NIM : 16081101036
MK : Etika Administrasi Publik
Tugas!
Identifikasi Masalah-Masalah Etika Birokrasi di Indonesia!
a. Segala bentuk korupsi baik penyuapan, penggelapan, penyelewengan, kolusi, nepotisme dan
gratifikasi sudah menjadi budaya dalam birokrasi pemerintahan di negara kita. Pejabat
administrasi negara dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pelayanan publik tidak terlepas
dari praktek-praktek korupsi dan budaya amplop. Saat ini masih banyak ditemui pelayanan yang
berbelit-belit dalam birokrasi sehingga memungkinkan untuk pemberian uang pelicin kepada
pejabat administrasi negara untuk memperlancar kegiatan administrasi.
b. Banyaknya kasus penyuapan dan gratifikasi yang dilakukan oleh pejabat administrasi negara
kepada anggota DPR untuk melancarkan urusan administrasinya seperti meminta pemberian ijin
dan pengalihan pengurusan pengelolaan sumber daya alam tertentu kepada daerah. Contoh
kasusnya yaitu adanya kasus penyuapan dan gratifikasi yang dilakukan oleh Sekertaris Daerah
Bintan kepada Komisi IV DPR dalam pengalihan fungsi hutan lindung di Bintan.
c. Masih banyaknya penyelewengan dan penggelapan dalam penggunaan dana baik dana APBN
dari pusat, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dana APBD, maupun Alokasi Dana
Desa. Biasanya harga-harga maupun jumlah item barang yang tercantum dalam laporan
keuangannya dibuat fiktif dan tidak sesuai fakta di lapangan.
d. Adanya indikasi pemerasan, komisi, dan nepotisme yang dilakukan oleh pejabat administrasi
negara dalam sistem lelang atau tender yang diadakan pemerintah dalam pengadaan barang dan
jasa.
Masalah etika pelayanan publik sebenarnya adalah peningkatan kualitas pelayanan publik
itu sendiri. Pelayanan publik yang berkualitas dipengaruhi oleh berbagai aspek, yaitu bagaimana
pola penyelenggaraannya,sumber daya manusia yang mendukung,dan kelembagaan. Beberapa
kelemahan pelayanan publik berkaitan dengan pola penyelenggaraannya antara lain sebagai
berikut:
a. Sukar Diakses. Unit pelaksana pelayanan publik terletak sangat jauh dari jangkauan masyarakat,
sehingga mempersulit mereka yang memerlukan pelayanan publik tersebut.
b. Belum informatif.Informasi yang disampaikan kepada masyarakat cenderung lambat atau
bahkan tidak diterima oleh masyarakat.
c. Belum bersedia mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat.Biasanya aparat pelayanan publik
belum bersedia mendengar keluhan/saran/ aspirasi dari masyarakat. Sehingga, pelayanan publik
dilaksanakan semau sendiri dan sekedarnya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.
d. Belum responsif.Hal ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan publik, mulai
pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab
instansi. Tanggapan terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali
lambat atau bahkan tidak dihiraukan sama sekali.
e. Belum saling berkoordinasi. Setiap unit pelayanan yang berhubungan satu dengan lainnya belum
saling berkoordinasi. Dampaknya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan
antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.
f. Tidak Efisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan)
seringkali tidak ada hubungannya dengan pelayanan yang diberikan.
g. Birokrasi yang bertele-tele. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya
dilakukan melalui proses yang terdiri dari berbagai tingkatan, sehingga menyebabkan
penyelesaian pelayanan yang terlalu lama.