Anda di halaman 1dari 26

BAB II

METODE PENELITIAN

Pemetaan geologi dalam penelitian ini dilakukan dengan metode pemetaan

geologi permukaan. Metode ini meliputi kegiatan pengamatan, pemerian,

dokumentasi data, dan pengukuran langsung di lapangan pada data geologi yang

terdapat di permukaan bumi saja, seperti jenis batuan, tekstur, struktur, komposisi

batuan, kedudukan batuan, kandungan fosil, tebal singkapan batuan, bentang alam

dan batas kontak batuan.

Sebelum kegiatan langsung di lapangan, terlebih dahulu dilakukan analisis

data sekunder mengenai daerah penelitian yang didapatkan dari pustaka dan sumber

lain yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan sebelum melakukan

kegiatan lapangan secara rinci. Dalam mencapai tujuan yang diharapkan, penelitian

ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama yang meliputi tahap

pendahuluan dan pemetaan geologi awal, selanjutnya tahap kedua yang meliputi

pemetaan geologi rinci, pekerjaan lapangan, pekerjaan studio, dan pekerjaan

laboratorium (Gambar 2.1).

2.1. Tahap Pendahuluan

Tahap pendahuluan yaitu tahap persiapan awal yang merupakan rangkaian

kegiatan sebelum pengambilan data di lapangan. Kegiatan yang dilakukan pada

tahap ini meliputi studi pustaka, persiapan peta dasar, dan perijinan, yang bertujuan

agar proses penelitian berjalan dengan efektif dan efisien sehingga didapatkan hasil

yang baik.

6
Gambar 2.1. Diagram skema alur penelitian (Dikembangkan dari Hartono, 1991).

7
1. Studi pustaka

Meliputi kegiatan mengumpulkan, menyusun, dan mengkaji data

literatur, yang memiliki kaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Hal

ini bertujuan untuk mengetahui gambaran secara umum daerah penelitian.

Selain itu, studi pustaka juga berfungsi sebagai dasar untuk peninjauan

kembali dari peneliti sebelumnya di daerah penelitian untuk mendapatkan

hasil penelitian yang baik.

2. Persiapan peta dasar

Persiapan peta dasar ini meliputi peta RBI, peta topografi, peta

geologi regional, dan citra SRTM (Shuttle Radar Topography Mission).

Peta tersebut digunakan untuk melakukan interpretasi geologi, pemetaan

awal (reconnaissance), pemetaan rinci dan kelengkapan data lainnya.

3. Perijinan

Tahap ini merupakan tahapan pembuatan perijinan penelitian untuk

melengkapi persyaratan administrasi tugas akhir di STTNAS Yogyakarta,

dimana hal ini berkaitan dengan keabsahan penelitian dan hasil penelitian.

2.2. Pemetaan Awal (Reconnainssance)

Pada tahapan ini yaitu tahap pengenalan medan pada daerah dimana

penelitian dilakukan. Meliputi, akses dan permukiman penduduk di daerah

penelitian, keadaan morfologi secara umum, keadaan litologi (ada atau tidaknya

singkapan di daerah penelitian) dan bertujuan untuk mengetahui kondisi geologi

daerah penelitian secara umum, hal ini digunakan sebagai dasar layak atau tidaknya

8
daerah penelitian untuk dipetakan dan diteliti secara rinci. Tahap ini meliputi

observasi singkapan dan gambaran geologi secara umum.

1. Observasi singkapan

Observasi singkapan yang dilakukan pada tahap ini yaitu dengan

melakukan pengamatan singkapan yang telah ditentukan sebelumnya pada

daerah penelitian, sehingga memberikan gambaran litologi yang ada di

lokasi penelitian.

2. Gambaran geologi secara umum

Gambaran geologi secara umum pada daerah penelitian didapat dari

hasil analisis peta topografi, kenampakan pola kontur pada peta topografi

yang menggambarkan morfologi, litologi, dan struktur geologi di daerah

penelitian dan juga melalui citra SRTM serta didukung dengan hasil

pemetaan awal. Hasil akhir tahap pemetaan awal ini berupa peta lokasi

tentatif, peta geologi tentatif, peta geomorfologi tentatif.

