Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bidan merupakan bentuk profesi yang erat kaitannya dengan etika


karena lingkup kegiatan bidan sangat berhubungan erat dengan masyarakat.
Karena itu, selain mempunyai pengetahuan dan keterampilan, agar dapat
diterima di masyarakat, bidan juga harus memiliki etika yang baik sebagai
pedoman bersikap/ bertindak dalam memberikan suatu pelayanan khususnya
pelayanan kebidanan. Agar mempunyai etika yang baik dalam pendidikannya,
bidan dididik etika dalam mata kuliah Etika Profesi namun semuanya mata
kuliah tidak ada artinya jika peserta didik tidak mempraktekannya dalam
kehidupannya di masyarakat.
Pada masyarakat daerah, bidan yang di percaya adalah bidan yang
beretika. Hal ini tentu akan sangat menguntungkan, baik bidan yang
mempunyai etika yang baik karena akan mudah mendapatkan relasi dengan
masyarakat sehingga masyarakat juga akan percaya pada bidan. Etika dalam
pelayanan kebidanan merupakan isu utama diberbagai tempat, dimana sering
terjadi karena kurang pemahaman para praktisi pelayanan kebidanan terhadap
etika. Pelayanan kebidanan adalah proses yang menyeluruh sehingga
membutuhkan bidan yang mampu menyatu dengan ibu dan keluarganya.

B. Rumusan Masalah
1. Masalah etik apakah yang berhubungan dengan Teknologi ?
2. Apa tanggapan yang berkaitan dengan kode etik bidan ?
4. Apa solusi penyelesaian kode etik bidan?

C. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur
dari dosen mata kuliah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. MASALAH ETIK YANG BERHUBUNGAN DENGAN TEKNOLOGI


1. Perawatan intensif untuk bayi yang baru lahir
a. Definisi
Unit perawatan intensif neonatus merupakan ruang
perawatan intensif neonatus dengan kegawatan/sakit kritis di
rumah sakit. Unit perawatan intensif diperlukan untuk perawatan
neonatus yang memerlukan penanganan khusus dan neonatus
dengan risiko tinggi mengalami kematian. Penanganan pasien
neonatus pada dasarnya tidak bisa disamakan atau disatukan
dengan pasien dengan keluhan dan penyakit lain. Neonatus
memerlukan penanganan dan perlakuan khusus karena memiliki
risiko kematian yang tinggi (Powers dan Lund, 2005).
Bayi yang memerlukan perawatan khusus Unit Perawatan
Intensif Neonatal menyediakan perawatan khusus bagi bayi
yang baru lahir dengan kondisi sebagai berikut:
1) Bayi prematur (Lahir sebelum 36 minggu)
2) Bayi dengan berat badan ringan (Kurang dari 2,500 gr)
3) Kembar, kembar tiga atau kelahiran berlipat lainnya

Bayi yang baru lahir dengan kondisi seperti berikut;

1) Gangguan pernafasan dan infeksi


2) Gangguan kardiovaskular
3) Gangguan pencernaan
4) Gangguan syaraf
5) Masalah buang air besar
6) Lahir cacat
7) Kadar gula darah yang rendah
8) Kondisi kritis
b. Peralatan medis
Untuk memastikan keadaan bayi perawatan yang diperlukan
untuk merawat bayi yang baru lahir, unit perawatan intensif
neonatal di rumah sakit diantaranya :
1) Alat pernafasan
2) Ventilasi frekuensi tinggi untuk sesak nafas yang
membantu pernafasan
3) Monitor jantung
4) Penghangat cahaya yang membantu menjaga suhu badan
bayi
5) Inkubator untuk transportasi
6) Monitor Kardiopulmonal
7) Pompa infus
8) Fototerapi.

2. Skrining Bayi untuk Cegah Keterbelakangan Mental


a. Definisi
Skrining (screening) adalah deteksi dini dari suatu penyakit
atau usaha untuk mengidentifikasi penyakit atau kelainan secara
klinis belum jelas dengan menggunakan test, pemeriksaan atau
prosedur tertentu yang dapat digunakan secara cepat untuk
membedakan orang-orang yang kelihatannya sehat tetapi
sesunguhnya menderita suatu kelainan.
Menurut Dirjen Bina Gizi dan KIA, skrining atau uji saring
pada bayi baru lahir atau Neonatal Screening dilakukan untuk
mendapatkan generasi yang berkualitas. Skrining adalah tes
yang dilakukan pada saat bayi baru berumur beberapa hari,
untuk mengetahui adanya gangguan sejak awal kelahiran,
sehingga apabila ditemukan gangguan/kelainan dapat
diantisipasi sedini mungkin.
Deteksi dini melalui skrining pada bayi baru lahir merupakan
salah satu usaha untuk mendapatkan generasi berkualitas untuk
kemajuan bangsa agar dapat bersaing dalam persaingan global.
Test skrining dapat dilakukan dengan :
1) Pertanyaan (anamnesa)
2) Pemeriksaan fisik
3) Pemeriksaan laboratorium.

