Anda di halaman 1dari 9

Virus HIV dikenal secara terpisah oleh para peneliti di Institut Pasteur Perancis pada

tahun 1983 dan NIH yaitu sebuah institut kesehatan nasional di Amerika Serikat pada tahun
1984. Meskipun tim dari Institute Pasteur Perancis yang dipimpin oleh Dr. Luc Montagnie,
yang pertama kali mengumumkan penemuan ini di awal tahun 1983 namun penghargaan
untuk penemuan virus ini tetap diberikan kepada para peneliti baik yang berasal dari Perancis
maupun Amerika. Peneliti Perancis memberi nama virus ini LAV atau Lymphadenopathy
Associated Virus. Tim dari Amerika yang dipimpin Dr. Robert Gallo menyebut virus ini
HTLV-3 atau Human T-cell Lymphotropic Virustype-3 (Ayu, 2012).

Kemudian Komite Internasional untuk Taksonomi Virus memutuskan untuk menetapkan


nama Human Immunodeficiency Virus (HIV) sebagai nama yang dikenal sampai sekarang.
Maka para peneliti tersebut juga sepakat untuk menggunakan istilah HIV. Sesuai dengan
namanya, virus ini “memakan” imunitas tubuh (Ayu, 2012).

AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for Disease
Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia
pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan
oleh Pneumocystis jirovecii) pada lima laki-laki homoseksual diLos Angeles (Ayu, 2012).

Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2. HIV-1
lebih mematikan dan lebih mudah masuk ke dalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari
mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan berada
di Afrika Barat. Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal
dari simpanse Pan troglodytes troglodytes yang ditemukan di Kamerunselatan. HIV-2 berasal
dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon,
dan Kamerun (Ayu, 2012).

Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat kontak
dengan primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging. Teori yang
lebih kontroversial yang dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS, menyatakan bahwa
epidemik AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an diKongo Belgia sebagai akibat dari
penelitian Hilary Koprowski terhadap vaksin polio. Namun demikian, komunitas ilmiah
umumnya berpendapat bahwa skenario tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang ada
(Ayu, 2012).

Menurut Ayu (2012), berdasarkan hal tersebut diatas maka penderita AIDS
dimasyarakat digolongkan kedalam 2 kategori yaitu :

1. Penderita yang mengidap HIV dan telah menunjukkan gejala klinis (penderita AIDS positif).
2. Penderita yang mengidap HIV, tetapi belum menunjukkan gejala klinis (penderita AIDS
negatif).
c. Penularan Masa Prenatal
HIV dapat ditularkan dari ibu ke bayinya dengan tiga cara yaitu di dalam uterus (lewat
plasenta), sewaktu persalinan dan melalui air susu ibu. Pada bayi yang menyusui kira-kira
separuhnya transmisi terjadi sewaktu sekitar persalinan, sepertiganya melalui menyusui ibu
dan sebagian kecil di dalam uterus. Bayi terinfeksi yang tidak disusui ibunya, kira-kira dua
pertiga dari transmisi terjadi sewaktu atau dekat dengan persalinan dan sepertiganya di dalam
uterus (Ayu, 2012).

 Kehamilan
Menurut Ayu (2012), kehamilan bisa berbahaya bagi wanita dengan HIV atau AIDS
selama persalinan dan melahirkan. Ibu sering akan mengalami masalah-masalah sebagai
berikut :

1) Keguguran

2) Demam, infeksi dan kesehatan menurun.

3) Infeksi serius setelah melahirkan, yang sukar untuk di rawat dan mungkin mengancam jiwa
ibu.

 Melahirkan
Setelah melahirkan cucilah alat genitalia 2 kali sehari dengan sabun dan air bersih
sehingga terlindungi dari infeksi (Yopan, 2012).

 Menyusui
Menyusui meningkatkan risiko penularan sebesar 4%. Infeksi HIV kadang-kadang
ditularkan ke bayi melalui air susu ibu (ASI). Saat ini belum diketahui dengan pasti frekuensi
kejadian seperti ini atau mengapa hanya terjadi pada beberapa bayi tertentu tetapi tidak pada
bayi yang lain. Di ASI terdapat lebih banyak virus HIV pada ibu-ibu yang baru saja terkena
infeksi dan ibu-ibu yang telah memperlihatkan tanda-tanda penyakit AIDS. Setelah 6 bulan,
sewaktu bayi menjadi lebih kuat dan besar, bahaya diare dan infeksi menjadi lebih baik. ASI
dapat diganti dengan susu lain dan memberikan makanan tambahan. Dengan cara ini bayi
akan mendapat manfaat ASI dengan resiko lebih kecil untuk terkena HIV (Yopan, 2012).