2.3. Pemetaan Rinci

Tahap pemetaan geologi rinci ini dibagi ke dalam beberapa bagian meliputi

perapatan lokasi pengamatan, pemerian, pengambilan sampel batuan dan

pengukuran berbagai aspek geologi.

1. Perapatan lokasi pengamatan

Perapatan lokasi pengamatan yaitu dilakukan dengan penambahan

lokasi pengamatan dari hasil pemetaan awal dengan tujuan mendapatkan

data yang lebih rinci di daerah penelitian.

9
2. Pemerian dan pengukuran aspek geologi

Pemerian aspek geologi pada daerah penelitian meliputi ciri fisik

batuan kaitannya dengan morfologi, stratigrafi, struktur geologi dan sejarah

geologi serta geologi lingkungan. Selanjutnya pengukuran aspek geologi

meliputi morfometri, ketebalan batuan, pengukuran struktur geologi,

potensi sumber daya geologi dan pengukuran cadangannya serta arah

gerakan tanah.

3. Pengambilan sampel batuan

Pengambilan sampel batuan dilakukan secara sistematis, yang

bertujuan untuk memperoleh data geologi terekam di dalam batuan yang

bersifat representatif. Syarat sampel yang dapat dianalisis laboratorium

yaitu; pengambilan sampel batuan yang segar; pengambilan sampel batuan

harus mewakili dari setiap jenis batuan; pengambilan sampel batuan harus

dengan ukuran besar, minimal bisa untuk dianalisis di laboratorium (analisis

petrografi), serta pengambilan sampel batuan untuk analisis mikrofosil.

2.4. Pekerjaan Lapangan

Tahap pekerjaan lapangan merupakan tahap pengumpulan data primer

secara langsung di daerah penelitian. Tahap pekerjaan lapangan ini dibagi ke dalam

beberapa bagian, meliputi identifikasi data geomorfologi seperti morfologi dan

morfogenesa, identifikasi data stratigrafi berupa pemerian batuan, kedudukan

batuan, identifikasi data struktur geologi dan identifikasi data sejarah geologi serta

identifikasi data geologi lingkungan.

10
1. Identifikasi data geomorfologi

Aspek geomorfologi yang dapat diamati secara langsung di

lapangan adalah aspek morfologi atau kenampakan bentuk muka bumi pada

daerah penelitian dan morfogenesa atau proses geologi yang berperan pada

daerah penelitian, baik proses eksogenik maupun proses endogeni. Aspek

geomorfologi lainnya seperti morfoarrangement dan morfokronologi tidak

dapat diamati di lapangan. Selanjutnya pengamatan mengenai stadia sungai

juga dapat diperhatikan di lapangan, tetapi harus dilakukan penambahan

data hasil analisis studio.

2. Identifikasi data stratigrafi

Data stratigrafi yang dapat diamati di lapangan meliputi kedudukan

batuan, pemerian batuan, hubungan batuan, genesa batuan kemudian

pengambilan data sampel. Kedudukan batuan yang terdiri dari arah jurus

(Strike), dan kemiringan batuan (Dip) serta arah pelamparan batuan.

Pemerian batuan meliputi warna, tekstur, struktur dan komposisi batuan

serta tebal lapisan batuan. Hubungan batuan yang kaitannya dengan

hubungan lapisan batuan yang berada di bawah dengan lapisan batuan yang

berada di atasnya, seperti menjari, menerus dan gradasi. Genesis batuan

meliputi kejadian pembentukan batuan dan lingkungan pengendapan

batuan.

