Anda di halaman 1dari 12

IV

PROGRAM

NASIONAL

PROGRAM NASIONAL

GAMBARAN UMUM

Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, Pemerintah


menetapkan beberapa program nasional yang menjadi prioritas. Program prioritas
tersebut meliputi:
a) menurunkan angka kematian ibu dan bayi serta meningkatkan angka
kesehatan ibu dan bayi
b) menurunkan angka kesakitan HIV/AIDS
c) menurunkan angka kesakitan tuberkulosis
d) pengendalian resistensi antimikroba
e) pelayanan geriatri
Implementasi program ini di rumah sakit dapat berjalan baik apabila mendapat
dukungan penuh dari pimpinan/direktur rumah sakit berupa penetapan regulasi,
pembentukan organisasi pengelola, penyediaan fasilitas, sarana dan dukungan
finansial untuk mendukung pelaksanaan program.

SASARAN, STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, SERTA ELEMEN PENILAIAN

SASARAN I:
PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI SERTA PENINGKATAN
KESEHATAN IBU DAN BAYI

Standar 1
Rumah sakit melaksanakan program PONEK 24 jam di rumah sakit beserta
monitoring dan evaluasinya.

Standar 1.1
Rumah sakit menyiapkan sumber daya untuk penyelenggaraan pelayanan PONEK.

Standar 1.2
Rumah sakit melaksanakan pelayanan rawat gabung, mendorong pemberian ASI
ekslusif, melaksanakan edukasi dan perawatan metode kangguru pada bayi berat
badan lahir rendah (BBLR).

Maksud dan Tujuan Standar 1, Standar 1.1 dan Standar 1.2

Mengingat kematian bayi mempunyai hubungan erat dengan mutu penanganan


ibu hamil dan melahirkan, maka proses antenatal care, persalinan dan perawatan
bayi harus dilakukan dalam sistem terpadu di tingkat nasional dan regional.
Pelayanan obstetri dan neonatal regional merupakan upaya penyediaan pelayanan
bagi ibu dan bayi baru lahir secara terpadu dalam bentuk Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit dan Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di tingkat Puskesmas.

Rumah Sakit PONEK 24 Jam merupakan bagian dari sistem rujukan dalam
pelayanan kedaruratan dalam maternal dan neonatal, yang sangat berperan dalam
menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir.

Kunci keberhasilan PONEK adalah ketersediaan tenaga-tenaga kesehatan yang


sesuai kompetensi, prasarana, sarana dan manajemen yang handal.

Rumah sakit dalam melaksanakan program PONEK sesuai dengan pedoman


PONEK yang berlaku, dengan langkah-langkah pelaksanaan sebagai berikut:
a) melaksanakan dan menerapkan standar pelayanan perlindungan ibu dan bayi
secara terpadu dan paripurna.
b) mengembangkan kebijakan dan SPO pelayanan sesuai dengan standar
c) meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi termasuk
kepedulian terhadap ibu dan bayi.
d) meningkatkan kesiapan rumah sakit dalam melaksanakan fungsi pelayanan
obstetrik dan neonatus termasuk pelayanan kegawat daruratan (PONEK 24
jam)
e) meningkatkan fungsi rumah sakit sebagai model dan pembina teknis dalam
pelaksanaan IMD dan pemberian ASI Eksklusif
f) meningkatkan fungsi rumah sakit sebagai pusat rujukan pelayanan kesehatan
ibu dan bayi bagi sarana pelayanan kesehatan lainnya.
g) meningkatkan fungsi rumah sakit dalam Perawatan Metode Kangguru (PMK)
pada BBLR.
h) melaksanakan sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan program RSSIB
10 langkah menyusui dan peningkatan kesehatan ibu
i) ada regulasi rumah sakit yang menjamin pelaksanaan PONEK 24 jam,
meliputi pula pelaksanaan rumah sakit sayang ibu dan bayi, pelayanan ASI
eksklusif (termasuk IMD), pelayanan metode kangguru, dan SPO Pelayanan
Kedokteran untuk pelayanan PONEK (lihat juga PAP 3.1)
j) dalam rencana strategis (Renstra), rencana kerja anggaran (RKA) rumah
sakit, termasuk upaya peningkatan pelayanan PONEK 24 jam
k) tersedia ruang pelayanan yang memenuhi persyaratan untuk PONEK antara
lain rawat gabung
l) pembentukan tim PONEK
m) tim PONEK mempunyai program kerja dan bukti pelaksanaannya
n) terselenggara pelatihan untuk meningkatan kemampuan pelayanan PONEK
24 jam, termasuk stabilisasi sebelum dipindahkan
o) pelaksanaan rujukan sesuai peraturan perundangan
p) pelaporan dan analisis meliputi :
• angka keterlambatan operasi operasi section caesaria (SC) ( > 30
menit)
• angka keterlambatan penyediaan darah ( > 60 menit)
• angka kematian ibu dan bayi
• kejadian tidak dilakukannya inisiasi menyusui dini (IMD) pada bayi baru
lahir

