Anda di halaman 1dari 7

DCP 2 (1) (2013)

Developmental and Clinical Psychology


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/dcp

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERILAKU SEKSUAL MENYIMPANG


PADA REMAJA TUNAGRAHITA SLB N SEMARANG

Tiara Devi Farisa , Sri Maryati Deliana, Rulita Hendriyani

Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Penelitian ini berusaha menggambarkan secara lebih jelas dan mendalam tentang bagaimana perilaku laku
Diterima Agustus 2013 seksual menyimpang dan faktor-faktor apa yang menyebabkan perilaku seksual menyimpang pada remaja
Disetujui September tunagrahita. Penelitian ini menggunakan metode wawancara (interview) dan observasi. Subjek pada penelitian ini
yaitu dua orang remaja laki-laki tunagrahita yang berperilaku seksual menyimpang. Hasil penelitian ini
2013
menunjukkan bahwa perilaku seksual menyimpang pada kedua remaja tunagrahita dipengaruhi oleh beberapa
Dipublikasikan Oktober
faktor. Faktor yang menyebabkan perilaku seksual menyimpang pada kedua subjek yaitu faktor meningkatnya
2013 libido karena perubahan hormon dan ketunaan. Selain itu terdapat temuan baru pada faktor penyebab perilaku
________________ seksual menyimpang remaja tunagrahita seperti ketunaan, pola asuh, dan kedekatan teman sebaya.
Keywords:
Deviant Sexual Behavior;
Abstract
Adolescent; Mental
Retardation ___________________________________________________________________
____________________ This study attempted to describe more clearly and deeply about how the behavior of deviant sexual behavior and the factors
that lead to deviant sexual behavior in adolescent mental retardation. This study uses interviews (interviews) and observation.
Subjects in this study are two teenage boys who behave sexually deviant mental retardation. Results of this study indicate th at
deviant sexual behavior in both adolescent mental retardation is influenced by several factors. Factors that lead to deviant
sexual behavior in both subjects are factors increasing libido due to hormonal changes and disability. In addition there are new
findings on the causes of deviant sexual behavior adolescent mental retardation such as disability, parenting, and peer closeness.

© 2013 Universitas Negeri Semarang

 Alamat korespondensi: ISSN 2252-6358


Gedung A1 Lantai 2 FIP Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: cintarra.ndyarra@ymail.com

