SLEEP APNEA
DISUSUN OLEH:
Riza Tafson
PEMBIMBING:
Lembar Pengesahan……………………………………………………………………………2
Kata Pengantar………………………………………………………………………………...3
Bab I: Pendahuluan……………………………………………………………………………4
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………..44
1
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan Hormat,
Penyusunan tugas referat dengan judul “Sleep Apnea” telah dilaksanakan oleh
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti:
dengan hasil yang sudah diterima dan disetujui oleh pembimbing dr. Teppy Hartubi Djohar,
Sp.THT sebagai salah satu syarat mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan di Rumah Sakit Otorita Batam periode 7 Juli – 16
Agustus 2014.
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan
rakhmatnya maka penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul “Sleep Apnea”
sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga Hidung
dan Tenggorokan di Rumah Sakit Otorita Batam periode 7 Juli – 16 Agustus 2014.
Tersusunnya referat ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak,
maka pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pembimbing Dr. Teppy Hartubi Djohar, Sp.THT dan juga kepada semua
pihak yang turut membantu dalam penyusunan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari sempurna.Oleh karena itu diharapkan
kritik dan saran yang membangun.Semoga tugas referat yang telah dilaksanakan dapat
berguna juga bagi penulis maupun pembaca.
Penulis
Riza Tafson
3
BAB I PENDAHULUAN
Sleep apnea adalah gangguan umum dimana terjadi henti dalam bernafas atau nafas
dangkal saat tertidur.1 Henti nafas dapat berlangsung dari beberapa detik hingga menit, dapat
terjadi 30 kali atau lebih dalam 1 jam. Biasanya pernafasan akan normal dan akan mulai lagi,
kadang kadang terdengar suara mendengkur atau suara tersedak.1Apnea didefinisikan sebagai
,henti nafas selama 10 detik atau lebih yang dapat mengakibatkan penurunan aliran udara
25% dibawah normal.2 Ada 2 tipe utama dari sleep apnea; obstructive sleep apnea (OSA) dan
central sleep apnea (CSA).2Obstructive sleep apnea disebabkan oleh penutupan jalan napas
yang hilang timbul. Central sleep apnea kejadiannya lebih jarang. Jika tidak terdeteksi dan
diobati, sleep apnea dapat menyebabkan kualitas tidur yang buruk, kantuk di siang hari yang
berlebihan, peningkatan berat badan, hipertensi, gagal jantung, stroke, dan kematian.
Hipoksemia (penurunan konsentrasi oksigen dalam darah) dan hiperkapnia (peningkatan
konsentrasi karbon dioksida dalam darah) umum terjadi pada orang yang memiliki sleep
apnea. Kedua hipoksemia dan hiperkapnia adalah masalah serius dan dapat memiliki banyak
efek buruk pada organ tubuh.3
Diperkirakan bahwa lebih dari 12 juta penduduk di Amerika Serikat memiliki sleep
apnea, kebanyakan orang dengan sleep apnea tidak tahu bahwa mereka memiliki masalah
medis serius ini. 3Prevalensi OSA di negara-negara maju diperkirakan mencapai 2- 4% pada
pria dan 1-2% pada wanita.4Pria lebih sering mengalami OSA dan seringkali (tetapi tidak
harus) juga menderita obesitas.4Prevalensi OSA pada pria 2-3 kali lebih tinggi dari wanita.
Belum diketahui mengapa OSA lebih jarang ditemukan pada wanita. Prevalensi OSA lebih
rendah lagi pada wanita sebelum masa menopause dan wanita menopause yang mendapat
terapi hormonal.4
Prevalensi OSA pada anak-anak sekitar 3% dengan frekuensi tertinggi pada usia 2-5
tahun.4Penyebab utama OSA pada anak-anak adalah hipertrofi tonsil dan adenoid, tetapi
dapat juga akibat kelainan struktur kraniofasial seperti pada sindroma Pierre Robin dan
Down.(4,5)Frekuensi OSA mencapai puncaknya pada dekade 5 dan 6, dan menurun pada usia
di atas 60-an. Tetapi secara umum frekuensi OSA meningkat secara progresif sesuai dengan
penambahan usia.6 Data epidemiologi sleep apnea di Indonesia masih belum didapatkan oleh
penulis.
Dari uraian data dan studi epidemiologi di atas dapat disimpulkan bahwa sleep apnea
banyak terjadi di populasi dan sering dijumpai secara klinis. Namun penangangan sleep
4
apnea masih belum dapat terlaksana dengan baik karena masyarakat masih awam dan tidak
tahu bahwa mereka memiliki penyakit ini.
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik
sekaligus mengetahui definisi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, komplikasi dan
terapi dari sleep apnea. Pengetahuan mengenai sleep apnea ini perlu disosialisasikan
kepada dokter dan masyarakat, oleh karena itu penyusunan referat ini bertujuan agar
penyusun lebih memahami mengenai sleep apnea.