Elemen Penilaian Standar 1


1. Ada regulasi rumah sakit tentang pelaksanaan PONEK 24 jam di rumah sakit
dan ada rencana kegiatan PONEK dalam perencanaan rumah sakit. (R)
2. Ada bukti keterlibatan pimpinan rumah sakit di dalam menyusun kegiatan
PONEK. (D,W)
3. Ada bukti upaya peningkatan kesiapan rumah sakit dalam melaksanakan
fungsi pelayanan obstetrik dan neonatus termasuk pelayanan kegawat
daruratan (PONEK 24 Jam). (D,W)
4. Ada bukti pelaksanaan rujukan dalam rangka PONEK (lihat juga ARK.5).
(D,W)
5. Ada bukti pelaksanaan sistem monitoring dan evaluasi program rumah sakit
sayang ibu dan bayi (RSSIB). (D,W)
6. Ada bukti pelaporan dan analisis yang meliputi 1 sampai dengan 4 di maksud
dan tujuan. (D,W)

Elemen Penilaian Standar 1.1


1. Ada bukti terbentuknya tim PONEK dan program kerjanya. (R)
2. Ada bukti pelatihan pelayanan PONEK. (D,W)
3. Ada bukti pelaksanaan program tim PONEK. (D,W)
4. Tersedia ruang pelayanan yang memenuhi persyaratan untuk PONEK.
(D,O,W)

Elemen Penilaian Standar 1.2


1. Terlaksananya rawat gabung. (O,W)
2. Ada bukti RS melaksanakan IMD dan mendorong pemberian ASI Ekslusif.
(O,W)
3. Ada bukti pelaksanaan edukasi dan perawatan metode kangguru (PMK) pada
bayi berat badan lahir rendah (BBLR). (D,O,W)

SASARAN II:
PENURUNAN ANGKA KESAKITAN HIV/AIDS (Standar 2)

Standar 2
Rumah sakit melaksanakan penanggulangan HIV/AIDS sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

Maksud dan Tujuan Standar 2


Dalam waktu yang singkat virus human immunodeficiency virus (HIV) telah
mengubah keadaan sosial, moral, ekonomi dan kesehatan dunia. Saat ini HIV/AIDS
merupakan masalah kesehatan terbesar yang dihadapi oleh komunitas global.

Saat ini, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dengan melakukan peningkatan


fungsi pelayanan kesehatan bagi orang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA). Kebijakan
ini menekankan kemudahan akses bagi orang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA)
untuk mendapatkan layanan pencegahan, pengobatan, dukungan dan perawatan,
sehingga diharapkan lebih banyak orang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) yang
memperoleh pelayanan yang berkualitas.
Rumah sakit dalam melaksanakan penanggulangan HIV/AIDS sesuai dengan
standar pelayanan bagi rujukan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan satelitnya
dengan langkah-langkah pelaksanaan sebagai berikut:
• meningkatkan fungsi pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT);
• meningkatkan fungsi pelayanan Prevention Mother to Child Transmision
(PMTCT);
• meningkatkan fungsi pelayanan Antiretroviral Therapy (ART) atau
bekerjasama dengan RS yang ditunjuk;
• meningkatkan fungsi pelayanan Infeksi Oportunistik (IO);
• meningkatkan fungsi pelayanan pada ODHA dengan faktor risiko Injection
Drug Use (IDU); dan
• meningkatkan fungsi pelayanan penunjang, yang meliputi: pelayanan gizi,
laboratorium, dan radiologi, pencatatan dan pelaporan.