26
Tiara Devi Farisa dkk / Developmental and Clinical Psychology 2 (1) (2013)

PENDAHULUAN Perilaku

Pada saat pubertas, remaja akan Chaplin (1981 : 53) menerangkan perilaku
mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi adalah 1) Segala respon (reaksi, tanggapan,
pada remaja meliputi perubahan fisik yang jawaban, balasan) yang dilakukan oleh suatu
diikuti dengan perubahan organ seksual. organism. 2) Secara khusus, bagian dari satu
Perkembangan seksual ada dua macam yakni kesatuan pola reaksi. 3) Suatu perbuatan atau
perkembangan seksual primer dan sekunder. aktivitas. 4) Suatu gerak atau kompleks gerak-
Perempuan dan laki-laki sama-sama mengalami gerak.
perkembangan seksual primer (pada perempuan
adalah terjadinya menstruasi dan pada laki laki Seksualitas
mengalami emisi mani). Disamping itu juga
beberapa tanda kematangan fisik sekundernya Seksualitas menurut Pangkahila dalam
sama yaitu (pertumbuhan rambut disekitar alat Soetjiningsih (2004 : 134) adalah suatu proses
kelamin dan rambut di bagian yang lain). pematangan biologis saat pubertas dan
Perubahan seksual yang terjadi adalah akibat pematangan psikoseksual.
peningkatan hormon dalam tubuh yang akan
menimbulkan dorongan seksual. Dorongan Perilaku Seksual
seksual itu dapat diaplikasikan dalam bentuk
perilaku seksual, yaitu berupa sentuhan fisik Sarwono (2011 : 174) mendefinisikan
untuk memenuhi kebutuhan sex maupun hanya perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang
hanya imajinasi saja, misalnya mencium, didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan
memeluk, membayangkan hal-hal yang bersifat jenisnya maupun dengan sesama jenis.
porno ataupun dapat dikatakan menimbulkan Menurut Sarwono (2011 : 188) faktor
rangsangan seksual. Banyak kasus serupa yang penyebab masalah seksualitas pada remaja : 1)
terjadi pada remaja masa kini, dan lebih parah Meningkatnya libido seksualitas yang
jika hal tersebut terjadi pada remaja tunagrahita. disebabkan perubahan hormon remaja. 2)
Remaja tunagrahita tidak mengenal seksualitas Penundaan usia perkawinan. Penundaan
dan oleh karena itu tidak mengenal masa tersebut karena adanya undang-undang yang
pubertas yang biasanya sering mengganggu. mengatur tentang batas usia menikah. 3)
“Remaja pria yang mengalami sindroma down Adanya larangan dan memandang bahwa seks
biasanya mengalami dorongan seksual dan adalah adalah hal yang tabu sehingga remaja
frustasi yang sama dengan teman sebaya cenderung melanggar larangan tersebut. 4)
mereka, tetapi alat kelamin mereka biasanya Kurangnya informasi mengenai seks karena
kecil dan tidak berkembang normal meskipun hubungan yang tidak terbuka antara orang tua
hal ini bervariasi pada setiap orang”. Lyen (2002 dan anak. 5) Pergaulan remaja yang sekarang
: 65) dalam Mangunsong (2009 : 148). Sebagian semakin bebas. Ada juga beberapa faktor yang
besar manusia yang normal dapat mempengaruhi perilaku seksual remaja seperti
menyeimbangkan dan mengendalikan perilaku yang di sebutkan oleh Pangkahila (dalam
seksualnya. Berbeda halnya dengan anak Soetjiningsih 2004 : 135) antara lain
berkebutuhan khusus seperti tunagrahita. perkembangan psikis, fisik, proses belajar dan
Remaja tunagrahita sering menunjukkan sosiokultural.
perilaku seksualnya di tempat umum, oleh sebab
itu penelitian ini berusaha menggambarkan Remaja
secara lebih jelas dan mendalam tentang faktor-
faktor penyebab perilaku seksual menyimpang Chaplin (1981 : 12) menjelaskan definisi
pada remaja tunagrahita. remaja adalah periode antara pubertas dan
kedewasaan. Usia yang diperkirakan : 12-21
27
Tiara Devi Farisa dkk / Developmental and Clinical Psychology 2 (1) (2013)

