Anda di halaman 1dari 18

ASMA BRONKIAL

PENGERTIAN

Asma bronkial adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel
dan elemen seluler : Inflamasi kronik ini terkait dengan hiperreaktivitas saluran napas; pembatasan
alirasn udara, gejala respiratorik dan perjalanan penyakit yang kronis. Episode ini biasaya terkait
dengan obstruksi aliran udara dalam paru yang reversibel baik secara spontan ataupun dengan
pengobatan. 1-3

Asma disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik yang berpengaruh
adalah riwayat keluarga dan atopi. Obsitas juga terkait dengan peningkatan prevalensi asma.
Beberapa pemicu serangan asma antaralian alergen, infeksi virus pada saluran napas atas, olahraga
dan hiperventilasi, udara dingin, polusi udara (asap rokok, gas iritan), obat-obatan seperti penyekat
beta dan aspiran, serta stres. 2

Pada asma, terdapat inflamasi mukosa saluran napas dari trakea sampai bronkiolus terminal,
namun predominan pada bronkus. Sel-sel inflamasi yang terlibat pada asma antara lain sel mast,
eosinofil, limfosit T, sel dendritik, makrofag, dan netrofil. Sel-sel struktural saluran napas yag terlibat
antara lain sel epitel, otot polos, sel endotel, fibroblas dan miofibroblas, serta sel saraf. Penyempitan
saluran nafas, penebalan saluran napas akibat remodeling, serta hipersekresi mukus. 2

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Asma dapat didiagnosis dari gejala yang di alami dan di riwayat penyakit pasien.

Anamnesis 1-3

Episode berulang sesak napas, mengi, batuk, dan rasa berat didada, terutama saat malam
dan dini hari. Riwayat munculnya gejala setelah terpapar alergan atau terkena udara dingin atau
setelah olahraga. Gejala membaik dengan obat asma. Riwayat asma pada keluarga dan penyakit
atopi dapat membantu diagnosis.

PEMERIKSAAN FISIK 1-3

Temuan fisik paling sering adalah mengi pada auskultasi. Pada eksaserbasi berat, mengi
dapat tidak di temukan nama pasien mengalami tanda lain seperti sianosis, mengantuk, kesulitan
berbicara, takikardi, dada hiperinflasi, penggunaan otot pernapasan tambahan, dan retraksi
interkostal.

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1-3

Spirometri (Terutama pengukuran VEP1 [ Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik ] dan KVP
[Kapasitas Vital Paksa ] serta pengukuran APE [Arus Puncak Ekspirasi ] adalah pemeriksaan yang
penting.

 Spirometri : peningkatan VEP1 ≥ 12 % dan 200cc setelah pemberian bronkodilator


menandakan reversibilitas penyempitan jalan napas yang sesuai dengan asma. Sebagian
besar pasien asma tidak menunjukan reversibilitas pada tiap pemeriksaan sehingga di
anjurkan untuk dilakukan pemeriksaan ulang.
 Pengukuran APE Idealnya dibandingkan dengan nilai terbaik APE pasien sendiri sebelumnya,
dengan menggunakan alat peak flow meter sendiri. Peningkatan 60 L / Menit ( atau ≥20%
dari APE prebronkondilator ) setelah pemeberian inhalasi bronkodilator atau variasi diurnal
APE lebih dari 20% (lebih dari 10% dengan pemeriksaan dua kali sehari ) mendukung
diagnosis asma. Pemeriksaan IgE serum total dan IgE spesifik terhadap alergen hirup
[radioallergosorbent test (RAST) ] dapat di lakukan pada beberapa pasien. Foto toraks dan
uji tusuk kulit ( skin prick test /SPT) dapat membantu walaupun tidak menegakkan diagnosis
asma. Selain itu, dapat pula dilakukan uji bronkodilator atas indikasi, tes provokasi bronkus
atas indikasi, dan analisis gas darah atas indikasi.

KLASIFIKASI ASMA BERDASARKAN TINGKAT KONTROL

Tabel 1. Klasifikasi asma berdasarkan tingkat kontrol yang asma 3

Terkontrol Terkontrol sebagian Belum


Karakteristik
(Semua yang di bawah ini) (ada keadaan di bawah ini ) Terkontrol
Gejala harian Tidak ada (≤2x/minggu) >2x/minggu Tiga atau lebih dari
Pem batasan keadaan – keadaan
Tidak ada Ada
Aktifitas pada asma
Gejala terkontrol sebagian
malam/terbnagun Tidak ada Ada
saat malam hari
Penggunaan obat
Tidak ada (≤2x/minggu) >2x/minggu
penghilang sesak
Fungsi Paru (APE <80% prediksi atau nilai
atau VEP1) Normal Terbaik pribadi (Jika
diketahui )

DIAGNOSA BANDAING

Sindrom hiperventilasi dan seragam panik, obstruksi saluran napas atas dan terhirupnya
benda asing, disfungsi pita suara, penyakit paru obstrukstif kronik (PPOK), penyakit paru parenkim
difus, gagal jantung.