5
BAB II ANATOMI DAN HISTOLOGI FARING
6
Epitel yang membatasi nasofaring dapat merupakan epitel bertingkat silindris bersilia
atau epitel berlapis gepeng yang terdapat pada daerah yang mengalami pergesekan yaitu tepi
belakang palatum mole dan dinding belakang faring tempat kedua permukaan tersebut
mengalami kontak langsung sewaktu menelan.Daerah-daerah lainnya mempunyai jenis epitel
seperti saluran napas disertai dengan sel goblet.Lamina propria di daerah ini mengandung
banyak jaringan elastin, terutama di bagian luar yang berhubungan dengan otot rangka di
faring.Suatu submukosa hanya terdapat di bagian lateral nasofaring.Di dalam lamina propria
terdapat kelenjar, terutama kelenjar mukosa.7
Namun dapat pula dijumpai kelenjar serosa dan kelenjar campuran.Jaringan limfatik
banyak dijumpai di seluruh bagian faring dan folikel-folikel limfatik yang sebenarnya
terdapat di bagian belakang nasofaring (adenoid atau tonsila faringeal), di bagian lateral pada
masing-masing sisi tempat peralihan rongga mulut dan orofaring (tonsila palatina) dan pada
akar lidah (tonsila lingua). Kumpulan jaringan limfoid di sebelah lateral bagian nasofaring di
sekitar muara saluran faringotimpani (Eustachii) seringkali cukup besar hingga mendapat
sebutan “tonsila tuba”. 7
7
Gambar 2.2 Otot-otot pharynx (tampak samping).
8
sampai permukaan lingual epiglottis.Pada bagian ini termasuk tonsila palatine dengan
arkusnya dan tonsila lingualis yang terletak pada dasar lidah.Bagian bawah faring dikenal
dengan laringofaring atau hipofaring, menunjukan daerah jalan napas bagian atas yang
terpisah dari saluran pencernaan bagian atas. 7
2.4.1 Nasofaring
Nasofaring terletak di belakang rongga hidung, di atas palatm molle. Bila palatum
molle diangkat dan dinding posterior faring ditarik ke depan, seperti waktu menelan, maka
nasofaring tertutup dari orofaring. Nasofaring mempunyai atap, dasar, dinding anterior,
dinding posterior, dan dinding lateral. 7
Atap nasofaring dibentuk oleh corpus ossis sphenoidalis dan pars basilaris ossis
occipitalis. Kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsila pharyngealis, terdapat di dalam
submmucosa daerah ini.Dasar nasofaring dibentuk oleh permukaan atas palatum molle yang
miring.Isthmus pharyngeus adalah lubang di dasar nasopharynx di antara pinggir bebas
palatum molle dan dinding posterior faring. Selama menelan, hubungan antara naso dan
orofaring tertutup oleh naiknya palatum molle dan tertariknya dinding posterior faring ke
depan. Dinding anterior nasopharynx dibentuk oleh apertura nasalis posterior, dipisahkan
oleh pinggir posterior septum.Dinding posterior membentuk permukaan miring yang
berhubungan dengan atap. Dinding ini ditunjang oleh arcus anterior atlantis. 7
Dinding lateral pada tiap-tiap sisi mempunyai muara tuba auditiva ke pharynx.
Pinggir posterior tuba membentuk elevasi yang disebut elevasi tuba.Muskulus
salphingopharyngeus yang melekat pada pinggir bawah tuba, membentuk lipatan vertical
pada membranca mucosa yang disebut plica salphingopharyngeus.7
Recessus pharyngeus adalah lekukan kecil pada dinding lateral di belakang elevasi tuba.
Kumpulan jaringan limfoid di dalam submucosa di belakang muara tuba auditiva disebut
tonsila tubaria. 7
2.4.2 Orofaring
Orofaring terletak di belakang cavum oris dan terbentang dari palatum molle sampai
ke pinggir atas epiglotis.Orofaring mempunyai atap, dasar, dinding anterior, dinding
posterior, dan dinding lateral. 7
9
Atap orofaring dibentuk oleh permukaan bawah palatum molle dan isthmus
pharyngeus.Kumpulan kecil jaringan limfoid terdapat di dalam submucosa permukaan bawah
palatum molle. 7
Dasar orofaring dibentuk oleh sepertiga posterior lidah (yang hampir vertical) dan
celah antara lidah dan permukaan anterior epiglottis.Membran mucosa yang meliputi
sepertiga posterior lidah berbentuk irregular, yang disebabkan oleh adanya jaringan limfoid di
bawahnya, disebut tonsila lingua.Membrana mucosa melipat dari lidah menuju
epiglottis.Pada garis tengah terdapat elevasi, yang disebut plica glossoepiglottica mediana,
dan dua plica glossoepiglottica lateralis.Lekukan kanan dan kiri plica glossoepiglottica
mediana disebut vallecula. 7
Dinding anterior terbuka ke dalam rongga mulut melalui isthmus orofaring (isthmus
faucium). Di bawah isthmus ini terdapat pars pharyngeus linguae. Dinding posterior
orofaring disokong oleh corpus vertebra cervicalis kedua dan bagian atas corpus vertebra
cervicalis ketiga. 7
Pada kedua sisi dinding lateral terdapat arkus palatoglossus dan arcus
palatopharyngeus dengan tonsila palatina di antaranya. Arkus palatoglossus adalah lipatan
membrane mucosa yang menutupi muskulus palatoglossus yang terdapat di bawahnya.Celah
di antara kedua arkus palatoglossus merupakan batas antara rongga mulut dan orofaring dan
disebut isthmus faucium. 7
Arkus palatopharyngeus adalah lipatan membrane mucosa pada dinding lateral
orofaring, di belakang arcus palatoglossus.Lipatan ini muskulus palatopharyngeus yang ada
di bawahnya. 7
Fossa tonsilaris adalah sebuah recessus berbentuk segitiga pada dinding lateral
orofaring di antara arkus palatoglossus di depan dan arkus palatopharyngeus di belakang.