AKALAH PENGARUH VIRUS HIV/AIDS


PADA IBU HAMIL Disusun Oleh : Mariati
Azis 31410003
Senin, 24 Juni 2013
Pengaruh HIV/AIDS Terhadap Ibu Hamil

MAKALAH
PENGARUH VIRUS HIV/AIDS PADA IBU HAMIL

Disusun Oleh :
Mariati Azis
31410003

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA MADIUN
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul ” Pengaruh Virus HIV/AIDS Pada Ibu Hamil“. Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Patofisiologi Program Studi Biologi Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Katolik Widya Mandala Madiun.
Selain itu, penyusun menyadari dalam penyusunan makalah ini banyak kekurangan dan
banyak kesalahan. Oleh karena itu dimohon kritik dan sarannya.

Madiun, April 2013


Penyusun;

MARIATI AZIS

DAFTAR ISI

Hal.
Kata Pengantar..................................................................................... i
Daftar Isi.............................................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang .......................................................................... 1
I. 2. Tujuan Penulisan........................................................................ 3
I. 3. Perumusan Masalah................................................................... 4
I. 4. Manfaat Penulisan...................................................................... 4
I. 5. Metode Penulisan....................................................................... 4
BAB II
PEMBAHASAN
II. 1. Pengertian HIV/AIDS............................................................... 4
II. 2. Gejala-Gejala Penyakit HIV/AIDS........................................... 8
II. 3. Penularan Penyakit HIV/AIDS................................................. 10
II. 4. Penanganan Penyakit HIV/AIDS.............................................. 13
II. 5. Pencegahan Penyakit HIV/AIDS.............................................. 17
BAB III
PENUTUP
I III. 1. Kesimpulan................................................................................ 20
III. 2. Saran.......................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 21

BAB I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita, namun kehamilan dapat
mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin terutama pada kehamilan trimester pertama.
Wanita hamil trimester pertama pada umumnya mengalami mual, muntah, nafsu makan
berkurang dan kelelahan. Menurunnya kondisi wanita hamil cenderung memperberat kondisi
klinis wanita dengan penyakit infeksi antara lain infeksi HIV-AIDS.

Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan


suatu syndrome/kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Retrovirus yang menyerang
sistem kekebalan atau pertahanan tubuh. Dengan rusaknya sistem kekebalan tubuh, maka
orang yang terinfeksi mudah diserang penyakit-penyakit lain yang berakibat fatal, yang
dikenal dengan infeksi oportunistik. Kasus AIDS pertama kali ditemukan oleh Gottlieb di
Amerika Serikat pada tahun 1981 dan virusnya ditemukan oleh Luc Montagnier pada tahun
1983 (Yopan, 2012).

Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah penyebab penyakit dan kematian yang
terkemuka di kalangan perempuan dan anak-anak di negara-negara dengan tingkat infeksi
human immunodeficiency virus (HIV) yang tinggi. Transmisi HIV dari ibu ke anak (Mother
To Child Transmission – MCTC) adalah rute infeksi HIV pada anak yang paling signifikan.
Beberapa intervensi telah terbukti efektif dalam mengurangi MTCT termasuk pilihan
persalinan secara caeseran, substitusi menyusui dan terapi antiretroviral selama kehamilan,
persalinan, dan pasca melahirkan. Jika intervensi ini diterapkan dengan benar maka dapat
mengurangi MTCT sebesar 2% (Yopan, 2012) .

Jumlah penderita penyakit HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/ Acquaired


Immune Deficiency Syndrome) di dunia maupun di Indonesia, baik pada orang dewasa
maupun anak semakin meningkat jumlahnya setiap tahun. Diduga jumlah kasus HIV/AIDS
ini menyerupai fenomena gunung es, yaitu kasus yang diketahui hanya sekitar 1/10 dari
jumlah kasus yang sebenarnya (Gemari, 2010 dalam Yopan, 2012). Penyakit HIV/AIDS
merupakan salah satu penyakit pembunuh terbesar di dunia. Hal ini karena pada Januari
2006, UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih
dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Sejak HIV menjadi
pandemi di dunia, diperkirakan 5,1 juta anak di dunia terinfeksi HIV. Setiap tahun sekitar
400.000 bayi dilahirkan terinfeksi HIV akibat penularan dari ibu ke anak (penularan vertical).
Di Indonesia, hingga Maret 2011, jumlah anak penderita HIV/AIDS mencapai 1.119 orang,
dengan jumlah penderita dibawah lima tahun dilaporkan mencapai 514 anak (Depkes, 2011
dalam Yopan, 2012). Dilaporkan juga sebanyak 34 anak usia bawah lima tahun (balita) di
propinsi Papua positif mengidap infeksi HIV(Judarwanto, 2010 dalam Yopan, 2012).