3. Identifikasi data struktur geologi

Data struktur geologi yang dapat diamati di lapangan secara

langsung adalah meliputi kekar, lipatan dan sesar. Kekar secara umum

11
merupakan retakan atau rekahan pada batuan yang relatif tidak mengalami

pergeseran pada bidang rekahannya, yang disebabkan baik oleh gejala

tektonik maupun bukan tektonik. Lipatan dapat lebih mudah diamati dan

dianalisis, jika ditemukan sumbu lipatannya di lapangan. Secara umum

terdapat dua jenis lipatan yaitu; antiklin, bentuk tertutup ke atas dan sinklin,

bentuk tertutup ke bawah. Selanjutnya sesar yang ada di lapangan dapat

diamati jika ditemukan bidang sesarnya. Secara umum ada tiga jenis sesar

yang dapat diamati di lapangan yakni sesar mendatar, sesar normal dan sesar

naik.

4. Identifikasi data sejarah geologi

Data sejarah geologi tidak dapat langsung diidentifikasi di lapangan,

perlu dilakukan pekerjaan atau analisis studio dan laboratorium serta data

geologi lainnya untuk mendapatkan interpretasi mengenai sejarah geologi

di daerah penelitian. Namun, dapat dilakukan interpretasi secara umum

berdasarkan kenampakan yang ada di lapangan, misalnya keterdapatan batu

gamping, dapat diinterpretasikan secara umum lingkungan pengendapannya

adalah pada lingkungan laut dangkal. Namun demikian, interpretasi

tersebut belum sepenuhnya menjawab mengenai sejarah geologi di area

tersebut secara lebih rinci, karena sejarah geologi harus terkait dengan ruang

dan waktu geologi.

5. Identifikasi data geologi lingkungan

Geologi lingkungan menurut Noor (2006) merupakan upaya

memanfaatkan sumber daya alam dan energi secara efisien dan efektif untuk

12
memenuhi kebutuhan perkehidupan manusia masa kini dan masa

mendatang dengan seminimal mungkin mengurangi dampak lingkungan

yang ditimbulkannya. Sumberdaya geologi adalah sumber daya yang tidak

terbarukan, seperti sumberdaya air, sumber daya mineral, sumberdaya

energi dan sumber daya lahan. Sebaliknya, bencana geologi merupakan

bahaya yang ditimbukan oleh proses geologi, seperti tanah longsor, erupsi

gunung api, gempa bumi, banjir, erosi, salinasi dan kekeringan.

2.5. Pekerjaan Studio

Penelitian studio merupakan kegiatan yang tidak dilakukan di lapangan.

Analisis studio adalah kegiatan analisis data yang di dapat di lapangan meliputi data

geomorfologi, data stratigrafi, dan data struktur geologi, yang selanjutnya dari hasil

analisis tersebut digunakan untuk menginterpretasikan kondisi geologi di daerah

penelitian.

1. Analisis data geomorfologi

Pembagian satuan geomorfologi di daerah penelitian ditentukan

melalui analisis peta topografi dengan melihat pola kontur, peta SRTM,

analisis pola pengaliran, proses geologi dan stadia daerah. Pembagian

satuan geomorfologi daerah penelitian mengacu pada klasifikasi bentuk

muka bumi (Brahmantyo dan Bandono, 2006) (Gambar 2.2), berdasarkan

proses geologi yang telah diamati secara langsung di lapangan baik proses

endogen maupun eksogen. Interpretasi dan penamaannya berdasarkan

deskriptif eksplanatoris (genetis), bukan secara empiris atau parametris,

misalnya dari kriteria persen lereng.

13
Gambar 2.2. Klasifikasi bentuk muka bumi menurut Brahmantyo dan
Bandono (2006).

14
Selanjutnya dalam klasifikasi aspek morfometri daerah penelitian

yang diklasifikasikan berdasarkan hubungan antara beda tinggi rata - rata

dan kemiringan lereng yang sebelumnya dimana persen kemiringan lereng

dan beda tinggi rata – rata didapat dari perhitungan sayatan pada peta

topografi daerah penelitian. Klasifikasi morfometri ini dilakukan guna

untuk interpretasi, ditambahkan klasifikasi beda tinggi dan lereng menurut

van Zuidam dan van Zuidam – Cancelado, (1979) (Tabel 2.1).

