Anda di halaman 1dari 46

REFERAT

SLEEP APNEA

DISUSUN OLEH:

Riza Tafson

NIM: 030 10 238

PEMBIMBING:

dr. Teppy Hartubi Djohar, Sp.THT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN


TENGGOROKAN

RUMAH SAKIT OTORITA BATAM

PERIODE 7 JULI – 16 AGUSTUS 2014

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan……………………………………………………………………………2

Kata Pengantar………………………………………………………………………………...3

Bab I: Pendahuluan……………………………………………………………………………4

Bab II: Anatomi dan Histologi Faring……………………………………...…………………6

Bab III: Fisiologi Respirasi…………………………………………………..………………15

Bab IV: Central Sleep Apnea……………………………………………….………………..16

Bab V: Obstructive Sleep Apnea…………………………………………..…………………22

Bab VI: Kesimpulan………………………………………………………………………….43

Daftar Pustaka………………………………………………………………………………..44

1
LEMBAR PENGESAHAN

Dengan Hormat,

Penyusunan tugas referat dengan judul “Sleep Apnea” telah dilaksanakan oleh
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti:

Nama : Riza Tafson

NIM : 030 10 238

dengan hasil yang sudah diterima dan disetujui oleh pembimbing dr. Teppy Hartubi Djohar,
Sp.THT sebagai salah satu syarat mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan di Rumah Sakit Otorita Batam periode 7 Juli – 16
Agustus 2014.

Batam, 14 Agustus 2014

Pembimbing

dr. Teppy Hartubi Djohar, Sp.THT

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan
rakhmatnya maka penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul “Sleep Apnea”
sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga Hidung
dan Tenggorokan di Rumah Sakit Otorita Batam periode 7 Juli – 16 Agustus 2014.

Tersusunnya referat ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak,
maka pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pembimbing Dr. Teppy Hartubi Djohar, Sp.THT dan juga kepada semua
pihak yang turut membantu dalam penyusunan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari sempurna.Oleh karena itu diharapkan
kritik dan saran yang membangun.Semoga tugas referat yang telah dilaksanakan dapat
berguna juga bagi penulis maupun pembaca.

Batam, 14 Agustus 2014

Penulis

Riza Tafson

3
BAB I PENDAHULUAN

Sleep apnea adalah gangguan umum dimana terjadi henti dalam bernafas atau nafas
dangkal saat tertidur.1 Henti nafas dapat berlangsung dari beberapa detik hingga menit, dapat
terjadi 30 kali atau lebih dalam 1 jam. Biasanya pernafasan akan normal dan akan mulai lagi,
kadang kadang terdengar suara mendengkur atau suara tersedak.1Apnea didefinisikan sebagai
,henti nafas selama 10 detik atau lebih yang dapat mengakibatkan penurunan aliran udara
25% dibawah normal.2 Ada 2 tipe utama dari sleep apnea; obstructive sleep apnea (OSA) dan
central sleep apnea (CSA).2Obstructive sleep apnea disebabkan oleh penutupan jalan napas
yang hilang timbul. Central sleep apnea kejadiannya lebih jarang. Jika tidak terdeteksi dan
diobati, sleep apnea dapat menyebabkan kualitas tidur yang buruk, kantuk di siang hari yang
berlebihan, peningkatan berat badan, hipertensi, gagal jantung, stroke, dan kematian.
Hipoksemia (penurunan konsentrasi oksigen dalam darah) dan hiperkapnia (peningkatan
konsentrasi karbon dioksida dalam darah) umum terjadi pada orang yang memiliki sleep
apnea. Kedua hipoksemia dan hiperkapnia adalah masalah serius dan dapat memiliki banyak
efek buruk pada organ tubuh.3
Diperkirakan bahwa lebih dari 12 juta penduduk di Amerika Serikat memiliki sleep
apnea, kebanyakan orang dengan sleep apnea tidak tahu bahwa mereka memiliki masalah
medis serius ini. 3Prevalensi OSA di negara-negara maju diperkirakan mencapai 2- 4% pada
pria dan 1-2% pada wanita.4Pria lebih sering mengalami OSA dan seringkali (tetapi tidak
harus) juga menderita obesitas.4Prevalensi OSA pada pria 2-3 kali lebih tinggi dari wanita.
Belum diketahui mengapa OSA lebih jarang ditemukan pada wanita. Prevalensi OSA lebih
rendah lagi pada wanita sebelum masa menopause dan wanita menopause yang mendapat
terapi hormonal.4
Prevalensi OSA pada anak-anak sekitar 3% dengan frekuensi tertinggi pada usia 2-5
tahun.4Penyebab utama OSA pada anak-anak adalah hipertrofi tonsil dan adenoid, tetapi
dapat juga akibat kelainan struktur kraniofasial seperti pada sindroma Pierre Robin dan
Down.(4,5)Frekuensi OSA mencapai puncaknya pada dekade 5 dan 6, dan menurun pada usia
di atas 60-an. Tetapi secara umum frekuensi OSA meningkat secara progresif sesuai dengan
penambahan usia.6 Data epidemiologi sleep apnea di Indonesia masih belum didapatkan oleh
penulis.
Dari uraian data dan studi epidemiologi di atas dapat disimpulkan bahwa sleep apnea
banyak terjadi di populasi dan sering dijumpai secara klinis. Namun penangangan sleep

4
apnea masih belum dapat terlaksana dengan baik karena masyarakat masih awam dan tidak
tahu bahwa mereka memiliki penyakit ini.
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik
sekaligus mengetahui definisi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, komplikasi dan
terapi dari sleep apnea. Pengetahuan mengenai sleep apnea ini perlu disosialisasikan
kepada dokter dan masyarakat, oleh karena itu penyusunan referat ini bertujuan agar
penyusun lebih memahami mengenai sleep apnea.

5
BAB II ANATOMI DAN HISTOLOGI FARING

2.1 Lokasi dan Deskripsi


Faring terletak di belakang cavum nasi, mulut dan laring.Bentuknya mirip corong
dengan bagian atasnya yang lebar terletak dibawah cranium dan bagian bawahnya yang
sempit dilanjutkan sebagai oesophagus setinggi vertebra cervicalis enam. Faring mempunyai
dinding musculomembranosa yang tidak sempurna di bagian depan. Disini, jaringan
musculomembranosa diganti oleh aperture nasalis posterior, isthmus faucium (muara ke
dalam rongga mulut), dan aditus larynges.7

Gambar 2.1 Pharynx


2.2 Histologi Faring
Faring merupakan suatu ruang pipih depan belakang yang dilalui dengan baik oleh
udara maupun makanan. Dapat dibagi menjadi nasofaring, terletak di bawah dasar tengkorak,
belakang nares posterior dan di atas palatum molle; orofaring, di belakang rongga mulut dan
permukaan belakang lidah, dan laringofaring, belakang laring. 7
Dinding bagian samping dan belakang terdiri dari otot, karenanya ruangan dapat
melebar (dilatasi) atau menutup bila otot berkontraksi. Nasofaring tidak dapat tertutup sama
sekali walaupun ukurannya dapat berubah-ubah. Melalui aposisi palatum mole dan dinding
belakang faring, nasofaring dapat dipisahkan secara sempurna dari orofaring, gerakan ini
terjadi sewaktu menelan, sehingga dalam keadaan normal tidak mungkin bahan makanan
masuk ke dalam nasofaring. 7

