Lapkas Salsabila
Lapkas Salsabila
PPOK Eksaserbasi
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Pulmonologi Fakultas Kedokteran Unsyiah/
RSUD dr. ZainoelAbidin Banda Aceh
Disusun oleh:
SALSABILA
160710101030068
Pembimbing:
dr. Herry Priyanto, Sp.P(K), FISR, FAPSR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas laporan kasus yang
berjudul “PPOK Eksaserbasi”. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam
kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Pulmonologi
RSUD dr. Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada
dr. Herry Priyanto, Sp.P (K), FISR, FAPSR yang telah bersedia meluangkan
waktu membimbing penulis dalam penulisan kasus ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada para sahabat dan rekan-rekan yang telah memberikan
dorongan moril dan materil sehingga tugas ini dapat selesai.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya
bidang kedokteran dan berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan
mengembangkan ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu penyakit dalam pada
khususnya. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita semua, Amin.
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu penyakit paru yang
dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, dan berhubungan dengan respon
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya.(1)
PPOK merupakan salah satu penyakit yang memiliki beban kesehatan
tertinggi. World Health Organization (WHO) dalam Global Status of Non-
communicable Diseases tahun 2010 mengkategorikan PPOK ke dalam empat
besar penyakit tidak menular yang memiliki angka kematian yang tinggi setelah
penyakit kardiovaskular, keganasan dan diabetes.(2) Di Indonesia PPOK
menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian, diperkirakan
terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalensi 5,6% dan sekitar 4,3% terjadi di Aceh
dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 4:1.(3) Menurut data dari
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2004 di 5 rumah sakit provinsi
menunjukkan PPOK menempati urutan pertama menyumbang angka kesakitan
diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%).(4)
Tingginya angka kejadian PPOK dikaitkan dengan semakin meningkatnya
pajanan faktor resiko meliputi kebiasaan merokok yang masih tinggi terutama
pada sejak usia muda, polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan
di pertambangan, serta seringnya saluran napas bawah terinfeksi selama masa
kanak-kanak. Pertambahan penduduk dan peningkatan usia harapan hidup juga
berperan dalam peningkatan penyakit ini.(1)
Berbagai penyakit dapat mempunyai gejala dan tanda menyerupai PPOK,
sehingga diagnosis PPOK harus didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Adapun gejala pada pasien PPOK juga sangat
bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan hingga berat. Diagnosis PPOK
dipertimbangkan bila terdapat gejala berupa sesak napas, batuk kronik yang dapat
disertai dengan dahak, serta adanya pajanan dengan faktor risiko, seperti asap
rokok, debu, asap dapur, dan bahan kimia di tempat kerja. Uji spirometri dianggap
sebagai indikator kunci untuk memastikan diagnosis PPOK.(1) Selain itu,
3
berdasarkan GOLD 2013 untuk menilai gejala-gejala PPOK dapat menggunakan
kuesioner yang sudah divalidasi, yaitu COPD Assessment Test (CAT), the
Modified British Medical Research Council (mMRC) atau the Clinical COPD
Questionnaire (CCQ).(5)
Istilah PPOK eksaserbasi akut dikatakan bila kondisi ini mengalami
perburukan yang bersifat akut dari keadaan sebelumnya yang stabil. Gejalanya
berupa sesak napas bertambah, produksi sputum meningkat, serta perubahan
warna sputum. Eksaserbasi akut biasanya terjadi disebabkan oleh infeksi (virus
dan bakteri).(6)
Salah satu dampak negatif PPOK adalah penurunan kualitas hidup dan
keterbatasan aktivitas pasien. Hal ini dikarenakan PPOK merupakan penyakit paru
kronik, progresif dan tidak sepenuhnya reversibel. Sehingga dibutuhkan edukasi
yang tepat sebagai pengelolaaan jangka panjang PPOK, dengan harapan dapat
mengurangi kecemasan pada pasien PPOK dan memberiksan semangat hidup
walaupun dengan keterbatasan aktivitas. Adapun penggunaan obat-obat dan
oksigen disesuaikan dengan klasifikasi dan derajat berat penyakit yang dialami
oleh pasien PPOK.(1)
4
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak napas
Keluhan Tambahan : Batuk berdahak, demam, nyeri ulu hati, mual
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak napas. Sesak dirasakan sejak 1
hari SMRS dan memberat sejak tiba di IGD. Sesak hilang timbul, tidak
dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca maupun makanan dan tidak disertai suara mengi.