Fossa ini ditempati oleh tonsila palatina. 7
Tonsila palatina merupakan dua massa jaringan limfoid yang terletak pada dinding
lateral orofaring di dalam fossa tonsilaris. Setiap tonsil diliputi oleh membrane mucosa, dan
permukaan medialnya yang bebas menonjol ke dalam faring.Pada permukaannya terdapat
banyak lubang kecil, yang membentuk kripta tonsilaris. Permukaan lateral tonsila palatina ini
diliputi oleh selapis jaringan fibrosa yang disebut kapsula. 7
Tonsila mencapai ukuran terbesarnya pada masa anak-anak, tetapi sesudah pubertas
akan mengecil dengan jelas.7
Batas anterior dari tonsila palatina adalah arcus palatoglossus.Di posterior terdapat
arkus palatopharyngeus.Pada superior terdapat palatum molle, disini tonsila palatina
10
dilanjutkan oleh jaringan limfoid di permukaan bawah palatum molle.Di inferior dari tonsila
palatina terdapat sepertiga posterior lidah.Di sebelah medial dari tonsila palatina terdapat
orofaring. Dan batas lateral tonsila palatine adalah kapsula yang dipisahkan dari muskulus
konstrictor pharyngis superior oleh jaringan alveolar jarang.7
Pendarahan arteri yang mendarahi tonsila adalah arteri tonsilaris, sebuah cabang dari
arteri facialis.Sedangkan aliran vena-vena menembus muskulus constrictor pharyngis
superior dan bergabung dengan vena palatine externa, vena pharyngealis, atau vena
facialis.Pada aliran limfe, pembuluh-pembuluh limfe bergabung dengan nodi lymphoidei
profundi. Nodus yang terpenting dari kelompok ini adalah nodus nodus jugulodigastricus,
yang terletak di bawah dan belakang angulus mandibulae.7
2.4.3 Laringofaring
Laringofaring terletak di belakang aditus larynges dan permukaan posterior laring,
dan terbentang dari pinggir atas epiglottis sampai dengan pinggir bawah cartilago cricoidea.
Laringofaring mempunyai dinding anterior, posterior, dan lateral.7
Dinding anterior laringofaring dibentuk oleh aditus laryngis dan membrane mucosa
yang meliputi permukaan posterior laring.Dan dinding posterior laringofaring disokong oleh
corpus vertebra cervicalis ketiga, keempat, kelima, dan keenam. Sedangkan dinding lateral
laringofaring disokong oleh cartilage thyroidea dan membrane thyroidea. Sebuah alur kecil
tetapi penting pada membrane, disebut fossa piriformis, terletak di kanan dan kiri aditus
laryngis.Fossa ini berjalan miring ke bawah dan belakang dari dorsum linguae menuju
oesophagus. Fossa piriformis dibatasi di medial oleh plica aryepiglottica dan di lateral oleh
lamina cartilago thyroidea dan membrane thyroidea.7
11
Gambar 2.4 Nasofaring, orofaring dan hipofaring.
12
Gambar 2.5 Persarafan faring
13
Gambar 2.6 Arteri regio faring
14
BAB III – FISIOLOGI RESPIRASI
Fungsi faring yang utama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan,
resonansi suara dan untuk artikulasi.Dalam hal sleep apnea yang harus lebih
diperhatikan adalah fungsi faring sebagai organ respirasi.
Faring adalah bagian dari sistem pencernaan dan juga bagian dari sistem
pernafasan. Hal ini merupakan jalan dari udara dan makanan. Udara masuk ke dalam
rongga mulut atau hidung melalui faring dan masuk ke dalam laring. Nasofaring
terletak di bagian posterior rongga hidung yang menghubungkannya mel alui nares
posterior. Udara masuk ke bagian faring ini turun melewati dasar dari faring dan
selanjutnya memasuki laring. Kontrol membukanya faring, dengan pengecualian dari
esofagus dan membukanya tuba auditiva, semua pasase pembuka masuk ke dalam
faring dapat ditutup secara volunter. Kontrol ini sangat penting dalam pernafasan
dan waktu makan, selama membukanya saluran nafas maka jalannya pencernaan
harus ditutup sewaktu makan dan menelan atau makanan akan masuk ke dalam laring
dan rongga hidung posterior.