6
Epitel yang membatasi nasofaring dapat merupakan epitel bertingkat silindris bersilia
atau epitel berlapis gepeng yang terdapat pada daerah yang mengalami pergesekan yaitu tepi
belakang palatum mole dan dinding belakang faring tempat kedua permukaan tersebut
mengalami kontak langsung sewaktu menelan.Daerah-daerah lainnya mempunyai jenis epitel
seperti saluran napas disertai dengan sel goblet.Lamina propria di daerah ini mengandung
banyak jaringan elastin, terutama di bagian luar yang berhubungan dengan otot rangka di
faring.Suatu submukosa hanya terdapat di bagian lateral nasofaring.Di dalam lamina propria
terdapat kelenjar, terutama kelenjar mukosa.7
Namun dapat pula dijumpai kelenjar serosa dan kelenjar campuran.Jaringan limfatik
banyak dijumpai di seluruh bagian faring dan folikel-folikel limfatik yang sebenarnya
terdapat di bagian belakang nasofaring (adenoid atau tonsila faringeal), di bagian lateral pada
masing-masing sisi tempat peralihan rongga mulut dan orofaring (tonsila palatina) dan pada
akar lidah (tonsila lingua). Kumpulan jaringan limfoid di sebelah lateral bagian nasofaring di
sekitar muara saluran faringotimpani (Eustachii) seringkali cukup besar hingga mendapat
sebutan “tonsila tuba”. 7

2.3 Otot - Otot Faring


Otot-otot pharynx terdiri atas muskulus constrictor pharyngis superior, medius dan
inferior, yang serabut-serabutnya berjalan hampir melingkar, dan muskulus stylopharyngeus
serta muskulus salphingopharyngeus yang serabut-serabutnya berjalan dengan arah hampir
longitudinal. 7
Kontraksi otot-otot konstrictor secara berturut-turut mendorong bolus ke bawah
masuk dalam oesophagus.Serabut-serabut paling bawah muskulus constrictor pharyngis
inferior kadang-kadang disebut muskulus cricopharyngeus.Otot ini diyakini melakukan efek
sphincter pada ujung bawah faring, yang mencegah masuknya udara ke dalam oesophagus
selama gerakan menelan. 7

7
Gambar 2.2 Otot-otot pharynx (tampak samping).

Gambar 2.3 Otot-otot pharynx (tampak belakang)

2.4 Struktur dalam Faring


Untuk keperluan klinis faring dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu nasofaring,
orofaring, dan laringofaring atau hipofaring.Sepertiga bagian atas atau nasofaring adalah
bagian pernapasan dari faring dan tidak dapat bergerak, kecuali palatum mole bagian
bawah.Bagian tengah faring, disebut orofaring, meluas dari batas bawah palatum mole

8
sampai permukaan lingual epiglottis.Pada bagian ini termasuk tonsila palatine dengan
arkusnya dan tonsila lingualis yang terletak pada dasar lidah.Bagian bawah faring dikenal
dengan laringofaring atau hipofaring, menunjukan daerah jalan napas bagian atas yang
terpisah dari saluran pencernaan bagian atas. 7

2.4.1 Nasofaring
Nasofaring terletak di belakang rongga hidung, di atas palatm molle. Bila palatum
molle diangkat dan dinding posterior faring ditarik ke depan, seperti waktu menelan, maka
nasofaring tertutup dari orofaring. Nasofaring mempunyai atap, dasar, dinding anterior,
dinding posterior, dan dinding lateral. 7
Atap nasofaring dibentuk oleh corpus ossis sphenoidalis dan pars basilaris ossis
occipitalis. Kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsila pharyngealis, terdapat di dalam
submmucosa daerah ini.Dasar nasofaring dibentuk oleh permukaan atas palatum molle yang
miring.Isthmus pharyngeus adalah lubang di dasar nasopharynx di antara pinggir bebas
palatum molle dan dinding posterior faring. Selama menelan, hubungan antara naso dan
orofaring tertutup oleh naiknya palatum molle dan tertariknya dinding posterior faring ke
depan. Dinding anterior nasopharynx dibentuk oleh apertura nasalis posterior, dipisahkan
oleh pinggir posterior septum.Dinding posterior membentuk permukaan miring yang
berhubungan dengan atap. Dinding ini ditunjang oleh arcus anterior atlantis. 7
Dinding lateral pada tiap-tiap sisi mempunyai muara tuba auditiva ke pharynx.
Pinggir posterior tuba membentuk elevasi yang disebut elevasi tuba.Muskulus
salphingopharyngeus yang melekat pada pinggir bawah tuba, membentuk lipatan vertical
pada membranca mucosa yang disebut plica salphingopharyngeus.7
Recessus pharyngeus adalah lekukan kecil pada dinding lateral di belakang elevasi tuba.
Kumpulan jaringan limfoid di dalam submucosa di belakang muara tuba auditiva disebut
tonsila tubaria. 7

2.4.2 Orofaring
Orofaring terletak di belakang cavum oris dan terbentang dari palatum molle sampai
ke pinggir atas epiglotis.Orofaring mempunyai atap, dasar, dinding anterior, dinding
posterior, dan dinding lateral. 7

9
Atap orofaring dibentuk oleh permukaan bawah palatum molle dan isthmus
pharyngeus.Kumpulan kecil jaringan limfoid terdapat di dalam submucosa permukaan bawah
palatum molle. 7
Dasar orofaring dibentuk oleh sepertiga posterior lidah (yang hampir vertical) dan
celah antara lidah dan permukaan anterior epiglottis.Membran mucosa yang meliputi
sepertiga posterior lidah berbentuk irregular, yang disebabkan oleh adanya jaringan limfoid di
bawahnya, disebut tonsila lingua.Membrana mucosa melipat dari lidah menuju
epiglottis.Pada garis tengah terdapat elevasi, yang disebut plica glossoepiglottica mediana,
dan dua plica glossoepiglottica lateralis.Lekukan kanan dan kiri plica glossoepiglottica
mediana disebut vallecula. 7
Dinding anterior terbuka ke dalam rongga mulut melalui isthmus orofaring (isthmus
faucium). Di bawah isthmus ini terdapat pars pharyngeus linguae. Dinding posterior
orofaring disokong oleh corpus vertebra cervicalis kedua dan bagian atas corpus vertebra
cervicalis ketiga. 7
Pada kedua sisi dinding lateral terdapat arkus palatoglossus dan arcus
palatopharyngeus dengan tonsila palatina di antaranya. Arkus palatoglossus adalah lipatan
membrane mucosa yang menutupi muskulus palatoglossus yang terdapat di bawahnya.Celah
di antara kedua arkus palatoglossus merupakan batas antara rongga mulut dan orofaring dan
disebut isthmus faucium. 7
Arkus palatopharyngeus adalah lipatan membrane mucosa pada dinding lateral
orofaring, di belakang arcus palatoglossus.Lipatan ini muskulus palatopharyngeus yang ada
di bawahnya. 7
Fossa tonsilaris adalah sebuah recessus berbentuk segitiga pada dinding lateral
orofaring di antara arkus palatoglossus di depan dan arkus palatopharyngeus di belakang.
Fossa ini ditempati oleh tonsila palatina. 7
Tonsila palatina merupakan dua massa jaringan limfoid yang terletak pada dinding
lateral orofaring di dalam fossa tonsilaris. Setiap tonsil diliputi oleh membrane mucosa, dan
permukaan medialnya yang bebas menonjol ke dalam faring.Pada permukaannya terdapat
banyak lubang kecil, yang membentuk kripta tonsilaris. Permukaan lateral tonsila palatina ini
diliputi oleh selapis jaringan fibrosa yang disebut kapsula. 7
Tonsila mencapai ukuran terbesarnya pada masa anak-anak, tetapi sesudah pubertas
akan mengecil dengan jelas.7
Batas anterior dari tonsila palatina adalah arcus palatoglossus.Di posterior terdapat
arkus palatopharyngeus.Pada superior terdapat palatum molle, disini tonsila palatina
10
dilanjutkan oleh jaringan limfoid di permukaan bawah palatum molle.Di inferior dari tonsila
palatina terdapat sepertiga posterior lidah.Di sebelah medial dari tonsila palatina terdapat
orofaring. Dan batas lateral tonsila palatine adalah kapsula yang dipisahkan dari muskulus
konstrictor pharyngis superior oleh jaringan alveolar jarang.7
Pendarahan arteri yang mendarahi tonsila adalah arteri tonsilaris, sebuah cabang dari
arteri facialis.Sedangkan aliran vena-vena menembus muskulus constrictor pharyngis
superior dan bergabung dengan vena palatine externa, vena pharyngealis, atau vena
facialis.Pada aliran limfe, pembuluh-pembuluh limfe bergabung dengan nodi lymphoidei
profundi. Nodus yang terpenting dari kelompok ini adalah nodus nodus jugulodigastricus,
yang terletak di bawah dan belakang angulus mandibulae.7

