Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pada era globalisasi ini, ditambah dengan semakin modernnya perkembangan di dalam
dunia, yang mampu mempermudah manusia dalam melakukan banyak aktivitas.Termasuk
segala aktivitas di Rumah sakit yang pastinya berhubungan dengan keselamatan
pasien.Walaupun semua perkembangan didunia sudah meningkat namun diharapkan juga
dapat meningkatkan kemampuan rumah sakit serta seluruh tenaga kesehatan yang termasuk
didalamnya untuk ikut dalam menciptakan managemen keselamatan pasien yang efektif
sehingga ddiharapkan mampu mengurangi angka kejadian tidak diharapkan dalam sistem
pelayanan di rumah sakit.
Keselamatan pasien di Rumah Sakit adalah sistem pelayanan dalam suatu Rumah Sakit
yang memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman, termasuk di dalamnya mengukur risiko,
identifikasi dan pengelolaan risiko terhadap pasien, analisa insiden, kemampuan untuk belajar
& menindaklanjuti insiden serta menerapkan solusi untuk mengurangi risiko. "Safety is a
fundamental principle of patient care and a critical component of hospital quality
management." (World Alliance for Patient Safety, Forward Programme WHO
2004).Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit memberikan asuhan kepada
pasien secara aman serta mencegah terjadinya cidera akibat kesalahan karena melaksanakan
suatu tindakan atau tidak melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya diambil. Sistem
tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak
lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008).
Dikarenakan semakin meningkatnya resiko yang dapat terjadi pada pasien, maka dibutuhkan
juga sebuah konsep managemen keselamatan pasien khususnya yang berhubungan dengan
sebuah infeksi.Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan
kelompok yang berisiko mendapat infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat terjadi melalui
penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada
pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien.Infeksi di rumah sakit ini juga
dinamakan disebut juga sebagai ”Health-care Associated Infections” atau ”Hospital-Acquired
Infections (HAIs)”, contohnya adalahinfeksi nosokomial yang merupakan persoalan serius
karena dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak lagsung kematian pasien, kalaupun tak
berakibat kematian, infeksi yang bisa terjadi melalui penularan antar pasien, bisa terjadi dari
pasien ke pengunjung atau petugas rumah sakit dan dari petugas rumah sakit ke pasien, hal ini
mengakibatkan pasien dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit
lebih banyak.
Jadi diharapkan dengan adanya managemen keselamatan pasien yang terstruktur dan tersusun
dengan baik dapat mengurangi tingkat penularan infeksi nosokomial baik antara pasien dengan
tenaga kesehatan maupun pasien dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Infeksi Nosokomial

Nosocomial berasal dari Bahasa yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit, dan
komeo yang artinya merawat. Nosokomium berarti tempat untuk merawat atau rumah
sakit.Jadi infeksi nosocomial dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh atau terjadi di
rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial yaitu: Infeksi yang didapat penderita
selama perawatan di rumah sakit, dimana sebelumnya penderita tidak menderita infeksi
dan tidak dalam masa inkubasi penyakit. Infeksi dimana belum dialami pasien pada saat
pasien diperiksa/datang ke rumah sakit tetapi terjadi setelah 48-72 jam dirawat inap.
(Patricia C. Paren).
Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh atau dialami oleh pasien selama
dia dirawat di rumah sakit dan menunjukkan gejala infeksi baru setelah 72 jam pasien
berada di rumah sakit serta infeksi itu tidak ditemukan atau diderita pada saat pasien masuk
ke rumah sakit (Olmsted RN, 1996, Ducel, G, 2002).Infeksi nosokomial dapat terjadi pada
berbagai sistem /organ tubuh seperti:

a. Sistem pernafasan
b. Sistem perkemihan
c. Sistem pencernaan
d. Pembuluh darah /aliran darah
e. Luka pembedahan