Tabel 2.1. Klasifikasi hubungan antara kelerengan dan beda tinggi (van
Zuidam dan van Zuidam – Cancelado, 1979).
Kelerengan Beda Tinggi
No Relief
(%) (m)
1 Topografi dataran 0–2 <5
2 Topografi bergelombang lemah 3–7 5 – 50
Topografi bergelombang lemah –
3 8 – 13 25 – 75
kuat
Topografi bergelombang kuat –
4 14 – 20 50 – 200
perbukitan
Topografi perbukitan – tersayat
5 21 – 55 200 – 500
kuat
Topografi tersayat kuat –
6 56 – 140 500 – 1000
pegunungan
7 Topografi pegunungan > 140 > 1000

Pola pengaliran (drainage pattern) merupakan suatu pola dalam

kesatuan ruang yang merupakan hasil penggabungan dari beberapa individu

sungai yang saling berhubungan membentuk suatu pola dalam kesatuan

ruang (Thornbury, 1969). Pola pengaliran dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain; jenis litologi, proses vulkanik Kuarter, dan stadia

geomorfologi serta sejarah geologi.

15
Gambar 2.3. Jenis-jenis pola aliran dasar sungai (modifikasi dari Howard,
1967).

16
Gambar 2.4. Ilustrasi stream ordering menurut Strahler (1980; dalam
Hugget, 2007).

Menurut Thornbury (1969), tingkat stadia sungai dapat dibagi

menjadi tiga stadia seperti yang terdapat dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Tingkat stadia sungai menurut Thornbury (1969).

Karakteristik

1. Anak sungai dan parit dalam jumlah banyak mengalir dan


masuk ke dalam sistem lembah.
2. Ada beberapa badan sungai konsekuen, tetapi merupakan
anak sungai utama.
3. Lembah akan mempunyai profil berbentuk “V”, agak dalam
atau sangat dalam, tergantung ketinggian regional di atas
muka air laut.
Stadia
4. Umumnya tidak memiliki dataran banjir dan batas antar
Muda
sungai susah untuk dipisahkan.
5. Danau dan rawa mungkin ada pada bekas sungai musiman
yang kering, jika ketinggian air sungai tidak terlalu tinggi
dibandingkan batas ketinggian air tanah.
6. Kemungkinan muncul air terjun, biasanya pada litologi
yang resisten. Hal ini merupakan ciri khas pada stadia muda.
7. Kelokan sungai dapat muncul pada stadia muda, namun
pada perlapisan yang datar dan tidak terganggu.

17
1. Lembah semakin luas, sehingga sungai secara regional
mempunyai sistem aliran sungai sendiri.
2. Beberapa litologi pada dasar dan tebing sungai mungkin
muncul akibat erosi oleh arus sungai.
3. Batas penyebaran sungai jelas dan cabang sungai tidak
terlalu banyak.
4. Semua danau dan air terjun yang muncul pada stadia muda
akan hilang.
Stadia
5. Dataran banjir terbentuk sepanjang sungai utama dan
Dewasa
bahkan akan membentuk lantai lembah.
6. Kelokan sungai muncul intensif, bedanya dengan stadia
muda, pada stadia muda agak jarang.
7. Luas dataran lembah tidak lebih besar dibanding luas dari
sabuk kelokan sungai.
8. Relief atau topografi tertinggi kemungkinan akan muncul
pada stadia ini.

1. Anak sungai banyak bermunculan dibandingkan dengan


stadia dewasa.
2. Anak sungai banyak bermunculan dibandingkan dengan
stadia dewasa.
3. Lembah sungai landai dan datarn serta lembah sungai lebih
Stadia luas dibandingkan kelokan sungai.
Tua 4. Sungai musiman sudah tidak terlihat dan batas antar sungai
tidak sejelas pada stadia dewasa.
5. Danau dan rawa mungkin muncul namun tidak sama
jenisnya seperti pada stadia muda.
6. Kelokan sungai telah menjadi kelokan beranyam serta
tinggi muka air sungai sama dengan tinggi tingkat erosi.