2.4.3 Laringofaring
Laringofaring terletak di belakang aditus larynges dan permukaan posterior laring,
dan terbentang dari pinggir atas epiglottis sampai dengan pinggir bawah cartilago cricoidea.
Laringofaring mempunyai dinding anterior, posterior, dan lateral.7
Dinding anterior laringofaring dibentuk oleh aditus laryngis dan membrane mucosa
yang meliputi permukaan posterior laring.Dan dinding posterior laringofaring disokong oleh
corpus vertebra cervicalis ketiga, keempat, kelima, dan keenam. Sedangkan dinding lateral
laringofaring disokong oleh cartilage thyroidea dan membrane thyroidea. Sebuah alur kecil
tetapi penting pada membrane, disebut fossa piriformis, terletak di kanan dan kiri aditus
laryngis.Fossa ini berjalan miring ke bawah dan belakang dari dorsum linguae menuju
oesophagus. Fossa piriformis dibatasi di medial oleh plica aryepiglottica dan di lateral oleh
lamina cartilago thyroidea dan membrane thyroidea.7

11
Gambar 2.4 Nasofaring, orofaring dan hipofaring.

2.5 Persarafan Faring


Terdiri dari persarafan motorik dan sensorik. Persarafan motorik berasal dari pars
cranialis nervus accessories, yang berjalan melalui cabang nervus vagus menuju ke plexus
pharyngeus, dan mempersarafi semua otot faring, kecuali muskulus stylopharyngeus yang
dipersarafi oleh nervus glossopharyngeus.7
Persarafan sensorik membran mukosa nasofaring terutama berasal dari nervus
maxillaries.Membrana mucosa orofaring terutama dipersarafi oleh nervus glossopharyngeus.
Membrana mucosa di sekitar aditus laryngeus dipersarafi oleh nervus ramus laryngeus
internus nervus vagus.7

12
Gambar 2.5 Persarafan faring

2.6 Pendarahan Faring


Suplai arteri faring berasal dari cabang-cabang arteri pharyngea ascendens, arteri
palatine ascendens, arteri facialis, arteri maxillaries, dan arteri lingualis.
Sedangkan aliran vena bermuara ke plexus venosus pharyngeus, yang kemudian bermuara ke
vena jugularis interna.7

13
Gambar 2.6 Arteri regio faring

2.7 Aliran Limfatik Faring


Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran yakni superior,media dan
inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar
getah bening servikalis profunda superior. Saluran limfa media mengalirkan ke kelenjar getah
bening jugulo-digastrik dan kelenjar servikalis profunda superior, sedangkan saluran limfa
inferior mengalirkan ke kelenjar getah bening servikalis profunda inferior.7

14
BAB III – FISIOLOGI RESPIRASI

Fungsi faring yang utama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan,
resonansi suara dan untuk artikulasi.Dalam hal sleep apnea yang harus lebih
diperhatikan adalah fungsi faring sebagai organ respirasi.

Faring adalah bagian dari sistem pencernaan dan juga bagian dari sistem
pernafasan. Hal ini merupakan jalan dari udara dan makanan. Udara masuk ke dalam
rongga mulut atau hidung melalui faring dan masuk ke dalam laring. Nasofaring
terletak di bagian posterior rongga hidung yang menghubungkannya mel alui nares
posterior. Udara masuk ke bagian faring ini turun melewati dasar dari faring dan
selanjutnya memasuki laring. Kontrol membukanya faring, dengan pengecualian dari
esofagus dan membukanya tuba auditiva, semua pasase pembuka masuk ke dalam
faring dapat ditutup secara volunter. Kontrol ini sangat penting dalam pernafasan
dan waktu makan, selama membukanya saluran nafas maka jalannya pencernaan
harus ditutup sewaktu makan dan menelan atau makanan akan masuk ke dalam laring
dan rongga hidung posterior.

15
BAB IV CENTRAL SLEEP APNEA

4.1 Definisi

Central sleep apnea adalah terjadinya henti napas yang terjadi saat tidur yang
timbul karena otak tidak mengirim sinyal yang sesuai ke otot untuk mengatur
pernapasan. 8

4.2 Etiologi

Central sleep apnea timbul saat otak gagal untuk mengirim sinyal ke pusat
pernapasan. Kelainan ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan yang
menyebabkan kelainan pada batang otak. 8 Adapun beberapa penyabab central sleep
apnea diantaranya:

 Idiopatik

 Penapasan Cheyne-Stokes. Biasanya berhubungan dengan gagal jantung


kongestif atau stroke dan ditandai dengan peningkatan serta penurunan usaha
dalam bernafas dan aliran udara.

 Kondisi medis lain. seperti gagal jantung kongestif, gagal ginjal, Parkinson,
dan stroke yang menyebabkan terganggunya pusat pernapasan.

 Obat-obat yang memicu apnoe. Beberapa obat seperti opioid (contoh:


morfin,kodein) yang berakibat ritme napas menjadi ireguler sampai terjadinya
henti napas.

 Lingkungan. Khususnya dataran tinggi (lebih dari 4.500 meter diata s


permukaan laut) mengakibatkan perubahan pola pernapasan akibat kadar
oksigen yang menurun menyebabkan hiperventilasi.