TATA LAKSANA

Nofarmakalogis 2

Menghindari paparan terhadap alergen dan penggunaan obat yang menjadi pemicu asma,
penurunan berat badan pada pasien yang obese.
Farmakologis

Tahap-tahap tatalaksana untuk mencapai kontrol 3 :

1. Obat penghilang sesak sesuai kebutuhan


Menggunakan agonis-B2 inhalasi kerja cepat. Alternatifnya adalah antikolinergik inhalasi, agonis-
B2 oral kerja singkat dan teofilin kerja singkat.

2. Obat penghilang sesak di tambah satu obat pengendali


Menggunakan obat penghilang sesak ditambah obat pengendali kortikosteroid inhalasi dosis
rendah ( budesonid 200-400 ug atau ekivalennya). Alternatif obat pengendali adalah leukotriene
modifier teofilin lepas – lambat, kromolin.

3. Obat penghilang sesak di tambah satu atau dua obat pengendali kombinasi kortikosteroid
inhalasi dosis rendah dengan agonis-B2 inhalasi kerja-panjang (LABA). Alternatif pengendali
adalah kortikosteroid inhalasidosis sedang (Budesonide 400-800 ug atau ekivalenya) atau
kombinasi kostikosteroid in halasi dosis rendah dengan leukotriene modifier atau kombinasi
kortikosteroid inhalasi dosis rendah dengan teofilin lepas –lambat.

4. Obat penghilang sesak ditambah dua atau lebih obat pengendali


Menggunakan obat penghilang sesak di tambah obat pengendali kombinasi kortikosteroid
inhalasi dosis sedang /tinggi (budesonide 800 – 1600 ug atau ekivalennya ) dengan LABA.
Alternatif pengendali adalah kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis sedang/tinggi dengan
leukotriene modifier atau kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis sedang /tinggi dengan teofilin
lepas-lambat.

5. Obat penghilang sesak ditambah pilihan pengendali tambahan


Menggunakan obat penghilang sesak di tambah obat pengendali tahap 4 di tambah
kortikosteroid oral. Alternatifnya adalah di tambah terapi anti IgE

Tingkat Kontrol Tatalasana


Di turunkan

Terkontrol pertahankan dan lakukan


penurunan tahap secara
perlahan sampai ditemukan
tahap paling rendah yang
masih dapat mengontrol
Terkontrol sebagian Pertimbangkan peningkatan
tahap sampai terkontrol
Di tingkatkan

Belum terkontrol Peningkatan tahap sampai


asma terkontrol
Eksaserbasi Tata laksana sebagai
eksaserbasi

Di turunkan Tahap Pengobatan Di tingkatkan


Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5
Edukasi asma, pegendalian lingkugan
(Jika peningkatan tahap di pertimbangkan untuk mengendalikan asma yang tidak terkontrol,
pertama-tama periksa cara pemakain inhaler, periksa adherens, dan konfirmasi apakah gejala benar
disebabkan oleh asma)
Agonis-B2 kerja
Cepat sesuai Agonis – B2 kerja cepat sesuai kebutuhan
kebutuhan
Pilihan obat Pilih satu Pilih satu Selain terapi pada Selain terapi pada
pengendali* tahap 3, pilih satu tahap 4,
atau lebih dari tambahkan salah
terapi berikut satu dari terapi
berikut.
Kortikosteroid Kortikosteroid Kortikosteroid Kortikosteroid
Inhalasi dosis dosis rendah dosis rendah oral (dosis
rendah ditambah agonis- ditambah agonis- terendah)
B2 inhalasi kerja- B2 inhalasi kerja-
panjang panjang
Leukotriene Kortikosteroid Leukotriene Terapi anti-lgE
Modifier inhalasi dosis Modifier
sedang atau
tinggi.
Teofillin lepas -
Kortikosteroid lambat
Inhalasi dosis
rendah di tambah
Leukotrine
modifier

Keterangan :

* Kotak yang diarsir merupakan terapi yang di rekomendasikan berdasarkan data rerata kelompok.
Harus dipertimbangkan kebutuhan dan kondisi pasien.

