Di susun Oleh:
Nama : Isnu Fendi Saputra
No Absen : 16
Kelas : XII TKJ 1
i
KATA PENGANTAR
Pertama-tama saya mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tugas PKn ini dapat kami selesaikan
dengan baik. Penyusun juga mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu
kami dalam menyelesaikan tugas ini.
Kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan,
baik materi maupun penyajian serta penulisan yang tidak sesuai. Untuk itu saya memohon maaf
yang sebesar-besarnya, dan saya juga mengharapkan kritik dan juga sarannya kepada semua
pihak demi kesempurnaan penulisan makalah ini dan perbaikan-perbaikan dimasa yang akan
datang. Terima kasih.
Pracimantoro, 2018
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Istilah pers tidak asing terdengar di telinga kita semua, berbicara tentang
pers berarti akan menyangkut aktivitas jurnalistik. Terkadang istilah pers,
jurnalistik, dan komunikasi massa menjadi tercampur baur dan saling tertukar
pengertiannya. Apabila pers merupakan salah satu bentuk komunikasi mass,
maka jurnalistik merupakan kegiatan untuk mengisinya. Beberapa ahli politik
berpendapat bahwa pers merupakan kekuatan keempat dalam sebuah negara
setelah legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pendapat tersebut sekiranya tidak
berlebihan karena kenyataannyapersdapat menciptakan/membentuk opini
masyarakat luas, sehingga mampu menggerakkan kekuatan yang sangat
besar.
Dalam era demokratisasi ini,pers telah merasakan kebebasan sehingga
peranan dan fungsipersdapat dirasakan dan dinikmati masyarakat. Pada masa
reformasi ini, kebebasanperstelah di buka lebar-lebar.Pers mendapatkan
kebebasan untuk melakukan kritik social terhadap pemerintah.Pers bebas
untuk bergerak dalam melakukan pemberitaan. Meskipun bebas, tetapi pers
tetap bertanggung jawab dalam pemberitaannya. Pemerintah pun tetap
melakukan control terhadap kebebasan pers dalam kehidupan sehari-hari.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah pengertian, fungsi dan peranan pers?
2. Bagaimanakah perkembangan pers di Indonesia ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian, fungsi dan peranan pers.
2. Untuk mengetahui perkembangan pers di Indonesia.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. HAKIKAT PERS
1. Pengertian Pers
a. Pengertian pers secara umum
kata pers berasal dari bahasa belanda, yang dalam bahasa inggris berarti
perss. Pers dalam bahasa latin, pressareyang berarti tekan atau cetak. Secara
harfiah pers berarti cetak dan secara ilmiah berarti penyiaran yang dilakuan
secara tercetak.
Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian, yaitu pers
dalam pengertiaan luas dan pers dalam pengertian sempit. Dalam arti luas pers
meliputi segala penerbitan, bahkan termasuk media massa elektronik, radio
siaran, dan telivisi siaran. Adapun pers dalam pengrertian sempit hanya terbatas
pada media cetak, yaitu surat kabar majalah dan bulletin. Pengertian pers
menurut ilmu komunikasi yaitu usaha percetakan atau penrbitan, usaha
pengumpulan dan penyiaran berita, penyiaran berita melalui surat kabar,
majalah, radio, dan telivisi, orang-orang yang bergerak dalam penyiaran berita,
serta media penyiaran berita, yaitu surat kabar, majalah, radio, dan telivisi
b. Pengertian menurut para ahli
1) Menurut L. Taufik, seorang ahli jurnalistik, pers adalah usaha-usaha dari
alat komunikas massa untuk memenuhi kebutuhan anggota-anggota
masyarakat terhadap penerangan, hiburan, keinginan, mengetahui
peristiwa-peristiwa, atau berita-berita yang telah atau akan terjadi disekitar
mereka khususnya dan didunia umumnya
2) Menurut Weiner, seorang ahli jurnalistik, pers memiliki tiga arti. Pertama,
wartawan media cetak. Kedua, publisitas atau peliputan. Ketiga, mesin
cetak-naik cetak
2
a. Periodesitas, artinya pers terbit secara teratur dan periodic. Periodesitas
mengedepankan irama terbit, jadwal terbit, dan konsistensi atau keajekan.
b.Publisitas, artinya pers ditujukan atau disebarkan kepada khalayak dengan
sasaran yang sangat heterogen, baik dari segi geografis maupun psikografis.
c. Akutualitas, artinya informasi apapun yang disuguhkan media pers harus
mengandung unsur kebaruan, menunjuk pada peristiwa yang benar-benar baru
atau sedang terjadi.
d.Universilitas, artinya memandang pers dari sumbernya dan keanekaragaman
materi isinya.
e. Objektivitas, merupakan nilai etika dan moral yang harus dipegang teguh oleh
surat kabar dalam menjalankan profesi jurnalistiknya.