Elemen Penilaian Standar 2

1. Adanya regulasi rumah sakit dan dukungan penuh manajemen dalam


pelayanan penanggulangan HIV/AIDS. (R)
2. Pimpinan rumah sakit berpartisipasi dalam menyusun rencana pelayanan
penanggulangan HIV/AIDS. (D,W)
3. Pimpinan rumah sakit berpartisipasi dalam menetapkan keseluruhan
proses/mekanisme dalam pelayanan penanggulangan HIV/AIDS termasuk
pelaporannya. (D,W)
4. Terbentuk dan berfungsinya Tim HIV/AIDS rumah sakit ( D,W )
5. Terlaksananya pelatihan untuk meningkatkan kemampuan teknis Tim
HIV/AIDS sesuai standar. (D,W)
6. Terlaksananya fungsi rujukan HIV/AIDS pada rumah sakit sesuai dengan
kebijakan yang berlaku. (D)
7. Terlaksananya pelayanan VCT, ART, PMTCT, IO, ODHA dengan faktor risiko
IDU, penunjang sesuai dengan kebijakan. (D)

SASARAN III:
PENURUNAN ANGKA KESAKITAN TUBERKULOSIS

Standar 3
Rumah sakit melaksanakan program penanggulangan tuberkulosis di rumah sakit
beserta monitoring dan evaluasinya melalui kegiatan:
a) promosi kesehatan;
b) surveilans tuberkulosis;
c) pengendalian faktor risiko;
d) penemuan dan penanganan kasus tuberkulosis;
e) pemberian kekebalan; dan
f) pemberian obat pencegahan.

Standar 3.1

Rumah sakit menyiapkan sumber daya untuk penyelenggaraan pelayanan dan


penanggulangan tuberkulosis.

Standar 3.2

Rumah sakit menyediakan sarana dan prasarana pelayanan tuberkulosis sesuai


peraturan perundang-undangan.

Standar 3.3

Rumah sakit telah melaksanakan pelayanan tuberkulosis dan upaya pengendalian


faktor risiko tuberkulosis sesuai peraturan perundang-undangan.

Maksud dan Tujuan Standar 3 sampai dengan Standar 3.3


Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan penanggulangan tuberkolosis berupa
upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif, preventif, tanpa
mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi
kesehatan masyarakat , menurunkan angka kesakitan , kecatatan atau kematian,
memutuskan penularan mencegah resistensi obat dan mengurangi dampak negatif
yang ditimbulkan akibat tubekulosis.

Rumah sakit dalam melaksanakan penanggulangan tubekulosis melalui kegiatan


yang meliputi:

a) Promosi kesehatan yang diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan yang


benar dan komprehensif mengenai pencegahan penularan, penobatan , pola
hidup bersih dan sehat (PHBS) sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku
sasaran yaitu pasien dan keluarga, pengunjung serta staf rumah sakit
b) Surveilans tuberkulosis, merupakan kegiatan memperoleh data epidemiologi
yang diperlukan dalam sistem informasi program penanggulangan
tuberkulosis, seperti pencatatan dan pelaporan tuberkulosis sensitif obat,
pencatatan dan pelaporan tuberkulosis resistensi obat.
c) Pengendalian faktor risiko tuberkulosis, ditujukan untuk mencegah,
mengurangi penularan dan kejadian penyakit tuberkulosis, yang
pelaksanaannya sesuai dengan pedoman pengendalian pencegahan infeksi
tuberkulosis di rumah sakit pengendalian faktor risiko tuberkulosis, ditujukan
untuk mencegah, mengurangi penularan dan kejadian penyakit tuberkulosis,
yang pelaksanaannya sesuai dengan pedoman pengendalian pencegahan
infeksi tuberkulosis di rumah sakit
d) Penemuan dan penanganan kasus tuberkulosis.
Penemuan kasus tuberkulosis dilakukan melalui pasienyang datang kerumah
sakit, setelah pemeriksaan, penegakan diagnosis, penetapan klarifikasi dan
tipe pasien tuberkulosis. Sedangkan untuk penanganan kasus dilaksanakan
sesuai tata laksana pada pedoman nasional pelayanan kedokteran
tuberkulosis dan standar lainnya sesuai dengan peraturanperundang-
undangan.
e) Pemberian kekebalan
Pemberian kekebalan dilakukan melalui pemberian imunisasi BCG terhadap
bayi dalam upaya penurunan risiko tingkat pemahaman tuberkulosis sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
f) Pemberian obat pencegahan.
Pemberian obat pencegahan selama 6 (enam) bulan yang ditujukan pada
anak usia dibawah 5 (lima) tahun yang kontak erat dengan pasien
tuberkulosisi aktif; orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) yang tidak
terdiagnosa tuberkulosis; pupulasi tertentu lainnya sesuai peraturan
perundang-undangan.
Kunci keberhasilan penanggulangan tuberkulosis di rumah sakit adalah
ketersediaan tenaga-tenaga kesehatan yang sesuai kompetensi, prasarana, sarana
dan manajemen yang handal.