tahun untuk anak gadis, yang lebih cepat Tunagrahita


menjadi matang daripada anak laki-laki, dan
antara 13 hingga 22 tahun bagi anak laki-laki. Dilihat dari asal katanya, “tuna berarti
Remaja menurut WHO (dalam Sarwono merugi, sedangkan grahita berarti pikiran”
2011 : 12) membagi kurun usia menjadi 2 bagian (Mangunsong, 2009 : 129). Remaja tunagrahita
yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir adalah mereka yang mengalami kekurangan
15-20 tahun. Sedangkan menurut pandangan pada inteligensinya. Biasanya tunagrahita juga
dari masyarakat Indonesia sendiri dalam disebut retardasi mental (mental retardation).
menentukan definisi remaja secara umum agak Tunagrahita adalah istilah yang digunakan
sulit karena Indonesia terdiri dari banyak suku , untuk menyebut anak yang mempunyai
adat, dan tingkatan sosial-ekonomi maupun kemampuan di bawah rata-rata. Dalam
pendidikan. Pedoman yang dipakai adalah kepustakaan bahasa asing digunakan istilah-
batasan usia remaja 11-24 tahun dan belum istilah mental retardation, mentally retarded, mental
menikah. Hal itu dengan adanya pertimbangan- deficiency, mental defective, dan lain-lain.
pertimbangan sebagai berikut (Sarwono 2011 :
18) : 1) Usia 11 tahun adalah usia ketika pada Kebutuhan Biologis Remaja Tunagrahita
umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai
tampak (kriteria fisik). 2) Masyarakat Indonesia Kebutuhan biologis pada setiap manusia
menganggap usia 11 tahun sudah akil baligh sebenarnya sama, salah satunya adalah
,baik menurut adat maupun agama, sehingga kebutuhan seksual. Begitu juga pada remaja
masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka yang sedang mengalami masa pubertas. Pada
sebagai anak-anak (kriteria sosial). 3) Pada usia remaja yang normal, kebutuhan seksual mereka
tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan dapat dikontrol atau dikendalikan, berbeda
perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas dengan remaja tunagrahita yang tidak dapat
diri (ego identity, menurut Erick Erickson), mengontrol keinginannya untuk menyalurkan
tercapainya fase genital dan perkembangan kebutuhan seksualnya. Selain itu, pada anak
psikoseksual (menurut Freud) dan tercapainya tunagrahita yang mengalami sindroma down,
puncak perkembangan kognitif (menurut Piaget) perubahan fisiknya terjadi pada usia yang sama
maupun moral (menurut Kohlberg) (kriteria dengan remaja normal. Penelitian terbaru
psikologis). 4) Batas usia 24 tahun merupakan menunjukkan bahwa perubahan pubertas
batas maksimal, yaitu untuk memberi peluang mereka terjadi pada usia yang rata-rata sama
bagi mereka yang sampai batas usia tersebut dengan anak yang normal, perubahan pubertas
masih menggantungkan diri pada orang tua, juga mengikuti pola yang normal (Selikowitz
belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang 2001 : 198).
dewasa (secara adat/ tradisi), belum bisa
memberikan pendapat sendiri dan sebagainya. METODE PENELITIAN
5) Status perkawinan sangat menentukan pada
definisi di atas, karena arti perkawinan masih Wawancara
sangat penting di masyarakat. Seorang yang
sudah menikah, pada usia berapa pun dianggap Teknik pengambilan data dalam
dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh , penelitian ini menggunakan wawancara sebagai
baik secara hukum maupun dalam kehidupan metode pengambilan data utama. Menurut Hadi
masyarakat dan keluarga. Makadari itu definisi (dalam Rahayu 2004: 63) wawancara adalah
remaja di sini dibatasi khusus untuk yang belum metode pengumpulan data dengan jalan tanya
menikah. jawab sepihak yang dikerjakan dengan
sistematik, dan berlandaskan kepada tujuan
penyelidikan.