4.3 Patogenesis

Saat tidur, terjadi peningkatan tekanan CO 2 di arteri (PaCO 2 ) dan peningkatan


ambang apnoe yang mengakibatkan rentan terjadinya penurunan PaCO 2 . Jika terjadi
penurunan PaCO 2 pada saat pertengahan fase tidur dan sadar, pada keadaan ini sering
menimbulkan gejala henti nafas. 9

Patofisiologi dari central sleep apnea terbagi atas dua macam:


16
1. Ketidakstabilan pada ventilasi

Hal ini dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu kemoreseptor yang mengatur respon
dari ventilasi dan akibat dari kelainan tersebut. Sehingga jika terjadi penurunan
tekanan PaCO 2 maka akan terjadi hipopnoe kemudian kemoreseptor di pusat
pernapasan akan meningkat sehingga akan merangsang pusat pernapasan yang
menyebabkan terjadinya hiperventilasi/hiperkapnea sebagai kompensasi dari keadaan
ini. Jika terjadi periode henti napas kurang dari satu kali, kompensasi pernapasan
dengan hiperkapnea akan terjadi yang selanjutnya diikuti dengan pola pernapasan
yang kembali normal. Jika terjadi periode henti napas lebih dari satu kali akan
terjadi keadaan hiperkapnea yang menetap tanpa diikuti periode normal. 9

Gambar 4.1 Penurunan PaCO2 dan kompensasi pernafasan

2. Depresi pusat pernapasan

Pada pasien dengan kelainan sistem saraf pusat seperti meningitis atau stoke
hemoragik dapat menimbulkan pola pernapasan ataksik atau dikenal sebagai
pernapasan Biot akibat dari gangguan pada pusat pernapasan. Pernapasan Biot yaitu
tipe pernapasan dengan ritme ireguler. 9

17
Gambar 4.2 polisomnogram menggambarkan central sleep apnea dan pernapasan
Biot pada pasien yang mengkonsumsi morfin dalam jangka waktu yang lama. Pola
pernapasan Biot tampak ireguler tidak periodik.

Mekanisme central sleep apnea dapat berhubungan dimana pada pasien


dengan central sleep apnea dapat terjadi fase obstruktif. Studi menyebutkan bahwa
penyempitan dari hipofaring dapat terjadi pada keadaan central apnea. Inspirasi
normal dapat terjadi jika diafragma mendatar dan kontraksi otot saluran napas atas
sehingga faring berdilatasi agar jalan napas tetap terbuka. Namun pada central sleep
apnea terjadi jika otot faring otot-otot faring tidak tereksitasi sehingga jalan napas
menyempit. 9

Pada sebuah studi yang dilakukan oleh Mathias Eikermen, et al. didapatkan
Blokade neuromuskularparsial dapatdikaitkandengan:(1) penurunanvolumeinspirasi saluran
napas bagian atas, yangsecara signifikan lebihintensdi daerahretropalatal; (2)
pelemahanpeningkatandiametersaluran napas bagian atassaat melakukan inspirasipaksa;(3)
penurunan aktivitasotot genioglossus;dan(4) tidak ada efekpada ukuransaluran napas
atasselama ekspirasi, volume paru, dan waktupernapasan.10

4.4 Manifestasi Klinis

Keluhan yang sering timbul pada pasien central sleep apnea diantaranya: 9

18
 Episode henti napas aatau pola pernapasan abnormal saat tidur

 Terbangun malam akibat bradipnoe

 Bradipnoe yang membaik dengan duduk

 Insomnia

 Hipersomnia

 Mengantuk di siang hari sehingga mengganggu aktivitas

 Kesulitan konsentrasi

 Sakit kepala pagi hari

 Mendengkur

Pada pemeriksaan tidak didapatkan kelainan pada pasien. Tetapi pada pasien

gagal jantung, dapat terjadi cardiac nocturnal arrhythmia.

4.5 Pemeriksaan Penunjang

Alkalosis respiratorik (PaCO 2 < 40 mmHg saat sadar) pada pasien dengan

central sleep apnea primer, pernapasan Cheyne Stoke’s, dan pada dataran tinggi.

Pasien dengan gagal jantung dan yang berada di dataran tinggi mempunyai analisa

gas darah arteri yang menunjukkan keadaan hipoksia yang absolut atau relatif.

Pemeriksaan laboratorium tergantung pada penyakit yang mendasari.

Tidak ada gambaran yang khas untuk gambaran radiologis, hanya pada central

sleep apnea sekunder didapatkan gambaran sesuai dengan penyakit yang

mendasarinya.

Pemeriksaan polisomnogram untuk diagnosis gangguan tidur. Pemeriksaan ini

dilakukan untuk mempelajari rekaman gelombang otak, kadar oksigen dalam darah,

19
frekuensi jantung dan napas, serta pergerakan mata dan kaki selama tidur. Dapat

digunakan pula untuk evaluasi terapi. 9

4.6 Penatalaksanaan

Tatalaksana central sleep apnea dilakukan berdasarkan penyakit yang

mendasari. Beberapa terapi yang efektif diantaranya Continous Positive Airway

Pressure (CPAP), Adaptive Servo Ventilation (ASV), oksigen, inhalasi karbon

dioksida. 9

a) Continous Positive Airway Pressure (CPAP) : Metode ini digunakan untuk

meningkatkan fungsi jantung pada pasien gagal jantung dengan gangguan

tidur. Terapi ini dapat mengurangi angka kematian dan transplantasi jantung

dengan cara meningkatkan oksigenasi saat malam hari, menurunk an kadar

norepinefrin, meningkatkan fase ejeksi jantung. Dengan menggunakan

sungkup melalui hidung yang dihubungkan dengan pompa yang mengalirkan

tekanan sehingga jalan napas tetap terbuka. Kekurangan alat ini adalah

mengurangi kenyamanan saat tidur akibat sungkup atau pengaturan tekanan

yang tidak tepat. 9 Namun pada studi yang didapatkanmeskipunCPAPmembantu

mengurangi gejalacentral sleep apnea, meningkatkanoksigenasimalam hari,

meningkatkanfraksi ejeksi, menurunkantingkatnorepinefrin,

danmeningkatkanjarakberjalandalam enammenit, hal itu tidak

mempengaruhikelangsungan hidup. Data yang didapatkan tidak

mendukungpenggunaanCPAPuntuk memperpanjang hiduppada pasien yangmenderita

central sleep apnea dangagal jantung.11

20
b) Bilevel Positive Airway Pressure (BiPAP) : Merupakan terapi yang efektif

untuk pasien dengan central sleep apnea dengan hiperkapnea. Alat ini akan

membantu meningkatkan tekanan pada saat inspirasi dan menurunkan tekanan

pada saat ekspirasi sehingga perbedaan tekanan ini akan memicu ventilasi

pada fase apnoe. Dalam hal ini elevasi kepala 45-60 o , akan membantu

mengurangi tekanan dalam rongga dada. Terapi ini ditujukan bagi pasien

dengan pola pernapasan yang lemah sehingga dapat meningkatkan pernapasan

secara kontinyu. Keuntungan alat ini adalah akan bekerja secara otomatis jika

pasien mengalami henti napas selama beberapa detik. Kekurangan alat ini

adalah tidak nyaman digunakan. 9

c) Inhalasi karbon dioksida : Menggunakan sungkup dengan kantung berisi

karbon dioksida sehingga saat pasien inspirasi sebagian udara diisi dengan

karbondioksida sehingga merangsang pola pernapasan pasien kembali normal.

Kekurangan terapi ini adalah dapat meperburuk keadaan pasien akibat

hiperkarbia merangsang saraf simpatis jantung sehingga menimbulk an fungsi

jantung juga terganggu. 9

d) Adaptive servo-ventilation (ASV): Terapi ini terbuktu lebh efektif

dibandingkan CPAP dengan cara memonitor pola pernapasan normal pasien

yang kemudian disimpan dalam program dan menggunakan pola tersebut saat

pasien dalam keadaan tidur sehingga mencegah terjadinya fase apnoe. 9

e) Oksigen : Untuk mencegah keadaan hipoksia. 9

21
BAB V OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA

5.1. Definisi

Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah keadaan apnea (penghentian aliran

udara selama 10 detik atau lebih sehingga menyebabkan 2 -4% penurunan saturasi

oksigen) dan hipopnea (pengurangan aliran udara >30% untuk minimal 10 detik

dengan desaturasi oksihemoglobin >4% atau pengurangandalam aliran udara >50%

untuk 10 detik dengan desaturasi oksihemoglobin >3%) ada sumbatan total atau

sebagian jalan napas atas yang terjadi secara berulang pada saat tidur selama non -

REM atau REM sehingga menyebabkan aliran udara ke paru menjadi terhambat.

