Anda di halaman 1dari 13

1.

Jenis Pemeriksaan
Setiap pemeriksaan dimulai dengan penetapan tujuan dan penentuan jenis
pemeriksaan yang akan dilaksanakan serta standar yang harus diikuti oleh
pemeriksa. Jenis pemeriksaan sebagaimana diuraikan dalam Standar
Pemeriksaan ini, adalah: pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan
pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Dalam beberapa pemeriksaan, standar
yang digunakan untuk mencapai tujuan pemeriksaan sudah sangat jelas.
Misalnya, jika tujuan pemeriksaan adalah untuk memberikan opini
terhadap suatu laporan keuangan, maka standar yang berlaku adalah
Standar pemeriksaan keuangan.Namun demikian, untuk beberapa
pemeriksaan lainnya, mungkin terjadi tumpang-tindih tujuan pemeriksaan.
Misalnya, jika tujuan pemeriksaanadalah untuk menentukan keandalan
ukuran-ukuran kinerja, maka pemeriksaan tersebut bisa dilakukan melalui
pemeriksaan kinerja maupun pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Apabila
terdapat pilihan diantara standar-standar yang berlaku, pemeriksa harus
mempertimbangkan kebutuhan pengguna dan pengetahuan pemeriksa,
keahlian, dan pengalaman dalam menentukan standar yang akan diikuti.
Pemeriksa harus mengikuti standar yang berlaku bagi suatu jenis
pemeriksaan (Standar Pemeriksaan Keuangan, Standar Pemeriksaan
Kinerja, atau Standar Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu).
a. Pemeriksaan Keuangan
Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan.
Pemeriksaan keuangan tersebut bertujuan untuk memberikan
keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan
keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang
material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
b. Pemeriksaan Kinerja
Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan
keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan
efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas. Dalam melakukan
pemeriksaan kinerja, pemeriksa juga menguji kepatuhan terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan serta pengendalian intern.
Pemeriksaan kinerja dilakukan secara obyektif dan sistematik
terhadap berbagai macam bukti, untuk dapat melakukan penilaian
secara independen atas kinerja entitas atau program/kegiatan yang
diperiksa. Pemeriksaan kinerja menghasilkan informasi yang
berguna untuk meningkatkan kinerja suatu program dan
memudahkan pengambilan keputusan bagi pihak yang bertanggung
jawab untuk mengawasi dan mengambil tindakan koreksi serta
meningkatkan pertanggungjawaban publik. Pemeriksaan kinerja
dapat memiliki lingkup yang luas atau sempit dan menggunakan
berbagai metodologi; berbagai tingkat analisis, penelitian atau
evaluasi. Pemeriksaan kinerja menghasilkan temuan, simpulan, dan
rekomendasi. Tujuan pemeriksaan yang menilai hasil dan
efektivitas suatu program adalah mengukur sejauh mana suatu
program mencapai tujuannya. Tujuan pemeriksaan yang menilai
ekonomi dan efisiensi berkaitan dengan apakah suatu entitas telah
menggunakan sumber dayanya dengan cara yang paling produktif
di dalam mencapai tujuan program. Kedua tujuan pemeriksaan ini
dapat berhubungan satu sama lain dan dapat dilaksanakan secara
bersamaan dalam suatu pemeriksaan kinerja. Contoh tujuan
meriksaan atas hasil dan efektivitas program serta pemeriksaan atas
ekonomi dan efisiensi adalah penilaian atas:
a. Sejauh mana tujuan peraturan perundang-undangan dan organisasi
dapat dicapai.
b. Kemungkinan alternatif lain yang dapat meningkatkan kinerja
program atau menghilangkan faktor-faktor yang menghambat
efektivitas program.
c. Perbandingan antara biaya dan manfaat atau efektivitas biaya suatu
program.
d. Sejauhmana suatu program mencapai hasil yang diharapkan atau
menimbulkan dampak yang tidak diharapkan.
e. Sejauhmana program berduplikasi, bertumpang tindih, atau
bertentangan dengan program lain yang sejenis.
f. Sejauhmana entitas yang diperiksa telah mengikuti ketentuan
pengadaan yang sehat.
g. Validitas dan keandalan ukuran-ukuran hasil dan efektivitas
program, atau ekonomi dan efisiensi.
h. Keandalan, validitas, dan relevansi informasi keuangan yang
berkaitan dengan kinerja suatu program.
c. Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu bertujuan untuk memberikan
simpulan atas suatu hal yang diperiksa. Pemeriksaan Dengan Tujuan
Tertentu dapat bersifat: eksaminasi (examination), reviu (review), atau
prosedur yang disepakati (agreed-upon procedures). Pemeriksaan
dengan tujuan tertentu meliputi antara lain pemeriksaan atas hal-hal
lain di bidang keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan
atas sistem pengendalian intern. Apabila pemeriksa melakukan
pemeriksaan dengan tujuan tertentu berdasarkan permintaan, maka
BPK harus memastikan melalui komunikasi tertulis yang memadai
bahwa sifat pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah telah sesuai
dengan permintaan.