** Antagonis reseptor atau inhibitor sintesis.

Gambar 1. Pendekatan tatalaksana asma berdasarkan tingkat kontrol 3

Bila terjadi eksaserbasi akut maka tahap penatalaksananya sebagai berikut : 3

1. Oksigen (target saturasi oksigen 95%)


2. Menggunakan agonis – B2 Inhalasi kerja cepat dengan dosis adekuat (pemberian tiap 20 menit
selama satu jam pertama selanjutnya setiap jam)
3. Dapat juga menggunakan kombinasi ipratropium bromida dengan agonis-B2 inhalasi kerja cepat.
4. Kortikosteroid oral dengan dosis 0,5-1 mg prednisolon/kg atau ekivalen dalam priode 24 jam.
5. Metilsantin tidak dianjurkan. Namun teofilin dapat digunakan jika agonis-B2 inhalasi tidak
tersedia.
6. Dapat menggunakan 2 g magnesium sulfat IV pada pasien dengan eksaserbasi berat yang tidak
respons dengan bronkodilator dan kortikosteroid sistemik.
7. Antibiotika bila ada infeksi sekunder
8. Pasien diobservasi 1-2 jam kemudian, jika respons baik dan tetap baik 60 menit sesudah
pemberian agonis – B2 terakhir, tidak ada distres pernapasan, APE >70%, saturasi oksigen >90%,
pasien dapat di pulangkan dengan pengobatan (3-5 hari): inhalasi agonis-B2 diteruskan,steroid
oral dipertimbangkan, penyuluhan dan pengobatan lanjutan, antibiotika diberikan bila ada
indikasi, perjanjian kontrol berobat.
9. Bila setelah observasi 1-2 jam respons kurang baik atau pasien termasuk golongan resiko tinggi,
gejala dan tanda tetap ada, APE <60% dan tidak ada perbaikan saturasi oksigen, pasien harus
dirawat.
10. Bila setelah observasi 1-2 jam tidak ada perbaikan atau pasien termasuk golongan risiko tinggi,
gejala bertambah berat, APE <30%, PC02 >45 mmHg, PO2<60 mmHg, pasien harus dirawat di
unit perawatan intensif.

Tabel 4. Derajat keparahan eksaserbasi asma 3

Respiratory arrest
Ringan Sedang Berat
imminent
Sesak napas Berjalan Berbicara Saat istirahat

Dapat Lebih memilih Badan condong


berbaring duduk Ke depan
Berbicara dalam Kalimat Frase Kata
Kesadaran Biasaya agitasi Mengantuk atau
Dapat agitasi Biasanya agitasi
bingung
Frekuen napas Sering >30
Meningkat Meningkat
menit
Otak aksesories
dan retraksi Gerakan
suprasternal Biasanya tidak Biasanya ya Biasnya ya torakoadomial
paradoksikal

Mengi sedang Keras Biasanya keras Tidak ada

Frekuensi nadi
permenit <100 100-200 >120 Bradikardi

Pulsus paradoksus Dapat ada Sering ada Tidak ada


Tidak ada 10 – 25 mmHg >25 mmHg menunjukan
< 10 mmHg adanya kelelahan
otot pernapasan
APE setelah >80% 60-80% <60%
bronkodilator
inisial % prediksi
atau % nilai terbaik
pribadi

PaO2 Normal >60 mmHg <60mmHg


kemungkinan
sianosis
Dan atau >45 mmHg
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg kemungkinan
gagal napas

SaO2 >95% 91-95% 90%

KOMPLIKASI

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), gagal jantung. Pada keadaan eksaserbasi akut dapat
terjadi gagal napas dan pneumotoraks.

PROGNOSIS

Keadaan yang berkaitan dengan prognosis yang kurang baik antara lain asma tidak
terkontrol secara klinis, eksaserbasi sering terjadi dalam satu tahun terakhir , menjalani perawatan
kritis karena asma , VEP1 yang rendah, paparan terhadap asap rokok, pengobatan dosis tinggi. 2

UNIT YANG MENANGANI

 RS Pendidikan : Divisi Alergi-Imonologi, Divisi Pulmonologi-Departemen Penyakit


Dalam.
 RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

 RS Pendidikan : ICU/Medical High Care


 RS non pendidikan : ICU

REFERENSI

1. Sundaru H, Sukamto. Asma bronkial. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M,Setiati S, Penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing,
2009. H 404-14
2. Barnes PJ. Asthma. Dalam : Longo DL. Kasper DL. Jameson JL. Fauci AS, House SL, Loscalzo J,
Penyunting. Harrison’s principle of internal medicine. Edisi XVIII. McGraw-Hill Companies, 2012.
h.2102 - 15
3. Global initative for asthma. Global strategy for asthma management and prevetion. 2011
HIPERTENSI

PENGERTIAN
Hioertensi adalah keadaan dimana tekanan darah (TD) sama atau melebihi 140 mmHg
sistolik dan/atau sama atau lebih dari 90 mmHg diastolik pada seseorang yang tidak sedang minum
obat antihipertensi.