Riwayat sesak sebelumnya (+) sejak 2 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluhkan
batuk berdahak sejak 1 minggu yang lalu. Dahak berwarna putih kekuningan.
Demam juga dikeluhkan oleh pasien sejak 2 hari dengan sifat naik turun. Selain
demam, pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati sejak 3 hari. Pasien merasakan
mual namun tidak muntah. Tidak ada keluhan batuk darah, nyeri dada, terbangun
di malam hari karena sesak, penurunan berat badan, keringat malam, dan riwayat
perdarahan. BAK dan BAB pasien normal tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sesak ± 2 tahun yang lalu. Riwayat alergi hidung, TB paru,
hipertensi, dan diabetes mellitus disangkal.
3
Riwayat Penggunaan Obat
Berotec
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama.
Riwayat asma, hipertensi, diabetes mellitus dan alergi obat disangkal.
Riwayat Sosial
Pasien merokok sudah 37 tahun.Pasien merokok ± 3 bungkus/hari.
Indeks Brinkman: 37 tahun x 36 batang/hari = 1332 (berat)
4
Thorak anterior
Pemeriksaan
Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Fisik Paru
Palpasi
Atas Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Tengah
Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Perkusi
Atas Sonor Sonor
Tengah Sonor Sonor
Auskultasi
vesikuler (+), rhonki (+), wheezing
Atas vesikuler (+), rhonki (+), wheezing (+)
(-)
Thoraks posterior
Pemeriksaan
Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Fisik Paru
Inspeksi Statis : Normochest
Dinamis : Simetris, pernapasan thoraco abdominal, retraksi interkostal (-/-),
jejas (-)
Palpasi
Atas Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Tengah
Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Bawah Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Jantung
Auskultasi : BJ I > BJ II, regular (+) bising (-)
Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-)
5
Palpasi : soepel, organomegali (-), nyeri tekan (+) epigastric
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Ekstremitas :
Ekstremitas superior: sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(+/+), akral dingin (-/-
), CRT <2”
Ekstremitas inferior: sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(+/+), akral dingin (-
/-), CRT <2”
6
b) Foto Thorax (18 Mei 2017)
Kesan:
PPOK
2.7 Diagnosa
PPOK eksaserbasi
2.8 Tatalaksana
O2 2 LPM nasal kanul (K/P)
IVFD Asering lotum 10 gtt/i
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
Nebule combivent 1 resp/6 jam
Nebule pulmicort 1 resp/12 jam
Domperidone 3x1
Vectrin 3x1
Cefixime 2x100
Curcuma 3x1
7
2.9 Planning
Cek sputum MO gram
Darah rutin 3 hari pasca antibiotik
2.10 Prognosis
Prognosis pasien dengan PPOK ialah dubia ad bonam.
