Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Usus

Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang


membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang
usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini
mengisi bagian tengah dan bawah rongga abdomen. Ujung proksimalnya
bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin ke bawah lambat laun garis
tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.

2.1.1. Struktur usus halus


Struktur usus halus terdiri dari bagian-bagian berikut ini:

a. Duodenum: bentuknya melengkung seperti kuku kuda. Pada


lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum
merupakan tempat bermuaranya saluran empedu (duktus
koledokus) dan saluran pankreas (duktus pankreatikus), tempat ini
dinamakan papilla vateri. Dinding duodenum mempunyai lapisan
mukosa yang banyak mengandung kelenjar brunner untuk
memproduksi getah intestinum. Panjang duodenum sekitar 25 cm,
mulai dari pilorus sampai jejunum.
b. Jejunum: Panjangnya 2-3 meter dan berkelok-kelok, terletak di
sebelah kiri atas intestinum minor. Dengan perantaraan lipatan
peritoneum yang berbentuk kipas (mesentrium) memungkinkan
keluar masuknya arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh
limfe, dan saraf ke ruang antara lapisan peritoneum. Penampang
jejunum lebih lebar, dindingnya lebih tebal, dan banyak
mengandung pembuluh darah.
c. Ileum: ujung batas antara ileum dan jejunum tidak jelas,
panjangnya ±4-5 m. Ileum merupakan usus halus yang terletak di
sebelah kanan bawah berhubungan dengan sekum dengan
perantaraan lubang orifisium ileosekalis yang diperkuat sfingter
dan katup valvula ceicalis (valvula bauchini) yang berfungsi
mencegah cairan dalam kolon agar tidak masuk lagi ke dalam
ileum.

2.1.2. Struktur usus besar

Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan


panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum
sampai kanalisani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar
daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi
makin dekat anus diameternya semakin kecil. 23 Lapisan-lapisan usus
besar dari dalam ke luar adalah selaput lendir, lapisan otot yang
memanjang, dan jaringan ikat. Ukurannya lebih besar daripada usus
halus, mukosanya lebih halus daripada usus halus dan tidak memiliki
vili. Serabut otot longitudinal dalam muskulus ekterna membentuk
tiga pita, taenia coli yang menarik kolon menjadi kantong-kantong
besar yang disebut dengan haustra. Dibagian bawah terdapat katup
ileosekal yaitu katup antara usus halus dan usus besar. Katup ini
tertutup dan akan terbuka untuk merespon gelombang peristaltik
sehingga memungkinkan kimus mengalir 15 ml masuk dan total aliran
sebanyak 500 ml/hari.25 Bagian-bagian usus besar terdiri dari :

a. Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung di bawah


area katup ileosekal apendiks.25 Pada sekum terdapat katup
ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum.23
Apendiks vermiform, suatu tabung buntu yang sempit yang
berisi jaringan limfoit, menonjol dari ujung sekum.25
b. Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum.
Kolon memiliki tiga divisi.
i. Kolon ascenden : merentang dari sekum sampai ke tepi
bawah hati di sebelah kanan dan membalik secara
horizontal pada fleksura hepatika.
ii. Kolon transversum: merentang menyilang abdomen di
bawah hati dan lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri,
tempatnya memutar ke bawah fleksura splenik.
iii. Kolon desenden : merentang ke bawah pada sisi kiri
abdomen dan menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang
bermuara di rektum.
c. Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan
panjang 12-13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan
membuka ke eksterior di anus.

