Ketua Komite Medik Sleman,


Ketua Dokter Spesialis Penyakit Dalam

dr. Sugeng Haryadi, Sp.Og dr. Isti Haryani, Sp. PD


Direktur RSIA SAKINA IDAMAN

dr. H Nur Muhammad Artha, M.Sc, M.Kes, Sp.A

DEMAM BERDARAH DENGUE


Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Dengue. Virus
1. Pengertian (Definisi) Dengue memiliki 4 jenis serotipe: DEN-1, DEN-2, DEN-3,
DEN-4. Diantara keempat serotipe tersebut, DEN -3
merupakan serotipe yang terbanyak ditemukan. Infeksi salah
satu serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe
yang bersangkutan, namun tidak untuk serotipe lainnya,
sehingga seseorang dapat terinfeksi demam Dengue 4 kali
selama hidupnya
Keluhan:
2. Anamnesis 1. Demam bifasik akut 2-7 hari
2. Nyeri kepala
3. Nyeri retroorbital
4. Mialgia/atralgia
5. Ruam Kulit
6. Gusi berdarah, mimisan, hematuria, pemanjangan
siklus menstruasi
7. Nyeri perut
8. Mual/muntah
9. Hematemesis dan dapat juga melena.

Faktor Risiko

1. Tinggal di daerah endemis dan padat penduduknya.


2. Pada musim panas (28-32 0C) dan kelembaban tinggi.
3. Sekitar rumah banyak genangan air.
. Pemeriksaan tanda – tanda vital
3. Pemeriksaan Fisik a. Tekanan Darah
b. Nadi
c. Respirasi
d. Suhu

2. Tanda Patognomonis
 Suhu > 37,5 derajat celcius

 Ptekie, ekimosis, purpura


 Perdarahan mukosa

 Rumple Leed (+)

 Hepatomegali

 Splenomegali

 Untuk mengetahui terjadi kebocoran plasma, diperiksa


tanda-tanda efusi pleura dan asites.

4. Kriteria Diagnosis Diagnosis Klinis


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, Pemeriksaan
Fisik, pemeriksaan darah dan serologi dengue.

Kriteria WHO, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal


dibawah ini terpenuhi:
 Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari,
biasanya bifasik/ pola pelana

 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan


berikut
- Uji bendung positif
- Petekie, ekimosis atau purpura

- Perdarahan mukosa atau perdarahan dari tempat lain

- Hematemesis atau melena


 Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)

 Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma


sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standard
sesuai dengan umur dan jenis kelamin
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi
cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit
sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asistes
atau hipoproteinemia

Klasifikasi
Derajat DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap
derajat sudah ditemukan trombositopenia dan
hemokonsentrasi)
 Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-
satunya manifestasi perdarahan ialah uji bending Positif (
bila ditemukan 10 atau lebih petekie per 2,5 cm2 ( 1 inci2)

 Derajat II : seperti derajat I, disertai perdarahan spontan


di kulit dan atau perdarahan lain ( petekie, memar di kulit,
atau perdarahan mukosa / saluran gastrointestinal.)

 Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi


cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20mmHg atau
kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit
dingin dan lembab serta gelisah

 Derajat IV : Syok berat, disertai dengan nadi tak teraba,


tekanan darah tak terukur.
Pada DBD derajat III dan IV dapat terjadi berbagai
kekacauan metabolisme :
 Hipoksia Jaringan – metabolisme anaerob – akumulasi
asam laktat – Asidosis
 Asidosis diperhebat oleh oliguria akibat perfusi yang
sangat menurun pada ginjal.
 Alkalosis repiratorik kompensator, terutama pada masa
penyembuhan dengan pemakaian cairan Ringer Laktat.
 Na+ menurun, sedang K+ meninggi , yang kembali normal
dengan pemakaian Ringer Laktat.

5. Diagnosis Demam Berdarah Dengue

6. Diagnosis Banding - Faringitis akut


- ISK akut
- Malaria
- Chikungunya
- Demam Tifoid
 Leukosit: leukopenia
7.PemeriksaanPenunjang
 Hematokrit meningkat >20% dibandingkan standard
sesuai usia dan jenis kelamin dan menurun dibandingkan
nilai hematokrit sebelumnya > 20% setelah pemberian
terapi cairan.