b. Tujuan skrining dan deteksi dini


Skrining bertujuan untuk mengurangi morbiditas atau
mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus
yang ditemukan. Program diagnosis dan pengobatan dini hampir
selalu diarahkan kepada penyakit yang tidak menular seperti
kanker, diabetes mellitus, glaucoma, dan lain-lain.

c. Persyaratan skrining
Menurut Wilson and Jungner (1986) persyaratan skrining
antara lain :
1) Masalah kesehatan atau penyakit yang diskrining
harus merupakan masalah kesehatan yang penting.
2) Harus tersedia pengobatan bagi pasien yang
terdiagnosa setelah proses skrining.
3) Tersedia fasilitas diagnosa dan pengobatan.
3. Transplantasi
a. Definisi
Transplantasi organ adalah transplantasi atau pemindahan
seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain,
atau dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang
sama. Transplantasi ini ditujukan untuk menggantikan organ
yang rusak atau tak befungsi pada penerima dengan organ lain
yang masih berfungsi dari donor. Donor organ dapat merupakan
orang yang masih hidup ataupun telah meninggal.
Teknik transplantasi dimungkinkan untuk memindahkan
suatu organ atau jaringan tubuh manusia yang masih berfungsi
baik, baik dari orang yang masih hidup maupun yang sudah
meninggal ke tubuh manusia lain.
Dalam penyembuhan suatu penyakit, adakalanya
transplantasi tidak dapat dihindari dalam menyelamatkan nyawa
si penderita. Dengan keberhasilan teknik transplantasi dalam
usaha penyembuhan suatu penyakit dan dengan meningkatnya
keterampilan dokter – dokter dalam melakukan transplantasi.
Upaya transplantasi mulai diminati oleh para penderita dalam
upaya penyembuhan yang cepat dan tuntas.
Untuk mengembangkan transplantasi sebagai salah satu cara
penembuhan suatu penyakit tidak dapat bagitu saja diterima
masyarakat luas. Pertimbangan etik, moral, agama, hukum, atau
sosial budaya ikut mempengaruhinya.
Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima, dapat
dibedakan menjadi :
1) Autotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan
atau organ ke tempat lain dalam tubuh orang itu
sendiri.
2) Homotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan
atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang lain.
3) Heterotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan
atau organ dari suatu spesies ke tubuh spesies
lainnya.

b. Masalah Etik dan Moral dalam Transplantasi


1) Donor Hidup
Adalah orang yang memberikan jaringan / organnya
kepada orang lain ( resepien ). Sebelum memutuskan
untuk menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan
mengerti resiko yang dihadapi, baik resiko di bidang
medis, pembedahan, maupun resiko untuk kehidupannya
lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan / organ yang
telah dipindahkan. Disamping itu, untuk menjadi donor,
sesorang tidak boleh mengalami tekanan psikologis.
Hubungan psikis dan omosi harus sudah dipikirkan oleh
donor hidup tersebut untuk mencegah timbulnya
masalah.
2) Jenazah dan donor mati
Adalah orang yang semasa hidupnya telah
mengizinkan atau berniat dengan sungguh – sungguh
untuk memberikan jaringan / organ tubuhnya kepada
yang memerlukan apabila ia telah meninggal kapan
seorang donor itu dapat dikatakan meninggal secara
wajar, dan apabila sebelum meninggal, donor itu sakit,
sudah sejauh mana pertolongan dari dokter yang
merawatnya. Semua itu untuk mencegah adanya tuduhan
dari keluarga donor atau pihak lain bahwa tim pelaksana
transplantasi telah melakukan upaya mempercepat
kematian seseorang hanya untuk mengejar organ yang
akan ditransplantasikan.

3) Keluarga donor dan ahli waris


Kesepakatan keluarga donor dan resipien sangat
diperlukan untuk menciptakan saling pengertian dan
menghindari konflik semaksimal mungkin atau pun
tekanan psikis dan emosi di kemudian hari. Dari keluarga
resepien sebenarnya hanya dituntut suatu penghargaan
kepada donor dan keluarganya dengan tulus. Alangkah
baiknya apabila dibuat suatu ketentuan untuk mencegah
timbulnya rasa tidak puas kedua belah pihak.