15
BAB IV CENTRAL SLEEP APNEA
4.1 Definisi
Central sleep apnea adalah terjadinya henti napas yang terjadi saat tidur yang
timbul karena otak tidak mengirim sinyal yang sesuai ke otot untuk mengatur
pernapasan. 8
4.2 Etiologi
Central sleep apnea timbul saat otak gagal untuk mengirim sinyal ke pusat
pernapasan. Kelainan ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan yang
menyebabkan kelainan pada batang otak. 8 Adapun beberapa penyabab central sleep
apnea diantaranya:
Idiopatik
Kondisi medis lain. seperti gagal jantung kongestif, gagal ginjal, Parkinson,
dan stroke yang menyebabkan terganggunya pusat pernapasan.
4.3 Patogenesis
Hal ini dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu kemoreseptor yang mengatur respon
dari ventilasi dan akibat dari kelainan tersebut. Sehingga jika terjadi penurunan
tekanan PaCO 2 maka akan terjadi hipopnoe kemudian kemoreseptor di pusat
pernapasan akan meningkat sehingga akan merangsang pusat pernapasan yang
menyebabkan terjadinya hiperventilasi/hiperkapnea sebagai kompensasi dari keadaan
ini. Jika terjadi periode henti napas kurang dari satu kali, kompensasi pernapasan
dengan hiperkapnea akan terjadi yang selanjutnya diikuti dengan pola pernapasan
yang kembali normal. Jika terjadi periode henti napas lebih dari satu kali akan
terjadi keadaan hiperkapnea yang menetap tanpa diikuti periode normal. 9
Pada pasien dengan kelainan sistem saraf pusat seperti meningitis atau stoke
hemoragik dapat menimbulkan pola pernapasan ataksik atau dikenal sebagai
pernapasan Biot akibat dari gangguan pada pusat pernapasan. Pernapasan Biot yaitu
tipe pernapasan dengan ritme ireguler. 9
17
Gambar 4.2 polisomnogram menggambarkan central sleep apnea dan pernapasan
Biot pada pasien yang mengkonsumsi morfin dalam jangka waktu yang lama. Pola
pernapasan Biot tampak ireguler tidak periodik.
Pada sebuah studi yang dilakukan oleh Mathias Eikermen, et al. didapatkan
Blokade neuromuskularparsial dapatdikaitkandengan:(1) penurunanvolumeinspirasi saluran
napas bagian atas, yangsecara signifikan lebihintensdi daerahretropalatal; (2)
pelemahanpeningkatandiametersaluran napas bagian atassaat melakukan inspirasipaksa;(3)
penurunan aktivitasotot genioglossus;dan(4) tidak ada efekpada ukuransaluran napas
atasselama ekspirasi, volume paru, dan waktupernapasan.10
Keluhan yang sering timbul pada pasien central sleep apnea diantaranya: 9
18
Episode henti napas aatau pola pernapasan abnormal saat tidur
Insomnia
Hipersomnia
Kesulitan konsentrasi
Mendengkur
Pada pemeriksaan tidak didapatkan kelainan pada pasien. Tetapi pada pasien
Alkalosis respiratorik (PaCO 2 < 40 mmHg saat sadar) pada pasien dengan
central sleep apnea primer, pernapasan Cheyne Stoke’s, dan pada dataran tinggi.
Pasien dengan gagal jantung dan yang berada di dataran tinggi mempunyai analisa
gas darah arteri yang menunjukkan keadaan hipoksia yang absolut atau relatif.
Tidak ada gambaran yang khas untuk gambaran radiologis, hanya pada central
mendasarinya.
dilakukan untuk mempelajari rekaman gelombang otak, kadar oksigen dalam darah,
19
frekuensi jantung dan napas, serta pergerakan mata dan kaki selama tidur. Dapat
4.6 Penatalaksanaan
dioksida. 9
tidur. Terapi ini dapat mengurangi angka kematian dan transplantasi jantung
tekanan sehingga jalan napas tetap terbuka. Kekurangan alat ini adalah
20
b) Bilevel Positive Airway Pressure (BiPAP) : Merupakan terapi yang efektif
untuk pasien dengan central sleep apnea dengan hiperkapnea. Alat ini akan
pada saat ekspirasi sehingga perbedaan tekanan ini akan memicu ventilasi
pada fase apnoe. Dalam hal ini elevasi kepala 45-60 o , akan membantu
mengurangi tekanan dalam rongga dada. Terapi ini ditujukan bagi pasien
secara kontinyu. Keuntungan alat ini adalah akan bekerja secara otomatis jika
pasien mengalami henti napas selama beberapa detik. Kekurangan alat ini
karbon dioksida sehingga saat pasien inspirasi sebagian udara diisi dengan
yang kemudian disimpan dalam program dan menggunakan pola tersebut saat
21
BAB V OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA
5.1. Definisi
udara selama 10 detik atau lebih sehingga menyebabkan 2 -4% penurunan saturasi
oksigen) dan hipopnea (pengurangan aliran udara >30% untuk minimal 10 detik
untuk 10 detik dengan desaturasi oksihemoglobin >3%) ada sumbatan total atau
sebagian jalan napas atas yang terjadi secara berulang pada saat tidur selama non -
REM atau REM sehingga menyebabkan aliran udara ke paru menjadi terhambat.