Untuk memperjelas interpretasi stadia sungai pada daerah penelitian,

ditambahkan juga pembagian macam - macam tipe lembah sungai menurut

van Zuidam dan van Zuidam – Cancelado, (1979) (Gambar 2.5), terdapat

tiga macam tipe lembah yaitu; 1) Berbentuk “buaian” atau bekas aliran

sungai, 2) Berbentuk “V”, 3) Berbentuk “U”. Selanjutnya, hasil interpretasi

stadia sungai, merupakan salah satu parameter untuk menentukan stadia

daerah.

18
Gambar 2.5. Pembagian tipe lembah menurut van Zuidam dan van Zuidam
– Cancelado (1979).

Menurut Lobeck (1939), stadia daerah dibagi menjadi empat dan

mempunyai ciri tersendiri (Gambar 2.6), yaitu stadia muda, stadia dewasa

dan stadia tua serta rejuvenation.

19
Gambar 2.6. Stadia daerah menurut Lobeck (1939).

20
2. Analisis data stratigrafi

Dari hasil kegiatan pengumpulan data stratigrafi di lapangan,

kemudian digunakan untuk analisis stratigrafi pada daerah penelitian,

menggunakan konsep dan klasifikasi tertentu yang telah diakui oleh ahli

geologi. Analisis data stratigrafi meliputi pembuatan peta geologi,

penampang geologi dan kolom stratigrafi.

Dalam menggambarkan garis pada peta geologi yang menunjukkan

batas satuan litostratigrafi, sangat ditentukan oleh besar atau tingkat

kemiringan perlapisan batuan (dip) dan besaran skala peta. Makin kecil

skala peta yang dipakai sebagai peta dasar dalam membuat peta geologi,

penarikan batas satuan litostratigrafi makin banyak memakai konsep

“pendekatan dan pengandaian”, artinya makin menjauhi kaidah-kaidah

hukum yang berlaku. Dalam menarik garis batas satuan digunakan Hukum

V ata V Rule (Gambar 2.7). Hukum V adalah hubungan antara topografi dan

pola penyebaran batuan (Sukandarrumidi, 2011). Peta geologi tidak akan

mempunyai arti atau boleh dikatakan tidak sempurna apabila tidak

disertakan sayatan geologi. Pada penampang geologi harus menunjukkan

rekonstruksi struktur geologi dan interpretasi “larinya” perlapisan batuan

dan bentukan struktur geologi berdasarkan data yang ditemukan di

lapangan. Secara umum garis arah sayatan geologi, diusahakan arahnya

tegak lurus dengan jurus umum perlapisan batuan. Apabila hal ini tidak

dapat dilakukan, maka besar kemiringan perlapisan yang di plot pada garis

profil penampang merupakan kemiringan semu.

21
Gambar 2.7. Ilustrasi Hukum V (dalam Lisle, 2004).

22
3. Analisis data struktur geologi

Struktur geologi di daerah penelitian ditentukan berdasarkan

pengamatan unsur struktur geologi dan hasil identifikasi dari data

pengukuran di lapangan, selanjutnya dilakukan analisis pada pekerjaan

studio. Dalam mempelajari struktur yang terdapat pada daerah penelitian

dilakukan pendekatan dengan model struktur yang dikemukakan oleh

Harding (1973) (Gambar 2.8). Konsep tersebut menerangkan mengenai

struktur geologi pada batuan sebagai akibat adanya gaya kompresi yang

disebabkan oleh teknonik.

Gambar 2.8. Hubungan struktur sesar, lipatan dan kekar (Harding, 1973).

23
Kekar (joint) adalah struktur rekahan dalam batuan yang belum

mengalami pergeseran, merupakan hal yang umum bila terdapat pada

batuan dan bisa terbentuk pada setiap waktu. Pada batuan sedimen, kekar

dapat terbentuk mulai pada saat pengendapan atau terbentuk setelah

pengendapan, dalam batuan beku dapat terbentuk akibat proses

pendinginan. Dalam proses deformasi, kekar dapat terjadi saat mendekati

proses akhir atau bersamaan dengan terbentuknya struktur lain, seperti sesar

atau lipatan. Selain itu kekar bisa terbentuk sebagai struktur penyerta dari

struktur sesar maupun lipatan yang diakibatkan oleh tektonik.

