Disusun oleh:
Rahma Anisa
17/419645/PTK/11755
1. Pendahuluan
Pemetaan penutupan dan penggunaan lahan sangat berhubungan dengan
studi vegetasi, tanaman pertanian, dan tanah dari biosfer. Data penutupan dan
penggunaan lahan merupakan informasi penting untuk pembuat keputusan yang
berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya alam. Penggunaan citra
penginderaan jauh membantu penyediaan data dengan lebih efektif dan efisien.
Indonesia telah memanfaatkan citra penginderaan jauh, khususnya citra
optik yaitu Spot-7 yang digunakan untuk melakukan pemantauan
sumberdaya alam. Indonesia memiliki dua musim tiap tahunnya, yaitu musim hujan
dan musim kemarau. Pada musim hujan, awan menjadi kendala dalam menggunakan
citra optik. Sedangkan yang menjadi kendala pada musim kemarau adalah asap yang
disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan. Adanya awan dan asap sangat
mengganggu dalam proses identifikasi dan pemantauan objek di permukaan bumi, hal
ini seringkali membuat informasi terbaru dibawah awan atau asap tidak tersedia.
Untuk mengatasi kelemahan dari citra optik maka saat ini telah tersedia suatu sistem
penginderaan jauh aktif (radar). Radar memiliki kemampuan untuk melakukan
perekaman pada segala cuaca, baik pada siang atau malam hari, serta mampu
mengatasi kendala tutupan awan dan asap.
Pada tahun 2006, Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA)
bekerjasama dengan Japan Resources Observation System Organization (JAROS)
mengeluarkan sensor The Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar
(PALSAR) yang dipasang pada satelit Advanced Land Observing Satellite
(ALOS). Sensor ini merupakan sensor gelombang mikro aktif yang dapat
melakukan observasi siang dan malam tanpa terpengaruh pada kondisi cuaca.
Salah satu mode observasi yang dimiliki ALOS PALSAR yaitu ScanSAR, yang
memungkinkan sensor tersebut untuk melakukan pengamatan permukaan bumi
dengan cakupan area yang cukup luas antara 250 – 350 km. Dengan
adanya kelebihan citra ALOS PALSAR tersebut, pihak Departemen Kehutanan
dengan bantuan Japan International Cooperation Agency (JICA) memanfaatkan
citra ALOS PALSAR untuk pemetaan penutupan dan penggunaan lahan, namun
pada saat ini penelitian aplikasi ALOS PALSAR untuk kegiatan tersebut masih
terbatas. Oleh karena itu, perlu diadakan tinjauan lebih jauh mengenai
kemampuan citra ALOS PALSAR dalam mengidentifikasi tutupan lahan. Penelitian
2
ini bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan citra ALOS PALSAR pada resolusi
12,5 m dan analisis peningkatan kemampuan penafsiran citra ALOS PALSAR pada
resolusi 12,5 m tersebut dalam mengidentifikasi tutupan lahan. Lokasi studi
dilaksanakan pada Taman Nasional Bukit Barisan, Lampung. Tahapan
pelaksanaan penelitian ini terdiri dari pengumpulan data, prapengolahan citra,
pengamatan lapangan, analisis hasil pengamatan lapang yaitu dengan analisis
diskriminan dan analisis visual citra ALOS PALSAR pada resolusi 12,5 m, serta
analisis peningkatan kemampuan penafsiran citra ALOS PALSAR pada resolusi 12,5
m.
2. Isi
2.1 RADAR
Dwinurcahya (2008), dalam tulisannya menjelaskan bahwa citra radar
merupakan penginderaan jauh dengan menggunakan pancaran gelombang mikro
aktif. Sensor yang dimiliki citra radar memancarkan gelombang mikro (radio)
menuju target dan mendeteksi backscatter/pancaran balik dari sinyal. Panjang
gelombang dari gelombang mikro berkisar antara 1 cm sampai 1 m. Oleh karena
ukurannya yang panjang, gelombang mikro mampu menembus tutupan awan,
kabut, debu dan hujan yang tidak lebat, sehingga pengambilan data dengan radar
tidak dipengaruhi oleh cuaca. Polarisasi dari sinyal radar merupakan orientasi/ arah
dari pancaran atau penerimaan sinyal radar atau backscatter terkait dengan sensor,
dapat berupa polarisasi horisontal (H) atau vertikal (V). Beberapa sistem radar dapat
memancarkan kedua arah tersebut. Dengan demikian terdapat empat kombinasi
dari pemancaran dan penerimaan polarisasi sebagai berikut : HH – memancarkan dan
menerima secara horizontal VV – memancarkan dan menerima secara vertical HV –
memancarkan secara horisontal dan menerima secara vertical VH – memancarkan
secara vertikal dan menerima secara horisontal.