Sumbatan ini menyebabkan pasien menjadi terbangun saat tidur atau terjadi
henti napas saat tidur dibagi menjadi 3 tipe yaitu tipe sentral, tipe obstruksi dan tipe
campuran.Pada tipe sentral terjadi aliran udara ini disebabkan berhentinya upaya
bernapas selama beberapa saat akibat otak gagal mengirimkan sinyal ke diafragma
dan otot dada untuk mempertahankan siklus pernapasan. Sedangkan pada tipe
sebagian sehingga aliran udara yang masuk akan menggetarkan palatum molle dan
jaringan lunak sekitarnya. Keadaan ini dipermudah dengan relaksasi lidah, uvula dan
otot di saluran napas bagian atas. Obstruksi dapat terjadi sebagian (hipopnea) atau
22
5.2. Etiologi
terutama pada tubuh bagian atas dipertimbangkan sebagai resiko utama terjadinya
OSA. Angka prevalensi OSA pada orang yang sangat gemuka adalah 42 -48% pada
laki-laki dan 8-38% pada perempuan. Penambahan berat badan akan meningkatkan
gejala OSA. 14
bertambahnya umur.
2. Jenis kelamin : Resiko laki-laki untuk menderita OSA adalah 2 kali lebih
23
B. Faktor risiko penyakit : Kegagalan kontrol pernapasan yang dihubungkan
dengan :
3. Obstruksi nasal.
1. Merokok
5.3 Patogenesis
Obstruksi pada OSA adalah akibat dari gangguan aliran udara yang
disebabkan oleh dinding faring yang collapse sewaktu tidur. Etiologi dan mekanisme
collapse multifaktorial tetapi dikaitkan dengan interaksi saluran nafas atas yang
24
sangat mudah collapse dengan relaksasi otot dilator faring yang terjadi sewaktu
pada jaringan disekeliling saluran napas atas. Tetapi gangguan structural saja pada
saluran napas tidak cukup memadai untuk menyebabkan OSA. Pasien tanpa kelainan
anatomi bisa menghidap OSA, ini karna kompleks jalan reflek dari saraf pusat ke
faring yang mengawal tindakan otot dilator faring bisa gagaluntuk mempertahankan
Pada waktu tidur aktivitas otot dilator faring relatif tertekan (relaksasi)
sehingga ada kecenderungan lumen faring menyempit pada saat inspirasi. Mengapa
hal ini terjadi hanya pada sebagian orang, terutama berhubungan dengan ukuran
faring dan faktor-faktor yang mengurangi dimensi statik lumen sehingga menjadi
lebih sempit atau menutup pada waktu tidur. Selain itu obstruksi nasal menyebabkan
peningkatan resistensi aliran udara dan memperburukkan OSA. Obstrusi nasal yang
Suara mendengkur timbul akibat turbulensi aliran udara pada saluran na fas
atas akibat sumbatan. Tempat terjadinya sumbatan biasanya di basis lidah atau
palatum. Sumbatan terjadi akibat kegagalan otot-otot dilator saluran nafas atas
menstabilkan jalan nafas pada waktu tidur di mana otot-otot faring berelaksasi, lidah
25
Gambar 5.1 Sumbatan parsial dan total saluran nafas atas
yang diperberat oleh edema karena vibrasi yang terjadi pada waktu mendengkur
dapat berperan pada progresivitas mendengkur menjadi sleep apnea pada individu
tertentu. 13
Obstructive Sleep Apnoea (OSA) ditandai dengan kolaps berulang dari saluran
nafas atas baik komplet atau parsial selama tidur. Akibatnya al iran udara pernafasan
terbangun pada saat apnea di mana mereka merasa tercekik. Lebih sering penderita
tidak sampaiterbangun tetapi terjadi partial arousal yang berulang, berakibat pada
berkurangnya tidur dalam atau tidur gelombang lambat. Keadaan ini menyebabkan
penderita mengantuk pada siang hari, kurang perhatian, konsentrasi dan ingatan
26
Banyak penderita OSA tidak merasa mempunyai masalah dengan tidurnya dan
datang ke dokter hanya karena teman tidur mengeluhkan suara mendengkur yang
keras (fase preobstruktif) diselingi oleh keadaan senyap yang lamanya bervariasi
Tidur terdiri dari 2 fase yaitu rapid eye movement (REM) atau tidur aktif
dan non rapid eye movement (NREM) atau tidur tenang. Pada individu normal siklus
tidur NREM dan REM akan terjadi secara bergantian dengan interval tidur REM 10 -