Permodelan dan analisis kekar menggunakan pendekatan klasifikasi

Billings (1974) yang menjelaskan mengenai struktur geologi pada batuan

sebagai akibat adanya gaya kompresi yang disebabkan oleh tektonik

(Gambar 2.9).

Gambar 2.9. Jenis kekar berdasarkan genesa (Billings, 1974).

24
Lipatan dijumpai dalam berbagai bentuk (geometri), yang disebut

sebagai ”fold style” dan ukuran. Variasi geometri lipatan terutama

tergantung pada sifat dan keragaman bahan, dan asal kejadian mekanik pada

saat proses perlipatan. Secara umum terdapat “antiform”, bentuk tertutup

keatas dan “synform”, bentuk tertutup kebawah (Gambar 2.10). Suatu

antiklin adalah bentuk lipatan dengan bagian lapisan tertua pada sisi cekung

permukaan lipatan, sinklin dengan bagian termuda pada inti.

Gambar 2.10. Geomoetri dan nomenclature striktur lipatan (Twiss dan


Moores, 1992).

25
Untuk klasifikasi lipatan menggunakan klasifikasi berdasarkan

interlimb angle menurut Fleuty (1964, dalam Ragan, 1973) (Tabel 2.3).

Tabel 2.3. Klasifikasi lipatan berdasarkan interlimb angle, Fleuty (1964,


dalam Ragan, 1973).

Interlimb angle Description fold


180o – 120o Gentle
120o – 70o Open
70o – 30o Close
30o – 0o Tight
0o Isoclinal
Negative Mushroom

Sesar atau patahan adalah rekahan pada batuan yang telah

mengalami pergeseran melalui bidang rekahnya. Suatu sesar dapat berupa

bidang sesar (fault plane), atau rekahan tunggal. Tetapi lebih sering berupa

jalur sesar (fault zone) yang terdiri lebih dari satu sesar. Dalam penelitian

ini digunakan klasifikasi sesar yang umumnya berdasarkan pergerakan blok

sesar (Gambar 2.11) .

Gambar 2.11. Pergerakan relatif blok-blok sesar (Twiss dan Moore, 1992).

26
Secara umum sesar juga dapat dibagi menjadi beberapa kelas sebagai

berikut:

a) Umum; normal turun, reserve / naik (termasuk thrust sesar anjakan

/sungkup).

b) Sifat pergeseran; slip (gerak sebenarnya), separtion (gerak semu).

c) Sifat gerak bidang sesar; dip slip, strike slip dan oblique slip.

2.6. Pekerjaan Laboratorium

Terdapat dua tahapan dalam kegiatan pengerjaan laboratorium, yaitu

preparasi sayatan tipis yang nantinya digunakan untuk pengamatan petrografi dan

preparasi mikrofosil untuk memperoleh data mikropaleontologi.

1. Preparasi mikrofosil

Preparasi adalah proses pemisahan mikrofosil dari batuan dan

material pengotor lainnya. Proses preparasi ini bertujuan untuk memisahkan

mikrofosil yang terdapat dalam batuan dari material lempung (matrik) yang

menyelimutinya.

Hasil analisis mikrofosil ini akan digunakan untuk menetukan umur

batuan dan bahkan mungkin digunakan untuk menentukan lingkungan

pengendapan. Dalam penentuan umur digunakan pembagian zonasi kisaran

umur menurut Blow (1969), untuk penentuan lingkungan pengendapan

menggunakan pembagian lingkungan pengendapan menurut Bandy (1967).

Sehingga dapat diketahui umur batuan dalam rentang waktu tertentu dan

lingkungan pengendapannya.