2.2. Fisiologi
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan
absorbsi bahan – bahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan
dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin
terhadap makanan yang masuk. Proses pencernaan dilanjutkan di dalam
duodenum terutama oleh kerja enzim – enzim pankreas yang menghidrolisis
karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat – zat yang lebih sederhana.
Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan
memberikan pH optimal untuk kerja enzim – enzim. Sekresi empedu dari hati
membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga
memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas. Proses
pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus
enterikus). Banyak di antara enzim – enzim ini terdapat pada brush border vili
dan mencernakan zat – zat makanan sambil diabsorbsi. Isi usus digerakkan
oleh peristaltik yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan
peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. Pergerakan
segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret
pankreas, hepatobiliar, sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi
dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk
absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung. Absorpsi adalah
pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan protein (gula
sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui dinding usus ke
sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu air,
elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi. Lemak dalam bentuk trigliserida
dihidrolisa oleh enzim lipase pankreas ; hasilnya bergabung dengan garam
empedu membentuk misel. Misel kemudian memasuki membran sel secara
pasif dengan difusif, kemudian mengalami disagregasi, melepaskan garam
empedu yang kembali ke dalam lumen usus, dan asam lemak serta
monogliserida ke dalam sel. Sel kemudian membentuk kembali trigliserida
dan digabungkan dengan kolesterol, fosfolipid, dan apoprotein untuk
membentuk kilomikron, yang keluar dari sel dan memasuki lakteal. Asam
lemak kecil dapat memasuki kapiler dan secara langsung menuju ke vena
porta. Garam empedu diabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dalam
ileum distalis. Dari kumpulan 5 gram garam empedu yang memasuki kantung
empedu, sekitar 0,5 gram hilang setiap hari; kumpulan ini bersirkulasi ulang 6
kali dalam 24 jam.27,28 Protein oleh asam lambung di denaturasi, pepsin
memulai proses proteolisis. Enzim protease pankreas (tripsinogen yang
diaktifkan oleh enterokinase menjadi tripsin, dan endopeptidase,
eksopeptidase) melanjutkan proses pencernaan protein, menghasilkan asam
amino dan 2 sampai 6 residu peptida. Transport aktif membawa dipeptida dan
tripeptida ke dalam sel untuk diabsorpsi.28 Karbohidrat, metabolisme
awalnya dimulai dengan menghidrolisis pati menjadi maltosa (isomaltosa),
yang merupakan disakarida. Kemudian disakarida ini, bersama dengan
disakarida utama lain, laktosa dan sukrosa, dihidrolisis menjadi monosakarida
glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Enzim laktase, sukrase, maltase, dan
isimaltase untuk pemecahan disakarida terletak di dalam mikrovili ’brush
border’ sel epitel. Disakarida ini dicerna menjadi monosakarida sewaktu
berkontak dengan mikrovili ini atau
sewaktu mereka berdifusi ke dalam mikrovili. Produk pencernaan,
monosakarida, glukosa, galaktosa, dan fruktosa, kemudian segera diabsorpsi
ke dalam darah porta. Air dan elektrolit, cairan empedu, cairan lambung,
saliva, dan cairan duodenum menyokong sekitar 8-10 L/hari cairan tubuh,
kebanyakan diabsorpsi. Air secara osmotik dan secara hidrostatik diabsorpsi
atau melalui difusi pasif. Natrium dan klorida diabsorpsi dengan pemasangan
zat telarut organik atau secara transport aktif. Kalsium diabsorpsi melalui
transport aktif dalam duodenum dan jejenum, dipercepat oleh hormon
parathormon (PTH) dan vitamin D. Kalium diabsorpsi secara difusi pasif.
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan
proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah
mengabsorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon
bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung
massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung. Kolon
mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta
mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga
keseimbangan air dan elektrolit serta mencegah dehidrasi. Gerakan retrograd
dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan dan meningkatkan
absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum,
mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh
antikolinergik, meningkat oleh makanan, kolinergik. Sepertiga berat feses
kering adalah bakteri; 10¹¹-10¹²/gram dimana bakteri Anaerob lebih banyak
dari bakteri aerob. Bacteroides paling umum, Escherichia coli
berikutnya. Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, dan
produksi intralumen. Bakteri membentuk hidrogen dan metan dari protein dan
karbohidrat yang tidak tercerna.
2.3. Ileus Obstruktif
2.3.1. Definisi ileus obstruktif
Obstruksi usus (mekanik) adalah keadaan dimana isi lumen
saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena ada
sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam lumen usus,
dinding usus atau luar usus yang menekan, atau kelainan vaskularisasi
pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus
tersebut. Obstruksi usus dapat diartikan sebagai kegagalan usus untuk
melakukan propulsi (pendorongan) isi dari saluran cerna. Kondisi
tersebut dapat terjadi dalam berbagai bentuk baik yang terjadi pada
usus halus maupun usus besar (kolon).
Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total.
Terdapat 2 jenis obstruksi usus: (1) Non-mekanis (mis: ileus paralitik
atau ileus adinamik), peristaltik usus dihambat akibat pengaruh toksin
atau trauma yang mempengaruhi pengendalian otonom motilitas usus;
(2) Mekanis, terjadi obstruksi di dalam lumen usus atau obstruksi
mural yang disebabkan oleh tekanan ekstrinsik. Obstruksi terjadi
ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus
ke depan tetapi peristaltiknya normal. Obstruksi usus merupakan suatu
blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan
makanan dapat secara mekanis atau fungsional.
Ileus Obstruktif disebut juga Ileus Mekanis (Ileus Dinamik).15
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh
peristaltik baik sebahagian maupun total. Ileus obstruktif ini dapat
akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang
melingkari.
2.4. Klasifikasi