4) Resipien
Adalah orang yang menerima jaringan / organ orang
lain. Pada dasarnya, seorang penderita mempunyai hak
untuk mendapatkan perawatan yang dapat
memperpanjang hidup atau meringankan
penderitaannya.
Seorang resepien harus benar – benar mengerti
semua hal yang dijelaskan oleh tim pelaksana
transplantasi. Melalui tindakan transplantasi diharapkan
dapat memberikan nilai yang besar bagi kehidupan
resepien. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa hasil
transplantasi terbatas dan ada kemungkinan gagal. Juga
perlu didasari bahwa jika ia menerima untuk
transplantasi berarti ia dalam percobaan yang sangat
berguna bagi kepentingan orang banyak di masa yang
akan datang.

5) Dokter dan tenaga pelaksana lain


Untuk melakukan suatu transplantasi, tim pelaksana
harus mendapat parsetujuan dari donor, resepien,
maupun keluarga kedua belah pihak. Ia wajib
menerangkan hal – hal yang mungkin akan terjadi setelah
dilakukan transplantasi sehingga gangguan psikologis
dan emosi di kemudian hari dapat dihindarkan. Dengan
demikian, dalam melaksanakan tugas, tim pelaksana
hendaknya tidak dipengaruhi oleh pertimbangan –
pertimbangan kepentingan pribadi.

6) Masyarakat
Secara tidak sengaja masyarakat turut menentukan
perkembangan transplantasi. Kerjasama tim pelaksana
dengan cara cendekiawan, pemuka masyarakat, atau
pemuka agama diperlukan unutk mendidik masyarakat
agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha
transplantasi.
c. Transplantasi Ditinjau dari Aspek Hukum
Pada saat ini peraturan perundang – undangan yang ada
adalah Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1981, tentang Bedah
Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi
Alat atau Jaringan Tubuh Manusia.
Pokok – pokok peraturan tersebut adalah :
1) Pasal 10
Transplantasi alat untuk jaringan tubuh manusia dilakukan
dengan memperhatikan ketentuan – ketentuan yaitu harus
dengan persetujuan tertulis penderita dan keluarganya yang
trdekat setelah penderita meninggal dunia.
2) Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk
keperluan transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan
yang meninggal dunia, dilakukan dengan pernyataan tertulis
keluarga terdekat.
3) Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak
berhak atas suatu kompensasi material apapun sebagai imbalan
transplantasi.
4) Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh
manusia dalam semua bentuk keadaan dari luar negeri.
4. Teknik Reproduksi dan Kebidanan
a. Bayi tabung
Bayi tabung adalah upaya jalan pintas untuk
mempertemukan sel sperma dan sel telur diluar tubuh (in
vitro fertilization). Setelah terjadi konsepsi hasil tersebut
dimasukkan kembali ke dalam rahim ibu atau embrio
transfer sehingga dapat tumbuh menjadi janin sebagaimana
layaknya kehamilan biasa. Status bayi tabung ada 3 macam
;
1) Inseminasi buatan dengan sperma suami
2) Inseminasi buatan dengan sperma donor
3) Inseminasi bautan dengan model titipan.

Beberapa Negara memperbolehkan donor sperma


bukan suami, dan diakui secara legal. Kerahasiaan identitas
donor yang bukan suami senantiasa dijaga, untuk
menghindarkan masalah dikemudian hari. Terkait dengan
proses bayi tabung, pada tahun 1979, Majelis Ulama
Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwanya. Pada
intinya, para ulama menyatakan bahwa bayi tabung
diperbolehkan selama sperma yang didonorkan berasal dari
suami yang sah dari si perempuan yang rahimnya hendak
digunakan dalam proses bayi tabung. Hal itu karena
memanfaatkan teknologi bayi tabung merupakan hak bagi
pasangan yang berikhtiar untuk memperoleh keturunan.
Namun, jika sperma dan rahim yang digunakan bukan
berasal dari pasangan suami istri yang sah, maka hal itu
statusnya sama dengan hubungan kelamin antara lawan jenis
di luar pernikahan yang sah.
B. TANGGAPAN YANG BERKAITAN DENGAN KODE ETIK BIDAN

Majelis Etika Profesi merupakan badan perlindungan hukum


terhadap para bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat
pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi pemyimpangan
hukum.
Majelis Pertimbangan Etika Bidan (MPEB) dan Majelis Pembelaan
anggota (MPA) secara internal berperan memberikan saran, pendapat dan
buah pikiran tentang masalah pelik yang sedang dihadapi khususnya yang
menyangkut pelaksanaan kode etik bidan dan pembelaan anggota.
Dewan Pertimbangan Etika Bidan (DPEB) dan Majelis Pembelaan
Anggota (MPA) memiliki fungsi antara lain ;
1. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidan sesuai dengan
ketetapan Pengurus Pusat
2. Melaporkan hasil kegiatan sesuai dengan bidang dan tugasnya secara
berkala
3. Memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas
Pengurus Pusat
4. Membentuk Tim Teknis sesuai dengan kebutuhan.