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan Joint National Committee VII (2007)
Klasifikasi TD Sistolik TD Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre Hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Stage 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi Stage 2 160 Atau 100
Hipertensi sistolik terisolasi 140 dan <90

PENDEKATAN DIAGNOSIS
Penilaian Awal Klinis Hipertensi
Penilaian awal hipertensi sebaiknya meliputi 3 hal yaitu klasifikasi hipertensi, menilai risiko
kardiovaskuler pasien, dan mendeteksi etiologi sekunder hipertensi yang memerlukan penanganan
lebih lanjut. Penilaian awal tersebut diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
darah rutin, spesimen urin pagi, dan EKG 12 lead saat istirahat. Pada pasien tertenru, pemantauan
TD berjalandan ekokardiografi dapat memberikan informasi tambahan mengenai beban sistem
kardiovaskuler berdasarkan urutan waktu.
Indikasi pemantauan TD Berjalan (ambulatory blood pressure monitoring)
1. Kecurigaan hipertensi white coat
2. Kecurigaan white coat aggravation pada pasien dengan hipertensi tidak terkontrol secara medis
3. Kecurigaan hipertensi nokturnal atau hipertensi terselubung (masked hypertension)
4. Hipertensi pada kehamilan
5. Kecurigaan hipertensi ortostatik atau kegagalan otonom

Anamnesa
1. Durasi hipertensi
2. Riwayat terapi hipertensi sebelumnya dan efek samping jika ada
3. Riwayat hipertensi dan kardiovaskular pada keluarga
4. Kebiasaan makan dan psikososial
5. Faktor risiko lainnya: kebiasaan merokok, perubahan berat badan,dislipidemia, diabetes,
inaktivitas fisik
6. Bukti kerusakan organ target:riwayat TIA, stroke, buta sementara, penglihatan kabur tiba-tiba,
angina, infark miokard, gagal jantung, disfungsi seksual

Pemeriksaan Fisik
1. Pengukuran tinggi dan berat badan, tanda-tanda vital
2. Metode auskultasi pengukuran TD:
 Semua instrumen yang dipakai harus dikalibrasi secara rutin untuk memastikan keakuratan
hasil
 Posisi pasien duduk diatas kursi dengan kaki menempel di lantai dan telah beristirahat
selama 5 menit dengan suhu ruangan yang nyaman.
 Dengan sfigmomanometer, oklusi arteri brakhialis dengan pemasangan cuff di lengan atas
dan diinflasi sampai diatas TD sistolik. Saat deflasi perlahan-lahan, suara pulsasi aliran
darah dapat dideteksi dengan auskultasi dengan stetoskop tipe bell/genta diatas arteri
tepat di bawah cuff
 Klasifikasi berdasarkan hasil rata-rata pengukuran tekanan darah yang dilakukan minimal 2
kali tiap kunjungan pada 2 kali kunjungan atau lebih dengan menggunakan cuff
 Tekanan sistolik = suara fase 1 dan diastolik = suara fase 5
 Penhukuiran pertama harus di kedua sisi lengan untuk menghindarkan kelainan pembuluh
darah perifer
 Pengukuran tekanan darah pada waktu berdiri diindikasikan pada pasien dengan risiko
hipotensi postural (lanjut usia, pasien DM, dll)

Tabel 2. Rekomendasi follow-up pengukuran TD pada dewasa tanpa kerusakan organ target:
TD inisial (mmHg) Rekomendasi follow-up
Normal Periksa ulang dalam 2 tahun
Pre-hipertensi Periksa ulang dalam 1 tahun
Hipertensi stage 1 Konfirmasi dalam 2 bulan
Hipertensi stage 2 Evaluasi atau driujuk k epelayanan kesehatan dalam waktu 1
bulan, apabila TD lebih tinggi (misal >180/110 mmHg), evaluasi
dan terapi segera dalam waktu 1 minggu tergantung kondisi
klinis dan komplikasi

3. Palpasi leher apabila terdapat pembesaran kelenjar tiroid


4. Palpasi pulsasi arteri femoralis, pedis
5. Auskultasi bruit karotis, bruit abdomen
6. Funduskopi
7. Evaluasi gagal jantung dan pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis, tes fungsi ginjal, ekskresi albumin, serum BUN, kreatinin, gula darah, elektrolit,
profil lipid, foto thoraks, EKG; sesuai penyakit penyerta: asam urat, aktivitas renin plasma,
aldosteron, katekolamin urin, USG pembuluh darah besar,USG ginjal,ekokardiografi