Follow Up Harian
Tabel 2. Follow up pasien harian
Tanggal/hari
Catatan Instruksi
rawatan
Jumat S/ Sesak napas menurun, nyeri perut (+) Th/
19/05/2017 O/ VS: TD : 100/60 mmHg O2 2 LPM nasal kanul (K/P)
H1 HR : 102 x/menit Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
RR : 28 x/menit Nebule combivent 1 resp/6 jam
T : 37,6 C Nebule pulmicort 1 resp/12 jam
Paru Azitromisin 1x500 mg
I: Simetris statis/dinamis (+/+) Domperidone 3x1
P: Sf ka = Sf ki Vectrin 3x1
P: sonor/sonor Curcuma 3x1
A: Ves (+/+), Rh (+/+),
Wh (-/+) Planning:
- Kultur Sputum Mo gram K/R
Ass/ - Darah rutin 3 hari post AB
- PPOK Eksaserbasi
- Pneumonia atipikal
- Sindrom dispepsia
Sabtu S/ Sesak (+), nyeri dada (+) Th/
20/05/2017 O/ VS: TD : 110/60 mmHg O2 2 LPM nasal kanul (K/P)
H2 HR : 103 x/menit Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
RR : 25 x/menit Nebule combivent 1 resp/6 jam
T : 36,2 C Nebule pulmicort 1 resp/12 jam
Paru Domperidone 3x1
I: Simetris statis/dinamis (+/+) Vectrin 3x1
P: Sf ka = Sf ki Curcuma 3x1
P: sonor/sonor Cefixime 2x100 (H-1)
A: Ves (+/+), Rh (-/+), Metylprednisolon 3x8 mg
Wh (-/-)
Planning:
Ass/ - Sputum Mogram K/R
- PPOK eksaserbasi - Darah rutin 3 hari post AB
- Pneumonia atipikal
- Sindroma dispepsia
Minggu S/ Sesak menurun, nyeri dada (+), batuk (+) Th/
21/05/2017 kering O2 2 LPM nasal kanul (K/P)
H3 O/ VS: IVFD Asering lotum 10 gtt/i
TD : 110/50 mmHg Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
HR : 80 x/menit Nebule combivent 1 resp/6 jam
RR : 24 x/menit Nebule pulmicort 1 resp/12 jam
T : 36,2 C Domperidone 3x1
Paru Vectrin 3x1
I: Simetris statis/dinamis (+/+) Curcuma 3x1
P: Sf ka = Sf ki Cefixime 2x100 (H-2)
P: sonor/sonor Metylprednisolon 3x8 mg
A: Ves (+/+), Rh (-/-),
Wh (-/-) Planning:
- Sputum MO gram K/R
8
Ass/ - Darah rutin 3 hari post AB
- PPOK eksaserbasi
- Pneumonia atipikal
- Sindroma dispepsia
Ass/ Planning:
- PPOK eksaserbasi - Konsul kardiologi (+)
- Pneumonia atipikal - Sputum MO gram K/R (susul
- Sindroma dispepsia hasil)
- PBJ
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu penyakit paru yang
dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, dan berhubungan dengan respon
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya.(1)
3.2 Epidemiologi
Beberapa hal yang berkaitan dengan risiko timbulnya PPOK antara lain:(1)
1) Asap rokok
Asap rokok mempunyai prevalensi yang tinggi sebagai penyebab
gejala respirasi dan gangguan fungsi paru. Risiko PPOK pada perokok
tergantung dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai merokok, jumlah
batang rokok perhari dan lamanya merokok. Namun tidak semua perokok
berkembang menjadi PPOK secara klinis, karena dipengaruhi oleh faktor
resiko genetik setiap individu. Perokok pasif atau Environmental Tobacco
Smoke (ETS) juga memberikan kontribusi terhadap terjadinya gejala
10
respirasi dan PPOK dikarenakan adanya peningkatan jumlah inhalasi
partikel dan gas.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan:
a. Riwayat merokok: perokok aktif, perokok pasif dan bekas perokok.
b. Derajat berat merokok yang dinilai dengan Indeks Brinkman (IB),
yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan
lama merokok dalam tahun dan dikategorikan sebagai:
- Ringan : 0-199
- Sedang : 200-599
- Berat : >600
2) Polusi udara
Berbagai macam partikel dan gas yang terdapat di udara dapat
menjadi penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam partikel akan
memberikan efek yang berbeda terhadap timbulnya dan beratnya PPOK.
