PENDAHULUAN
Definisi dokter keluarga (DK) atau dokter praktek umum (DPU) yang
dicanangkan oleh WONCA adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan
komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran dan mengatur
pelayanan oleh provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang generalis
yang menerima semua orang yang membutuhkan pelayanan kedokteran tanpa adanya
pembatasan usia, jenis kelamin ataupun jenis penyakit. Dokter yang mengasuh
individu sebagai bagian dari keluarga dan dalam lingkup komunitas dari individu
tersebut tanpa membedakan ras, budaya dan tingkatan sosial. Secara klinis dokter ini
berkompeten untuk menyediakan pelayanan dengan sangat mempertimbangkan dan
memperhatikan latar budaya, sosial ekonomi dan psikologis pasien. Sebagai
tambahan, dokter ini bertanggung jawab atas berlangsungnya pelayanan yang
komprehensif dan berkesinambungan bagi pasiennya. Pelayanan diberikan kepada
semua pasien tanpa memandang jenis kelamin, usia ataupun jenis penyakitnya.
Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang lebih dari pada
seorang lulusan fakultas kedokteran pada umumnya. kompetensi yang harus dimiliki
oleh setiap Dokter Keluarga secara garis besarnya ialah :
Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran keluarga,
1
Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan ketrampilan klinik dalam pelayanan
kedokteran keluarga, Menguasai ketrampilan berkomunikasi
Dan diharapkan dapat menyelenggarakan hubungan profesional dokter-pasien untuk
Secara efektif berkomunikasi dengan pasien dan semua anggota keluarga dengan
perhatian khusus terhadap peran dan risiko kesehatan keluarga, Secara efektif
memanfaatkan kemampuan keluarga untuk berkerjasana menyelesaikan masalah
kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta
pengawasan dan pemantauan risiko kesehatan keluarga, Dapat bekerjasama secara
profesional secara harmonis dalam satu tim pada penyelenggaraan pelayanan
kedokteran/kesehatan.
2
upaya yang dapat dilakukan. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai
peran amat penting adalah melakukan kunjungan rumah (home visit) serta melakukan
perawatan pasien dirumah (home care) terhadap keluarga yang membutuhkan.1
Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif. Penyakit diabetes melitus terdapat pada sekitas 1%
wanita usia reproduksi 1-2% diantaranya akan menderita diabetes gestasional.
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemi (meningkatnya kadar gula darah) yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya.3,4
3
BAB II
HOME VISIT
A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Edmont Ferdinan
2. Tempat/Tanggal lahir : Tombatu 9 juni 1942
3. Umur : 74 tahun
4. Jenis Kelamin : Laki-laki
5. Agama : Kristen Protestan
6. Alamat : Teling 1 atas
7. Status Pernikahan : Sudah Menikah
8. Tanggal Kunjungan : 16 Mei 2017
4
C. PENETAPAN MASALAH PASIEN
1. Riwayat medis
Pada awalnya penderita mengeluh merasakan keram disekitar pundak dan
jari-jari tangan sampai tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari.
Kemudian penderita merasakan jantung berdebar-debar, serta penderita
mengelukan sering merasa haus dan lapar tetapi berat badan menurun.
Saat diperiksa gula darah hasilnya 245 g/dl dan tekanan darah 140/100
mmHg.
2. Riwayat penyakit keluarga
Hanya penderita yang mengalami penaykit ini dalam keluarga.
3. Riwayat kebiasaan
Penderita sering mengonsumsi makanan manis dan minum kopi.
4. Riwayat sosial ekonomi
Hubungan keluarga dengan tetangga atau orang sekitar baik, saling
membantu jika ada kesulitan. Tidak ada masalah baik di rumah maupun di
masyarakat. Hubungan penderita dengan keluarga baik. Pendidikan
tertinggi pada keluarga tersebut yaitu SMA. Penderita tinggal di kawasan
perumahan, jarak antar rumah sangat dekat. Kebutuhan pokok keluarga
terpenuhi dari penghasilan penderita.
5. Riwayat gizi
Penderita memiliki berat badan 62 kg, tinggi badan 165cm, dan indeks
massa tubuh 23 kg/m2, sehingga status gizi termasuk dalam kategori
overweight.