Sumbatan ini menyebabkan pasien menjadi terbangun saat tidur atau terjadi

peralihan ke tahap tidur yang lebih awal. (12,13)

Obstructive Sleep Apneamerupakan bagian dari sindrom henti nafas.Sindrom

henti napas saat tidur dibagi menjadi 3 tipe yaitu tipe sentral, tipe obstruksi dan tipe

campuran.Pada tipe sentral terjadi aliran udara ini disebabkan berhentinya upaya

bernapas selama beberapa saat akibat otak gagal mengirimkan sinyal ke diafragma

dan otot dada untuk mempertahankan siklus pernapasan. Sedangkan pada tipe

obstruksi terjadi hambatan aliran udara ke paru-paru. (13)

Mendengkur adalah tanda pernapasan abnormal yang terjadi akibat obstruksi

sebagian sehingga aliran udara yang masuk akan menggetarkan palatum molle dan

jaringan lunak sekitarnya. Keadaan ini dipermudah dengan relaksasi lidah, uvula dan

otot di saluran napas bagian atas. Obstruksi dapat terjadi sebagian (hipopnea) atau

total (apnea). (12-13)

22
5.2. Etiologi

Etiologi terjadinya OSA adalah keadaan kompleks yang saling mempengaruhi

berupa neural, hormonal, muskular dan struktur anatomi, contohnya : kegemukan

terutama pada tubuh bagian atas dipertimbangkan sebagai resiko utama terjadinya

OSA. Angka prevalensi OSA pada orang yang sangat gemuka adalah 42 -48% pada

laki-laki dan 8-38% pada perempuan. Penambahan berat badan akan meningkatkan

gejala OSA. 14

Faktor risiko untuk terjadinya OSA : 15

A. Terdapat tiga faktor risiko yang diketahui :

1. Umur : prevalensi dan derajat OSA meningkat sesuai dengan

bertambahnya umur.

2. Jenis kelamin : Resiko laki-laki untuk menderita OSA adalah 2 kali lebih

tinggi dibandingkan perempuan sampai menopause.

3. Ukuran dan bentuk jalan napas :

a. Struktur kraniofasial (palatum yang bercelah, retroposisi mandibular).

b. Micrognathia (rahang yang kecil).

c. Macroglossia (lidah yang besar), pembesaran adenotonsillar.

d. Trakea yang kecil (jalan napas yang sempit).

23
B. Faktor risiko penyakit : Kegagalan kontrol pernapasan yang dihubungkan

dengan :

1. Emfisema dan asma.

2. Penyakit neuromuscular (polio, myasthenia gravis, dll).

3. Obstruksi nasal.

4. Hypothyroid, akromegali, amyloidosis, paralisis pita suara, sindroma post -

polio, kelainan neuromuskular, Marfan's syndrome dan Down syndrome .

C. Risiko gaya hidup :

1. Merokok

2. Obesitas: 30-60% pasien OSA adalah orang yang berbadan gemuk.

a. Penurunan berat badan akan menurunkan gejala-gejala OSA.

b. Penurunan berat badan akan mempermudah pasien diobati dengan

menggunakan nasal CPAP .

5.3 Patogenesis

Obstruksi pada OSA adalah akibat dari gangguan aliran udara yang

disebabkan oleh dinding faring yang collapse sewaktu tidur. Etiologi dan mekanisme

collapse multifaktorial tetapi dikaitkan dengan interaksi saluran nafas atas yang

24
sangat mudah collapse dengan relaksasi otot dilator faring yang terjadi sewaktu

tidur. Obesitas, hipertrofi jaringan lunak, kelainan kraniofasial seperti retrognathia

menambah kecenderungan keruntuhan dengan peningkatan tekanan intraluminal

pada jaringan disekeliling saluran napas atas. Tetapi gangguan structural saja pada

saluran napas tidak cukup memadai untuk menyebabkan OSA. Pasien tanpa kelainan

anatomi bisa menghidap OSA, ini karna kompleks jalan reflek dari saraf pusat ke

faring yang mengawal tindakan otot dilator faring bisa gagaluntuk mempertahankan

patensi faring. (12,13)

Pada waktu tidur aktivitas otot dilator faring relatif tertekan (relaksasi)

sehingga ada kecenderungan lumen faring menyempit pada saat inspirasi. Mengapa

hal ini terjadi hanya pada sebagian orang, terutama berhubungan dengan ukuran

faring dan faktor-faktor yang mengurangi dimensi statik lumen sehingga menjadi

lebih sempit atau menutup pada waktu tidur. Selain itu obstruksi nasal menyebabkan

peningkatan resistensi aliran udara dan memperburukkan OSA. Obstrusi nasal yang

mengakibatkan usaha pernafasan melalui mulut semasa tidur sehingga terjadi

relaksasi otot genioglosus akibatnya lidah tergeser ke belakang. 13

Suara mendengkur timbul akibat turbulensi aliran udara pada saluran na fas

atas akibat sumbatan. Tempat terjadinya sumbatan biasanya di basis lidah atau

palatum. Sumbatan terjadi akibat kegagalan otot-otot dilator saluran nafas atas

menstabilkan jalan nafas pada waktu tidur di mana otot-otot faring berelaksasi, lidah

dan palatum jatuh ke belakang sehingga terjadi obstruksi. 13

25
Gambar 5.1 Sumbatan parsial dan total saluran nafas atas

Trauma pada jaringan di saluran nafas atas pada waktu mendengkur

mengakibatkan kerusakan pada serat-serat otot dan serabut-serabut saraf perifer.

Akibatnya kemampuan otot untuk menstabilkan saluran nafas terganggu dan

meningkatkan kecenderungan saluran nafas untuk mengalami obstruksi. Obstruksi

yang diperberat oleh edema karena vibrasi yang terjadi pada waktu mendengkur

dapat berperan pada progresivitas mendengkur menjadi sleep apnea pada individu

tertentu. 13

Obstructive Sleep Apnoea (OSA) ditandai dengan kolaps berulang dari saluran

nafas atas baik komplet atau parsial selama tidur. Akibatnya al iran udara pernafasan

berkurang atau terhenti sehingga terjadi desaturasi oksigen (hipoksemia) dan

penderita berkali-kali terjaga (arousal). Kadang-kadang penderita benar-benar

terbangun pada saat apnea di mana mereka merasa tercekik. Lebih sering penderita

tidak sampaiterbangun tetapi terjadi partial arousal yang berulang, berakibat pada

berkurangnya tidur dalam atau tidur gelombang lambat. Keadaan ini menyebabkan

penderita mengantuk pada siang hari, kurang perhatian, konsentrasi dan ingatan

terganggu. Kombinasi hipoksemia dan partial arousal yang disertai dengan

peningkatan aktivitas adrenergik menyebabkan takikardi dan hipertensi sistemik.