1) Menurut sifat sumbatannya


Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruktif dibagi atas 2 tingkatan :
a) Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di
dalam lumen usus tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain karena
atresia usus dan neoplasma.
b) Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus disertai
oklusi pembuluh darah seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi,
dan volvulus.
2) Menurut letak sumbatannya
Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 2 :
a) Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus
b) Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar
3) Menurut etiologinya
Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3 :
a) Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi
(postoperative), hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma
(karsinoma), dan abses intraabdominal.
b) Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena
kelainan kongenital (malrotasi), inflamasi (Chron’s disease,
diverticulitis), neoplasma, traumatik, dan intususepsi.
c) Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di
dalam usus, misalnya benda asing, batu empedu.

2.5. Etiologi

1. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering


ileus obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus.
Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya
atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh
adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi
abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat
menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak.
2. Hernia inkarserata eksternal ( inguinal, femoral, umbilikal, insisional,
atau parastomal ) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab
ileus obstruktif, dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak
mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal,
kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa
menyebabkan hernia.
3. Neoplasma.Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi
intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intra abdominal dapat
menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal.
4. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap
bagian usus yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran
limphanodus mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya
intususepsi.
5. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi
akut selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
6. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital,
seperti malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi
usus besar.
7. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari
kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum
atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus
gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus,
umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang
menyebabkan obstruksi.
8. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi,
terapi radiasi, atau trauma operasi.
9. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau
penumpukan cairan.
10. Benda asing, seperti bezoar.
11. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau
hernia Littre.
12. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum
distalis dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium.

2.6. Patofisiologi

Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus


adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh
penyebab mekanik atau non mekanik. Perbedaan utama adalah pada obstruksi
paralitik peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi
mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya
hilang. Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap
hari. Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum mendekati kolon. Perubahan
patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah adanya lumen usus yang
tersumbat, ini menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi
akumulasi gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan).

Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian proksimal atau distal
usus. Apabila akumulasi terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya
peningkatan tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat
meningkatkan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi
air dan elektrolit di peritoneal. Dengan peningkatan permeabilitas dan
ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di usus dan rongga peritoneum
mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi dan volume darah. Akumulasi
gas dan cairan di bagian proksimal mengakibatkan kolapsnya usus sehingga
terjadi distensi abdomen. Terjadi penekanan pada vena mesenterika yang
mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus sehingga aliran darah ke
usus menurun, terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus. Pada usus yang
mengalami nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan pelepasan
bakteri dan toksin sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforais akan
menyebabkan bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis
dan peritonitis.

Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan


fungsi usus dan peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra
lumen secara progresif yang akan menyebabkan terjadinya retrograde
peristaltic sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak
ditangani dapat menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan cairan dan
elektrolit yang berlebih berdampak pada penurunanan curah jantung sehingga
darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh tubuh
sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan pada otak, sel dan ginjal.
Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob
yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolic.
Bila terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik dan
infark. Bila terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan
hydrogen di tubulus prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang sekresi
hidrogen di nefron bagian distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi
HCO3- dan penurunan kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini
akan menyebabkan terjadinya alkalosis metabolic. (Price &Wilson, 2007)
2.7. Pathway
2.8. Manifestasi Klinis

a) Mekanik sederhana – usus halus atas. Kolik (kram) pada abdomen


pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah, peningkatan bising usus,
nyeri tekan abdomen.
b) Mekanik sederhana – usus halus bawah. Kolik (kram) signifikan mid
abdomen, distensi berat, bising usus meningkat, nyeri tekan abdomen.
c) Mekanik sederhana – kolon. Kram (abdomen tengah sampai bawah),
distensi yang muncul terakhir, kemudian terjadi muntah (fekulen),
peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
d) Obstruksi mekanik parsial. Dapat terjadi bersama granulomatosa usus
pada penyakit Crohn. Gejalanya kram nyeri abdomen, distensi ringan dan
diare.
e) Strangulasi. Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus menerus
dan terlokalisir, distensi sedang, muntah persisten, biasanya bising usus
menurun dan nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi
berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar. (Price
&Wilson, 2007).
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2002;
Sabiston,1995)
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada
(Winslet,2002; Sabiston,1995).
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus

2.9. Pemeriksaan penunjang

a. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus


b. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau
lipatan sigmoid yang tertutup.
c. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah,
peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan
peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan
usus.
d. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic.
( Brunner and Suddarth, 2002 )

2.10. Penatalaksanaan Medis

Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit


dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi,
mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.

2.10.1. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah
mengawasi tanda - tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien
yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan
gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan
cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi
dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda vital dan
jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena,
diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT
digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah
aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi
abdomen.

2.10.2. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat
diberikan sebagai profilaksis. Antiemetik dapat diberikan
untuk mengurangi gejala mual muntah.
2.10.3. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi
nasogastrik untuk mencegah sepsis sekunder. Operasi
diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik
bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama
laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan
untuk dilakukan operasi: Jika obstruksinya berhubungan
dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka tindakan
lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka
reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal
4 macam cara/tindakan bedah yang dilakukan pada
obstruksi ileus:
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini
merupakan tindakan bedah sederhana untuk
membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi
atau pada volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru
yang “melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya
pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan
sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal
dari tempat obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat
anastomosis ujung-ujung usus untuk mempertahankan
kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinoma
colon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada
beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan
tindakan operatif bertahap, baik oleh karena
penyakitnya sendiri maupun karena keadaan
penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif,
mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari
dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Sabara,
2007).

2.11. Komplikasi

1. Nekrosis usus, perforasi usus, dikarenakan obstruksi yang sudah


terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.
2. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan
baik dan cepat.
3. Syok-dehidrasi, terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume
plasma.
4. Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi,
karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
5. Pneumonia aspirasi dari proses muntah,
6. Gangguan elektrolit, karena terjadi gangguan absorbsi cairan dan
elektrolit pada usus.
7. Kematian. ( Brunner and Suddarth, 2002 ).