20 menit setiap 90-120 menit. REM meliputi 25% dari waktu tidur ditandai oleh
pergerakan bola mata yang cepat terutama pada elektrookulogram, hilangnya tonus
otot tubuh dan meningkatnya aktivitas simpatis (meningkatnya denyut jantung dan
tekanan darah). Selama tidur REM kontrol pernapasan sering irregular, episode
apnea singkat selama 10-20 detik relatif umum terjadi Pada tahap NREM aktivitas
mental minimal atau tidak ada, sistem kardiovaskular -respirasi sebagian besar diatur
denyut jantung, tekanan darah secara bertahap dari tingkat I hingga aktivitas
Prinsip utama pada OSA yaitu terdorongnya lidah dan palatum ke belakang
hingga menempel pada dinding faring posterior menyebabkan oklusi nasofaring dan
struktural dan fungsional berperan penting dalam menentukan tekanan kritis kolaps
OSA.Sistem saraf pusat berperan penting dalam OSA kombinasi aktivitas oto t
saluran napas atas yang menurun pada saat tidur disertai struktur faring kecil
27
membentuk tekanan kritis kolaps saluran napas atas. Aktivasi kemoreseptor oleh
Pada pasien obesitas terjadi peningkatan deposit lemak disekelilng leher dan
ruang parafaring menyebabkan penyempitan dan kompresi salur an napas atas dan
mengganggu otot dilator yang mempertahankan patensi saluran napas atas. Obesitas
capacity. Perubahan dalam volume paru secara signifikan menurunkan ukuran faring
saluran napas atas melalui efek mekanikal traksi trakea dan toraks yang dikenal
Obesity
Snoring UARS Hypopnea Obstructive hypoventilation
sleep apnea syndrome
Gambar 5.2 Rangkaian gangguan napas saat tidur dimana jika terjadi peningkatan
mengantuk yang berlebihan pada siang hari, rasa tercekik pada waktu tidur, apnea,
nokturia, sakit kepala pada pagi hari, penurunan libido s ampai impotensi dan
enuresis, mudah tersinggung, depresi, kelelahan yang luar biasa dan insomnia.
Kebanyakan penderita mengeluhkan kantuk yang sangat mengganggu pada siang hari
28
Gambar 5.3 Gejala dan tanda OSA
5.5 Diagnosis
Banyak penderita OSA tidak merasa mempunyai masalah dengan tidurnya dan
datang ke dokter hanya karena partner tidur mengeluhkan suara mendengkur yang
keras (fase pre-obstruktif) diselingi oleh keadaan senyap yang lamanya bervariasi
29
Gambar 5.4 Diagnosis OSA
The Epworth sleepiness scale digunakan untuk menilai ngantuk pada siang.
Chance of
Situation
dozing
30
Watching TV ____________
a meeting) ___________
break ____________
traffic
______
31
0 = no chance of dozing
Pengukuran BMI, tekanan darah, dan lingkaran lilit leher adalah parameter
yang penting dalam parameter pemeriksaan OSA. Dari pemeriksaan fisik harus di
identifikasi posisi dan ukuran tulang maksilla dan mandibula dankarakteristik fasial
hipertrofi konka
32
Gambar 5.5 Obstruksi jalan napas sesuai dengan letak anatomis 19
1. Fiberoptic Nasopharyngoscopy
jalannapas. Alat ini adalah penting untuk identifikasi tempat danlokasi obstruksi :
nasal, retropalatal atau retrolingual. Kebaikan dan limitasi Muller maneuver juga
33
Muller maneuver dilakukan pada pasien sadar yang menghasilkan tekanan negatif
dengan melakukan inhalasi/inspirasi dengan menutup mulut dan hidung yang akan
infomasi tulang rangka dan jaringan lunak .ini bisa mengkonfirmasikan pasien
sempit, palatum molle yang lebih panjang dari pasien non -OSA. 16
2. Polisomnogram
rahang bawah dan kaki), posisi tidur, aktivitas pernapasan dan saturasi oksigen.
34
Karakteristik OSA pada saat dilakukan PSG adalah penurunan saturasi oksigen
berulang, sumbatan sebagian atau komplit dari jalan napas atas (kadang-kadang pada
kasus yang berat terjadi beberapa ratus kali) yang disertai dengan ≥ 50% penurunan
stadium tidur menjadi lebih dangkal dan terjadi desaturasi oksigen.8-10 Sebelum
dilakukan PSG, pasien akan diminta kesediaannya untuk mengisi kuesioner Berlin,
bertujuan untuk menjaring pasien yang mempunyai risiko tinggi terjadi OSA.