26
Banyak penderita OSA tidak merasa mempunyai masalah dengan tidurnya dan

datang ke dokter hanya karena teman tidur mengeluhkan suara mendengkur yang

keras (fase preobstruktif) diselingi oleh keadaan senyap yang lamanya bervariasi

(fase apnea obstruktif). 13

Tidur terdiri dari 2 fase yaitu rapid eye movement (REM) atau tidur aktif

dan non rapid eye movement (NREM) atau tidur tenang. Pada individu normal siklus

tidur NREM dan REM akan terjadi secara bergantian dengan interval tidur REM 10 -

20 menit setiap 90-120 menit. REM meliputi 25% dari waktu tidur ditandai oleh

pergerakan bola mata yang cepat terutama pada elektrookulogram, hilangnya tonus

otot tubuh dan meningkatnya aktivitas simpatis (meningkatnya denyut jantung dan

tekanan darah). Selama tidur REM kontrol pernapasan sering irregular, episode

apnea singkat selama 10-20 detik relatif umum terjadi Pada tahap NREM aktivitas

mental minimal atau tidak ada, sistem kardiovaskular -respirasi sebagian besar diatur

oleh faktor metabolik. Tidur NREM mempengaruhi aktivitas simpatis, penurunan

denyut jantung, tekanan darah secara bertahap dari tingkat I hingga aktivitas

simpatis terendah yaitu pada tingkat IV. 12

Prinsip utama pada OSA yaitu terdorongnya lidah dan palatum ke belakang

hingga menempel pada dinding faring posterior menyebabkan oklusi nasofaring dan

orofaring.Tidur berbaring (supine) dapat menyebabkan kolapsnya saluran napas

akibat pergerakan mandibula, palatum mole dan lidah ke arah belakang.Faktor

struktural dan fungsional berperan penting dalam menentukan tekanan kritis kolaps

saluran napas.Penyempitan saluran napas akibat mikrognatia, retrognatia, hipertrofi

tonsil, makroglosia dan akromegali juga dapat meningkatkan risiko terjadinya

OSA.Sistem saraf pusat berperan penting dalam OSA kombinasi aktivitas oto t

saluran napas atas yang menurun pada saat tidur disertai struktur faring kecil

27
membentuk tekanan kritis kolaps saluran napas atas. Aktivasi kemoreseptor oleh

hipoksemia dan hiperkapnia selama apneamengakibatkan hiperventilasi disertai

proses terbangun mendadak yang tidak disadari. 12

Pada pasien obesitas terjadi peningkatan deposit lemak disekelilng leher dan

ruang parafaring menyebabkan penyempitan dan kompresi salur an napas atas dan

mengganggu otot dilator yang mempertahankan patensi saluran napas atas. Obesitas

bisa mengurangi volume paru yang menyebabkan pengurangan functional residual

capacity. Perubahan dalam volume paru secara signifikan menurunkan ukuran faring

saluran napas atas melalui efek mekanikal traksi trakea dan toraks yang dikenal

‘tracheal tug’ meningkatkan resiko collapse. 12

Obesity
Snoring UARS Hypopnea Obstructive hypoventilation
sleep apnea syndrome

Gambar 5.2 Rangkaian gangguan napas saat tidur dimana jika terjadi peningkatan

UARS (Upper Airway Resistance) dapat memperburuk gejala.

5.4. Manifestasi Klinis

Gejala yang dapat ditemukan pada penderita OSA adalah mendengkur,

mengantuk yang berlebihan pada siang hari, rasa tercekik pada waktu tidur, apnea,

nokturia, sakit kepala pada pagi hari, penurunan libido s ampai impotensi dan

enuresis, mudah tersinggung, depresi, kelelahan yang luar biasa dan insomnia.

Kebanyakan penderita mengeluhkan kantuk yang sangat mengganggu pada siang hari

sehingga menimbulkan masalah pada pergaulan, pekerjaan dan meningkatkan risiko

terjadinya kecelakaan lalu lintas. 12

28
Gambar 5.3 Gejala dan tanda OSA

5.5 Diagnosis

Banyak penderita OSA tidak merasa mempunyai masalah dengan tidurnya dan

datang ke dokter hanya karena partner tidur mengeluhkan suara mendengkur yang

keras (fase pre-obstruktif) diselingi oleh keadaan senyap yang lamanya bervariasi

(fase apnea obstruktif). 13

29
Gambar 5.4 Diagnosis OSA

The Epworth sleepiness scale digunakan untuk menilai ngantuk pada siang.

OSA disuspek pada pasien dengan skor diatas 10. 16

Chance of
Situation
dozing

Sitting and reading ____________

30
Watching TV ____________

Sitting inactive in a public place (e.g a theater or

a meeting) ___________

As a passenger in a car for an hour without a

break ____________

Lying down to rest in the afternoon when

circumstances permit ____________

Sitting and talking to someone ____________

Sitting quietly after a lunch without alcohol ____________

In a car, while stopped for a few minutes in

traffic
______

Penilaian skor Epworth sleepiness scale

31
0 = no chance of dozing

1 = slight chance of dozing

2 = moderate chance of dozing

3 = high chance of dozing

Pengukuran BMI, tekanan darah, dan lingkaran lilit leher adalah parameter

yang penting dalam parameter pemeriksaan OSA. Dari pemeriksaan fisik harus di

identifikasi posisi dan ukuran tulang maksilla dan mandibula dankarakteristik fasial

juga harus diidentifikasikan. 16

Pemeriksaan fisik dilakukan pada hidung, orofaring, hipofaring, laring, leher

untuk menentukan adanya obstruksi pada bagian tersebut:

i. Hidung :deviasi septum,hypertrofi adenoid, tumor atau polip nasal,

hipertrofi konka

ii. Orofaring : palatum molle yang besar, hipertrofi tonsil palatine,

makroglosia, penebalan(banding) dinding posterior faring

iii. Hipofaring : Collapse dinding faring lateral, tumor hipofaring,

hipertrofi tonsila lingual, retrognathia dan micrognathia

iv. Laring : paralisis pita suara, tumor laring

32
Gambar 5.5 Obstruksi jalan napas sesuai dengan letak anatomis 19

5.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Fiberoptic Nasopharyngoscopy

Fiberoptic nasopharyngoscopy adalah teknik yang digunakan untuk evaluasi

jalannapas. Alat ini adalah penting untuk identifikasi tempat danlokasi obstruksi :

nasal, retropalatal atau retrolingual. Kebaikan dan limitasi Muller maneuver juga

digunakan untuk pemeriksaan untuk prediksi preoperative terhadap keefektifan

intervensi bedah berdasarkanbeberapa studi yang dilakukan.

33
Muller maneuver dilakukan pada pasien sadar yang menghasilkan tekanan negatif

dengan melakukan inhalasi/inspirasi dengan menutup mulut dan hidung yang akan

menyebabkan collapse pada saluran napas. 16

Gambar 5.6 : Mueller’s Manuver

Cephalometric radiograph – image 2 dimensi yang dihasilkan member

infomasi tulang rangka dan jaringan lunak .ini bisa mengkonfirmasikan pasien

OSAmelalui displacement tulang hyoid ke inferior, ruang udara posterior yang

sempit, palatum molle yang lebih panjang dari pasien non -OSA. 16

2. Polisomnogram

Gold standard untuk diagnosis OSA adalah melalui pemeriksaan tidur

semalam dengan alat polysomnography / PSG).Parameter-parameter yang direkam

pada polysomnogram adalah electroencephalography (EEG), electrooculography

(pergerakan bola mata), electrocardiography (EKG), electromyography (pergerakan

rahang bawah dan kaki), posisi tidur, aktivitas pernapasan dan saturasi oksigen.