Diagnosis Banding
Peningkatan tekanan darah akibat white coat hypertension, rasa nyeri, peningkatan tekanan
intraserebral, ensefalitis, akibat obat, dll

Tatalaksana
1. Modifikasi gaya hidup
2. Pemberian β-blocker pada pasien unstable angina/non-ST elevated myocardial infark
(NSTEMI) atau STEMI harus memperhatikan kondisi hemodinamik pasien β-blocker hanya
diberikan pada kondisi hemodinamik stabil
3. Pemberian angiotensi convertin enzyme inhibitor (ACE-I) atau angiotensin reseptor blocker
(ARB) pada pasien NSTEMI atau STEMI apabila hipertensi persisten, terdapat infark miokard
anterior, disfungsi ventrikel kiri, gagal jantung, atau pasien penderita diabetes dan penyakit
ginjal kronik
4. Pemberian antagonis aldosteron pada pasien disfungsi ventrikel kiri bila terjadi gagal jantung
berat (misal gagal jantung New York Heart Association/NYHA kelas III-IV atau fraksi ejeksi
ventrikel kiri < 40% dan klinis terdapat gagal jantung)
5. Kondisi khusus lain:
a. Obesitas dan sindrom metabolik
Terdapat 3 atau lebih keadaan berikut: lingkar pinggang laki-laki > 102 cm atau perempuan >
89 cm, toleransi glukosa terganggu dengan gula darah puasa 110 mg/dl, tekanan darah
minimal 130/85 mmHg, trigliserida tinggi 150 mg/dl, kolesterol HDL rendah , 40 mg/dl pada
laki-laki atau < 50 mg/dl pada perempuan. Modifikasi gaya hidup yang intensif dengan
pilihan terapai utama ACE-I. Pilihan lain adalah ARB, CCB
b. Hipertrofi ventrikel kiri
 Tatalaksana agresif termasuk penurunan berat badan dan restriksi garam
 Pilihan terapi: dengan semua kelas antihipertensi
 Kontraindikasi: vasodilator langsung, hidralazin dan minoksidil
c. Penyakit arteri perifer: semua kelas antihipertensi, tatalaksana faktor risiko lain, dan
pemberian aspirin
d. Lanjut usia (≥ tahun)
 Identifikasi lain yang bersifat irreversibel
 Evaluasi kerusakan organ target
 Evaluasi penyakit komorbid lain yang memperngaruhi prognosis
 Identifikasi hambatan dalam pengobatan
 Terapi farmakologis: diuretik thiazid (inisial), CCB
e. Kehamilan
 Pilihan terapi: metildopa,β-blocker, dan vasodilator
 Kontraindikasi: ACE-I dan ARB

Tabel 3. Modifikasi Gaya Hidup pada Penderita Hipertensi


Turunkan berat badan Target indeks massa tubuh (IMT) < 25kg/m2
Diet rendah garam < 6 g NaCl/hari
Adaptasi menu diet DASH (Dietary Approaches Perbanyak buah, sayur, produk susu rendah
to Stop Hypertension) lemak jenuh
Membatasi konsumsi alkohol Bagi peminum alkohol, konsumsi ≤ 2 gelas/hari
pada pria dan ≤ 1 gelas/hari pada wanita
Aktivitas fisik Aerobik rutin, seperti jalan cepat 30 menit/hari
Algoritma Penatalaksanaan Hipertensi

Modifikasi gaya hidup

Target TD < 140 mmHg (atau < 130 mmHg


pada pasien DM atau penyakit ginjal kronis)
tidak tercapai

Inisiasi obat lini pertama

Pencegahan umum Risiko tinggi PJK Stable angina, Unstable Disfungsi ventrikel kiri
PJK target < 140/90 mmHg Target < 130/80 mmHg angina/ NSTEMI, STEMI Target < 120/80 mmHg
Target < 130/80 mmHg

ACE-I atau ARB atau CCB ACE-I atau ARB dan β-


atau diuretik thiazid atau Β-blocker + ACE –I atau ARB blocker dan antagonis
kombinasi aldosteron dan diuretik
thiazid atau diuretik loop,
dan ISDN/hydralzine

Target TD masih belum tercapai


setelah optimalisasi dosis

Pertimbangkan rujuk ke
spesialis hipertensi

Komplikasi
Hipertrofi ventrikel kiri, proteinuria dan gangguan fungsi ginjal, aterosklerosis pembuluh
darah, retinopati, stroke atau TIA, infark miokard, angina pektoris, gagal jantung.