2. Persiapan Audit: Survey Pendahuluan


Dalam setiap penugasan audit, auditor harus menyusun rencana
audit. Survei pendahuluan merupakan langkah pertama pelaksanaan kegiatan
audit yang dimaksudkan untuk memperoleh gambaran umum auditi, serta
mengidentifikasi kelemahan dan kerentanan operasional yang memerlukan
pendalaman lebih lanjut. Survei pendahuluan sebagai salah satu proses dalam
audit intern lazim pula dikenal dengan nama lain seperti preliminary audit,
persiapan audit, audit pendahuluan, dan lain-lain.
Rencana audit dimaksudkan untuk menjamin bahwa tujuan audit
tercapai secara berkualitas, ekonomis, efisien dan efektif. Dalam merencanakan
auditnya, auditor menetapkan sasaran ruang lingkup, metodologi, dan alokasi
sumber daya. Selain itu, auditor perlu mempertimbangkan berbagai hal
termasuk sistem pengendalian intern dan ketaatan auditi terhadap peraturan
perundang-undangan, kecurangan dan ketidakpatutan (abuse). Auditor harus
mendokumentasikan rencana untuk setiap penugasan audit.

a. Tujuan
Pelaksanaan survei pendahuluan dalam suatu penugasan audit bertujuan untuk:
1. Mendapatkan gambaran (informasi) umum mengenai auditi, sehingga
memperoleh pemahaman tentang dasar hukum, peraturan perundang-
undangan yang berlaku, tujuan organisasi, kegiatan operasional, metode
dan prosedur, kebijakan yang berlaku, masalah keuangan, informasi
lapangan.
2. Menetapkan tujuan-tujuan audit sementara untuk menentukan arah tahap
audit selanjutnya berupa pelaksanaan evaluasi sistem pengendalian
manajemen (ESPM).
3. Menaksir risiko inheren auditi. Taksiran risiko dapat dilaksanakan dengan
menetapkan risiko dalam ukuran kuantitatif, yaitu menetapkan nilai risiko
dalam persentase (75%, 50%, dan 10%) atau dalam ukuran kualitatif
seperti tinggi, moderat, dan rendah.
Hasil SP dimanfaatkan sebagai penentu arah awal dalam audit, sehingga audit
lebih terarah kepada hal-hal yang penting saja, untuk kemudian diteruskan secara
mendalam dalam proses audit berikutnya. Selain itu, informasi yang dihasilkan
dapat digunakan sebagai bahan laporan audit mengenai gambaran umum auditi.
SP yang dilakukan dengan sempurna dalam proses audit secara keseluruhan akan
membuat keseluruhan proses audit menjadi ekonomis, efisien, dan efektif karena
SP mampu mengidentifikasi ada atau tidaknya potensi kelemahan dan kerentanan
operasi auditi.