 Trombosit: trombositopenia

 SGOT/SGPT

 Protein darah: hipoproteinemia

 Elektrolit: hiponatremia

 Pemeriksaan serologi dengue positif ( IgG , IgM )

Pemeriksaan Penunjang Lanjutan


 Pemeriksaan Kadar Trombosit dan Hematokrit secara
serial
 Hb, Ht, Lekosit normal atau trombosit antara 100.000 –
150.000 dilakukan pemeriksaan tiap 24 jam.
 Bila Hb, Ht meningkat 10 – 20% dan trombosit <
100.000 , pemantauan dilakukan pemeriksaan tiap 12
jam
 Pemeriksaan Foto Thorax untuk mengetahui Efusi
Pleura.
Protokol Penatalaksanaan DBD pada pasien Dewasa terbagi
8. Terapi dalam 5 katagori.
1. Penanganan Tersangka ( probable ) DBD dewasa tanpa
syok .
- Seseorang yang tersangka menderita DBD di ruang
Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan Hemoglobin
(Hb), hematocrit (Ht ) dan Trombosit , jika Hb, Ht
normal tetapi trombosit <100.000 dianjurkan dirawat.
Jika, Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau
turun juga dianjurkan untuk dirawat.

2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang


rawat.
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan
masif dan tanpa syok maka di ruang rawat diberikan cairan
infus kristaloid
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%
- Meningkatnya HT >20% menunjukan bahwa tubuh
mengalami defisit cairan sebanyak 5 %. Pada keadaan
ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan
memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6 – 7
ml/kgBB/jam.
- Bila dalam perkembangannya keadaan pasien membaik,
bahkan setelah jumlah cairan infus dikurangi sampai
3ml/kgBB/jam, maka pemberian cairan dapat di hentikan
24 – 48 jam.
4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD
dewasa.
- Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD
dewasa adalah : perdarahan hidung / epistaksis yang
tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung,
perdarahan saluran cerna ( hematemesis dan melena
atau hematokezia ), perdarahan saluran kencing (
hematuria ) , perdarahan otak atau perdarahan
tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4 – 5
cc/kg BB/jam. Pemeriksaan hemostasis juga harus
segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit
sebaiknya diulang setiap 4 – 6 jam.
- Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan
laboratorium didapatkan tanda- tanda KID.
- Tranfusi komponen darah diberikan sesuai dengan
indikasi.
- FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor – faktor
pembekuan ( PT dan aPTT. yang memanjang ).
- PRC diberikan bila nilai Hb <10 g/dL.
- Tranfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD
dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah
trombosit <100.000 disertai ataupun tanpa KID.
5. Tatalaksana Sindroma Syok Dengue (SSD) pada
dewasa.
- Saat menghadapi SSD maka hal pertama yang harus
diingat dalah bahwa rejatan harus segera diatasi dan
oleh karena itu penggantian cairan intravaskuler harus
segera dilakukan.
- Pada kasus SSD cairan kristloid adalah pilihan utama
yang diberikan. Selain resusitasi cairan, penderita juga
diberikan oksigen 2-4 liter/menit.
- Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan
darah perifer lengkap, hemostasis, analisis gas darah,
kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan
kreatinin.
- Pengawasan dini kemungkinan terjadi renjatan berulang
harus dilakukan terutama dalam waktu 48 jam pertama
sejak terjadi renjatan ( karena selain proses
pathogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata
cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja menetap dalam
pembuluh darah setelah 1 jam saat pemberian).
- Untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan
baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status
kesdaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi
jantung dan napas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah
hipokondrium kanan dan epigastric, serta jumlah
diuresis. Diuresis diusahakan 2ml/kgBB/jam.
Pemantauan kadar Hb, Ht dan trombosit dapat
dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.
Catatan :
 Protokol pemberian zat inotropik / zat vasoaktif
(syaratnya : keadaan pasien harus euvolemik ):
1. Dopamin 5mg/kgBB/menit dititrasikan sampai 10
mg/kgBB/menit dengan sasaran MAP >60mmHg.
2. Jika MAP tetap di bawah 60 mmHg, maka
dopamine distop dan diganti dengan dobutamin
5ug/kgBB/menit dikombinasikan dengan
norepinefrin 0,05 – 0,1 ug/kgBB/menit dan dapat
dititrasikan hingga dobutamin 20 ug/kgBB/menit
dan norepinefrin dititrasikan kenaikannya setiap
0,01 ug/kgBB/menit hingga dosis norepinefrin 1
ug/kgBB/menit.
3. Jika MAP masih tetap dibawah 60 mmHg, maka
regimen diatas diganti dengan epinefrin 0,1
ug/kgBB/menit dititrasikan setiap 0,1 ug/kgBB/menit
hingga 2 ug/kgBB/menit.