34
Karakteristik OSA pada saat dilakukan PSG adalah penurunan saturasi oksigen

berulang, sumbatan sebagian atau komplit dari jalan napas atas (kadang-kadang pada

kasus yang berat terjadi beberapa ratus kali) yang disertai dengan ≥ 50% penurunan

amplitudo pernapasan, peningkatan usaha pernapasan sehingga terjadi perubahan

stadium tidur menjadi lebih dangkal dan terjadi desaturasi oksigen.8-10 Sebelum

dilakukan PSG, pasien akan diminta kesediaannya untuk mengisi kuesioner Berlin,

bertujuan untuk menjaring pasien yang mempunyai risiko tinggi terjadi OSA.

Kuesioner ini terdiri dari 3 bagian yaitu bagian pertama berisi tentang apakah

mereka mendengkur, seberapa keras, seberapa sering dan apakah sampai

mengganggu orang lain. Bagian kedua berisi tentang kelelahan setelah tidur,

seberapa sering merasakan lelah dan pernahkah tertidur saat berkendaraan.Bagian

ketiga berisi tentang riwayat hipertensi, berat badan, tinggi badan, umur, jenis

kelamin dan Body Mass Index (BMI).Seseorang dinyatakan berisiko tinggi OSA bila

memenuhi paling sedikit 2 kriteria di atas.Kuesioner ini mempunyai validiti yang

tinggi. Seseorang dikatakan menderita OSA jika terdapat:

1. Keadaan mengantuk berat sepanjang hari yang tidak dapat dijelaskan

karena sebab lain.

2. Dua atau lebih keadaan seperti tersedak sewaktu tidur, terbangun beberapa

kali ketika tidur, tidur yang tidak menyebabkan rasa segar, perasaan lelah sepanjang

hari dan gangguan konsentrasi.

3. Hasil PSG menunjukkan ≥ 5 jumlah total apnea ditambah terjadi hipopnea per -jam

selama tidur (AHI ≥ 5).

4. Hasil PSG negatif untuk gangguan tidur lainnya.

35
Saat ini sudah banyak terdapat alat Polisomnografi yang sifatnya portable

atau bergerak, kemudahan alat ini mampu mengurangi biaya serta mempermudah

bagi pasien yang akan melakukan pemeriksaan polisomnografi, akan tetapi alat ini

mempunyai keterbatasan.

Kategori beratnya sleep apnea berdasarkan AHI terdiri dari sleep apnea

ringan dengan AHI 5–15, saturasi oksigen 86% dan keluhan ringan, sleep

apneasedang dengan AHI 15–30, saturasi oksigen 80–85% dan keluhan mengantuk

dan sulit konsentrasi, sleep apneaberat dengan AHI 30, saturasi oksigen kurang dari

80% dan gangguan tidur. 12

Skor mallampati atau klasifikasi mallampati adalah sistem skor medis yang
digunakan di bidang anestesiologi untuk menentukan level kesulitan dan bisa
menimbulkan resiko pada intubasi pasien yang sedang menjalani proses
pembedahan, yakni;
- Kelas 1: Mallampati diberikan jika palatum molle, amandel anterior dan posterior
pila , dan seluruh uvula potongan jaringan lunak yang menggantung dari atap mulut
dekat bagian belakang lidah yang mudah terlihat.
- Kelas II: jika palatum molle, amandel, dan sebagian besar uvula dapat dilihat.
- Kelas III: hanya pallatum molle dan uvula dasar terlihat
- Kelas IV: Mallampati diperuntukkan bagi mereka kasus di mana palatum molle
tidak terlihat sama sekali.
Pasien yang memiliki hasil kelas III atau Kelas IV %enderung sulit untuk
intubasi, dan persiapan lainnya harus dibuat untuk manajemen jalan nafas alternatif,
seperti penggunaan masker respirator.

36
Gambar 5.7. Gambaran Polisomnogram

37
5.7 Penatalaksanaan

A. Terapi Non-Bedah

Pada pertengahan abad yang lalu, terapi OSA hanya trakeostomi. Trakeostomi

secara komplet dapat mem-bypass bagian saluran nafas yang mengalami

penyempitan atau sumbatan pada waktu tidur. Terapi OSA mengalami perubahan

yang revolusioner ketika Sullivan et al. memperkenalkan nasalContinuous Positive

Airway Pressure (nCPAP).Prinsip nCPAP sangat sederhana yaitu dengan pemberian

tekanan positif melalui hidung maka setiap kecenderungan jalan nafas untuk

menyempit dan menutup dapat diatasi dan dinding jalan nafas dapat distabilka n

sehingga menekan suara dengkur, menormalkan kualitas tidur dan menghilangkan

gejala pada siang hari. Efektifitas pengobatan dengan cara ini mencapai 90 -95%. 17

Pada penderita OSA yang mengalami obesitasdianjurkan penurunan berat

badan. Perlu dilakukan perubahan gaya hidup termasuk diet, olah raga, dan

medikamentosa. Walaupun berat badan dapat dikurangi, tetapi seringkali tidak dapat

bertahan lama. Dapat dipertimbangkan tindakan yang lebih radikal seperti operasi

bypass lambung pada penderita obesitas berat.

Beberapa laporan kasus menunjukkan gejala OSA dapat diatasi

denganmengurangi berat badan.Posisi tidur dapat membantu menghilangkan gejala

OSA. Beberapa pasien mengalami perbaikan setelah tidur dengan posisi miring atau

38
telungkup (pronasi). Salah satu pendekatan terapi terbaru adalah penggunaan alat

mandibularadvancement dengan beberapa variasinya. Alat ini dipasang pada gigi

dan menahan mandibula dan lidah ke depan (protrusi parsial dari rahang bawah)

sehingga dapat memaksimalkan diameter faring dan mengurangi kemungkinan

kolaps pada waktu tidur. Alat ini hanya digunakan pada penderita OSA yang tidak

dapat menjalani operasi dan penderita OSA yang ringan sampai sedang khususnya

yang tidak gemuk atau pada penderita yang intoleran terhadap CPAP. Tetapi perlu

diingat alat ini dapat mempengaruhi oklusi dan sendi temporomandibula.

Gambar 5.8Mandibular Splint

Pemberian oksigen sebagai terapi OSA tidak efektif. Walaupun cara ini dapat

membantu mengatasi desaturasi oksihemoglobin, tetapi tidak dapat mengatasi

obstruksi. Oksigen menyebabkan frekuensi apnea berkurang, tetapi juga

mengakibatkan apnea yang terjadi bertambah lama waktunya.Terapi oksigen

mungkin dapat bermanfaat bagi pasien yang tidak dapat menerima terapi lain.

39
B. Terapi Bedah

Sebagian penderita tidak dapat menerima pengobatan dengan nCPAP karena

beberapa sebab, di antaranya klaustrofobia, suara bising dari mesin dan karena

timbulnya efek samping seperti hidung tersumbat dan mukosa hidung serta mulut

yang kering. Banyak pasien yang tidak mau penggunakan alat CPAP karena tidak

nyaman dan mengurangi nilai estetika, sehingga diusahakan bentuk lain te rapi OSA.