3.1. Laparatomi
3.1.1. Definisi Laparatomi
Laparatomi adalah operasi yang dilakukan untuk
membuka abdomen (bagian perut). Kata "laparotomi" pertama
kali digunakan untuk merujuk operasi pada 1878 oleh seorang
ahli bedah Inggris, Thomas Bryant. Kata tersebut terbentuk dari
dua kata Yunani, ´lapara´ dan ´tome´. Kata ´lapara´ berarti
bagian lunak dari tubuh yg terletak di antara tulang rusuk
dan pinggul. Sedangkan ´tome´ berarti pemotongan (Kamus
Kedokteran, 2011).
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah
abdomen. Laparatomi yaitu insisi pembedahan melalui pinggang
(kurang begitu tepat), tapi lebih umum pembedahan perut.
Ramali (2008) mengatakan bahwa laparatomi yaitu pembedahan
perut, membuka selaput perut dengan operasi. Pembedahan
biasanya dilakukan pada usus akibat terjadinya perlekatan usus.
3.1.2. Tehnik Sayatan Laparatomi
Menurut Sjamsuhidayat dan Jong (2007), bedah laparatomi
merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah
abdomen. Teknik sayatan dapat dilakukan pada bedah digestif
dan kandungan, dimana arah sayatan meliputi :
1. Midline Epigastric Insision (irisan median atas)
Insisi dilakukan persis pada garis tengah dimulai
dari ujung Proccesus xiphoideus hingga satu sentimeter
diatas umbilikus. Membuka peritoneum dari bawah.
2. Midline Sub-umbilical Insision (irisan median bawah)
Irisan dari umbilikus sampai simfisis, membuka
peritoneum dari sisi atas. Irisan median atas dan bawah
dapat disambung dengan melingkari umbilikus.
3. Paramedian Insision (konvensional)
Insisi ini dapat dibuat baik di sebelah kanan atau kiri
dari garis tengah. Kira-kira 2,5cm sampai 5cm dari garis
tengah. Insisi dilakukan vertikal, diatas sampai bawah
umbilikus, M. Rectus Abdominis didorong ke lateral dan
peritoneum dibuka juga 2,5cm lateral dari garis tengah.
4. Lateral Paramedian Insision
Modifikasi dari paramedian insision yang dikenalkan
oleh Guillou. Dimana fascia diiris lebih lateral dari yang
konvensional. Secara teoritis, teknik ini akan memperkecil
kemungkinan terjadinya wound dehiscence dan insisional
hernia dan lebih baik dari yang konvensional.
5. Vertical Muscle Splitting Insision (paramedian transrect)
Insisi ini sama dengan paramedian insision
konvensional, hanya otot rectus pada insisi ini dipisahkan
secara tumpul (splitting longitudinally) pada tengahnya, atau
jika mungkin pada tengahnya. Insisi ini berguna untuk
membuka scar yang berasal dari insisi paramedian
sebelumnya. Kemungkinan hernia sikatrikalis lebih besar.
6. Kocher Subcostal Insision
Insisi Subcostal kanan yang biasanya digunakan untuk
pembedahan empedu dan saluran empedu.
7. McBurney Gridiron (Irisan oblique)
Dilakukan untuk kasus apendisitis akut dan
diperkenalkan oleh Charles McBurney pada tahun 1894, otot-
otot dipisahkan secara tumpul.
8. Rocky Davis
Insisi dilakukan pada titik McBurney secara
transverse skin crease, irisan ini lebih kosmetik.
9. Pfannenstiel Insision
Insisi yang popular dalam bidang ginekologi dan juga
dapat memberikan akses pada ruang retropubic pada laki-
laki untuk melakukan extraperitoneal retropubic
prostatectomy.
10. Insisi Thoracoabdominal
Insisi Thorakoabdominal, baik kanan maupun kiri,
akan membuat cavum pleura dan cavum abdomen menjadi
satu. Insisi thorakoabdominal kanan biasanya dilakukan
untuk melakukan emergensi ataupun elektif reseksi hepar.
Insisi thorakoabdominal kiri efektif jika dilakukan untuk
melakukan reseksi dari bagian bawah esophagus dan bagian
proximal dari lambung.