2.2 Etiologi
Agen Infeksi Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia
dirawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini
tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat
menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung
pada karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat antibiotika, tingkat
virulensi, dan banyaknya materi infeksius (Ducel, G, 2002). Semua mikroorganisme
termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi
ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection)
atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection).
Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor
eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau
bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan
disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang
sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal (Ducel, G, 2002)

Tabel 2.1. Bakteri Penyebab Infeksi Nosokomial (Tortora et al., 1995)

Bakteri Persentase ( % )
Enterobacteriaceae >40
S. aureus 11
Enterococcus 10
P. aeruginosa 9

Tabel 2.2. Mikroorganisma Penyebab Infeksi Nosokomial (Tortora et al., 2001)


Mikroorganisme Persentase(%)
S. aureus, Staphylococci koagulase negatif, Enterococci 34
E. coli, P. aeruginosa, Enterobacter spp., & K. pneumonia 32
C. difficile 17
Fungi (kebanyakan C. Albicans) 10
Bakteri Gram negatif lain (Acinetobacter, 7
Citrobacter,Haemophilus)

2.3 Faktor Penyebab Infeksi Nosokomial


Rumah Sakit selain bertujuan untuk menyembuhkan dan merawat pasien dengan
penyakit tertentu, tetapi juga dapat memberikan dampak yang merugikan bagi pasien
apabila pasien mengalami infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial dapat dialami oleh
klien/pasien karena berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Berbagai kondisi di RS
yang dapat mengakibatkan klien mengalami infeksi nosokomial antara lain:
a. Banyaknya pasien yang dirawat di RS yang dapat menjadi sumber infeksibagi pasien
lain.
b. Kontak langsung antara pasien dengan pasien yang menjadi sumber infeksi
c. Kontak langsung antara pasien dengan petugas kesehatan yang terkontaminasi kuman
d. Kontak langsung pasien dengan alat/equipment yang kesehatan yang telah
terkontaminasi dengan kuman
e. Kondisi klien yang lemah dan daya tahan tubuh klien yang rendah
f. Prosedur tindakan medis/keperawatan yang tidak aseptik
Secara lebih spesifik, sumber-sumber infeksi nosokomial dapat dibedakan dalam 2 kegiatan
/ tindakan yaitu:

1. Tindakan Invasif
Sumber infeksi pada tindakan invasif adalah:
1) Petugas kesehatan (medis/keperawatan)
2) Tidak memahami teknik yang baik utk mencegah penularan/penyebaran kuman
pathogen
3) Tidak menyadari tindakan yang dilakukan berpotensi untuk mengkontaminasi kuman
4) Tidak memperhatikan personal hygiene
5) Menderita/menularkan penyakitnya pada klien
6) Tidak melaksanakan teknik aseptik dengan baik
7) Tidak mengusai PROTAP tindakan dengan baik
8) Bekerja ceroboh/kurang hati-hati
9) Tidak mencuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien
10) Melakukan cuci tangan dengan teknik yang tidak benar

a. Alat-alat kesehatan/equipment
 Alat -alat yg digunakan dalam keadaan kotor, tidak steril atau korosif
 Cara penyimpanan tidak baik
 Digunakan berulang kali tanpa didisinfeksi lagi
 Kadaluarsa

b. Kondisi Pasien
 Hygiene personal buruk
 Status gizi buruk /malnutrisi
 Menderita penyakit kronis; penyakit infeksi; penyakit menukr
 Mengkonsumsi obat-obatan Imunosupresif (menekan sistem imun tabufe)

c. Lingkungan
 Ventilasi yang tidak adekuat
 Penerangan /sinar matahari yang kurang
 Ruangan yang lembab dan kotor
 Ada air tergenang\
 Banyak serangga

2. Tindakan Non Invasif


Tindakan non invasif merupakan tindakan medis/keperawatan tanpa memasukkan alat
kesehatan kedalam tubuh klien. Conlohnya: tindakan pemeriksaan EKG, USG,
Tredmill, pengukuran tekanan darah, nadi, suhu tubuh, dan refleks tonus. Sumber
infeksi pada tindakan non invasif antata lain:

 Pasien dengan pasien lain


Pasien yang menderita penyakit memilar dapat tnenularkan penyakttnya
padapasien lain

 Pasien dengan petngas kesehatan


Petugas kesehatan yang menderita penyakit menular/infeksi dapat menularkan
penyakitnya pada pasien yg sedang dirawat.
 Pasien dengan pengunjung
Pengunjung yang menderita penyakit infeksi/menular dapat menularkan
penyakitnya pada pasien yang sedang dirawat di nimah sakit.en dengan alat-alat
kesehatan
Tanda-tanda Infeksi Nosokomial
Berbagai tanda - tanda terjadinya infeksi nosokomial dapat diamati sesuai dengan jenis
infeksi dan daerah terjadinya infeksi serta penyebab terjadinya infeksi.Hal yang paling
membuktikan terjadinya infeksi adalah hasil biakan atau angka kuman. Dari berbagai
bahan yang dapat diperiksa antara lain: sputum, pus, jaringan , cairan drain, darah, urin dan
lain-lain.
2.4 Batasan dan Tahapan Infeksi Nosokomial
Batasan infeksi nosocomial adalah infeksi yang didapat oleh penderita ketika penderita
dalam proses asuhan keperawatan di rumah sakit. Suatu infeksi pada penderita baru bisa
dinyatakan sebagai infeksi nosocomial apabila memenuhi beberapa kriteria atau batasan
tertentu diantaranya :

1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinik
dari infeksi tersebut.
2. Pada waktu penderita mulai di rawat di rumah sakit, tidak sedang dalam masa inkubasi
dari infeksi tersebut.
3. Tanda- tanda klinik dari infeksi tersebut muncul sekurang-kurangnya setelah 3x24 jam
sejak mulai perawatan.
4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa dari infeksi sebelumnya.
5. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi dan terbukti infeksi
tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu
serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosocomial (Siregar, 2004)