Kasus HIV/AIDS di negara berkembang sungguh sangat mengerikan karena kasusnya


mengalami kenaiakan yang luar biasa yang mempengaruhi angka kesakitan dan kematian
pada penduduk usia produktif. Dan hal ini berdampak sangat buruk terhadap pembangunan
sosial ekonomi suatu bangsa dan dapat menyebabkan usia harapan hidup menjadi terhambat
atau bahkan menjadi mundur. Selanjutnya dapat mengancam kehidupan penduduk bahkan
kehidupan sebuah bangsa. Di Indonesia telah dilaporkan pula kasus HIV/AIDS pada bayi
yang tertular dari ibunya yang mengidap HIV dan pada remaja yang tertular karena
berperilaku berisiko.

Dampak dari permasalahan pada anak tersebut diatas dapat mengarah pada penyebar
luasan HIV/ AIDS antara lain melalui hubungan sex yang tidak aman maupun melalui
penggunaan jarum suntik yang tidak steril oleh penyalahguna narkoba.

Ini semua dapat terjadi pada anak/ remaja penyalahguna narkoba, anak jalanan,
anak/remaja tuna susila atau yang dieksploitasi, anak/remaja nakal karena mereka termasuk
kelompok yang rentan terhadap penularan HIV/AIDS selain itu pengetahuan mereka terhadap
permasalahan HIV/ AIDS masih sangat kurang. Untuk itu perlu diadakan upaya pencegahan
dan penanggulangan HIV/ AIDS terhadap kelompok-kelompok rawan, masyarakat termasuk
kepada anak/remaja.

Komisi Penanggulangan AIDS Nasional menyatakan bahwa saat ini jumlah ibu rumah
tangga yang terinfeksi HIV di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, sementara jumlah
pekerja seks komersil yang terinfeksi HIV terus menurun. Hal ini diduga disebabkan oleh
penularan HIV dari suami atau pasangan intim yang memiliki perilaku beresiko. Keadaan ini
dapat meningkatkan resiko penularan dari ibu ke anak. Dengan demikian permasalahan HIV
harus segera ditangani dengan baik. Bila tidak ditangani, epidemi HIV akan merambat masuk
ke dalam keluarga dan masyarakat umum (KPA, 2010 dalam Yopan, 2012).

Semakin tingginya jumlah penderita penyakit ini di Indonesia, selain membebani


pembiayaan sistem kesehatan juga menimbulkan dampak sosial ekonomi yang tak sedikit
karena sebagian besar penderita berada dalam usia produktif (20-39 tahun). Hal ini
memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia
sehingga mengakibatkan berkurangnya daya saing bangsa dalam percaturan global dunia.
Makin bertambahnya jumlah penderita HIV/AIDS terutama pada anak dan wanita
menyebabkan terancamnya Millenium Developmental Goals 2015 (4,5, dan 6) (Syafrawati,
2006 dalam Yopan, 2012).

I. 2. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Mengetahui tentang HIV/AIDS

2. Mengetahui gejala penyakit HIV/AIDS

3. Mengetahui cara penularan penyakit HIV/AIDS

4. Memahami pengobatan penanganan penyakit HIV/AIDS

5. Mengetahui Pencegahan penyakit HIV/AIDS pada ibu hamil

I. 3. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini, antara lain:

1. Apa pengertian HIV/AIDS ?

2. Apa gejala-gejala orang yang mengidap penyakit HIV/AIDS ?

3. Bagaimana penularan penyakit HIV/AIDS?

4. Bagaimana pengobatan/ penanganan penyakit HIV/AIDS ?

5. Bagaimana pencegahan penyakit HIV/AIDS pada ibu hamil ?

I. 4. Manfaat Penulisan
1. Adapun manfaat memberikan informasi kepada pembaca tentang pengertian, penyebab,
penularan, pencegahan dan penanganan HIV/AIDS.

I. 5. Metode Penulisan
1. Makalah ini disusun dengan menggunakan metode pustaka yaitu metode pengumpulan data
dengan cara mengutip sumber-sumber tertulis.

Ada beberapa cara untuk mengobati atau menangani HIV/AIDS, yaitu:

 Terapi Anti Virus


Penanganan infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang sangat aktif (highly
active antiretroviral therapy, disingkat HAART). Terapi ini telah sangat bermanfaat bagi
orang-orang yang terinfeksi HIV sejak tahun 1996, yaitu setelah ditemukannya HAART yang
menggunakan protease inhibitor. Pilihan terbaik HAART saat ini, berupa kombinasi dari
setidaknya tiga obat ( disebut koktail ) yang terdiri dari paling sedikit dua macam ( atau kelas
) bahan antiretrovirus. Kombinasi yang umum digunakan adalah nucleoside analogue reverse
transcriptase inhibitor (atau NRTI) dengan protease inhibitor, atau dengan non-nucleoside
reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Karena penyakit HIV lebih cepat perkembangannya
pada anak-anak daripada pada orang dewasa, maka rekomendasi perawatannya pun lebih
agresif untuk anak-anak daripada untuk orang dewasa. Di negara-negara berkembang yang
menyediakan perawatan HAART, seorang dokter akan mempertimbangkan kuantitas beban
virus, kecepatan berkurangnya CD4, serta kesiapan mental pasien, saat memilih waktu
memulai perawatan awal (Yopan, 2012).