Prognosis
Hipertensi tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol dengan terapi yang sesuai.
Terapi kombinasi obat dan modifikasi gaya hidup umumnya dapat mengontrol tekanan darah agar
tidak merusak organ target. Oleh karena itu, obat antihipertensi harus terus diminum untuk
mengontrol tekanan darah dan mencegah komplikasi. Studi menunjukkan kontrol tekanan darah
pada hipertensi menurunken insiden stroke sebesar 35-44% tetapi sampai saat ini belumjelas
apakah golongan obat antihipertensi tertentu memiliki perlindungan khusus terhadap stroke. Satu
studi menunjukkan efek ARB dibandingkan dengan penghambat ACE menurunkan risiko infark
miokard, stroke, dan kematian 13% lebih banyak, termasuk 25% penurunan risiko stroke baik fatal
maupun non-fatal.

Tabel 4. Obat Anti Hipertensi Oral


Kelas Nama obat Dosis (mg/hari)
Diuretik  Hidroklorotiazid 12,5-50
 Furosemid 20-80
 Spironolakton 25-50
β-blocker  Metoprolol 50-100
 Bisoprolol 2,5-10
 Propanolol 40-160
Calcium Channel Blocker (CCB)  Amlodipine 2,5-10
 Nifedipine 30-60
 Verapamil 120-360
 Diltiazem 120-540
Angiotensin converting enzyme  Captopril 25-100
inhibitor (ACE-I)  Elanapril 5-40
 Lisinopril 10-40
Angiotensin receptor blocker (ARB)  Losartan 25-100
 Valsartan 80-320
α-blocker  Klonidin 0,1-0,8
Kombinasi α-blocker dan β-blocker  Carvedilol 12,5-50
 Labetalol 200-800
Vasodilator direk  Hidralazin 25-100
 Minoksidil 2,5-80

Tabel 5. Petunjuk pemilihan obat dengan indikasi khusus

Indikasi khusus Obat-obat yang direkomendasikan


Diuretik Penyekat Penghambat Antagonis Penghambat Antagonis
reseptor β ACE reseptor α kalsium aldosteron
Gagal Jantung v v v v v
Pasca Infark v v v
Miokard
Risiko Tinggi v v v V
Peny. Koroner
DM v v v v V
Penyakit Ginjal v V
Kronik
Pencegahan v v
Stroke Berulang
DEMAM BERDARAH DENGUE

PENGERTIAN

Merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes Aeypty dan Aedes alboptycus serta memenuhi kriteria WHO untuk demam berdarah
dengue.

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anamnesis

Demam mendadak tinggi dengan tipe bifasik disertai oleh kecenderungan perdarahan (perdarahan
kulit, perdarahan gusi, epistaksis, hematemesis, melene, hematuria), sakit kepala, nyeri otot dan
sendi, ruam, nyeri di belakang mata, mual-muntah, pemanjangan siklus menstruasi. Riwayat
penderita DBD di sekitar tempat tinggal, sekolah atau ditempat bekerja di waktu yang sama. Pasien
dapat juga datang disertai dengan keluhan sesak, lemah hingga penurunan kesadaran.

Pemeriksaan Fisik

 Demam
 Gejala infeksi viral seperti injeksi kkonjunctiva, mialgia, athralgia
 Tanda perdarahan: ptekie, purpura, ekimosis
 Hepatomegali
 Tanda-tanda kebocoran plasm: efusi pleura, asites, edema, kandung empedu

Pemriksaan Penunjang

 Pemriksaan darah rutin: leukopenia, trombositopenia, hemokonsentrasi


 Serologi: IgG dan IGM antidengue (+), pemeriksaan protein virus NS-1 Dengue
 Foto Thoraks: penumpulan sudut costofrenicus
 USG abdomen: double layer pada dinding kandung empedu, atau ascites

Kriteria Diagnosis

Definisi Kasus untuk Demam Berdarah

Probable – demam akut disertai dua atau lebih gejala berikut:

 Sakit kepala
 Nyeri retro-orbital
 Myalgia
 Athralgia
 Ruam
 Manifestasi perdarahan
 Leukopenia; dan
 Hasil pemeriksaan serologi (+) atau adanya demam dengue di lokasi dan waktu yang sama
Confirmed – kasus dikonfirmasi dengan kriteris laboratorium

 Isolasi virus dengue daris erum atau sampel otopsi


 Kenaikan ≥ 4 kali titer antibodi IgG atau IgM pada sampel plasma
 Terdapatnya antigen virus dengue pada sampel otopsi jaringan, plasma, atau LCS dengan teknik
imunohistokimia, imunofluoerens, atau ELISA
 Deteksi sekuens genom virus dengue di sampel jaringan atau LCS dengan cara PCR