6. Diagnosis holistik (biopsikososial)
Personal : Keram di sekitar bahu, keram pada tangan, jantung
berdebar-debar, pusing, lemah, poliuri, polifagi,
polidipsi.
Klinis : DM tipe 2 + Hipertensi
Faktor : internal: kelebihan berat badan.
5
eksternal: sering makan tidak terkontrol.
Psikososial : penderita adalah seorang ayah dari 2 orang anak,
dan anak ke-4 dari 5 orang bersaudara
Skala fungsi sosial : skala 2(sedikit kesulitan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari)
D. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi biologis
Keluarga tersebut merupakan keluarga luas (extended family) yang =
mencakup kerabat dekat baik dari ayah maupun ibu, memiliki fungsi
memenuhi kebutuhan gizi keluarga dan memelihara serta merawat
anggota keluarga. Keluarga tersebut terdiri dari penderita, seorang istri, 2
orang anak.
2. Fungsi sosial
Dalam kehidupan sehari-hari, keluarga hanya sebagai anggota masyarakat
biasa. Keluarga tersebut sering mengikuti kegiatan masyarakat dan
komunikasi antar tetangga cukup baik.
3. Fungsi psikologis
Penderita tinggal dengan istri dan 2 orang anak. Hubungan keluarga
terjalin akrab dan harmonis dengan kemampuan menyelesaikan masalah
secara musyawarah.
4. Fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan
Penghasilan keluarga sekitar Rp. 1.000.000 – 2.000.000/bulan. Penderita
sehari-harinya makan sebanyak 2x, dengan nasi, sayur, dan lauk pauk.
5. Fungsi fisiologis (skor APGAR)
APGAR score adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga
ditinjau dari sudut pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya
dengan anggota keluarga yang lain. APGAR score meliputi:
6
1. Adaptation
Kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota
keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran dari anggota
keluarga yang lain.
2. Partnership
Menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara
anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga
tersebut.
3. Growth
Menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang
dilakukan anggota keluarga tersebut.
4. Affection
Menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota
keluarga.
5. Resolve
Menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan
waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain.
7
Tingkat pendidikan dan pengetahuan keluarga tersebut
Educational -
cukup.
Keluarga tersebut kurang mampu membiayai pelayanan
Medical kesehatan, sehingga jika tidak cukup parah tidak akan -
dibawa ke rumah sakit.
8
F. STRUKTUR KELUARGA (GENOGRAM)
Keterangan:
= Laki-laki = Penderita
= Perempuan
= Meninggal
G. INTERAKSI KELUARGA
Hubungan penderita dengan keluarga baik. Hubungan keluarga terjalin akrab
dan harmonis dengan kemampuan menyelesaikan masalah secara musyawarah.
Keluarga tersebut terbuka terhadap perbedaan pendapat dan dan menghindari
debat yang tidak perlu, bila tidak sependapat. Komunikasi antar anggota
keluarga baik, saling membagi, saling mengisi antara anggota keluarga dalam
segala masalah yang dialami oleh keluarga tersebut.
9
8. Kamar mandi/WC : 2 ruang
9. Dapur : 1 ruang
10. Ruang lainnya : -
11. Dinding rumah : tembok
12. Ventilasi rumah : ada di setiap ruang
13. Lantai rumah : tehel
14. Atap rumah : seng
15. Sumur/sumber air : Perusahaan Air Minum (PAM)
16. Sumber/listrik : Perusahaan Listrik Negara (PLN)
17. Septic tank : ada
18. Tempat Pembuangan sampah : tempat pembuangan sampah sementara
19. Jumlah penghuni rumah : 4 orang
I. DENAH RUMAH
WCKamar WC
tidur Kamar tidur
RUANG TAMU
Ruang tamu
Ruang makan
3 Ru 2 KAMAR
kel
uar
J. DAFTAR MASALAH ga
1. Masalah medis
a. Pola makan yang tidak teratur
b. Kebiasaan konsumsi makanan tinggi kolesterol
c. Kebiasaan merokok
10
2. Masalah nonmedis
a. Penderita kurang beraktivitas fisik
b. Pekerjaan kantor yang padat
K. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan (penderita, bentuk keluarga, diagnosis biopsikososial)
Personal : Keram di sekitar bahu dan jari-jari tangan, jantung
berdebar, Polidipsi, poliuri, polifagi, pusing dan
kelemahan.