28
Tiara Devi Farisa dkk / Developmental and Clinical Psychology 2 (1) (2013)

Observasi Pada remaja yang normal, mereka akan dapat


mengontrol hasrat seksualnya ketika berada di
Metode observasi digunakan untuk tempat umum, lain halnya dengan subjek BN
memperhatikan secara akurat, mencatat dan KS yang memiliki ketunaan atau inteligensi
fenomena yang muncul, dan rendah sehingga tidak dapat mengerti norma
mempertimbangkan hubungan antar aspek yang ada di dalam masyarakat.
dalam fenomena tersebut (Rahayu dan Ardani Dilihat dari kontrol dirinya, subjek BN
2004: 1). Tujuan dilakukannya observasi adalah masih lebih baik daripada subjek KS, apabila ia
untuk mendeskripsikan setting penelitian yang ingin melakukan onani, ia akan melakukannya
dipelajari, aktivitas-aktivitas yang sedang di kamar atau di kamar mandi. Kedua subjek
berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam sekarang sudah dibiasakan oleh guru dan ibunya
aktivitas dan makna kejadian yang diamati apabila melakukan onani harus di dalam
tersebut. ruangan kamar mandi. Pembiasaan yang
dilakukan oleh ibu dan guru kedua subjek
HASIL DAN PEMBAHASAN selaras dengan teori classical conditioning dari
Pavlov yang menjelaskan bahwa tingkah laku
Subjek BN dan KS mengalami perubahan sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks
fisik yang sama dan secara psikologis mampu berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi
menunjukkan perasaan seksualitasnya. setelah adanya proses kondisioning (conditioning
Dorongan libido yang besar menyebabkan process) di mana refleks-refleks yang tadinya
mereka melakukan perilaku seksualnya berulang dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak
kali. berkondisi lama-kelamaan dihubungkan dengan
Subjek BN dan KS melakukan perilaku rangsang berkondisi.
seksualnya di tempat umum seperti di sekolah. Faktor lain yang mempengaruhi pada
Mereka melakukan hal tersebut karena adanya subjek BN adalah pola asuh yang permisif. Pola
keinginan atau naluri bawaan. Menurut teori asuh permisif menjadikan subjek BN bergaul
psikoanalisis Freud, mengatakan bahwa id bebas dengan sembarang orang dan ia akhirnya
merupakan dorongan-dorongan dan refleksi mengetahui tentang hal-hal porno dari media
dasar, bayangan dan sensasi. Id berada dalam berupa handphone milik temannya. Subjek BN
alam ketidaksadaran, seperti BN dan KS yang dapat meniru dari apa yang ia lihat dan
memiliki dorongan-dorongan untuk mempraktekkannya di dalam kelas. Proses
menyalurkan hasrat seksualnya dimanapun ia belajar seseorang terjadi melalui beberapa cara
berada. Mereka berusaha untuk memenuhi yaitu imitasi, identifikasi, atau belajar melalui
keinginan dalam diri. Subjek KS memenuhi model. Hal tersebut seperti penjelasan dari
hasrrat seksualnya dengan cara melakukan Bandura yang dikutip oleh (Kard, S, 1997 :14)
onani dan menggesekkan alat kelaminnya ke bahwa sebagian besar manusia belajar melalui
karpet / matras, sedangkan pada subjek BN, ia pengamatan secara selektif, dan mengingat
melakukan oral seks dengan teman dekatnya tingkah laku orang lain.
dan melakukan onani. Ego atau kontrol dalam Pola asuh yang permisif menurut
diri subjek BN dan KS tidak dapat berfungsi Baumrind (1967) adalah pola asuh yang
dengan baik karena mereka tidak memiliki memberikan pengawasan yang longgar.
kemampuan menalar seperti remaja normal, Memberikan kesempatan pada anak untuk
maka dari itu perilaku seksual mereka pun melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang
terjadi berulang kali. Superego atau yang cukup dari orangtua. Dalam kasus BN, pada
mendasari benar dan salah dari keduanya juga saat ia mulai menginjak masa pubertas ia diberi
tidak berfungsi karena ketunaannya. Hubungan kelonggaran oleh orangtuanya untuk bermain
antara id, ego dan superego dalam diri subjek tanpa pengawasan, sehingga ia akhirnya diajari
adalah id lah yang mengatur ego dan superego. teman-temannya untuk berperilaku negatif
29
Tiara Devi Farisa dkk / Developmental and Clinical Psychology 2 (1) (2013)