Reportable – setiap kejadian kasus probable atau confirmed harus dilaporkan

Kriteria Diagnosis Klinis Demam Berdarah Dengue (DBD) WHO 1997

1. Demam aytau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
 Uji bendung positif
 Ptekie, ekimosis, atau purpura
 Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari
tempat lain
 Hematemesis atau melena
3. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ml)
4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
 Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin
 Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya
 Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, atau hiponatremia

Derajat Keparahan Demam Berdarah Dengue

 Derajat I: Demam disertai gejala-gejala konstitusional yang tidak spesifik; satu-satunya


manifestasi perdarahan adalah hasil uji torniquet yang positif
 Derajat II: sebagai tambahan dari manifestasi pasien derajat I, terdapat perdarahan spontan,
biasanya dalam bentuk perdarahan kulit dan/atau perdarahan lainnya
 Derajat III: kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang lemah dan cepat, menyempitnya
tekanan nadi (20 mmHg atau kurang) atau hipertensi, serta gelisah dan kulit teraba dingin
 Derajat IV: renjatan/syok berat dengan nadi dan tekanan darah yang tidak tedeteksi

Dengue Syok Syndrome (DSS)

Diagnosa Dengue Syok Syndrome (DSS)

Semua gejala kriteria DB ditambah bukti adanya kegagalan sirkulasi seperti:

 Nadi lemah dan cepat


 Tekanan nadi sempit (<20 mmHg)

Atau adanya manifestasi:

 Hipotensi
 Akral dingin, lembab dan gelisah

Diagnosis Banding

Demam akut lain yang disertai trombositopenia seperti demam tifoid, malaria, chikunguya

Pemeriksaan Penunjang

Hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), leukosit, trombosit, serologi dengue, foto thoraks. Evaluasi Ht
dan trombosit setiap 12/24 jam sesuai keadaan klinis, USG abdomen sesuai indikasi atau bila perlu

Diagnosis Banding

Demam akut lain yang disetai trombositopenia seperti demam tifoid, malaria, chikunguya

TATALAKSANA

Nonfarmakologis

 Istirahat, makanan lunak, tingkatkan asuoan cairan oral


 Pantau tanda-tanda syok, terutama pada transisi fase febris (hari 4-6)
 Klinis: tingkat kesadaran, nadi, tekanan darah
 Lanboratorium: Hb, Ht, Trombosit, Leukosit

Farmakologis

 Simptomatis: antipiretik parasetamol bila demam


 Tatalaksanan terinci pada lampiran protokol tatalaksana DBD
 Cairan intravena: Ringer Laktat atau Ringer Asetat 4-6 jam/kolf. Evaluasi jumlah cairan,
kondisi klinis, perbaikan/perburukan hemokonsentrasi. Koloid/plasma ekspander pada
DBD stadium III dan IV bila diperlukan
 Transfusi trombosit dan komponen darah sesuai indikasi
 Pertimbangan heparinisasi pada DBD stadium III dan IV dengan koagulasi intravaskular
diseminata (KID)

Kriteria Merujuk Pasien ke RS/ICU:

 Takikardi
 Capillary refill time (< 2 detik )
 Kulit dingin, lembab dan pucat
 Nadi perifer lemah atau hilang
 Perubahan status mental
 Oliguria
 Peningkatan mendadak Ht atau peningkatan kontinyu Ht setelah terapi cairan diberikan
 Tekanan nadi sempit (< 20 mmHg)
 Hipotensi

Protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa:

Protokol 1: Penanganan Tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok


Protokol 2: Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa diruang rawat

Protokol 3: Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%

Protokol 4: Penatalaksanaan Peradarahan Spontan pada DBD dewasa

Protokol 5: Tatalaksanan Sindroma Syok Dengue pada dewasa

Protokol 1: Penanganan Tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok

Keluhan DBD
(Kriteria WHO 1997)

Hb, Ht, trombo Hb, Ht normal, trombo Hb. Ht normal, Hb, Ht meningkat,
normal 100.000-150.000 trombo < 100.000 trombo normal/turun

Observasi Observasi Rawat Rawat


Rawat jalan Rawat jalan
Periksa Hb, Ht, Periksa Hb, Ht,
Leukosit, Leukosit, Trombosit/24
Trombosit/24 jam jam Penanganan protokol
rawat inap untuk DBD
(Protokol 2)

Protokol 2: Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa ri ruang rawat

Susp. DBD
Perdarahan Spontan
dan Masif(-)
Syok (-)

Hb, Ht, trombo < 100.000 Hb, Ht meningkat 10-20% Hb, Ht meningkat >20%
Infus Kristaloid Trombo <100.000 Trombo <100.000
Evaluasi Hb, Ht, Trombo Infus Kristaloid
tiap 24 jam Evaluasi Hb, Ht, trombo/12 jam

