Anda di halaman 1dari 7

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit

kronis yang disebabkan oleh gula darah tinggi dan

menjadi masalah kesehatan masyarakat global. Prevalensi

DM meningkat setiap tahun. Hanya sebagian kecil

penderita DM yang terdiagnosis dokter sementara

sebagian besar penderita DM tidak terdiagnosis sehingga

penatalaksanaan penyakit diabetes masih rendah (Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2013).

Prevalensi penyakit ini meningkat di setiap negara

dan meningkat dua kali lipat dalam waktu 25 tahun,

berdasarkan survey International Diabetes Federation

(IDF) tahun 2013. Terdapat 382 juta (8,3%) orang dari

orang dewasa di seluruh dunia menderita diabetes.

Diperkirakan 80% penderita DM tinggal di negara dengan

penghasilan rendah dan menengah. Perkembangan diabetes

di Asia Tenggara terlihat pesat dibanding daerah

lainnya. Asia Tenggara dan Afrika merupakan kawasan

dengan pengeluaran biaya kesehatan DM paling sedikit

yaitu kurang dari 1% dari seluruh biaya kesehatan total

dunia. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa


penatalaksanaan diabetes di daerah tersebut masih

rendah (IDF, 2013). Prevalensi DM di Indonesia sebesar

8,5 juta penderita pada tahun 2013. Daerah Istimewa

Yogyakarta menduduki peringkat tertinggi prevalensi DM.

Hanya 2,4% penderita DM yang terdiagnosis oleh dokter

(Riskesdas, 2013).

Diabetes mellitus tipe 2 dapat berkembang tanpa

disadari dan tanpa terdiagnosis selama bertahun-tahun

sehingga penderita tidak menyadari komplikasi jangka

panjang dari penyakit yang dideritanya. Abbas et al.

(2013) menyatakan bahwa patogenesis komplikasi jangka

panjang DM adalah multifaktorial, walaupun

hiperglikemia persisten (glukotoksisitas) tampaknya

menjadi mediator utama. Komplikasi DM meliputi

kerusakan di berbagai organ salah satunya sistem saraf

pusat. Gula darah tinggi menyebabkan penyakit

serebrovaskuler. Salah satu dampaknya berupa penurunan

fungsi kognitif. Gangguan fungsi kognitif dapat

berkembang menjadi demensia. Biessels et al. (2006)

menjelaskan risiko demensia meningkat pada pasien DM

baik tipe Alzheimer Disease maupun Vascular Dementia.

Gangguan fungsi kognitif berkembang secara progresif

yaitu kehilangan memori dan fungsi intelektual. Efek

2
jangka panjang komplikasi ini mempengaruhi kualitas

hidup (quality of life), aktivitas sehari-hari akan

terganggu sehingga menurunkan produktivitas kerja dan

menimbulkan ketergantungan kepada orang lain.

Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik

kompleks yang sangat berkaitan dengan faktor risiko

lain untuk terjadinya percepatan penurunan kognitif dan

demensia, terutama hipertensi dan penyakit vaskuler

aterosklerosis (Biessels et al., 2006). Prevalensi

diabetes meningkat seiring kenaikan kategori Indeks

Massa Tubuh (IMT) (Nguyen et al., 2010). Obesitas

memiliki kaitan penting dengan resistensi insulin.

Resistensi insulin mengawali penyakit diabetes mellitus

tipe 2 melalui adypocytokine yang dilepas dari jaringan

adiposa (Abbas et al., 2013). Terdapat hubungan linear

antara IMT dan tekanan darah. Indeks Massa Tubuh dalam

rentang normal maupun obesitas memiliki peran penting

terhadap kenaikan tekanan darah (Elias et al., 2003).

Penyebab disfungsi kognitif yang berhubungan

dengan diabetes masih sulit untuk ditegakkan karena

prevalensi dari beberapa komorbiditas. Kemungkinan

komorbiditas terpenting adalah penyakit serebrovaskuler

berupa stroke (McCrimmon et al., 2012). Hipertensi dan

3
obesitas merupakan faktor risiko terjadinya stroke.

Suharsono dkk (2007) menjelaskan bahwa terdapat

korelasi antara DM dan penurunan fungsi kognitif.