Elemen Penilaian Standar 3

1. Ada regulasi rumah sakit tentang pelaksanaan penanggulangan tuberkulosis


di rumah sakit dan ada rencana kegiatan penanggulangan tuberkulosis
dengan strategi DOTS dalam perencanaan rumah sakit. (R)
2. Pimpinan rumah sakit berpartisipasi dalam menetapkan keseluruhan
proses/mekanisme dalam program pelayanan tuberkulosis termasuk
pelaporannya. (D,W)
3. Ada bukti upaya pelaksanaan promosi kesehatan tentang tuberkulosis. (D,W)
4. Ada bukti pelaksanaan surveilans tuberkulosis dan pelaporannya. (D,W)
5. Ada bukti pelaksanaan upaya pencegahan tuberkulosis melalui pemberian
kekebalan dengan vaksinasi atau obat pencegahan. (D,W)

Elemen Penilaian Standar 3.1

1. Ada bukti terbentuknya tim DOTS dan program kerjanya. (R)


2. Ada bukti pelatihan pelayanan dan upaya penanggulangan tuberkulosis. (D,W)
3. Ada bukti pelaksanaan program tim DOTS. (D,W)
4. Ada bukti pelaksanaan sistem monitoring dan evaluasi program
penanggulangan tuberkulosis. (D,W)
5. Ada bukti pelaporan dan analisis yang meliputi a) sampai dengan f) di maksud
dan tujuan. (D,W)

Elemen Penilaian Standar 3.2

1. Tersedia ruang pelayanan rawat jalan yang memenuhi pedoman pencegahan


dan pengendalian infeksi tuberkulosis. (O,W)
2. Bila rumah sakit memberikan pelayanan rawat inap bagi pasien tuberkulosis
paru dewasa maka rumah sakit harus memiliki ruang rawat inap yang
memenuhi pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi tuberkulosis. (O,W)
3. Tersedia ruang pengambilan specimen sputum yang memenuhi pedoman
pencegahan dan pengendalian infeksi tuberkulosis. (O,W)
4. Tersedia ruang laboratorarium tuberkulosis yang memenuhi pedoman
pencegahan dan pengendalian infeksi tuberkulosis. (O,W)

Elemen Penilaian Standar 3.3

1. Rumah sakit memiliki panduan praktek klinis tuberkulosis. (R)


2. Ada bukti kepatuhan staf medis terhadap panduan praktek klinis tuberkulosis.
(D,O,W)
3. Terlaksana proses skrining pasien tuberkulosis saat pendaftaran. (D,O,W)
4. Ada bukti staf mematuhi penggunaan alat pelindung diri (APD) saat kontak
dengan pasien atau specimen. (O,W)
5. Ada bukti pengunjung mematuhi penggunaan alat pelindung diri (APD) saat
kontak dengan pasien. (O,W)

SASARAN IV:
PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA

Gambaran Umum

Resistensi terhadap antimikroba (disingkat: resistensi antimikroba, dalam bahasa


Inggris antimicrobial resistance, AMR) telah menjadi masalah kesehatan yang
mendunia, dengan berbagai dampak merugikan yang dapat menurunkan mutu dan
meningkatkan risiko pelayanan kesehatan khususnya biaya dan keselamatan pasien.
Yang dimaksud dengan resistensi antimikroba adalah ketidak mampuan antimikroba
membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba sehingga penggunaannya
sebagai terapi penyakit infeksi menjadi tidak efektif lagi.

Meningkatnya masalah resistensi antimikroba terjadi akibat penggunaan antimikroba


yang tidak bijak dan bertanggung jawab dan penyebaran mikroba resisten dari pasien
ke lingkungannya karena tidak dilaksanakannya praktik pengendalian dan
pencegahan infeksi dengan baik.

Dalam rangka mengendalikan mikroba resisten di rumah sakit, perlu dikembangkan


program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit. Pengendalian resistensi
antimikroba adalah aktivitas yang ditujukan untuk mencegah dan/atau menurunkan
adanya kejadian mikroba resisten.