Terapi bedah dapat dilakukan pada regio anatomi tertentu yang menyebabkan

obstruksi saluran nafas sesuai dengan hasil pemeriksaan sleep endoscopy. Beberapa

prosedur operasi dapat dilakukan:

1. Tonsilektomi dan adenoidektomi. Pada penderita OSA dengan tonsil yang

besar, tonsilektomi dapat menghilangkan gejala secara komplet dan tidak

memerlukan terapi CPAP.

2. Uvulopalatofaringoplasti (UPPP) dan uvulopalatoplasti. Hasilnya tidak

sebaik CPAP pada penderita OSA yang berat. Angka keberhasilan dengan

teknik ini mencapai 10-15%. 17 Morbiditas yang tinggi akibat operasi

uvulopalatofaringoplasti konvensional dapat dihindari dengan

menggunakan laser atau dengan menggunakan radiofrekuensi coblation.

Hasilnya dalam jangka pendek cukup baik, walaupun dapat terjadi

rekurensi dalam jangka panjang.

3. Pembedahan pada daerah hidung seperti septoplasti, bedah sinus

endoskopik fungsional dan konkotomi bisa menjadi terapi yang efektif bila

sumbatan terjadi di hidung. Kelainan hidung harus dicari pada penderita

yang mengalami gejala hidung pada pengobatan dengan CPAP.

40
4. Tindakan bedah pada mandibula atau maksila (maxillomandibular

osteotomy dan advancement).

5. Lidah: lingual tonsillectomy, laser midline glossectomy, lingualplasti dan

ablasi massa lidah dengan teknik radiofrekuensi.

6. Kadang-kadang perlu dilakukan hyoid myotomy and suspension.

7. Teknik terbaru menggunakan alat somnoplasty dengan radiofrekuensi

Celon® atau Coblation®, dan pemasangan implan Pillar® pada palatum.

Teknik radiofrekuensi menghasilkan perubahan ionik pada jari ngan,

menginduksi nekrosis jaringan sehingga menyebabkan reduksi volume

palatum tanpa kerusakan pada mukosa dan menghilangkan vibrasi (kaku).

Gambar 5.9. Teknik Radiofrekuensi (Celon atau Coblation)

Implan Pillar atau implan palatal merupakan teknik yang relative baru,

merupakan modalitas dengan invasi minimal. Digunakan untuk penderita dengan

habitual snoring dan OSA ringan sampai sedang. Prosedur ini bertujuan untuk

memberi kekakuan pada palatum mole. Tiga buah batang kecil diinsersikan ke

palatum mole untuk membantu mengurangi getaran yang menyebabkan snoring.

41
Gambar 5.10 Prosedur pembedahan yang umum untuk OSA

42
BAB VI KESIMPULAN

Sleep Apnea merupakan suatu gangguan yang ditandai dengan henti nafas atau nafas
dangkal saat tidur. Sleep apnea dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu; central sleep apnea
dan obstructive sleep apnea.Central sleep apnea disebabkan terutama oleh kelainan pada
pusat pernafasan, sedangkan obstructive sleep apnea disebabkan oleh faktor umur, jenis
kelamin, dan ukuran serta bentuk jalan nafas. Keluhan yang sering timbul pada pasien
sleep apnea antara lain mendengkur serta aktivitas harian yang terganggu.
Diperlukan pengkajian dengan baik dan benar agar diagnosis sleep apnea dapat
ditegakkan pada pasien.
Dari tanda dan gejala yang didapatkan dari hasil anamnesis pasien penderita
sleep apnea kadang tumpang tindih, jadi sukar membedakan apakah pasien tersebut
menderita central sleep apnea atau obstructive sleep apnea.Diagnosis ditegakkan
dengan pemeriksaan polisomnogram.Pemeriksaan ini dilakukan untuk mempelajari
rekaman gelombang otak, kadar oksigen dalam darah, frekuensi jantung dan napas,
serta pergerakan mata dan kaki selama tidur.
Sleep apnea membutuhkan penanganan dan penatalaksanaan yang adekuat
antara lain mengatasi penyakit primer yang menyebabkan sleep apnea, seperti
Continous Positive Airway Pressure (CPAP), Bilevel Positive Airway Pressure
(BPAP), Adaptive Servo-Ventilation (ASV), dan terapi bedah. Diharapkan dengan
diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat akan menurunkan angka mortalitas.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. National Heart Lung and Blood Institute. What is Sleep Apnea. Available from
http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/sleepapnea. Accessed on 6 Agust
2014
2. Siamak T, Nabili MD MPH. Sleep Apnea. Available from
http://www.emedicinehealth.com/obstructive_and_central_sleep_apnea/article_em.ht
ml. Accessed on 6 August 2014
3. Lynm C MA. Sleep Apnea. J of Am Med Association. 2011:305 (9)-956
4. Saragih RA. Mendengkur “The Silent Killer” dan Upaya Penanganannya Dalam
Meningkatkan Kualitas Hidup. Available from
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20530/1/ppgb_2007_abdul_rachman.
pdf . Accessed on 6 August 2014
5. Kotecha B, Shneerson JM. Treatment options for snoring and sleep apnea. J of thr
Royal Society of Medicine. 2003; 96 : 343 – 4
6. Young T, Peppard PE, Gottlieb DJ. Epidemiology of obstructive sleep apnoe: a
population health perspective. Am J Respir Crit Care Med 2002; 165: 1217-39
7. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies – Buku Ajar THT. Penerbit buku
kedokteran EGC.Jakarta. 1997.
8. Mayoclinic. Central Sleep Apnea. Available from
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/central-sleep-
apnea/basics/definition/con-20030485. Accessed on 7 August 2014
9. Eckert DJ, Malhotra A. Pathophysiology of Adult Obstructive Sleep Apnea.
Proceedings of the American Thoracic Society.2008;5 ;2: 144-153
10. Eikermann M, Vogt FM, Herbstreit F, Dastgerdi MV, Zenge MO, Ochterbeck C, et al.
The Predisposition to Inspiratory Upper Airway Collapse during Partial
Neuromuscular Blockade. American Journal of Respiratory and Critical Care
Medicine. 2007: 175; 9-15

11. Bradley TD M.D., Logan AG M.D., KimoffR J M.D., Sériès F M.D., Morrison D
M.D., Ferguson K, et al. for the CANPAP Investigators. N Engl J Med. 2005;
353:2025-33

44
12. Febriani D, Yunus F, Antariksa B, Andrianto H. Hubungan Obstructive Sleep
Apnea Dengan Kardiovaskular. Jurnal Kardiologi Indonesia 2011; 32:45 -52.
13. Rodriguez, Hector P. Berggren, Diana A-V. Biology and treatment of Sleep
Apnea. Otolaryngology chapter 6, 2006; 71-82.
14. Dixon JB, Schachter LM, O’Brien PE. Sleep disturbance and obesity. Arch
Intern Med 2001;161:102-6
15. Jordan AS, White DP, Fogel RB. Recent Advances in Understanding the
Pathogenesis of Obstructive Sleep Apnea. Current Opinion Pulmonary
Medicine. 2003;9;6: 459 - 464
16. Flint PW, Haughey BH, Lund VJ, Niparko JK, Richardson MA, Robbins KT,
Thomas JR. Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery Ed 5. Chapter
18: Sleep Apnea and Sleep Disorders ; 250-261.
17. Gibson GJ. Obstructive sleep apnoea syndrome: underestimated and
undertreated. Brit Med Bulletin 2005; 72: 49-64.

45

Anda mungkin juga menyukai