Klinis : DM tipe 2 + Hipertensi
Faktor : internal: kelebihan berat badan.
eksternal: sering makan tidak terkontrol.
Psikososial : penderita adalah seorang ayah dari 2 orang anak,
dan anak ke-4 dari 5 orang bersaudara.
Skala fungsi sosial : skala 2 (sedikit kesulitan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari)
Fungsi keluarga : cukup baik
2. Saran (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif)
Promotif :
a. Pembinaan mental keagamaan
b. Meningkatkan kegiatan sosial di masyarakat
c. Menghindarkan kebiasaan buruk
d. Penanggulangan masalah kesehatannya sendiri secara benar
Preventif :
a. Kesehatan lingkungan.
b. Penyuluhan pencegahan kemungkinan terjadinya Diabetes
Mellitus.
Kuratif :
a. Deteksi dini gejala dan tanda pada pasien yang memiliki indikasi
Hipertensi dan Hiperkolesterolemia
b. Pemeriksaan anamnesis maupun fisik diagnostik yang memadai
11
c. Serta pemeriksaan lengkap keseluruhan.
Rehabilitatif :
a. Upaya hidup sehat, berolahraga, mengatur pola makan, dan
penjelasan tentang pengaturan pola makan dan gaya hidup sehat.
12
BAB III
PEMBAHASAN
13
2. Kurangnya aktivitas fisik. Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan kurangnya
pembakaran energi oleh tubuh sehingga kelebihan energi dalam tubuh akan
disimpan dalam bentuk lemak dalam tubuh.
3. Hipertensi (> 140/90 mmHg)
4. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
5. Diet tidak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah serat
akan meningkatkan resiko menderita prediabetes/intoleransi glukosa dan DM
tipe 2.
14
3. Diabetes mellitus gestasional (kehamilan)
Diabetes mellitus gestasional (DMG) didefinisikan sebagai kondisi intoleransi
glukosa yang terjadi selama masa kehamilan.Penyakit ini terjadi sekitar 7%
dari semua kehamilan.Deteksi klinis sangatlah penting untuk memulai terapi
sehingga angka morbiditas dan mortilitas dapat dikurangi.
15
2. Kadar gula darah puasa (GDP) ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa diartikan
sebagai tidak mengkonsumsi kalori sekurang-kurangnya 8 jam sebelum
pemeriksaan.
3. Tes toleransi glukosa oral dilakukan dengan cara setelah pemberian glukosa
secara oral (75 g glukosa untuk dewasa atau 1,75 g/kg untuk anak-anak),
kadar glukosa darah vena mencapai ≥200 mg/dL pada 2 jam setelahnya dan
mencapai >200mg/dL pada 1 jam diwaktu yang lain selama pemeriksaan (0,5;
1; 1,5 jam).
Berikut ini merupakan alur penatalaksanaan diabetes melitus menurut
PERKENI 2015:
16
darah dalam batas normal, namun dibutuhkan pengendalian penyakit penyerta dan
mencegah terjadinya penyakit kronik. Oleh sebab itu, faktor-faktor risiko dan
indikator penyulit perlu pemantauan ketat sehingga pengendalian DM dapat
dilakukan dengan baik.
Tujuan pengendalian DM dapat dibagi menjadi tujuh tujuan, seperti:
menghilangkan gejala, menciptakan dan mempertahankan rasa sehat,
memperbaiki kualitas hidup, mencegah komplikasi akut dan kronik, mengurangi
laju perkembangan komplikasi yang telah ada, mengurangi kematian dan
mengobati penyakit penyerta bila ada.5,6
17
Kerangka utama dalam pengelolaan DM yaitu edukasi, terapi gizi medis,
latihan jasmani dan intervensi farmakologi:
1. Edukasi
Edukasi DM merupakan pelatihan dan pendidikan tentang pengetahuan dan
keterampilan penderita DM sebagai suatu langkah untuk meningkatkan
pemahaman terhadap penyakit, untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik
(Soegondo, 2007).Edukasi yang diberikan, diharapkan terjadi perubahan
perilaku pada penderita DM kearah yang lebih baik. Perubahan perilaku ini
didukung oleh partisipasi aktif penderita DM serta keluarga dan tim
kesehatan.6
2. Terapi Makanan Medis
Terapi makanan medis memiliki prinsip pengaturan makan yakni makanan
yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori serta zat gizi masing-
masing individu.Pada penatalaksanaan ini, untuk mencapai keberhasilan
diperlukan keterlibatan dari tenaga kesehatan, penderita DM dan
keluarga.Selain itu, perlunya ditekankan bahwa keteraturan makan dalam
jadwal, jenis dan jumlah makanan terutama pada penderita DM yang
menggunakan obat hypoglykemik atau insulin sangatlah penting. Pada
konsensus perkumpulan endokrinologi Indonesia telah menetapkan bahwa
standar yang dianjurkan yaitu santapan dengan komposisi seimbang berupa
karbohidrat (60-70%), protein (10-15%) dan lemak (20-35%).