27
2. Preparasi sayatan tipis batuan

Analisis sayatan tipis batuan dilakukan dengan menggunakan

mikroskop polarisasi dengan tujuan untuk mengetahui ciri fisik dan

komposisi mineral secara mikroskopis. Data tersebut didapat dengan

membuat sayatan tipis setebal 0,003 mm yang telah dipreparasi dan

mewakili satuan batuan yang ada di daerah penelitian.

Dalam penamaan batuan, menggunakan klasifikasi seperti analisa

petrografi untuk konglomerat (Boggs, 1992) (Gambar 2.12), klasifikasi

batupasir (Williams, Turner dan Gilbert, 1982; dalam Boggs, 1992)

(Gambar 2.13), klasifikasi campuran lempung dan karbonat (Barth, Correns

dan Eskola, 1939; dalam Pettijohn, 1975) (Tabel 2.4) dan klasifikasi

batugamping menurut Dunham (1962; dalam Ahr, 2008) (Gambar 2.14),

serta klasifikasi batuan piroklastik (Pettijohn, 1975) (gambar 2.15).

Gambar 2.12. Klasifikasi konglomerat menurut Boggs (1992).

28
Gambar 2.13. Klasifikasi batupasir, (Williams, Turner dan Gilbert, 1982;
dalam Boggs, 1992).

Tabel 2.4. Klasifikasi batuan dari campuran lempung dan karbonat (Barth,
Correns dan Eskola, 1939; dalam Pettijohn, 1975).

Gambar 2.14. Klasifikasi batuan karbonat menurut Dunham (1962; dalam


Ahr, 2008).

29
Gambar 2.15. Klasifikasi batuan piroklastik (Pettijohn, 1975).

2.7. Peralatan yang digunakan

Peralatan yang diperlukan dalam pekerjaan lapangan untuk melengkapi data

lapangan ini diantaranya:

1. Peta RBI lembar Tambak 1308 - 344, skala 1 : 25.000, terbitan

BAKOSURTANAL.

2. Peta geologi regional lembar Banyumas, skala 1 : 100.000.

3. Kompas geologi, digunakan untuk menentukan lokasi pengamatan,

pengukuran arah jurus dan kemiringan perlapisan batuan, pengukuran bidang

kekar, pengukuran bidang sesar, pengukuran kemiringan lereng / slope,

pengukuran arah aliran lava, pengukuran arah lensa kamera, pengukuran arah

aliran sungai dan sebagainya.

4. GPS (Global Positioning System), untuk menentukan posisi koordinat lokasi

pengamatan di lapangan dan merekam arah jalur lintasan daerah penelitian.

30
5. Palu geologi, diantaranya jenis batuan sedimen dan batuan beku. Digunakan

sebagai alat untuk pengambilan contoh batuan sesuai jenis batuanya di daerah

penelitian.

6. Larutan HCl dengan konsentrasi 0,1 N, yang digunakan untuk mengatui

kandungan senyawa karbonat pada batuan di lokasi penelitian.

7. Pita ukur (rollmeter), yang digunakan untuk mengukur ketebalan suatu

lapisan batuan.

8. Kaca pembesar (loupe), digunakan untuk membantu didalam pengamatan

tiap-tiap mineral atau fosil dari contoh batuan di daerah penelitian.

9. Parameter ukuran butir untuk batuan sedimen dan kantong sampel

10. Peralatan tulis yang terdiri dari buku lapangn (field note), buku salinan,

bolpoin, pensil, pensil warna, penggaris, penghapus, busur derajat, papan

clipboard dan sebagainya.

11. Kamera, digunakan untuk pengambilan foto di lokasi penelitian.

12. Jas hujan, digunakan sebagai alat persedian jas sebelum hujan agar ketika

hujan tidak kehujanan.

13. Tas lapangan, digunakan untuk membawa segala peralatan dan bekal saat di

lapangan.

14. Bekal makanan, digunakan sebagai persedian makanan ketika lapar di

lapangan.

15. Obat-obatan P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan).

31

Anda mungkin juga menyukai