3. Fungsi Pers
Fungsi pers menurut menurut undang-undang nomor 40 tahun 1999
tentang pers antara lain sebagai media informasi, media pendidikan, media hiburan,
dan media control social. Pers nasional dapat berfungsi pula sebagai lembaga
ekonomi komersial.
Pada pasal 4 undang-undang nomor 40 tahun 1999 disebutkan hak-hak
pers sebagai berikut:
a. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi Negara.
b. Pers nasional tidak dikenakan sensor, pemberedalan, dan pelarangan penyiaran.
c. Pers nasioanal mempunyai hak mencari, menyampaikan ‘gagasan, dan
informasi kepada masyarakat.
3
b. Fungsi mendidik ( to educate )\
Proses pendidikan atau mendidik bukan sebatas pada transfer ilmu atau
menyalurkan ilmu, melainkan mencakup proses mengajarakan dan
menanamkan nilai-nilai. Sebagai sarana pendidikan massa, surat kabar dan
majalah memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga
khalayak pembaca bertambah pengetahuannya.
c. Fungsi menghibur ( to intertain )
Menghibur berarti memberikan atau menyuguhkan sesuatu yang
menyenangkan bersifat ringan dan menyegarkan untuk menghilangkan
kejenuhan. Tidak jarang berupa berita yang mengandung minat insane (human
interest) dan tajuk rencana.
d. Fungsi memengaruhi ( to influence )
Fungsi memengaruhi menyebabkan pers memegang peranan penting dalam
kehidupan masyarakat, yaitu sebagai fungsi control sosial. Fungsi control sosial
pers mempunyai banyak tujuan seperti beikut:
1) Menjaga agar undang-undang yang telah dibuat oleh wakil-wakil
rakyat dijalankan sebaik-baiknya oleh semua pihak
2) Melindungi hak-hak asasi manusia
3) Melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat
4) Menjaga agar jalannya pemerintahan sesuai dengan undang-undang
dasar dan undang-undang
5) Mewujudkan agar perencanaan Negara, baik perencanaan politik,
ekonomi, sosial, maupun budaya.
4
gedung perwakilan untuk menyampaikan asprasinya. Dalam hal ini pers
mempunyai fungsi sebagai penghubung atau jembatan antara masyarkat dan
pemerintah atau sebaliknya. Komunikasi yang tidak dapat tersalurkan melalui
jalur kelembagaan yang ada dapat disalurkan mealui pers.
4. Peran pers
Pada pasal 6 undang-undang nomor 40 tahun 1999 disebutkan peran pers
meliputi hal-hal berikut:
Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui. Hal ini dilakukan melalui
transfer informasi dalm bebagai bidang (ekonomi, poltik, sosial dan budaya)
Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi. Berkaitan dengan penyampaian
aspirasi rakyat guna mewujudkan pemerintahan dari rakyat sesuai dengan
Negara demokrasi yang mngedepankan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat
dan untuk rakyat
Mendorong terwujudnya supremasi hokum dan hak asasi manusia (HAM). Hal
ini berkaitan dengan kebebasan mengemukakan pendapat dan persamaan
dihaapan hokum atau menjunjung tinggi hokum
Menghormati kebhinekaan. Kebhinekaan mengundang pengertiaan walaupun
berbeda tetapi tetap satu jua. Dalam hal ini pers mengadepankan persatuan
dengan menyampaikan informasi yang memperlihatkan norma agama,
kesusilaan yang hidup dalam masyarakat, dan asas praduga yang tak bersalah
Pers menitikberatkan kepada prinsip objektivitas dalam menyampaikan
informasi kepada khalayak banyak.
Melalukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan umum. Pers dalam hal ini memerankan fungsi
sebagai jembatan yang menghubungkan masyarakat dengan pemerintah atau
sebaliknya
Memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Peran pers dalam mewujudkan
keadilan dan kebenaran adalah dengan cara menyampaikan kebenaran kepada
publaik berwujud berita atau informasi dan mengajak masyarakat berfikir kritis
dalam menanggapi masalah-masalah yang terjadi di Indonesia
5. Prinsip-prinsip pers
5
a. Idialisme artinya cita-cita, obsesi, atau sesuatu yang terus dikejar untuk
dijangkau dengan segala daya dan cara yang dibenarkan menurut etika dan
norma profesi yang berlaku serta diakui masyarakat dan Negara
b. Komersialisme artinya pers harus mempunyai mempunyai kekuatan untuk
mencapai cita-cita dan keseimbangan dalam mempertahankan nilai-nilai
profesi yang diyakininya
c. Profesionalisme artinya paham yang menilai tinggi keahlian professional
khususnya atau kemampuan pribadi pada umumnya, sebagai alat utama untuk
mencapai keberhasilan.