Sedangkan apabila DM dihubungkan dengan faktor risiko

lain, meningkatkan risiko tiga kali lipat mengalami

penurunan fungsi kognitif. Faktor risiko lain yang

dimaksud adalah hipertensi, penyakit kardiovaskuler,

maupun stroke. Xu et al. (2004) menyatakan bahwa risiko

demensia dan vascular dementia tinggi apabila DM

terjadi bersama-sama dengan hipertensi sistolik berat

atau penyakit jantung. Van Harten et al. (2007)

menyatakan bahwa lansia dengan DM tipe 2 menunjukkan

kemampuan belajar dan memori yang terganggu secara

signifikan, tetapi ketika dilakukan analisis adanya

hipertensi maka perbedaan ini tidak signifikan.

Hasil yang bervariasi ini belum dapat memastikan

hubungan antara faktor komorbid hipertensi dan obesitas

terhadap fungsi kognitif pada pasien DM tipe 2.

Prevalensi diabetes cukup tinggi serta kaitannya dengan

sindrom metabolik, diabetes sering muncul bersama

hipertensi dan obesitas. Penelitian ini diharapkan

dapat memberikan informasi mengenai pengaruh hipertensi

4
dan obesitas terhadap fungsi kognitif terutama pada DM

tipe 2.

I.2. Perumusan Masalah

1. Apakah terdapat hubungan antara hipertensi dan

fungsi kognitif pada pasien diabetes mellitus

tipe 2?

2. Apakah terdapat hubungan antara obesitas dan fungsi

kognitif pada pasien diabetes mellitus tipe 2?

I.4. Tujuan Penelitian

I.4.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh hipertensi dan obesitas

terhadap fungsi kognitif pada pasien diabetes mellitus

tipe 2.

I.4.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui hubungan antara hipertensi dan fungsi

kognitif pada pasien diabetes mellitus tipe 2.

2. Mengetahui hubungan antara obesitas dan fungsi

kognitif pada pasien diabetes mellitus tipe 2.

5
I.3. Keaslian Penelitian

1. Penelitian terhadap variabel DM, hipertensi dan

fungsi kognitif pernah dilakukan oleh Hassing et

al. (2004) dalam sebuah jurnal berjudul “Comorbid

type 2 Diabetes Mellitus and Hypertension

Exacerbates Cognitive Decline: Evidence from a

Longitudinal Study”. Hasil penelitian ini

menyatakan bahwa terjadi penurunan fungsi kognitif

pada penderita diabetes namun tidak berhubungan

dengan hipertensi. Penurunan fungsi kognitif lebih

signifikan pada penderita diabetes dengan

hipertensi. Age and Ageing, 33(4), pp.355-361.

2. Penelitian berjudul “Lower Cognitive Function in

the Presence of Obesity and Hypertension: the

Framingham Heart Study” oleh Elias et al. (2003).

Penelitian ini menyimpulkan bahwa efek obesitas dan

hipertensi terhadap fungsi kognitif terlihat pada

laki-laki, dan fungsi kognitif pada orang

normotensi dan tidak obese lebih baik dibandingkan

orang obese dengan hipertensi. Int J Obes Relat

Metab Disord, 27(2), pp.260-268.

3. Penelitian berjudul “Obesity, Diabetes and

Cognitive Deficit” oleh Elias et al. (2005). Hasil

penelitian ini menyebutkan bahwa efek buruk

6
obesitas terhadap fungsi kognitif terlihat pada

laki-laki saja. Durasi diabetes berhubungan dengan

semakin buruknya performa kognitif, tetapi tidak

berhubungan dengan gender dan obesitas.

Neurobiology of Aging, 26(1), pp.11-16.

I.5. Manfaat Penelitian

I.5.1 Pengembangan ilmu

1. Memberikan informasi mengenai hubungan antara

DM, hipertensi, obesitas dan fungsi kognitif.

2. Sebagai acuan tambahan dalam melakukan

penatalaksanaan yang lebih terkontrol pada

pasien DM.

I.5.2. Peneliti

1. Menambah acuan tambahan dalam hal pengetahuan,

kemampuan dan keterampilan peneliti.

I.5.3. Masyarakat

1) Sebagai acuan dalam pencegahan disfungsi

kognitif yaitu dengan lebih memperhatikan gaya

hidup, terutama pada individu yang mempunyai

faktor risiko seperti DM, hipertensi dan

obesitas.

Anda mungkin juga menyukai