Kuesioner ini terdiri dari 3 bagian yaitu bagian pertama berisi tentang apakah
mengganggu orang lain. Bagian kedua berisi tentang kelelahan setelah tidur,
ketiga berisi tentang riwayat hipertensi, berat badan, tinggi badan, umur, jenis
kelamin dan Body Mass Index (BMI).Seseorang dinyatakan berisiko tinggi OSA bila
2. Dua atau lebih keadaan seperti tersedak sewaktu tidur, terbangun beberapa
kali ketika tidur, tidur yang tidak menyebabkan rasa segar, perasaan lelah sepanjang
3. Hasil PSG menunjukkan ≥ 5 jumlah total apnea ditambah terjadi hipopnea per -jam
35
Saat ini sudah banyak terdapat alat Polisomnografi yang sifatnya portable
atau bergerak, kemudahan alat ini mampu mengurangi biaya serta mempermudah
bagi pasien yang akan melakukan pemeriksaan polisomnografi, akan tetapi alat ini
mempunyai keterbatasan.
Kategori beratnya sleep apnea berdasarkan AHI terdiri dari sleep apnea
ringan dengan AHI 5–15, saturasi oksigen 86% dan keluhan ringan, sleep
apneasedang dengan AHI 15–30, saturasi oksigen 80–85% dan keluhan mengantuk
dan sulit konsentrasi, sleep apneaberat dengan AHI 30, saturasi oksigen kurang dari
Skor mallampati atau klasifikasi mallampati adalah sistem skor medis yang
digunakan di bidang anestesiologi untuk menentukan level kesulitan dan bisa
menimbulkan resiko pada intubasi pasien yang sedang menjalani proses
pembedahan, yakni;
- Kelas 1: Mallampati diberikan jika palatum molle, amandel anterior dan posterior
pila , dan seluruh uvula potongan jaringan lunak yang menggantung dari atap mulut
dekat bagian belakang lidah yang mudah terlihat.
- Kelas II: jika palatum molle, amandel, dan sebagian besar uvula dapat dilihat.
- Kelas III: hanya pallatum molle dan uvula dasar terlihat
- Kelas IV: Mallampati diperuntukkan bagi mereka kasus di mana palatum molle
tidak terlihat sama sekali.
Pasien yang memiliki hasil kelas III atau Kelas IV %enderung sulit untuk
intubasi, dan persiapan lainnya harus dibuat untuk manajemen jalan nafas alternatif,
seperti penggunaan masker respirator.
36
Gambar 5.7. Gambaran Polisomnogram
37
5.7 Penatalaksanaan
A. Terapi Non-Bedah
Pada pertengahan abad yang lalu, terapi OSA hanya trakeostomi. Trakeostomi
penyempitan atau sumbatan pada waktu tidur. Terapi OSA mengalami perubahan
tekanan positif melalui hidung maka setiap kecenderungan jalan nafas untuk
menyempit dan menutup dapat diatasi dan dinding jalan nafas dapat distabilka n
gejala pada siang hari. Efektifitas pengobatan dengan cara ini mencapai 90 -95%. 17
badan. Perlu dilakukan perubahan gaya hidup termasuk diet, olah raga, dan
medikamentosa. Walaupun berat badan dapat dikurangi, tetapi seringkali tidak dapat
bertahan lama. Dapat dipertimbangkan tindakan yang lebih radikal seperti operasi
OSA. Beberapa pasien mengalami perbaikan setelah tidur dengan posisi miring atau
38
telungkup (pronasi). Salah satu pendekatan terapi terbaru adalah penggunaan alat
dan menahan mandibula dan lidah ke depan (protrusi parsial dari rahang bawah)
kolaps pada waktu tidur. Alat ini hanya digunakan pada penderita OSA yang tidak
dapat menjalani operasi dan penderita OSA yang ringan sampai sedang khususnya
yang tidak gemuk atau pada penderita yang intoleran terhadap CPAP. Tetapi perlu
Pemberian oksigen sebagai terapi OSA tidak efektif. Walaupun cara ini dapat
mungkin dapat bermanfaat bagi pasien yang tidak dapat menerima terapi lain.
39
B. Terapi Bedah
beberapa sebab, di antaranya klaustrofobia, suara bising dari mesin dan karena
timbulnya efek samping seperti hidung tersumbat dan mukosa hidung serta mulut
yang kering. Banyak pasien yang tidak mau penggunakan alat CPAP karena tidak
nyaman dan mengurangi nilai estetika, sehingga diusahakan bentuk lain te rapi OSA.