3.1.3. Jenis Tindakan Operasi Laparatomi Menurut Indikasi


Tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan teknik
sayatan arah laparatomi yaitu:
1. Herniotomi. Tindakan bedah hernia disebut herniotomi. Herniotomi
adalah operasi pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya,
kantong hernia dibuka dan isi hernia dibebaskkan kalau ada
perlengketan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit ikat
setingggi mungkin lalu dipotong (Sjamsuhidayat dan Jong, 2007).
2. Gastrektomi. Suatu tindakan reseksi pada lambung baik
keseluruhan lambung maupun sebagian. Prosedur ini biasanya
digunakan untuk mengobati kanker, tetapi juga digunakan untuk
mengobati ulkus lambung yang tidak berespon terhadap terapi
obat. Gastrektomi Billroth I adalah gastrektomi parsial, yaitu
bagian lambung yang masih ada dilakukan anastomosis dengan
duodenum. Gastrektomi parsial Polya (di Amerika Serikat lebih
dikenal dengan gastrektomi Billroth II) meliputi pengangkatan
sebagian lambung dan duodenum serta anastomosis bagian
lambung yang masih ada dengan jejunum. Gastrektomi total
adalah operasi radikal yang dilakukan untuk kanker di bagian
atas lambung.
3. Kolesistoduodenostomi. Pembedahan pada tumor obstruksi duktus
koleduktus, kaput pankreas, papilla vater, duktus pankreas,
duodenum, vena mesentrikasuperior, duktushepatikus, arteri
mesenterika superior dan kandung empedu.
4. Hepatektomi. Hepatektomi adalah operasi bedah untuk
mengangkat sebagian atau seluruh bagian organ hati .
Tindakan hepatektomi sering digunakan untuk mengobati kanker
hati. Hepatektomi parsial adalah pembedahan yang hanya
mengangkat tumornya saja (sebagian dari hati). Hepatektomi
total adalah operasi yang kompleks di mana seluruh hati atau
liver akan diangkat. Prosedur ini diikuti dengan transplantasi hati
karena tubuh tidak dapat hidup tanpa hati.
5. Splenorafi atau splenotomi. Splenotomi adalah adalah sebuah
metode operasi pengangkatan limpa, yang mana organ ini
merupakan bagian dari sistem getah bening. Splenotomi biasanya
dilakukan pada trauma limpa, penyakit keganasan tertentu pada
limpa (limfoma, limfositis kronik), hemolitik jaundice, idiopatik
trombositopenia purpura, atau untuk tumor, kista, dan
splenomegali.
6. Apendektomi. Tindakan pembedahan yang dilakukan pada
apendiks akibat peradangan baik bersifat akut maupun kronik.
Teknik apendektomi dengan irisan Mc. Burney secara terbuka.
Jenis insisi apendiktomi menurut Mansjoer (2010) dapat dilakukan
dengan tiga jenis insisi yang berbeda dan masing-masing memiliki
keuntungan dan kerugian.
a. Insisi menurut McBurney (grid incision atau muscle splitting
incision). Teknik ini paling sering dikerjakan dikarenakan tidak
terjadi benjolan dan tidak mungkin terjadi herniasi, trauma
operasi minimum pada alat-alat tubuh dan masa penyembuhan
lebih cepat. Namun insisi McBurney juga memiliki kerugian
yaitu lapangan operasi terbatas, sulit diperluas dan waktu
yang dibutuhkan untuk operasi lebih lama. Namun operasi
dapat diperluas dengan memotong otot secara tajam. Untuk
pelaksanaanya, dilakukan sayatan pada garis yang tegak lurus
pada garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior
(SIAS) dengan umbilikus pada batas sepertiga lateral (titik
McBurney). Sayatan ini mengenai kutis, subkutis dan fasia.
Otot-otot dinding abdomen disayat secara tumpul menurut arah
serabut ototnya.
b. Insisi menurut Roux (muscle cutting incision). Sayatan ini
dilakukan pada lokasi dan arah yang sama dengan insisi
McBurney hanya saja insisi menurut Roux ini dilakukan
sayatan yang langsung menembus dinding abdomen tanpa
mempedulikan arah serabut otot sampai tampak peritoneum.
Adapun keuntungannya adalah lapangan operasi lebih luas,
lebih mudah diperluas, sederhana dan mudah. Dan kerugiannya
adalah lebih banyak memotong saraf dan pembuluh darah,