Terapi Pengobatan :
 Terapi simptomatik dengan analgetik antipiretik
(Parasetamol 3 x 500-1000 mg).
 Pemeliharaan volume cairan sirkulasi

 Dextrose 5 %

 Cairan Kristaloid ( infus Ringer Laktat / RL)

 Cairan Koloid : Gelofusine, Hemohes

 Dopamine

 Dobutamine / Dobuject

 Heparin

 Norepinephrine : Vascon

 Epinephrine

Konseling & Edukasi


9. Edukasi  Prinsip konseling pada demam berdarah dengue adalah
memberikan pengertian kepada pasien dan keluarganya
tentang perjalanan penyakit dan tata laksananya,
sehingga pasien dapat mengerti bahwa tidak ada
obat/medikamentosa untuk penanganan DBD, terapi
hanya bersifat suportif dan mencegah perburukan
penyakit. Penyakit akan sembuh sesuai dengan
perjalanan alamiah penyakit.

 Modifikasi gaya hidup

- Melakukan kegiatan 3M menguras, mengubur,


menutup.

- Meningkatkan daya tahan tubuh dengan


mengkonsumsi makanan bergizi dan melakukan
olahraga secara rutin

Prognosis jika tanpa komplikasi


10. Prognosis Vitam: Dubia ad bonam
Fungsionam: Dubia ad bonam
Sanationam: Dubia ad bonam
11. Standar Tenaga Dokter Spesialis Penyakit Dalam

12. Indikator Medis kondisi pasien membaik

1. Kemenkes RI. Tata Laksana Demam Berdarah


13. Kepustakaan Dengue. Jakarta.

2. Chen, K. Pohan, H.T, Sinto, R. Diagnosis dan Terapi


Cairan pada Demam Berdarah Dengue. Medicinus.
Jakarta. 2009: Vol 22; p.3-7

Ketua Komite Medik Sleman,


Ketua Dokter Spesialis Penyakit Dalam

dr. Sugeng Haryadi, Sp.Og dr. Isti Haryani, Sp. PD


Direktur RSIA SAKINA IDAMAN

dr. H Nur Muhammad Artha, M.Sc, M.Kes, Sp.A

DIABETES MELITUS
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010,
1. Pengertian (Definisi) Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-
duanya

2. Anamnesis

* Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah


dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika
dilakukan pada sarana laboratorium yang telah
terstandardisasi dengan baik
 Pengukuran tinggi badan, berat badan,dan lingkar
3. Pemeriksaan Fisik pinggang
 Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran
tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari
kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle
brachial index (ABI),untuk mencari kemungkinan
penyakit pembuluh darah arteri tepi
 Pemeriksaan funduskopi
 Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
 Pemeriksaan jantung
 Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan
stetoskop
 Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk
jari
 Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat
penyuntikan insulin) dan pemeriksaan neurologis
 Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan
DM tipe lain

4. Kriteria Diagnosis Kriteria Diagnosis DM:

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL


(11,1 mmol/L) Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil
pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan
waktu makan terakhir

Atau

2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa ≥126


mg/dL (7.0 mmol/L) Puasa diartikan pasien tak mendapat
kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Atau

3.Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL (11,1


mmol/L) TTGO yang dilakukan dengan standar WHO,
menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g
glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

5.Diagnosis Diabetes Melitus

 Hiperglikemia reaktif
6. Diagnosis Banding  Pre Diabetes

1. Dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk


7.PemeriksaanPenunjang DM, yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun),
obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM,
riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi >4.000
gr, riwayat DM pada kehamilan, dan dislipidemia.
2. Dilakukan dengan pemeriksaan gula darah sewaktu,
kadar glukosa darah puasa, kemudian diikuti dengan
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Untuk
kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaannya
negative perlu dilakukan pemeriksaan penunjang
ulangan setiap tahun, bagi pasien berusia > 45 tahun
tanpa faktor resiko, pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan setiap 3 tahun.
3. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan
pasien dengan DM, TGT, maupun GDPT, sehingga
dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan
TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi
glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM.
4. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah
pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam
setelah beban antara 140 –199 mg/dL (7,8-11,0
mmol/L).
5. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah
pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara
100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan
TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.
Tujuan penatalaksanaan
8. Terapi
 Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM,
mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target
pengendalian glukosa darah.
 Jangka panjang: mencegah dan menghambat
progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan
neuropati.
1) Kerangka utama penatalaksanaan DM adalah
perencanaan makanan, latihan jasmani, obat
hiperglikemik, dan penyuluhan.
2) Obat Hiperglikemik Oral (OHO), antara lain:
 Golongan Sulfonilurea
 Golongan Biguanid, preparat: Metformin
 Golongan α glukosidase (Acarbose)
 Insulin sensitizing agent
3) Insulin, dengan indikasi penggunanan sebagai berikut:
 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
 Ketoasidosis diabetic
 Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
 Hiperglikemia dengan asidosis laktat
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA,
stroke)
 Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional
yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
1. Melakukan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu
9. Edukasi selama ± 0,5 jam yang sifatnya sesuai CRIPE
(Continuos, Rhytmical, Progressive, Endurance training).
Misalnya jogging, jalan kaki, lari, renang, bersepeda, dan
mendayung.
2. Mengatur pola makan harian yaitu dengan menu 3 porsi
besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore
(25%) serta 2-3 porsi (makanan ringan, 10 - 15%) di
antaranya, dengan konsultasi pada ahli atau pakar gizi
terlebih dahulu sebelum melakukan diet DM.
3. Menurunkan Berat badan hingga mencapai berat badan
ideal
4. Mematuhi aturan selama minum obat Hiperglikemik Oral
atau penggunaan preparat insulin untuk mencegah
komplikasi dan memperbaiki kualitas hidup pasien.
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
10. Prognosis
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam

Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam


11. Standar Tenaga Dokter Spesialis Penyakit Dalam

12. Indikator Medis kondisi pasien membaik, gula darah terkontrol.

1. Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care


13. Kepustakaan Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik. Jakarta.
2. PERKENI. 2011. Revisi Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia.
3. American Diabetes Association. Position statement:
Standards of Medical Care in Diabetes 2010. Diab
Care. 2010;33 (Suppl.1)
4. American Association of Clinical Endocrinologist
(AACE) Diabetes Mellitus Clinical Practice Guidelines
Task Force. AACE Medical guidelines for clinical
practice for the management of diabetes mellitus. Endo
Pract. 2007;13 (Suppl.1)
5. Noer HMS, Waspadji S, Rachman AM, et al. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III Edisi IV. Jakarta: Balai
penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007
Ketua Komite Medik Sleman,
Ketua Dokter Spesialis Penyakit Dalam

dr. Sugeng Haryadi, Sp.Og dr. Isti Haryani, Sp. PD

Direktur RSIA SAKINA IDAMAN

dr. H Nur Muhammad Artha, M.Sc, M.Kes, Sp.A

INSFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)


peradangan dinding saluran pernafasan atas yang disebabkan
1. Pengertian (Definisi) oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, iritan, dan
lain-lain
1. Nyeri tenggorok
2. Anamnesis 2. Batuk, pilek
3. Nyeri saat menelan
4. Demam
5. Nyeri sendi dan otot
6. Pusing/ nyeri kepala
7. Napsu makan menurun

3. Pemeriksaan Fisik 1. Faring hiperemi


2. Tonsil hiperemi
3. Tonsil membesar
4. Demam

4. Kriteria Diagnosis Kriteria Klinis


1. Nyeri tenggorok
2. Nyeri saat menelan
3. Tonsil dan faring hiperemi

5. Diagnosis Insfeksi Saluran Pernapasan Akut

1. Bronkitis
6. Diagnosis Banding 2. Difteri
3. Mononucleosis infeksiusa
1. Kultur resistensi dari swab tenggorok
7.PemeriksaanPenunjang 2. Darah lengkap

Antibiotic
8. Terapi 1. Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal
bila pasien tidak alergi penisilinatau
2. Amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 x/hari selama 10
hari (anak)
3. Amoksisilin 3 x 500 mg selama 6-10 hari (dewasa) atau
4. Eritromisin 4 x 500 mg/hari

Simtomatik
1. Antipiretik : Paracetamol
2. Analgetik

1. Istirahat cukup
9. Edukasi 2. Minum air putih yang cukup
3. Makan makanan bergizi
4. Olah raga teratur
Advitam : adbonam
10. Prognosis Ad Sanationam : adbonam
Ad Fungsionam : adbonam
11. Standar Tenaga Dokter Spesialis Penyakit Dalam

12. Indikator Medis kondisi pasien membaik

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 5


13. Kepustakaan tahun 2014tentang panduanPraktik Klinisbagi Dokter
diFasilitas PelayananKesehatan Primer

Ketua Komite Medik Sleman,


Ketua Dokter Spesialis Penyakit Dalam

dr. Sugeng Haryadi, Sp.Og dr. Isti Haryani, Sp. PD


Direktur RSIA SAKINA IDAMAN

dr. H Nur Muhammad Artha, M.Sc, M.Kes, Sp.A

Anda mungkin juga menyukai