Sifat objek citra radar dipengaruhi oleh: (1) Aspek/arah lereng yang
menyebabkan perbedaan arah menghadap ke sensor; (2) Kekasaran permukaan
yang menyebabkan perbedaan pantulan pulsa radar; (3) Perbedaan complex
dielektrik constant (ukuran kemampuan objek atau benda untuk memantulkan
4 atau meneruskan pulsa/tenaga radar) dari objek; (4) Arah objek berhubungan
dengan sudut pengamatan antena terutama terhadap arah pantulan pulsa radar
(Purwadhi 2001). Sistem sensor radar berkaitan dengan panjang gelombang yang
digunakan, sudut depresi antena, polarisasi dan arah pengamatan (Lillesand dan
Kiefer 1990). Kekasaran atau bentuk umum objek-objek yang ada di permukaan bumi
akan mempengaruhi bentuk pantulan pulsa radar. Secara umum Lillesand dan
Kiefer (1990) membagi bentuk pantulan pulsa radar menjadi tiga, yaitu pantulan
baur, pantulan sempurna dan pantulan sudut
3
Pantulan sudut menurut Lillesand dan Kiefer (1990) dihasilkan dari
permukaan halus yang bersudut siku-siku, misalnya bangunan (Gambar 1c).
Gelombang akan mengalami pantulan ganda dan tenaga pantulan gelombang
sebagian besar akan mengarah ke objek. Keadaan ini akan membuat objek
mempunyai warna yang sangat cerah pada citra.
Keuntungan utama sistem radar antara lain:
a. Energi gelombang mikro aktif, sehingga mampu melakukan penetrasi pada
awan, waktu (malam hari), dan berbagai cuaca yang dapat mengganngu
seperti pada citra optik,
b. Radar berwahana satelit, mampu memetakan areal yang luas,
c. Dapat menggunakan look angle yang berbeda sehingga menghasilkan
perspektif yang berbeda, tidak seperti hasil foto udara,
d. Dapat memberikan informasi tentang kekasaran permukaan, kelembaban,
dan kemampuan benda untuk memantulkan energi mikro yang sampai ke
benda tersebut atau Complex Dielektrik Constan (CDC). Informasi informasi
tersebut tidak dapat diperoleh bila menggunakan spectrum cahaya tampak dan
infra merah.
4
5
2.3 PENGGUNAAN PALSAR UNTUK IDENTIFIKASI TUTUPAN LAHAN
Wang et al, (2007) dalam jurnal yang ditulisnya menyebutkan bahwa
karakteristik polarisasi dan multitemporal dari data PALSAR dapat digunakan
untuk memeriksa penggunaan lahan atau untuk mengklasifikasi tutupan lahan,
serta untuk mengawasi perubahan yang terjadi. Kombinasi rasio (HH/HV)
berpotensi tinggi untuk memberikan hasil terbaik dalam pemetaan kota.
Penelitian yang dilakukan Riswanto (2009) dengan menggunakan citra
ALOS PALSAR resolusi rendah dengan kombinasi HH-HV-HH menunjukkan
secara visual objek-objek dapat dibedakan ke dalam 6 kelas penutupan lahan.
Keenam kelas penutupan lahan tersebut adalah badan air, lahan terbuka, sawah,
semak, perkebunan, dan hutan. Analisis separabilitas keenam kelas penutupan
lahan tersebut masih menunjukkan adanya dua pasangan kelas yang tidak
terpisahkan, oleh karena itu, perlu dilakukan klasifikasi ulang ke dalam empat
kelas penutupan saja. Keempat kelas penutupan tersebut adalah badan air,
vegetasi jarang, vegetasi sedang, dan vegetasi rapat
6
2.5 DIAGRAM ALIR PEMETAAN TUTUPAN LAHAN
7
Berdasarkan Polarimetric Tutorial, terdapat 2 (dua) cara menambah band
sintetis, yaitu Total Power dan Channel Ratios. Total power merupakan jarak
reaksi polarisasi HH dan HV. Total power juga merupakan rentang dari matriks
ko-varians dan koheren dari polarisasi. Channel Ratios merupakan perbandingan
2 (dua) polarisasi yang ada. Mengacu pada Polarimetric Tutorial, dalam
penelitian ini mencoba menambah 5 (lima) band sintetis yang berasal dari turunan
HH dan HV, yaitu Normalized Ratio (NR), rasio, HH-HV, HH+HV, Principal
Component Analysis (PCA). Kelima band sintetis tersebut dapat dicari dengan
rumus sebagai berikut:
2. Koreksi Geometrik
Koreksi geometrik merupakan suatu proses melakukan transformasi data
dari suatu sistem grid menggunakan suatu transformasi geometrik. Koreksi
geometrik perlu dilakukan karena area yang direkam oleh sensor pada satelit
maupun pesawat terbang sesungguhnya mengandung kesalahan (distorsi) yang
diakibatkan oleh pengaruh kelengkungan bumi dan atau oleh sensor itu sendiri
(Jaya 2007). Citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m merupakan ortho image dimana
gambaran objek pada image itu posisinya benar sesuai dengan proyeksi ortogonal.