Perawatan HAART memungkinkan stabilnya gejala dan viremia (banyaknya jumlah


virus dalam darah) pada pasien, tetapi ia tidak menyembuhkannya dari HIV ataupun
menghilangkan gejalanya. HIV-1 dalam tingkat yang tinggi sering resisten terhadap HAART
dan gejalanya kembali setelah perawatan dihentikan. Lagi pula, dibutuhkan waktu lebih dari
seumur hidup seseorang untuk membersihkan infeksi HIV dengan menggunakan HAART.
Meskipun demikian, banyak pengidap HIV mengalami perbaikan yang hebat pada kesehatan
umum dan kualitas hidup mereka, sehingga terjadi adanya penurunan drastis atas tingkat
kesakitan (morbiditas) dan tingkat kematian (mortalitas) karena HIV (Yopan, 2012).

Tanpa perawatan HAART, berubahnya infeksi HIV menjadi AIDS terjadi dengan
kecepatan rata-rata (median) antara sembilan sampai sepuluh tahun, dan selanjutnya waktu
bertahan setelah terjangkit AIDS hanyalah 9.2 bulan. Penerapan HAART dianggap
meningkatkan waktu bertahan pasien selama 4 sampai 12 tahun. Bagi beberapa pasien
lainnya, yang jumlahnya mungkin lebih dari lima puluh persen, perawatan HAART
memberikan hasil jauh dari optimal. Hal ini karena adanya efek samping/dampak pengobatan
tidak bisa ditolerir, terapi antiretrovirus sebelumnya yang tidak efektif, dan infeksi HIV
tertentu yang resisten obat (Yopan, 2012).

Ketidaktaatan dan ketidak teraturan dalam menerapkan terapi antiretrovirus adalah


alasan utama mengapa kebanyakan individu gagal memperoleh manfaat dari penerapan
HAART. Terdapat bermacam-macam alasan atas sikap tidak taat dan tidak teratur untuk
penerapan HAART tersebut. Isyu-isyu psikososial yang utama ialah kurangnya akses atas
fasilitas kesehatan, kurangnya dukungan sosial, penyakit kejiwaan, serta penyalahgunaan
obat. Perawatan HAART juga kompleks, karena adanya beragam kombinasi jumlah pil,
frekuensi dosis, pembatasan makan, dan lain-lain yang harus dijalankan secara rutin.
Berbagai efek samping yang juga menimbulkan keengganan untuk teratur dalam penerapan
HAART, antara lain lipodistrofi, dislipidaemia, penolakan insulin, peningkatan risiko sistem
kardiovaskular, dan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan (Yopan, 2012).
Obat anti-retrovirus berharga mahal, dan mayoritas individu terinfeksi di dunia tidaklah
memiliki akses terhadap pengobatan dan perawatan untuk HIV dan AIDS tersebut (Yopan,
2012).

 Penanganan eksperimental dan saran


Telah terdapat pendapat bahwa hanya vaksin lah yang sesuai untuk menahan epidemik
global (pandemik) karena biaya vaksin lebih murah dari biaya pengobatan lainnya, sehingga
negara-negara berkembang mampu mengadakannya dan pasien tidak membutuhkan
perawatan harian. Namun setelah lebih dari 20 tahun penelitian, HIV-1 tetap merupakan
target yang sulit bagi vaksin (Yopan, 2012).

Beragam penelitian untuk meningkatkan perawatan termasuk usaha mengurangi efek


samping obat, penyederhanaan kombinasi obat-obatan untuk memudahkan pemakaian, dan
penentuan urutan kombinasi pengobatan terbaik untuk menghadapi adanya resistensi obat.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa langkah-langkah pencegahan infeksi oportunistik
dapat menjadi bermanfaat ketika menangani pasien dengan infeksi HIV atau
AIDS. Vaksinasi atas hepatitis A dan B disarankan untuk pasien yang belum terinfeksi virus
ini dan dalam berisiko terinfeksi. Pasien yang mengalami penekanan daya tahan tubuh yang
besar juga disarankan mendapatkan terapi pencegahan (propilaktik) untuk pneumonia
pneumosistis, demikian juga pasien toksoplasmosis dan kriptokokus meningitis yang akan
banyak pula mendapatkan manfaat dari terapi propilaktik tersebut (Yopan, 2012).

Anda mungkin juga menyukai