Makanan yang diberikan telah disesuaikan dengan jumlah energi yang
dihitung kemudian didistribusikan kedalam tiga porsi makan, yakni makan
pagi 20%, makan siang 30% dan makan sore 25% serta 2-3 porsi makanan
ringan sebanyak 10-15% diantara makan besar.6
3. Latihan Jasmani
Latihan jasmani pada penderita DM bertujuan untuk menurunkan berat badan
serta memperbaiki sensitivitas insulin agar dapat mengendalikan kadar gula
darah menjadi lebih baik. Penderita DM dianjurkan latihan jasmani 3 hingga 4
kali tiap minggu selama ±0,5 jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continuous,
18
Rhytmica, Interval, Progresive, Endurance Training). Latihan dilakukan
secara terus menerus, otot-otot berkontraksi dan berelaksaasi secara teratur,
bergantian antara gerak cepat dan lambat, berangsur-angsur dari sedikit
kelatihan yang lebih berat secara bertahap dan dalam tahap waktu tertentu.
Latihan yang dapat dijadikan pilihan seperti: jalan kaki, jogging, lari, renang
bersepeda dan mendayung.5,6
4. Intervensi Farmakologi
Terapi farmakologi pada penderita DM dapat dibagi menjadi 2 yaitu obat
hipoglikemik oral (OHO) dan terapi insulin dilakukan bersama dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani. Apabila pengaturan makanan dan
kegiatan jasmani telah dilakukan oleh penderita DM secara teratur, tetapi
kadar glukosa darah tidak stabil maka dipertimbangkan pemakaian obat
berkhasiat hipoglikemik baik oral maupun suntik. Contoh obat hipoglikemik
oral: sulfoniluria, biguanid, inhibitor α glukosidase, insulin sensitizing
agent.5,6
G. Pengertian Hipertensi
19
Penyakit hipertensi merupakan penyakit kelainan jantung yang
ditandai oleh meningkatnya tekanan darah dalam tubuh. Seseorang yang
terjangkit penyakit ini biasanya berpotensi mengalami penyakit-penyakit lain
seperti stroke, dan penyakit jantung.
H. Epidemiologi Hipertensi
20
I. Klasifikasi Hipertensi
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pengukuran rata – rata dua
kalai atau lebih pengukuran pada dua kali atau lebih kunjungan. Beberapa
klasifikasi hipertensi :
21
Data terbaru menunjukkan bahwa nilai tekanan darah yang
sebelumnya dipertimbangkan normal ternyata menyebabkan peningkatan
resiko komplikasi kardiovaskuler. Data ini mendorong pembuatan
klasifikasi baru yang disebut pra hipertensi.
b. Klasifikasi Menurut WHO (World Health Organization)
WHO dan International Society of Hypertension Working Group
(ISHWG) telah mengelompokkan hipertensi dalam klasifikasi optimal,
normal, normal-tinggi, hipertensi ringan, hipertensi sedang, dan hipertensi
berat.
Tabel 3
Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO
Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah
Sistol (mmHg) Diatol (mmHg)
Optimal
Normal < 120 < 80
Normal-Tinggi < 130 < 85
130-139 85-89
Tingkat 1 (Hipertensi Ringan) 140-159 90-99
Sub-group: perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (Hipertensi Berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
(Isolated systolic
hypertension)
Sub-group: perbatasan 140-149 <90
22
berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung
berkontraksi (denyut jantung). Ini adalah tekanan maksimum
dalam arteri pada suatu saat dan tercermin pada hasil pembacaan
tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.