Oleh karena itu, koreksi geometrik citra spot-7 mengacu pada citra ALOS PALSAR
resolusi 12,5 m.
8
dimuat pada suatu citra komposit. Ukuran ini merupakan perbandingan antara
total simpangan baku dari ketiga band yang digunakan dengan tiga koefisien
korelasi dari masing-masing pasangan band yang digunakan. Secara matematis,
OIF diformulasikan dengan rumus sebagai berikut:
Dimana Si, Sj, dan Sk adalah simpangan baku (standar deviasi) dari band i, j,
dan k. Sedangkan rij, rjk, dan rik menyatakan koefisien korelasi antar bandnya.
Komposit yang memiliki informasi lebih baik, memiliki OIF lebih besar dari
yang lain. Akan tetapi, pemakaian kanal-kanal sama dengan kombinasi berbeda
memiliki jumlah informasi yang sama. Perbedaan hanya di tampilan visual saja.
Oleh karena itu, pemilihan kombinasi RGB terbaik berdasarkan nilai OIF
tertinggi, dan tampilan visual yang mendekati tampilan pada citra Spot.
9
d. Lokasi
Lokasi adalah letak obyek dalam hubungannya dengan obyek yang lain.
Lokasi sangat berguna untuk membantu pengenalan obyek.
e. Asosiasi
Asosiasi dapat diartikan sebagau keterkaitan antara obyek yang satu dengan
obyek yang lain. Karena keterkaitan inilah, maka terlihatnya suatu obyek
pada citra sering merupakan petunjuk bagi adanya obyek lain.
f. Bentuk
Bentuk ialah konfigurasi atau kerangka suatu obyek. Bentuk merupakan
atribut yang jelas, sehingga banyak obyek yang dapat dikenali berdasarkan
bentuknya.
g. Ukuran
Ukuran adalah atribut obyek yang merupakan fungsi dari skala, oleh sebab
itu dalam interpretasi citra harus selalu memperhatikan skala yang digunakan
5. Pengamatan Lapangan
Pengamatan lapangan yang dilakukan ada dua, yaitu pengambilan titik dan
pembuatan plot. Pengambilan titik dilakukan pada objek-objek yang telah
ditentukan pada identifikasi awal. Tujuannya untuk mencocokkan tutupan lahan
yang telah diidentifikasi di citra dengan keadaan sesungguhnya di lapangan.
Pembuatan plot dilakukan pada kelas objek yang didominasi pohon dengan
cara membuat plot atau klaster. Tujuan pengambilan plot atau klaster adalah untuk
mengetahui pengaruh ukuran dari objek yang didominasi pohon terhadap
backscatter dari satelit radar.
10
7. Analisis Peningkatan Kemampuan Penafsiran
Analisis peningkatan kemampuan penafsiran dilakukan pada citra ALOS
PALSAR resolusi 12,5 m. Analisis ini dilakukan
untuk mengetahui sejauh mana citra resolusi 12,5 m menambah kedetailan
objekobjek. Secara teori, citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m memiliki
kemampuan penafsiran yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan citra ALOS
PALSAR resolusi 50 m. Hal ini dikarenakan dengan ukuran (atau luas) yang sama
objekobjek yang direpresentasikan oleh citra resolusi 12,5 m akan lebih
mendetailkan penampakan objek. Batas-batas objek yang dihasilkan pada citra
resolusi 12,5 m juga lebih jelas sehingga objek satu dengan objek lainnya lebih
mudah dibedakan.
3. Penutup
Dalam Penafsiran citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m untuk pemetaan tutupan
lahan pada kenyataannya klasifikasi dengan menggunakan nilai digital hanya dapat
menghasilkan sedikit kelas tutupan lahan, sedangkan secara visual dapat
membedakan lebih banyak kelas tutupan lahan dengan mengacu pada citra Spot yang
ada. Identifikasi tutupan lahan akan mengalami kesulitan apabila hanya dilakukan
secara visual tanpa adanya tambahan informasi lain seperti jaringan jalan, dan
ketinggian tempat Berdasarkan hasil kajian, citra ALOS PALSAR baru dapat
digunakan sebagai pelengkap citra optik (Spot) kemampuan penafsiran Citra ALOS
PALSAR resolusi 12,5 m dapat mendetilkan setiap kenampakan objek pada citra
tersebut sehingga lebih mudah dalam mengidentifikasi kelas tutupan lahan.
REFERENSI
12