6
Berdirinya kantor berita ANTARA
7
kantor berita Domei dengan menggabungkan dua kantor berita yang ada di
Indonesia yakni Aneta dan Antara. Selama masa ini, terbit beberapa media
(harian), yaitu:
Asia Raya di Jakarta
Sinar Baru di Semarang
Suara Asia di Surabaya
Tjahaya di Bandung
Pers nasional masa pendudukan Jepang mengalami penderitaan dan
pengekangan lebih dari zaman Belanda, Namun begitu, hal ini justru
memberikan banyak keuntungan bagi pers Indonesia, diantaranya adalah
Pengalaman karyawan pers Indonesia bertambah, Adanya pengajaran bagi
rakyat agar berpikir kritis terhadap berita yang disajikan oleh sumber resmi
Jepang, serta meluasnya penggunaan bahasa Indonesia.
8
Pelita Rakyat di Surabaya, dan Mustika di Medan. Pada masa ini Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI) dan Serikat.
9
Lebih kurang 10 hari setelah Dekrit Presiden RI menyatakan kembali ke
UUD 1945, tindakan tekanan pers terus berlangsung, yaitu pembredelan
terhadap kantor berita PIA dan surat kabar Republik, Pedoman, Berita
Indonesia, dan Sin Po dilakukan oleh penguasa perang Jakarta. Hal ini
tercermin dari pidato Menteri Muda Penerangan Maladi dalam menyambut
HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-14, antara lain: “Hak kebebasan
individu disesuaikan dengan hak kolektif seluruh bangsa dalam melaksanakan
kedaulatan rakyat.
Hak berpikir, menyatakan pendapat, dan memperoleh penghasilan
sebagaimana dijamin UUD 1945 harus ada batasnya: keamanan negara,
kepentingan bangsa, moral dan kepribadian Indonesia, serta tanggung jawab
kepada Tuhan Yang Maha Esa”.
Awal tahun 1960 penekanan kebebasan pers diawali dengan peringatan
Menteri Muda Maladi bahwa “langkah-langkah tegas akan dilakukan
terhadap surat kabar, majalah-majalah, dan kantor-kantor berita yang tidak
menaati peraturan yang diperlukan dalam usaha menerbitkan pers nasional”.
Masih tahun 1960 penguasa perang mulai mengenakan sanksi-sanksi
perizinan terhadap pers.
Tahun 1964 kondisi kebebasan pers makin buruk: digambarkan oleh E.C.
Smith dengan mengutip dari Army Handbook bahwa Kementerian
Penerangan dan badan-badannya mengontrol semua kegiatan pers. Perubahan
ada hampir tidak lebih sekedar perubahan sumber wewenang, karena sensor
tetap ketat dan dilakukan secara sepihak.
10
Pers dimata negara memiliki peranan sebagai pendorong kesatuan
nasional dan pembangunan sambil menrapkan system perijinan.
Pemerintah juga tidak menjamin dengn tegas kebebasan pers di Indoensia,
hal ini terbukti dengan kontrol ketat pemerintah dengan mendirikan dewan
pers dan PWI, selain itu pemerintah juga ikut campur tangan dalam
keredaksian.
Dalam pemerintahan Orde Baru ini setidaknya ada tiga macam cara
yang digunakan wartawan untuk menghindari peringatan dan atau
pembredeilan dari pemrintah, yakni eufimisme, jurnalisme rekaman dan
jurnalisme amplop.
Teknik eufeumisme adalah teknik mengungkapkan fakta secara
tersirat bukan tersurat. Penggunaan kata-kata ini adalah upaya
meringankan akibat politik dari suatu pemberitaan.. Fakta dalam sebuah
berita berbahaya senantiasa ditup oleh pers dengan ungkapan yang sopan.
Jurnalisme rekaman adalah budaya wartawan untuk mentranskrip setepat
tepatnya apa yang dikatakan sumber berita dan tidak mengertikannya
sendiri. Budaya ini tentu saja membuat wartwan Indonesia semakin malas.