Protokol pemberian
cairan DBD dengan Ht
meningkat ≥20%
Keterangan:

* Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan:

Sesuai rumus berikut 1500 + 20 x (BB dalam kg – 20)


** Pemanatuan disesuaikan dengan fase/hari perjalanan penyakit dan kondisi klinis

Setelah cairan diberikan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:

 Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit <100.000 jumlah pemberian cairan tetap seperti
rumus diatas tapi pemantauan Hb, Ht, trombosit dilakukan tiap 12 jam
 Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka pemberisn cairan sesuai protokol
DBD dengan peningkatan Ht >20%

Protokol 3: Penatalaksanaa DBD dengan peningkatan Ht> 20%

5% defisit cairan

Terapi awal cairan intravena kristaloid 6-7 ml/kg/jam

Evaluasi 3-4 jam

Perbaikan Tidak Membaik


Ht dan frekuensi nadi turun, Ht dan frekuensi nadi meningkat,
tekanan darah membaik, tekanan darah menurun <20%
produksi urine meningkat mmHg, produksi urine menurun

Kurangi infus kristaloid TANDA VITAL DAN Infus kristaloid


5ml/kg/jam HEMATOKRIT 10ml/kg/jam
MEMBURUK

PERBAIKAN PERBAIKAN TIDAK MEMBAIK

Kurangi infus kristaloid Infus kristaloid


3ml/kg/jam 10ml/kg/jam

PERBAIKAN KONDISI MEMBURUK


Tanda Syok

Terapi cairan dihentikan


24-48 jam

Tatalaksana sesuai
PERBAIKAN protokol syok dan
perdarahan

Membaik: penurunan hematokrit, stabilnya pulsasi dan tekanan darah, urine output meningkat
Tidak membaik: hematokrit dan pulsasi meningkat, tekanan darah menurun dibawah 20mmHg,
menurunnya urine output

Tanda-tanda vital tidak stabil : menurunnya urine output, tanda-tanda syok

Protokol 4: Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa

Kasus DBD:
Perdarahan spontan masif:
Epistaksis tidak terkendali, Gross
hematuria,Hematemesis dan atau Melena,
Hematoshezia, Perdarahan Otak

Syok (-)

Hb, Ht, Leukosit, Trombosit,


Pemeriksaan Hemostasis (KID)
Golongan darah, uji cocok serasi

KID (+) KID (-)


Transfusi komponen darah: Transfusi komponen darah:
PRC (Hb <10g%) PRC (Hb < 10g%)
FFP FFP
TC (Trombosit <100.000) TC (Trombosit <100000)
Heparinisasi 5000-100000/24 jam drip Pemantauan Hb, Ht, Trombosit tiap 4-6 jam
Pemantauan Hb, Ht, Trombosit tiap 4-6 jam Ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam
Ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam kemudian
kemudian
Cek APTT tiap hari, target 1,5-2,5 kali kontrol
Protokol 5: Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada Dewasa
Jalan nafas
Pernafasan: O2 1-2L/menit dengan nasal kateter
Bisa lebih memakai sungkup wajah
Sirkulasi: cairan kristaloid dan atau koloid 10-20
ml/kg secepatnya (bila mungkin <10 menit)
Perhatikan: tanda-tanda hipovolemia,
hipervolemia/overload dan respon pemberian
cairan

PERBAIKAN TETAP SYOK

Kristaloid Kristaloid guyur 30ml/kg/jam


7ml/kg/jam Perburukan dalam 20-30 menit
dalam 1 jam
Ht naik TETAP SYOK Ht turun
PERBAIKAN
Koloid 10-20 ml/kg Transfusi darah 10ml/kg, dapat
dalam 10-15 menit diulang sesuai kebutuhan
Kristaloid
5ml/kg/jam
dalam 1 jam PERBAIKAN TETAP SYOK

24-48 jam setelah Koloid maksimal 30ml/kg


syok teratasi , tanda
vital/Ht stabil
diuresis cukup PERBAIKAN TETAP SYOK

Stop Infus Pasang kateter vena sentral

Koloid, bila dosis maksimal belum dicapai atau kristaloid


/gelatin (bila koloid sebelumnya telah mencapai dosis
maksimal) 10 ml/kg dalam 10 menit, dapat diulang sampai
30 menit: sasaran tek. vena sentral (TVS) 15-18 smH2O

Hipovolemik Normovolemik

TETAP SYOK

Kristaloid dipantau Koreksi gangguan asam


10-15 menit basa,
elektrolit,hipoglikemia,
anemia, KID, infeksi
PERBAIKAN
sekunder

Kombinasi Perbaikan terhadap Inotropik, Vasopressor,


Koloid-kristaloid vasopresor Vasodilator

Anda mungkin juga menyukai