Tahapan Infeksi Nosokomial

1. Tahap Pertama
mikroba pathogen bergerak menuju ke penjamu atau penderita dengan mekanisme
penyebaran (mode pf transmission) terdiri dari penularan langsung dan tidak langsung
(Darmadi, 2008).
a. Penularan langsung
Melalui droplet nuclei yang berasal dari petugas, keluarga atau pengunjung dan
penedrita lainnya. Kemungkinan lain berupa darah saat tranfusi darah
b. Penularan tidak langsung
1) Vehichle-borne yaitu penyebaran atau penularan mikroba pathogen melalui
benda-benda mati seperti peralatan medis, bahan-bahan material medis atau
peralatan lainnya. Tindakan invasive seperti pemasangan kateter, vena fungsi,
tindakan pembedahan, proses dan tindakan medis lain berisiko untuk terjadinya
infeksi nosocomial.
2) Vector-borne yaitu penyebaran atau penularan mikroba pathogen dengan
perantara seperti serangga. Luka terbuka, jaringan nekrosis, luka bakar, dena
ganggren adalah kasus-kasus yang rentan dihinggapi lalat.
3) Food-borne yaitu penyebaran atau penularan mikroba pathogen melalui
makanan dan minuman yang disajikan penderita.
4) Water-borne yaitu penyebaran atau penularan mikroba pathogen melalui air
namun kemungkinan kecil sekali karena air di Rumah Sakit biasanya sudah
melalui uji baku.
5) Air-borne yaitu penyebaran mikroba pathogen melalui udara, peluang
terjadinya infeksi melalui cara ini cukup tinggi karena ruangan atau bangsal
yang tertutup secara teknis kurang baik ventilasi dan pencahayaannya.
2. Tahap Kedua
Adalah upaya dari mikroba pathogen untuk menginvasi ke jaringan atau organ
penjamu(pasien) dengan cara mencari akses masuk (port d’entree) seperti adanya
lerusakan atau lesi kulit atau mukosa dari rongga hidung, mulut, orifisium uretra dan
sebagainya.
a. Mikroba pathogen masuk ke jaringan atau organ melalui lesi kulit. Hal ini dapat terjadi
sewaktu melakukan insisi bedah atau jarum suntik. Mikroba pathogen yang dimaksud
Antara lain virus hepatitis B.
b. Mikroba pathogen masuk melalui kerusakan atau lesi mukosa saluran urogenital
karena tindakan invasi seperti :
1) Tindakan kateterisasi, sitoskopi
2) Pemeriksaan, dan tindakan ginekologi
3) Pertolongan persalinan pervaginam patologis, baik dengan bantuan instrument
medis maupun tanpa bantuan instrument medis.
c. Dengan cara inhalasi, mikroba pathogen masuk melalui rongga hidung menuju
saluran nafas. Partikel infeksiosa yang menular berada di udara dalam bentuk aerosol.
Penularan langsung dapat melalui percikan ludah apabila terdapat individu yang
mengalami infeksi saluran napas melakukan ekshalasi paksa seperti batuk dan bersin.
Dari penularan tidak langsung juga dapat terjadi apabila udara dalam ruangan
terkontaminasi. Lama kontak terpapaar Antara sumber penularan dan penderita akan
meningkankan resiko penularan. Contoh virus influenza, dan M. tuberculosis
d. Dengan cara ingesti yaitu masuk melalui mulut masuk ke dalam saluran cerna.
Terjadi pada saat makan, dan minum dengan makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Contoh salmonella, shigella, vibrio dan sebagainya.
3. Tahapa Ketiga
adalah mikroba pathogen berkembangbiak (melakukan multiplikasi) disertai dengan
tindakan destruktif terhadap jaringan walaupun ada mengakibatkan perubahan
morfologis dan gangguan fisiologis jaringan.

2.5 Berbagai Macam Infeksi Nosokomial


Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa infeksi nosokomial dapat mengenai berbagai
organ/sistem tubuh dan dipengaruhi oleh berbagai fektor penyebah, maka sangat beralasan
jika infeksi nosokomial dapat berupa berbagai macain infeksi seperti:

a. Infeksi saluran kemih ( UTI)


b. Phlebitis
c. Bronchopnemnonia
d. Decubitus
e. Dehiscensi luka operasi
f. Influenza
g. Selulitis
h. Sepsis
Berbagai hal yang dapat memperburuk kondisi yang mengalami infeksi nosokomial antara
lain:

1) usia klien
2) penyakit penyerta
3) perilaku personal klien
4) penggunaan obat-obatan
5) malnutrisi
2.6 Cara Penularan Infeksi Nosokomial
Cara penularan infeksi nosokomial bisa berupa infeksi silang (Cross infection)
yaitu disebabkan oleh kuman yang didapat dari orang atau penderita lain di rumah sakit
secara langsung atau tidak langsung. Infeksi sendiri (Self infection, Auto infection) yaitu
disebabkan oleh kuman dari penderita itu sendiri yang berpindah tempat dari satu jaringan
ke jaringan yang lain. Infeksi lingkungan (Environmental infection) yaitu disebabkan oleh
kuman yang berasal dari benda atau bahan yang tidak bernyawa yang berada di lingkungan
rumah sakit. Misalnya lingkungan yang lembab dan lain-lain . Menurut Jemes H,Hughes
dkk, yang dikutip oleh Misnadiarli 1994, tentang model cara penularan, ada 4 cara
penularan infeksi nosokomial yaitu kontak langsung antara pasien dan personil yang
merawat atau menjaga pasien. Seterusnya, kontak tidak langsung ketika objek tidak
bersemangat/kondisi lemah dalam lingkungan menjadi kontaminasi dan tidak didesinfeksi
atau sterilkan, sebagai contoh perawatan luka paska operasi. Selain itu, penularan cara
droplet infection dimana kuman dapat mencapai ke udara (air borne) dan penularan melalui
vektor yaitu penularan melalui hewan/serangga yang membawa kuman (Depkes RI, 1995).