Polusi udara terbagi menjadi polusi di dalam ruangan (asap rokok dan asap
kompor), polusi di luar ruangan (gas buang kendaraan bermotor dan debu
jalanan), serta polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun).
3) Stres oksidatif
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan
endogen timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan
eksogen dari polutan dan asap rokok. Pada saat terjadi perubahan
keseimbangan antara oksidan dan antioksidan misalnya ekses oksidan dan
atau deplesi antioksidan akan menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif
tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada paru tetapi juga
menimbulkan aktivitas molekuler sebagai awal inflamasi paru.
4) Infeksi saluran napas bawah berulang
Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan progresifitas
PPOK.Kolonisasai bakteri mengakibatkan inflamasi jalan napas, sehingga
menimbulkan eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat pada anak akan
menyebabkan penurunan fungsi paru dan meningkatkan gejala respirasi
pada saat dewasa.
11
5) Sosial ekonomi
Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan, pemukiman yang padat,
nutrisi yang jelek, dan faktor lain yang berhubungan dengan status sosial
ekonomi berpengaruh terhadap perkembangan PPOK. Malnutrisi dan
penurunan berat badan dapat menurunkan kekuatan dan ketahanan otot
respirasi, karena penurunan masa otot dan kekuatan serabut otot.
6) Tumbuh kembang paru
Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan, dan
pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi paru seseorang
adalah risiko untuk terjadinya PPOK.Studi menyatakan bahwa berat lahir
mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.
7) Gen
Faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah kekurangan -
1antitrypsin sebagai inhibitor dari protease serin. Ditemukan pada usia
muda dengan kelainan enfisema panlobular dengan penurunan fungsi paru
yang terjadi baik pada perokok atau bukan perokok dengan kekurangan -
1antitrypsin yang berat.
3.4 Klasifikasi
12
3.5 Patogenesis
13
3.6 Patofisiologi
14
Gambar 2. Patofisiologi PPOK.(1)
3.7 Eksaserbasi
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan
hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan
15
kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila
terdapat tanda dan gejala sebagai berikut:
3.9 Diagnosis
16
- Hipertrofi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher
dan edema tungkai.
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah.
Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed lips breathing.
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan
perifer.
Pursed - lips breathing
Merupakan sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu
dan ekspirasi yang memanjang.Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
c) Pemeriksaan Rutin
1) Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP).
17
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP
(%).
- Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred.) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) <
75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Pengukuran spirometri dievaluasi dnegan membandingkan hasil
pengukuran terhadap nilai prediksi yang tepat berdasarkan usia, tinggi
badan, jenis kelamin, dan ras.
- Nilai VEP1 pasca bronkodilator <80% prediksi serta nilai VEP1/KVP
<0,70 memastikan ada hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel.
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20
menit kemudian dievaluasi perubahan nilai VEP1 atau APE, dimana
perubahan nilai< 20% dan < 200 ml dari nilai awal.
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.
2) Laboratorium Darah
Hemoglobin, Hematokrit, Trombosit, Leukosit, Analisa gas darah
3) Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru
lain.
- Pada emfisema terlihat gambaran hiperinflasi, hiperlusen, ruang
retrosternal melebar, diafragma mendatar, jantung menggantung
(jantung pendulum/tear drop/eye drop appearance)
- Pada bronkitis kronik umumnya memiliki gambaran normal atau
pertambahan corakan bronkovaskuler.
18
PPOK menurut Gold, 2010.(1)
19
Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain, misalnya bronkiektasis dan
destroyed lung.