Kedua yaitu hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah
kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar
tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan
tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan
tekanan dalam arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi
diantara dua denyutan.
d. Klasifikasi Hipertensi Menurut Sebabnya Dibagi Menjadi Dua, yaitu
sekunder dan primer. Hipertensi sekunder merupakan jenis yang penyebab
spesifiknya dapat diketahui.
e. Klasifikasi Hipertensi Menurut Gejala Dibedakan Menjadi :
Hipertensi Benigna adalah keadaan hipertensi yang tidak
menimbulkan gejala-gejala, biasanya ditemukan pada saat
penderita dicek up.
Hipertensi Maligna adalah keadaan hipertensi yang
membahayakan biasanya disertai dengan keadaan kegawatan yang
merupakan akibat komplikasi organ-organ seperti otak, jantung
dan ginjal.
23
Dislipidemia
Diabetes mellitus
Mikroalbuminuria atau perkiraan GFR<60 ml/min
Umur (>55 tahun untuk laki-laki, >65 tahun untuk perempuan)
Riwayat keluarga untuk penyakit kardiovaskular prematur (laki-
laki < 55 tahun atau perempuan < 65 tahun)
Kerusakan Organ Target
Jantung : Left ventricular hypertrophy
Angina atau sudah pernah infark miokard
Sudah pernah revaskularisasi koroner
Gagal jantung
Otak : Stroke atau TIA
Penyakit ginjal kronis
Penyakit arteri perifer
Retinopathy
24
K. Patofisiologi Hipertensi
Renin
Angiotensin I
Angiotensin II
↑ Konsentrasi NaCl
di pembuluh darah
Mengentalkan
Volume darah ↑
↑ Volume darah
↑ Tekanan darah
↑ Tekanan darah
25
Gambar 1. Patofisiologi Hipertensi
L. Etiologi Hipertensi
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan
pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus.
Hipertensi ini disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan.
Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui seperti
kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stress akut, kerusakan vaskuler dan
lain – lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita hipertensi maligna
adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif hipertensi tergantung pada
jumlah dan keparahan dari faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan yang
tidak dapat dimodifikasi.
Gejala Klinis
Sakit kepala
Kelelahan
Mual
Muntah
Sesak nafas
Gelisah
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada
otak, mata, jantung dan ginjal.
Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus.
Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler
M. Komplikasi Hipertensi
26
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel
arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk
rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah
besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular
(stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard,
angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi
memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain (tabel 3), maka akan
meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya
tersebut. Menurut Studi Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai
peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit
arteri perifer, dan gagal jantung.
N. Diagnosis Hipertensi
Data diperoleh melalui anamnesis mengenai keluhan pasien, riwayat
penyakit
dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin, dan
prosedur diagnostik lainnya. Pemeriksaan fisik termasuk pengukuran tekanan
darah yang benar, pemeriksaan funduskopi, perhitungan BMI (body mass
index) yaitu berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (meter kuadrat),
auskultasi arteri karotis, abdominal, dan bruit arteri femoralis; palpasi pada
kelenjar tiroid; pemeriksaan lengkap jantung dan paru-paru; pemeriksaan
abdomen untuk melihat pembesaran ginjal, massa intra abdominal, dan pulsasi
aorta yang abnormal; palpasi ektremitas bawah untuk melihat adanya edema
dan denyut nadi, serta penilaian neurologis. Pasien dengan hipertensi esensial
biasanya tidak ada gejala (asimptomatik). Penemuan fisik yang utama adalah
meningkatnya tekanan darah. Pengukuran rata-rata dua kali atau lebih dalam
waktu dua kali kontrol ditentukan untuk mendiagnosis hipertensi. Tekanan
darah ini digunakan untuk mendiagnosis dan mengklasifikasikan sesuai
dengan tingkatnya.
27
BAB IV
PENUTUP
28
DAFTAR PUSTAKA
29
13. Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC,
1999.
14. Muttaqin A. Asuhan Keperawatan Dengan Pasien Gangguan
Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika, 2009.
15. Sofyan A. Hipertensi. Kudus, 2012.
16. Corwin, J Elizabeth. Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2000.
LAMPIRAN
30
31