2.7 Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial


Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi,
monitoring dan program yang termasuk :
i) Membatasi transmisi organisme dari atau antara pasien dengan cara mencuci
tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi
dan disinfektan.
ii) Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
iii) Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang
cukup, dan vaksinasi.
iv) Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif.
v) Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.

Terdapat berbagai pencegahan yang perlu dilakukan untuk mencegah infeksi


nosokomial. Antaranya adalah dikontaminasi tangan dimana transmisi
penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hiegene dari
tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar,
karena banyaknya alasan seperti kurangnya peralatan, alergi produk pencuci
tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya hal ini, dan waktu
mencuci tangan yang lama. Penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan
apabila melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan yang
dirawat di rumah sakit (Louisiana, 2002).
Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikan yang
dilakukan di negara berkembang tidak aman contohnya adalah jarum, tabung
atau keduanya yang dipakai secara berulang-ulang. Untuk mencegah
penyebaran infeksi melalui jarum suntik maka diperlukan, penggunaan jarum
yang steril dan penggunaan alat suntik yang disposabel. Masker digunakan
sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara. Sarung
tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah, cairan tubuh,
feses maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti untuk setiap
pasiennya, baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian
selama kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan
tubuh, urin dan feses (Louisiana, 2002).
Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit
sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran.
Administrasi rumah sakit harus ada waktu yang teratur untuk membersihkan
dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat
medis yang telah dipakai berkali-kali. Usahakan pemakaian penyaring udara,
terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita
yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan
udara yang baik boleh menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis.
Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan
menjaga kebersihan pemprosesan serta filternya untuk mencegah terjadinya
pertumbuhan bakteri. Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit
perawatan pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien.
Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi disinfektan (Wenzel, 2002).
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu
pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang
penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan
kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus, seperti HIV serta pasien yang
mempunyai resistensi rendah seperti leukimia juga perlu diisolasi agar terhindar dari
infeksi. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara yang menuju keluar
(Babb, JR. Liffe, AJ, 1995).
Yang perlu diperhatikan dalam pencegahan infeksi nosokomial luka operasi adalah
harus melakukan pemeriksaan terhadap pasien operasi sebelum pasien masuk/dirawat di
rumah sakit yaitu dengan memperbaikan keadaan pasien, misalnya gizi. Sebelum operasi,
pasien operasi dilakukan dengan benar sesuai dengan prosedur, misalnya pasien harus
puasa, desinfeksi daerah operasi dan lain-lain. Pada waktu operasi semua petugas harus
mematuhi peraturan kamar operasi yaitu bekerja sesuai SOP (standard operating
procedure) yaitu dengan perhatikan waktu/lama operasi. Seterusnya, pasca operasi harus
diperhatikan perawatan alat-alat bantu yang terpasang sesudah operasi seperti kateter,
infus dan lain-lain (Farida Betty, 1999).
DAFTAR PUSTAKA
Farida. Betty. ( Pengendalian Infeksi Nosokomial.Yayasan Ksejahteraan Warga Perawatan
Pusat. Jakarta

Ducel G, Fabry J, Nicolle L. Prevention of Hospital-acquired Infections, A Practical Guide: Epidemiology of


Nosocomial Infections. Available from:
www.who.int/csr/resources/publications/drugresist/en/whocdscsreph200212.p df. 2 ed. Geneva: World
Health Organization. 2002.

Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya. SalembaMedika, Jakarta

Ducel, G. dkk. 2002.Prevention of hospital-acquired infections, A practical guide. 2nd edition.


Department of Communicable disease, Surveillance and Response: World Health Organization.

Anda mungkin juga menyukai