3.11 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan PPOK
Tujuan penatalaksaan antara lain mengurangi gejala, mencegah
progesivitas penyakit, mempertahankan fungsi paru, meningkatkan kualitas
hidup dan mencegah eksaserbasi. Penatalaksaan PPOK meliputi edukasi,
obat-obatan, rehabilitasi, terapi oksigen, ventilasi mekanis dan nutrisi.(1)
Edukasi
Inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Secara umum bahan
edukasi yang harus diberikan adalah:(1)
- Pengetahuan dasar tentang PPOK
- Mengindari pencetus, dengan cara berhenti merokok, disampaikan
pertama kali kepada pasien pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan
- Penggunaan obat – obatan
Dibertahukan mengenai macam obat dan jenisnya, cara penggunaan
obat yang benar (oral, MDI, atau nebuliser), waktu penggunaan yang
tepat (rutin dengan interval waktu tertentu atau kalau perlu saja), dosis
obat yang tepat serta efek sampingnya.
- Penggunaan oksigen
Diedukasikan mengenai kapan oksigen harus digunakan, berapa
dosisnya, serta efek samping kelebihan dosis oksigen.
- Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Adapun tanda eksaserbasi meliputi batuk atau sesak bertambah,
produksi sputum meningkat dan berubah warna, sehinga dapat
dideteksi dan dihindari pencetus eksaserbasi
- Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas
Pemberian edukasi pada pasien PPOK didasarkan pada derajat penyakit.
Obat-obatan
Obat-obatan yang dapat digunakan antara lain:(1)
20
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan derajat penyakitnya.Pemilihan
bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak direkomendasikan
dalam penggunaan jangka panjang.Pada derjat berat diutamakan
pemberian obat lepas lambat atau obat berfek panjang.Jenis-jenis
bronkodilator:
- Golongan antikolinergik
Obat yang termasuk pada golongan ini adalah ipratropium,
oxitropium dan tiopropium bromide. Efek utamanya adalah
memblokade efek asetilkolin padareseptor muskarinik.Efek
bronkodilator dari antikolinergik kerja singkat inhalasi lebih lama
dibandingkan agonis β-2 kerja singkat. Biasanya digunakan pada
derajat ringan hingga berat, berfungsi sebagai bronkodilator serta
mengurangi sekresi mukus (maksimal 4 kali perhari).
- Golongan agonis β-2
Prinsip kerja agonis β-2 adalah relaksasiotot polos jalan napas
dengan menstimulasi reseptorβ-2 adrenergik dengan meningkatkan
C-AMP danmenghasilkan antagonisme fungsional terhadap
bronkokontriksi. Efek bronkodilator dari agonis β-2 kerja singkat
biasanya dalam waktu 4-6 jam. Sedangkan agonis β-2 kerja lama
memiliki waktu kerja 12 jam atau lebih. Sebagai obat pemeliharaan
sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk
nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak
dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis β-2
Kombinasi ini memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya
bekerja di tempat yang berbeda.Pengguaannya juga mudah
digunakan.
- Golongan xantin
Contoh obatnya adalah teofilin. Obat ini berperan dalam perubahan
otot-otot inspirasi. Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan
21
pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan
berat.Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega
napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi
akut.
b. Antiinflamasi
Digunakan pada eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi,
bermanfaat menekan inflamasi, dengan pemilihan golongan
metilprednisolon atau prednisone. Bentuk inhalasi sebagai terapi
jangka panjang diberikan sebagai terapi jangka panjang bila terbukti
uji kortikosteroid positif, yaitu terdapat perbaikan VEP1 pasca
bronkodilator meningkat >20% dan minimal 250 ml.(1)
c. Antibiotik
Antibiotik bermanfaat untuk pasien PPOK eksaserbasi dengan tanda
klinis infeksi saluran napas, misalnya meningkatnya dahak purulen.
Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan
komposisi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di rumah
sakit sebaiknya per drip atau intravena, Sedangkan untuk rawat jalan
diberikan kombinasi dengan macrolide bila eksaserbasi sedang
ataupun tunggal bila ringan.(1)
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup,
digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK yang sering,
namun tidak dianjurkan pemberian yang rutin.(1)
e. Mukolitik
Hanya diberikan pada eksaserbasi akut untuk mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum kental.(1)
Rehabilitasi PPOK
Dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan toleransi terhadap latihan
dan memperbaiki kualitas hidup pasien PPOK. Program rehabilitasi
terdiri dari 3 komponen, yaitu latihan fisik, psikososial dan latihan
pernapasan.(1)
22
Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progesif dan kronik yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal
yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan
mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lain.