sehingga perdarahan pada teknik ini lebih banyak, masa
pemulihan pasca bedah lebih lama, nyeri pasca operasi lebih
sering terjadi dan kadang-kadang terdapat hematoma yang
terinfeksi.
c. Insisi pararektal. Sayatan ini dilakukan pada garis lateral
muskulus rektus abdominis dekstra secara vertical dari kranial
ke kuadral sepanjang 10 cm keuntungannya, dapat dipakai
pada insiden apendiks yang belum pasti dan sayatan dapat
dengan mudah diperpanjang. Namun untuk kerugiannya,
sayatan ini tidak secara tepat langsung mengarah ke apendiks
atau sekum, dapat memotong saraf dan pembuluh darah yang
besar dan untuk menutup luka dibutuhkan jahitan penunjang.
d. Kolostomi. Kolostomi merupakan kolokytaneostomi yang
disebut juga anus preternaturalis yang dibuat sementara atau
menetap.
e. Hemoroidektomi. Terapi bedah dipilih untuk penderita yang
mengalami keluhan menahun dan pada penderita hemoroid
derajat III dan IV.
f. Fistulotomi atau fistulektomi. Pada fistel dilakukan fistulotomi
atau fistulektomi artinya fistel dibuka dari lubang asalnya
sampai lubang kulit. Luka dibiarkan terbuka sehingga proses
penyembuhan dimulai dari dasar persekundan intertionem.
Tindakan bedah kandungan yang sering dilakukan dengan
teknik sayatan arah laparatomi adalah berbagai jenis operasi
uterus, operasi pada tuba fallopi dan operasi ovarium, yaitu:
a. Histerektomi. Pembukaan uterus untuk mengeluarkan isinya
dan kemudian menutupnya lagi, yang dapat dilakukan dengan
cara:
1) Histerektomi total yaitu mengangkat seluruh uterus
dengan membuka vagina.
2) Histerektomi subtotal yaitu pengangkatan bagian
uterus diatas vagina tanpa membuka vagina.
3) Histerektomi radikal yaitu untuk karsinoma serviks
uterus dengan mengangkat uterus, alat-alat adneksia
sebagian dari parametrium, bagian atas vagina dan
kelenjar-kelenjar regional.
4) Eksterasi pelvik yaitu operasi yang lebih luas dengan
mengangkat semua jaringan di dalam rongga pelvik,
termasuk kandung kencing atau rektum.
b. Salpingo-ooforektomi bilateral. Merupakan pengangkatan
sebagian ovarium diselenggarakan pada kelainan jinak.
Pada tumor ganas ovari kanan dan kiri diangkat dengan tuba
bersama dengan uterus. Selain tindakan bedah dengan
teknik sayatan laparatomi pada bedah digestif dan
kandungan, teknik ini juga sering dilakukan pada
pembedahan organ lain, antara lain ginjal dan kandung kemih
(Nuryanti, 2012).
3.1.4. Komplikasi Post Laparatomi
1. Stitch Abscess. Biasanya muncul pada hari ke-10 pasca operasi
atau sebelumnya, sebelum jahitan insisi tersebut diangkat.
Abses ini dapat superfisial atau lebih dalam. Jika dalam ia
dapat berupa massa yang teraba dibawah luka, dan terasa nyeri
jika diraba.
2. Infeksi Luka Operasi. Biasanya jahitan akan terkubur didalam kulit
sebagai hasil dari edema dan proses inflamasi sekitarnya. Infeksi
luka sering muncul pada 36 jam sampai 46 jam pasca operasi.
Penyebabnya dapat berupa Staphylococcus Aureus, E. Colli,
Streptococcus Faecalis, Bacteroides. Pasien biasanya akan
mengalami demam, sakit kepala, anorexia dan malaise.
3. Gas Gangrene. Biasanya berupa rasa nyeri yang sangat pada luka
operasi, biasanya 12 jam sampai 72 jam pasca operasi,
peningkatan temperature (39°C sampai 41°C), takikardia, dan syok
yang berat.
4. Hematoma. Kejadian ini kira-kira 2% dari komplikasi operasi.
Keadaan ini biasanya hilang dengan sendirinya.
5. Keloid Scar. Penyebab keadaan ini hingga kini tidak diketahui,
hanya memang sebagian orang mempunyai kecenderungan
mengalami hal ini lebih dari orang lain.
6. Abdominal Wound Disruption and Evisceration. Disrupsi ini dapat
partial ataupun total. Insidensinya sendiri bervariasi antara 0%
sampai 3% dan biasanya lebih umum terjadi pada pasien lebih dari
60 tahun. Jika dilihat dari jenis kelamin, perbandingan laki-laki
dan perempuan.

Anda mungkin juga menyukai