Terapi bedah dapat dilakukan pada regio anatomi tertentu yang menyebabkan
obstruksi saluran nafas sesuai dengan hasil pemeriksaan sleep endoscopy. Beberapa
sebaik CPAP pada penderita OSA yang berat. Angka keberhasilan dengan
endoskopik fungsional dan konkotomi bisa menjadi terapi yang efektif bila
40
4. Tindakan bedah pada mandibula atau maksila (maxillomandibular
Implan Pillar atau implan palatal merupakan teknik yang relative baru,
habitual snoring dan OSA ringan sampai sedang. Prosedur ini bertujuan untuk
memberi kekakuan pada palatum mole. Tiga buah batang kecil diinsersikan ke
41
Gambar 5.10 Prosedur pembedahan yang umum untuk OSA
42
BAB VI KESIMPULAN
Sleep Apnea merupakan suatu gangguan yang ditandai dengan henti nafas atau nafas
dangkal saat tidur. Sleep apnea dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu; central sleep apnea
dan obstructive sleep apnea.Central sleep apnea disebabkan terutama oleh kelainan pada
pusat pernafasan, sedangkan obstructive sleep apnea disebabkan oleh faktor umur, jenis
kelamin, dan ukuran serta bentuk jalan nafas. Keluhan yang sering timbul pada pasien
sleep apnea antara lain mendengkur serta aktivitas harian yang terganggu.
Diperlukan pengkajian dengan baik dan benar agar diagnosis sleep apnea dapat
ditegakkan pada pasien.
Dari tanda dan gejala yang didapatkan dari hasil anamnesis pasien penderita
sleep apnea kadang tumpang tindih, jadi sukar membedakan apakah pasien tersebut
menderita central sleep apnea atau obstructive sleep apnea.Diagnosis ditegakkan
dengan pemeriksaan polisomnogram.Pemeriksaan ini dilakukan untuk mempelajari
rekaman gelombang otak, kadar oksigen dalam darah, frekuensi jantung dan napas,
serta pergerakan mata dan kaki selama tidur.
Sleep apnea membutuhkan penanganan dan penatalaksanaan yang adekuat
antara lain mengatasi penyakit primer yang menyebabkan sleep apnea, seperti
Continous Positive Airway Pressure (CPAP), Bilevel Positive Airway Pressure
(BPAP), Adaptive Servo-Ventilation (ASV), dan terapi bedah. Diharapkan dengan
diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat akan menurunkan angka mortalitas.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. National Heart Lung and Blood Institute. What is Sleep Apnea. Available from
http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/sleepapnea. Accessed on 6 Agust
2014
2. Siamak T, Nabili MD MPH. Sleep Apnea. Available from
http://www.emedicinehealth.com/obstructive_and_central_sleep_apnea/article_em.ht
ml. Accessed on 6 August 2014
3. Lynm C MA. Sleep Apnea. J of Am Med Association. 2011:305 (9)-956
4. Saragih RA. Mendengkur “The Silent Killer” dan Upaya Penanganannya Dalam
Meningkatkan Kualitas Hidup. Available from
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20530/1/ppgb_2007_abdul_rachman.
pdf . Accessed on 6 August 2014
5. Kotecha B, Shneerson JM. Treatment options for snoring and sleep apnea. J of thr
Royal Society of Medicine. 2003; 96 : 343 – 4
6. Young T, Peppard PE, Gottlieb DJ. Epidemiology of obstructive sleep apnoe: a
population health perspective. Am J Respir Crit Care Med 2002; 165: 1217-39
7. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies – Buku Ajar THT. Penerbit buku
kedokteran EGC.Jakarta. 1997.
8. Mayoclinic. Central Sleep Apnea. Available from
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/central-sleep-
apnea/basics/definition/con-20030485. Accessed on 7 August 2014
9. Eckert DJ, Malhotra A. Pathophysiology of Adult Obstructive Sleep Apnea.
Proceedings of the American Thoracic Society.2008;5 ;2: 144-153
10. Eikermann M, Vogt FM, Herbstreit F, Dastgerdi MV, Zenge MO, Ochterbeck C, et al.
The Predisposition to Inspiratory Upper Airway Collapse during Partial
Neuromuscular Blockade. American Journal of Respiratory and Critical Care
Medicine. 2007: 175; 9-15
11. Bradley TD M.D., Logan AG M.D., KimoffR J M.D., Sériès F M.D., Morrison D
M.D., Ferguson K, et al. for the CANPAP Investigators. N Engl J Med. 2005;
353:2025-33
44
12. Febriani D, Yunus F, Antariksa B, Andrianto H. Hubungan Obstructive Sleep
Apnea Dengan Kardiovaskular. Jurnal Kardiologi Indonesia 2011; 32:45 -52.
13. Rodriguez, Hector P. Berggren, Diana A-V. Biology and treatment of Sleep
Apnea. Otolaryngology chapter 6, 2006; 71-82.
14. Dixon JB, Schachter LM, O’Brien PE. Sleep disturbance and obesity. Arch
Intern Med 2001;161:102-6
15. Jordan AS, White DP, Fogel RB. Recent Advances in Understanding the
Pathogenesis of Obstructive Sleep Apnea. Current Opinion Pulmonary
Medicine. 2003;9;6: 459 - 464
16. Flint PW, Haughey BH, Lund VJ, Niparko JK, Richardson MA, Robbins KT,
Thomas JR. Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery Ed 5. Chapter
18: Sleep Apnea and Sleep Disorders ; 250-261.
17. Gibson GJ. Obstructive sleep apnoea syndrome: underestimated and
undertreated. Brit Med Bulletin 2005; 72: 49-64.
45