seperti minum-minuman keras dan melihat perubahan hormon. Selain itu faktor ketunaan
video porno. Kesalahan dalam penerapan pola juga mempengaruhi perilaku seksual kedua
asuh menyebabkan terjadinya perilaku seksual subjek penelitian ini. Faktor yang
yang menyimpang. Seperti hasil penelitian dari mempengaruhi perilaku seksual subjek BN
Marza (2010) yang menunjukkan bahwa 56,5 % adalah faktor meningkatnya libido, pola asuh
pola asuh permisif mempengaruhi perilaku dan kedekatan teman sebaya, sedangkan pada
seksual remaja. Santrock (2003 : 186) juga subjek KS faktor yang mempengaruhi perilaku
menjelaskan bahwa orangtua yang bersikap seksualnya adalah meningkatnya libido dan
permisif mengijinkan remaja melakukan apa ketunaan. Temuan baru dalam penelitian ini :
yang mereka inginkan dan akibatnya remaja Ketunaan, pola asuh, dan kedekatan teman
tidak pernah belajar mengenai mengendalikan sebaya.
perilaku mereka sendiri.
Faktor lainnya yaitu kedekatan teman DAFTAR PUSTAKA
sebaya yang dialami oleh subjek BN. Subjek BN
memiliki teman dekat dari kecil yaitu IR. Seiring Alsa, Asmadi. 2010. Pendekatan Kuantitatif dan
berjalannya waktu dan memasuki usia pubertas, Kualitatif Serta Kombinasinya Dalam
BN menganggap IR seperti teman lawan jenis / Penelitian Psikologi. Yogyakarta :
pacarnya. Setelah ia melihat adegan porno yang PustakaBelajar.
ada di handphone temannya, ia American Psychiatric Association. 1994.
mempraktekkannya dengan IR. BN dan IR Diagnostic and Statistical Manual of Mental
berteman sejak mereka duduk di bangku TK Disorders (Fourth Edition) DSM-IV.
sampai dengan usia remaja dan orangtuanya Washington DC : APA.
membiarkan BN dan IR berteman akrab. Amin, M. 1985. Ortopedagogik Tuna Grahita.
Kedekatan teman sebaya dapat memberikan Jakarta : Depdikbud.
pengaruh positif dan negatif. Hal itu dapat
menjadi negatif apabila remaja tidak mengerti Azwar, Syaifuddin. 2002. Sikap Manusia Teori
tentang fungsi teman sebaya itu sendiri seperti dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka
yang dialami oleh remaja tunagrahita yaitu BN Belajar.
dan IR. Subjek BN dan IR tidak mengerti Azwar, Syaifuddin. 2010. Metode Penelitian.
tentang apa itu keintiman antar teman pada Yogyakarta : Pustaka Belajar.
masa remaja sehingga melakukan perilaku Bentuk perilaku seks pranikah online at
seksual menyimpang, hal tersebut seperti Kandel www.psychologymania.com/2012/06/be
& Lesser (1972) yang menjelaskan bahwa ntuk-perilaku-seks-pranikah.html diunduh
perubahan hubungan di masa remaja adalah tanggal 20 November 2012.
karena pubertas dan mulai adanya rangsangan Chaplin, J.P, 1981. Kamus Lengkap Psikologi.
kebutuhan seks. Pada saat remaja mulai tumbuh (EdisiRevisi). Jakarta : PT Raja Grafindo
ketertarikan dari tahap perkenalan, lalu menjadi Persada.
teman akrab, lalu sahabat. Pada tahap Crain, William. 2007. Teori Perkembangan Konsep
persahabatan, baik dengan lawan jenis maupun dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
sesama jenis kelamin, diharapkan berkembang Hasil penelitian pola asuh permisif
perasaan hangat, kedekatan dan emosi-emosi hubungannya dengan tindakan seksual
lain yang lebih kaya. remaja online at
http://repository.unand.ac.id/17941/1/2
SIMPULAN .pdf diunduh tanggal 10 September 2013.
Hosseinkhanzadeh,AA., Taher,M., Esapoor M.
Faktor-faktor yang mempengaruhi 2012. Attitudes to Sexuality in
perilaku seksual secara umum adalah faktor Individuals with Mental Retardation from
internal yaitu meningkatnya libido karena Perspectives of Their Parents and
30
Tiara Devi Farisa dkk / Developmental and Clinical Psychology 2 (1) (2013)