Jurnalisme amplop adalah budaya pemberian amplop bagi wartawan oleh
sumber berita. Meskipun pemberian ini dikecam dan berusah dihindari
namun pada prakteknya tetap saja terjadi.
Pada masa orde baru ini juga diketemukan adanya monopoli media massa
oleh keluraga para pejabat. Hal ini tentu saja membuat sudut pandang
pemberitaan yang hampir sama dan sangat berhati-hati karena takut
menyinggung pemilik saham.
Pada awal tahun 1990-an pemerintah mulai bersikap terbuka,
begitupun dengan pers meskipun tetap harus bersikap hati-hati.
Keterbukaan ini merupakan pengaruh dari perubahan situasi politik di
Indonesia dan juga tuntutan pembaca kelas menengah yang jumlahnya
semkain banyak di Indonesia.
Pada 21 Juni 1994 pemerintah Indonesia membredel tiga mingguan
terkemuka yaitu Tempo, Ediotr dan Detik. Ada tiga teori tentang
pembreidelan tersebut yakni teori permusuhan Habibie-Tempo, dalam
11
kasus ini Tempo memberitakan rencana produksi pesawat terbang dan
pembelian bekas kapal perang yang mengkritik habibie, teori intrik politik
yang berspekulasi bahwa ketiga penerbitan itu bekerjasam dengan Benni
Moerani dan pengikutnya di ABRI untuk menjatuhkan dan menyingkirkan
Habibie dan teori Intimiasi yang berspekulasi bahwa kepemimpinan
nasional ingin memperlambat laju perubahan masayrakat dan media yang
semkain bergerak menuju kebebasan yang lebih lebar. Pembreidelan ini
mengakibatkan terjadinya protes dan demo di kalangan wartawan
Indonesia.
Sebagai penyelesaian kasus pembreidelan ini menteri penerangan
mengelurakan dua izin penrbitan baru untuk menmpung wartawan yang
kehilangan pekerjaannya yakni mingguan Gtra untuk ex-Tempo dan Tiras
untuk wartawan eks Editor.
Pasca pembreidelan inilah yang merupakan titik balik kondisi per
Indonesia karena wartawan-wartawannya mulai cenderung memberontak
pada pemerintah meskipun dengan cara yang berbeda-beda. Meski
demikian SIUPP tetap merupakan ganjalan terbesar dalam kehidupan pers
Indonesia saat itu.
12
Tahun 1999 tentang pers. Hal ini disambut gembira dikalangan pers, karena
tercatat beberapa kemajuan penting dibanding dengan undang-undang
sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Pokok-
Pokok Pers (UUPP).
Dalam Undang-Undang ini, dengan tegas dijamin adanya
kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara (pasal 4). Itulah sebabnya
mengapa tidak lagi disinggung perlu tidaknya surat ijin terbit, yaitu terhadap
pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan
penyiaran sebagaimana tercantum dalam pasal 4 ayat 2.
Pada masa reformasi, Undang-Undang tentang pers No. 40 1999,
maka pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:
Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan
informasi.
Menegakkan nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya
supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati
kebhinekaan.
Mengembangkan pendapat umum berdasar informasi yang tepat,
akurat, dan benar.
Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum,
wartawan mempunyai hak tolak. Tujuannya agar wartawan dapat
melindungi sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas
sumber informasi. Hal ini digunakan jika wartawan dimintai keterangan
pejabat penyidik atau dimintai menjadi saksi di pengadilan.
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat kita ambil kesimpulkan bahwa
Perkembangan Pers di Indonesia tak dapat dipungkiri, pers sangat
berpengaruh terhadap bangsa ini, mulai dari kemerdekaan, pengakuan
kedaulatan, sampai kini msa reformasi, semuanya dipengaruhi ole pers. maka
tak heran jika dunia Pers memegang peranan penting dalam perjalanan
bangsa ini.
Perkembangan Pers di indonesia pun bisa dibilang sebagai salah satu
perkembangan pers paling kompleks, kenapa? karena perkembangan Pers di
Indonesia terbagi menjadi beberapa periode, dimana setiap periodenya
mewakili satu masa atau era.
Dan seorang wartawan bebas memilih menentukan dan mengerjakan
tugasnya tetapi harus ada kesadaran bahwa ada aturan rambu-rambu yang
harus diperhatikan dalam kinerjanya.
B. SARAN
Dalam penulisan makalah ini tentulah masih banyak kekurangan dan
kelemahan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca untuk perbaikan penulisan kami di masa yang akan
datang.
14
DAFTAR PUSTAKA
15