Diindkasikan pada PaO2 <60 mmHg atau Sat O2<90%. Terapi oksigen
jangka panjang diberikan pada PPOK stabil derajat berat terutama saat
tidur atau berkativitas, dengan lama pemberian 15 jam setiap hari
menggunakan nasal kanul 1-2 L/m. Sedangkan pada derajat sedang
hanya diberikan jika timnbul sesak diakibatkan pertambahan aktivitas.(1)
Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik, atau pada PPOK
derajat berat dnegan gagal napas kronik. Dianjurkan pemakaian
Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil
ventilasi mekanis digunakan dengan intubasi.(1)
Nutrisi
Gizi penting sebagai penentu gejala cacat dan prognosis PPOK.
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi
hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK
karena berkorelasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan
analisis gas darah. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan penurunan berat
badan, kadar albumin rendah, antropometri, dan pengukuran kekuatan
otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi).(1)
3.12 Prognosis
23
BAB IV
ANALISA KASUS
Telah diperiksa pasien laki-laki dengan inisial Tn. TA usia 59 tahun datang
ke IGD Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin dengan keluhan sesak napas.
Sesak dirasakan sejak 1 hari SMRS dan memberat sejak tiba di IGD. Sesak hilang
timbul, tidak dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca maupun makanan dan tidak disertai
suara mengi. Pasien memiliki riwayat sesak sebelumnya sejak 2 tahun yang lalu.
Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak sejak 1 minggu yang lalu. Dahak
berwarna putih kekuningan. Demam juga dikeluhkan oleh pasien sejak 2 hari
dengan sifat naik turun. Selain demam, pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati
sejak 3 hari. Pasien merasakan mual namun tidak muntah. Tidak ada keluhan
batuk darah, nyeri dada, terbangun di malam hari karena sesak, penurunan berat
badan, keringat malam, dan riwayat perdarahan. BAK dan BAB pasien normal
tidak ada keluhan.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien dicurigai menderita
PPOK dengan diagnosis banding pneumonia atipikal dan sindroma dispepsia.
Diagnosis PPOK dibuat berdasarkan menifestasi klinis berupa sesak napas, batuk
berdahak dan riwayat terpajan faktor risiko salah satunya adalah merokok yang
terdapat pada pasien.(1) Hal ini sesuai definisi PPOK yaitu penyakit paru kronik
dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat
progresif, tidak sepenuhnya reversible dan berhubungan dengan respon inflamasi
paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya.(1) Pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya suara napas ronkhi pada lapangan atas paru dextra dan
lapangan paru atas dan tengah sinistra, serta wheezing pada lapangan atas paru
sinistra. Dugaan menderita pneumonia atipikal dibuat berdasarkan keluhan pasien
demam dan batuk berdahak putih kekuningan. Sedangkan dicurigai sindroma
dispepsia dikarenakan pasien mengeluhkan nyeri ulu hati dan merasa mual.
Pasien adalah seorang laki-laki, 59 tahun, memiliki riwayat merokok selama
37 tahun. Berdasarkan data RISKESDAS, penderita PPOK di Indonesia
didominasi oleh laki-laki dikarenakan perokok pria lebih banyak 2 kali
dibandingkan dengan perokok wanita.(3) Penderita PPOK umumnya berada pada
usia >40 tahun, hal ini dikarenakan pada usia >40 tahun paru-paru sudah
24
mengalami penurunan fungsi berupa penurunan kapasitas vital paksa dan daya
recoil paru.(3) Penelitian yang dilakukan oleh Kundu et al mendapatkan rentang
usia terbanyak adalah pada usia 56-65 tahun, hal ini sesuai dengan yang
didapatkan pada kasus ini.(7) Pasien dengan riwayat merokok selama 37 tahun juga
menjadi faktor resiko utama yang berperan dalam proses terjadinya PPOK. Risiko
PPOK pada perokok tergantung dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai
merokok, jumlah batang rokok perhari dan lamanya merokok (Indeks
Brinkman).(1) Lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama
kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan semakin
besar.