Teachers. Journal of Sociology and Nevid, Rathus., Greene. 2003. Psikologi


Anthropology. Volume 4, Number 4, Page Abnormal (Edisi Kelima Jilid 2). Jakarta :
134-146. Erlangga.
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Rahayu, I.T., Ardani, T.A., 2004. Observasi Dan
Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Wawancara. (Cetakan Pertama Edisi
Rentang Kehidupan. (EdisiKelima). Jakarta Pertama). Malang : BayuMedia.
: Erlangga. Retnaningtias.,Setyaningsih. Perilaku Seksual
Jumlah penduduk kota Semarang online at Remaja Retardasi Mental. Jurnal Psikologi
http://dispendukcapil.semarangkota.go.i Proyeksi. Vol.4 (2), halaman 57-72.
d/statistik/jumlah-penduduk diunduh Santrock. 2003. Adolescence : Perkembangan
tanggal 28 April 2013. Remaja (Edisi Keenam). Jakarta : Erlangga.
Katalinic,S., Sendula,JV., Sendula,PM., Santrock. 2007. Remaja (Edisi Kesebelas Jilid 1).
ZudenigoS. 2012. Reproductive Rights of Jakarta : Erlangga.
Mentally Retarded Persons. Journal Sarwono, Sarlito W. 1994. Psikologi Remaja.
Psychiatria Danubina. Volume 24, Number Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
1, Page 38-43. Sarwono, Sarlito W. 2011. Psikologi Remaja.
Kartono, Kartini. 1992. Psikologi Wanita: (Edisi Revisi). Jakarta : PT Raja Grafindo
Mengenal Gadis Remaja & Wanita Dewasa. Persada.
Bandung : Mandar Maju. Scotti,JR., Slack,BS., Bowman,RA. 1996.
Mangunsong, Frieda. 2009. Psikologi dan College Student Attitudes Concerning the
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Jilid Sexualityof Persons with Mental
Kesatu). Depok : Lembaga Pengembangan Retardation : Development of the
Sarana Pengukuran dan Pendidikan Perceptions of Sexuality Scale. Journal
Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Sexuality and Disability. Volume 14.
Universitas Indonesia. Number 4. Page 249-263.
Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Malang Selikowitz, Mark. 2001. Mengenal Sindrom Down
: Usana Offset. (Seri Keluarga). Jakarta : Arcan.
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Somantri, Sutjihati. 2007. Psikologi Anak Luar
Kualitatif. (Cetakan Keduapuluh enam Biasa. Bandung : PT Refika Aditama.
Edisi Revisi). Bandung : PT Remaja Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja
Rosdakarya. dan Permasalahannya. Jakarta : CV Sagung
Monk, FJ.,Knoers, A.M.P., Hadinoto, S.R. Seto.
2006. Psikologi Perkembangan: Pengantar Suharmini. 2009. Psikologi Anak Berkebutuhan
Dalam Berbagai Bagiannya. (Cetakan Khusus. Yogyakarta : Kanwa Publisher.
keenambelas Revisi III). Yogyakarta : Tarnai, Balazs. Review of Effective
GadjahMada University Press. Interventions for Socially Inappropriate
Pengertian libido online at Masturbation in Persons with Cognitive
http://id.wikipedia.org/wiki/Libido Disabilities. Journal Sex Disabil. Volume
diunduh tanggal 10 September 2013. 24. Page 151-168.
Pola pengasuhan orang tua online at Teori bandura online at
http://okvina.wordpress.com/2009/02/1 http://www.slideshare.net/Nuurrochma
8/pola-pengasuhan/ diunduh tanggal 10 h/teori-bandura-15934047 diunduh
September 2013. tanggal 10 September 2013.
Steinberg, Laurence. 2002. Adolescence. New York Teori Classical conditioning online at
: McGraw-Hill. http://raisaaryasheba.blogspot.com/2012
Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa /04/teori-belajar-ivan-petrovich-
(PPDGJ III). Jakarta : PT Nuh Jaya. pavlov.html diunduh tanggal 10
September 2013.
31
Tiara Devi Farisa dkk / Developmental and Clinical Psychology 2 (1) (2013)

Teori keintiman online at


http://aecadiwerna.wordpress.com/psik
ologi/ diunduh tanggal 10 September
2013.

32

Anda mungkin juga menyukai