C. SOLUSI PENYELESAIAN PERMASALAHAN KODE ETIK BIDAN


Menurut George R.Terry, pengambilan keputusan adalah memiliki
alternatif.
1. 5 (lima) hal pokok dalam pengambilan keputusan/solusi ;
a. Intuisi berdasarkan perasaan, lebih subyektif dan mudah
terpengaruh
b. Pengalaman mewarnai pengetahuan praktis, seringnya terpapar
suatu kasus meningkatkan kemampuan mengambil keputusan
terhadap nsuatu kasus
c. Fakta, keputusan lebih riel, valid dan baik
d. Wewenang lebih bersifat rutinitas
e. Rasional, keputusan bersifat obyektif, transparan, konsisten.
2. Pengambilan Keputusan/Solusi Klinis yang benar dan tepat :
a. Meningkatkan efektitivitas dan efisiensi pelayanan yang diberikan
b. Membiasakan Bidan berfikir dan bertindak sesuai standart
c. Memberikan kepuasan pelanggan

3. Teori-teori Pengambilan Keputusan/Solusi


a. Teori Utilitarisme
Ketika keputusan diambil, memaksimalkan kesenangan,
meminimalkan ketidaksenangan.
b. Teori Deontology
Menurut Immanuel Kant, sesuatu dikatakan baik bila bertindak baik.
Contoh bila berjanji ditepati, bila pinjam harus dikembalikan.
c. Teori Etika
Teori etika adalah proses yang ditempuh dalam membenarkan suatu
keputusan etis tertentu.
d. Deontologi
Keputusan yang diambil berdasarkan keterikatan/berhubungan
dengan tugas.
e. Hak
Keputusan berdasarkan hak seseorang yang tidak dapat diganggu.
Hak berbeda dengan keinginan, kebutuhan dan kepuasan.
f. Intuisionisme
Memecahkan dilema-dilema etis dengan berpijak pada
intuisi. Intuisi kemungkinan yang dimiliki seseorang untuk mengetahui
secara langsung apakah sesuatu baik atau buruk
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bidan merupakan bentuk profesi yang erat kaitannya dengan etika
karena lingkup kegiatan bidan sangat berhubungan erat dengan
masyarakat. Karena itu, selain mempunyai pengetahuan dan keterampilan,
agar dapat diterima di masyarakat bidan juga harus memiliki etika yang
baik sebagai pedoman bersikap/ bertindak dalam memberikan suatu
pelayanan khususnya pelayanan kebidanan. Agar mempunyai etika yang
baik dalam pendidikannya bidan dididik etika dalam mata kuliah Etika
profesi namun semuanya mata kuliah tidak ada artinya jika peserta didik
tidak mempraktekannya dalam kehidupannya di masyarakat.
Etik merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan
nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah
dan apakah penyelesaiannya baik atau salah (Jones, 1994).
Menurut George R.Terry, pengambilan keputusan/solusi adalah
memilih alternatif yang ada. Pengambilan keputusan klinis adalah
keputusan yg diambil berdasarkan kebutuhan dan masalahyang dihadapi
klien, sehingga semua tindakan yang dilakukan bidan dapat mengatasi
permasalahan yang dihadapi klien yang bersifat emergency(darurat),
antisipasi, atau rutin.

B. Saran
Dari makalah ini mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara
pengambilan keputusan/solusi yang benar dan tepat untuk menjadi calon
Tenaga Kesehatan terutama sebagai seorang Bidan.
DAFTAR PUSTAKA

Wahyuningsih, Heni Puji.2008.Etika Profesi


Kebidanan;Fitramaya,Yogyakarta. Marimbi, Hanum.2008.Etika dan Kode Etik
Profesi Kebidanan; Mitra Cendikia, Yogyakarta.

P .1989.ETIKA MEDIS. Pustaka Filsafat, Kanisius, Jakarta

Synthia Dewi Nilda. 2011.ETIKA PROFESI KEBIDANAN.Rohima, Yogyakarta

Setiawan.2010. Etika Kebidanan dan Hukum Kesehatan.2010. jakarta: trans


info media CV

Zaini, Muderis.1995. Adopsi “ Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum”.Jakarta


: Sinar Grafika

Diposting oleh sisrini rahayu sammarian di 14.35


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke
FacebookBagikan ke Pinterest

http://sisrinirahayusammarian.blogspot.co.id/2014/01/masalah-etik-
kebidanan.htmlsammarian's document

Minggu, 05 Januari 2014

masalah etik kebidanan

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal


Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi
melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, PTRC: 021-500567,
atau alamat e-mail : puskom.publik@yahoo.co.id; puskom.publik@yahoo.co.id,
info@depkes.go.id; kontak[at]depkes[dot]go[dot]id
http://www.depkes.go.id/article/view/1520/skrining-bayi-baru-lahir-untuk-cegah-
keterbelakangan-mental.html

Anda mungkin juga menyukai