Sesak dirasakan 1 hari SMRS dan memberat sejak tiba di IGD. Pasien juga
mengeluhkan batuk berdahak 1 minggu yang lalu. Dahak berwarna putih
kekuningan. Pada pasien ini sudah termasuk kategori PPOK eksaserbasi karena
ditemukannya gejala berupa sesak bertambah, produksi sputum meningkat, dan
perubahan warna sputum. Pada kasus ditemukan 2 gejala tersebut, sehingga
tergolong eksaserbasi sedang.(1)
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien ini meliputi foto
thorax PA dan laboratorium. Hasil foto thorax didapatkan gambaran hiperlusen,
sela iga tampak melebar, jantung seperti menggantung, tampak corakan kasar di
lapangan atas dan tengah paru sinistra, sedikit infiltrat pada sudur cardiophrenicus
dan diafragma mendatar. Gambaran foto thorax yang didapatkan menguatkan
diagnosis PPOK.(1) Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil penurunan
hemoglobin (13,7), hematokrit (40), neutrofil batang (0), peningkatan neutrofil
segmen (74) dan limfositosis (15).
Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi adalah mengatasi segera
eksaserbasi dan mencegah terjadinya gagal napas. Terapi berupa pemberian
oksigen adekuat, obat-obatan bronkodilator, kortikosteroid, dan antibiotik.(1)
Penatalaksanaan pada kasus ini sesuai dengan prinsip penatalaksanaan PPOK
eksaserbasi,selama dirawat pasien mendapat terapi O2 2 liter/menit,nebule
combivent 1 resp/6 jam, nebule pulmicort 1 resp/12 jam dan cefixime 2x100 mg.
Pada PPOK eksaserbasi, terapi oksigen merupakan hal pertama dan utama
yang bertujuan untuk memperbaiki hipoksemia dan mencegah keadaan yang dapat
25
mengancam jiwa. Diberikan untuk mempertahankan PaO2> 60 mmHg atau Sat
O2> 90%.(1) Obat-obatan yang dibutuhkan pada eksaserbasi berupa bronkodilator,
kortikosteroid dan antibiotik. Pada pasien ini diberikan jenis bronkodilator
kombinasi yaitu nebule Combivent yang mengandung Salbutamol (golongan
Agonis β2 kerja singkat) dan Ipatropium bromide (golongan Antikolinergik).
Sedangkan kortikosteroid inhalasi yang diberikan pada pasien ini merupakan
pulmicort yang mengandung budesonide. Obat ini dapat mengurangi frekuensi
eksaserbasi. Pemberian antibiotik pada pasien ini sesuai indikasi berdasarkan
algoritme pemberian antibiotik pada pasien PPOK.(1) Gejala yang timbul
menunjukkan bahwa pasien mengalami eksaserbasi sedang, tanpa komplikasi
sehingga dapat diberikan preparat golongan Sefalosporin generasi ketiga berupa
Cefixime.
Selain itu, pasien juga diberikan injeksi Ranitidin 1 amp/12 jam yang
merupakan golongan antihistamin (H2-antagonist) untuk mengurangi produksi
asam lambung oleh sel parietal lambung sehingga akan meredakan gejala
sindroma dispepsia yang dialami pasien. Curcuma 3x1 diberikan untuk
memperbaiki nafsu makan dan sebagai hepatoprotektor. Domperidone 3x1 adalah
golongan anti-emetik untuk mengatasi mual dan muntah.Vectrin 3x1 merupakan
agen mukolitik yang diberikan untuk mengencerkan dahak pada pasien..
26
BAB V
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
28