Dalam rangka pengendalian resistensi antimikroba secara luas baik di fasilitas


pelayanan kesehatan maupun di komunitas di tingkat nasional telah dibentuk Komite
Pengendalian Antimikroba yang selanjutnya disingkat KPRA oleh Kementerian
Kesehatan. Disamping itu telah ditetapkan program aksi nasional / national action
plans on antimicrobial resistance (NAP AMR) yang didukung oleh WHO. Program
pengendalian resistensi antimikroba (PPRA) merupakan upaya pengendalian
resistensi antimikroba secara terpadu dan paripurna di fasilitas pelayanan kesehatan.

Implementasi program ini di rumah sakit dapat berjalan baik apabila mendapat
dukungan penuh dari pimpinan/direktur rumah sakit berupa penetapan regulasi
pengendalian resistensi antimikroba, pembentukan organisasi pengelola, penyediaan
fasilitas, sarana dan dukungan finansial untuk mendukung pelaksanaan PPRA.

Penggunaan antimikroba secara bijak ialah penggunaan antimikroba yang sesuai


dengan penyakit infeksi dan penyebabnya dengan rejimen dosis optimal, durasi
pemberian optimal, efek samping dan dampak munculnya mikroba resisten yang
minimal pada pasien. Oleh sebab itu diagnosis dan pemberian antimikroba harus
disertai dengan upaya menemukan penyebab infeksi dan kepekaan mikroba patogen
terhadap antimikroba.

Penggunaan antimikroba secara bijak memerlukan regulasi dalam penerapan dan


pengendaliannya. Pimpinan rumah sakit harus membentuk komite atau tim PPRA
sesuai peraturan perundang-undangan sehingga PPRA dapat dilakukan dengan baik.

Standar 4
Rumah sakit menyelenggarakan pengendalian resistensi antimikroba sesuai
peraturan perundang-undangan.

Maksud dan Tujuan Standar 4

Tersedia regulasi pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit yang meliputi:


a. Pengendalian resistensi antimikroba.
b. Panduan penggunaan antibiotik untuk terapi dan profilaksis pembedahan.
c. Organisasi pelaksana, Tim/ Komite PPRA terdiri dari tenaga kesehatan yang
kompeten dari unsur:
• Staf Medis
• Staf Keperawatan
• Staf Instalasi Farmasi
• Staf Laboratorium yang melaksanakan pelayanan mikrobiologi klinik
• Komite Farmasi dan Terapi
• Komite PPIT
• Komite Farmasi dan Terapi
• Komite PPI
Organisasi PRA dipimpin oleh staf medis yang sudah mendapat sertifikat pelatihan
PPRA. Rumah sakit menyusun program pengendalian resistensi antimikroba di rumah
sakit terdiri dari:
a) peningkatan pemahaman dan kesadaran seluruh staf,pasien dan keluarga
tentang masalah resistensi anti mikroba;
b) pengendalian penggunaan antibiotik di rumah sakit;
c) surveilans pola penggunaan antibiotik di rumah sakit;
d) surveilans pola resistensi antimikroba di rumah sakit
e) forum kajian penyakit infeksi terintegrasi
Elemen Penilaian Standar 4

1. Ada regulasi dan program tentang pengendalian resistensi antimikroba di


rumah sakit sesuai peraturan perundang-undangan.(R)
2. Ada bukti pimpinan rumah sakit terlibat dalam menyusun program. (D,W)
3. Ada bukti dukungan anggaran operasional, kesekretariatan, sarana prasarana
untuk menunjang kegiatan fungsi, dan tugas organisasi PPRA. (D,O,W)
4. Ada bukti pelaksanaan pengendalian penggunaan antibiotik terapi dan
profilaksis pembedahan pada seluruh proses asuhan pasien. (D,O,W)
5. Direktur melaporkan kegiatan PPRA secara berkala kepada KPRA. (D,W)

Standar 4.1

Rumah sakit (Tim/Komite PPRA) melaksanakan kegiatan pengendalian resistensi


antimikroba.

Maksud dan Tujuan Standar 4.1

Rumah sakit (Tim/Komite PPRA) membuat laporan pelaksanaan program/ kegiatan


PRA meliputi:
a) kegiatan sosialisasi dan pelatihan staf tenaga kesehatan tentang pengendalian
resistensi antimikroba
b) surveilans pola penggunaan antibiotik di RS (termasuklaporan pelaksanaan
pengendalian antibiotik)
c) surveilans pola resistensi antimikroba
d) forum kajian penyakit infeksi terintegrasi

Rumah sakit (Tim/Komite PPRA) menetapkan dan melaksanakan evaluasi dan


analisis indikator mutu PPRA sesuai peraturan perundang-undangan meliputi:
a) perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik
b) perbaikan kualitas penggunaan antibiotik
c) peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin dan
terintegrasi
d) penurunan angka infeksi rumah sakit yang disebabkan oleh mikroba resisten
e) indikator mutu PPRA terintegrasi pada indikator mutu PMKP

Rumah sakit melaporkan perbaikan pola sensitivitas antibiotik dan penurunan mikroba
resisten sesuai indikator bakteri multi-drug resistant organism (MDRO), antara lain:
bakteri penghasil extended spectrum beta-lactamase (ESBL), Methicillin resistant
Staphylococcus aureus (MRSA), Carbapenemase resistant enterobacteriaceae
(CRE) dan bakteri pan-resisten lainnyA (Lihat juga PPI.6).
Elemen Penilaian Standar 4.1

1. Ada organisasi yang mengelola kegiatan pengendalian resistensi antimikroba


dan melaksanakan program pengendalian resistensi antimikroba rumah sakit
meliputi a) sampai dengan d) di maksud dan tujuan. (R)
2. Ada bukti kegiatan organisasi yang meliputi a) sampai dengan d) di maksud
dan tujuan. (D,W)
3. Ada penetapan indikator mutu yang meliputi a) sampai dengan e) di maksud
dan tujuan. (D,W)
4. Ada monitoring dan evaluasi terhadap program pengendalian resistensi
antimikroba yang mengacu pada indikator pengendalian resistensi
antimikroba (D,W)
5. Ada bukti pelaporan kegiatan PPRA secara berkala dan meliputi butir a) sampai
dengan e) di maksud dan tujuan. (D,W)

SASARAN V:
PELAYANAN GERIATRI

Standar 5
Rumah sakit menyediakan pelayanan geriatri rawat jalan, rawat inap akut dan rawat
inap kronis sesuai dengan tingkat jenis pelayanan.
Standar 5.1
Rumah Sakit melakukan promosi dan edukasi sebagai bagian dari Pelayanan
Kesehatan Warga Lanjut usia di Masyarakat Berbasis Rumah Sakit (Hospital Based
Community Geriatric Service).
Maksud dan Tujuan Standar 5 dan Standar 5.1
Pasien geriatri adalah pasien lanjut usia dengan multi penyakit/gangguan akibat
penurunan fungsi organ, psikologi, sosial, ekonomi dan lingkungan yang
membutuhkan pelayanan kesehatan secara tepadu dengan pendekatan multi disiplin
yang bekerja sama secara interdisiplin. Dengan meningkatnya sosial ekonomi dan
pelayanan kesehatan maka usia harapan hidup semakin meningkat, sehingga secara
demografi terjadi peningkatan populasi lanjut usia. Sehubungan dengan itu rumah
sakit perlu menyelenggarakan pelayanan geriatri sesuai dengan tingkat jenis
pelayanan geriatri:
a) tingkat sederhana
b) tingkat lengkap
c) tingkat sempurna
d) tingkat paripurna

Elemen Penilaian Standar 5

1. Ada regulasi tentang penyelenggaraan pelayanan geriatri di rumah sakit sesuai


dengan tingkat jenis layanan. (R)
2. Terbentuk dan berfungsinya tim terpadu geriatri sesuai tingkat jenis layanan.
(R,D,W)
3. Terlaksananya proses pemantauan dan evaluasi kegiatan. (D,O,W)
4. Ada pelaporan penyelenggaraan pelayanan geriatri di rumah sakit. (D,W)

Elemen Penilaian Standar 5.1

1. Ada regulasi tentang edukasi sebagai bagian dari Pelayanan Kesehatan Warga
Lanjut usia di Masyarakat Berbasis Rumah Sakit (Hospital Based Community
Geriatric Service). (R)
2. Ada program PPRS terkait Pelayanan Kesehatan Warga Lanjut usia di
Masyarakat Berbasis Rumah Sakit (Hospital Based Community Geriatric
Service). (D,W)
3. Ada leaflet atau alat bantu kegiatan (brosur, leaflet dll). (D,W)
4. Ada bukti pelaksanaan kegiatan. (D,O,W)
5. Ada evaluasi dan laporan kegiatan pelayanan. (D,W)

Anda mungkin juga menyukai