5. Tahapan Survey Pendahuluan


Secara keseluruhan aktivitas yang dilakukan oleh auditor pada audit
pendahuluan ini, meliputi:
1) Pertemuan Awal
Meliputi kegiatan review atas kertas kerja audit terdahulu, temuan audit
sebelumnya, bagan organisasi, dokumen permanen, dan dokumen lain yang
dapat membantu auditor dalam memahami bagian yang diaudit.
Kegiatan yang bertujuan untuk :
• Menyampaikan informasi bagaimana audit akan dilakukan.
• Mendapatkan jawaban dalam bentuk kerjasama.
• Memperoleh informasi yang diperlukan dalam pelaksanaan audit.
• Membangun kredibilitas auditor.
2) Observasi Lapangan
Observasi pada survei pendahuluan terdiri atas :
• Pengamatan lapangan yang diarahkan kepada fasilitas, peralatan, pegawai
dan operasi atau kegiatan dilakukan secara singkat dan bersifat umum.
• Review atas kegiatan tertentu secara bertahap dari awal sampai akhir.
3) Penelaahan Dokumen
Auditor harus mempelajari dokumen yang mendeskripsikan kebijakan dan
prosedur yang sedang berjalan, bagan organisasi, bagan arus operasi,
deskripsi dan spesifikasi pekerjaan, laporan kinerja, dan regulasi pemerintah
yang relevan.

4) Evaluasi Pengendalian Internal


Evaluasi pengendalian intern suatu entitas dilakukan untuk mencegah atau
mendeteksi salah saji yang material dalam laporan keuangan. Tujuan dari
menilai resiko pengendalian adalah untuk membantu auditor dalam membuat
suatu pertimbangan mengnai resiko salah saji yang materil dalam asersi
laporan keuangan. Namun sebelum melakukan penilaian pengendalian resiko,
seorang auditor harus memahami perancangan dan pengimplementasian
pengandalian internal sebelum memutuskan apakah entitas tersebut dapat
diaudit (auditabilitas).
5) Prosedur Analitis
Prosedur analitik digunakan dengan tujuan sebagai berikut:
a. Membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan lingkup prosedur
audit lainnya.
b. Sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi
tertentu
yang berhubungan dengan saldo akun atau jenis transaksi.
c. Sebagai review menyeluruh informasi keuangan pada tahap review akhir
audit.
6) Penyusunan Program Audit Lanjutan
Audit ini bertujuan untuk memperoleh bukti yang cukup untuk mendukung
tujuan audit yang sesungguhnya, yang telah ditetapkan berdasarkan hasil
review dan pengujian pengendalian manajemen. Pada tahap ini, auditor harus
mampu mengungkap lebih lanjut dan menganalisis semua informasi yang
berkaitan dengan tujuan audit, sehingga akhirnya dapat disusun suatu
kesimpulan audit dan dibuat rekomendasi yang dapat diterima oleh objek
audit.
Pertemuan Awal
Pertemuan awal bertujuan untuk :
(1) menyampaikan informasi bagaimana audit akan dilakukan;
(2) mendapatkan respon dalam bentuk kerjasama ;
(3) memperoleh informasi yang diperlukan dalam pelaksanaan audit, dan ;
(4) membangun kredibilitas auditor.
Dalam pertemuan tersebut, auditor tidak membicarakan prosedur audit
dengan auditee.

Observasi Lapangan

Observasi yaitu teknik audit yang dilakukan melalui peninjauan lapangan.


Hal ini biasanya dilakukan dalam rangka mengetahui gambaran umum mengenai
pelaksanaan kegiatan operasional auditi yang sesungguhnya di lapangan (on-site)
Observasi pada survei pendahuluan terdiri atas: Pengamatan lapangan yang
diarahkan kepada fasilitas, peralatan, pegawai dan operasi atau kegiatan dilakukan
secara singkat dan bersifat umum. Review atas kegiatan tertentu secara bertahap
dari awal sampai akhir.

Penelaahan atas dokumen yang ada pada auditee.

Penelaahan dokumen, yaitu penelitian terhadap dokumen yang berfungsi

sebagai pendukung informasi yang disajikan dalam laporan yang diaudit.

Peneilitian ditujukan untuk meyakini keabsahan, kelengkapan, kebenaran,

penilaian, pengakuan, ketepatan pencatatan jumlah, waktu pencatatan, dan

sebagainya. Kegiatan ini diperlukan untuk memperoleh informasi yang telah

dimutakhirkan yang mengindikasikan adanya perubahan-perubahan pada

bagian/fungsi yang akan di audit.


Reviu Analitis

Reviu analitis yaitu teknik pemeriksaan dengan melakukan berbagai teknik


analisis yang sesuai, seperti:

1) Analisis perbandingan antara data yang saling terkait, seperti tingkat


kehadiran dengan potongan gaji dan atau tunjangan.
2) Analisis kecenderungan (trend) seperti perkembangan pengeluaran bulan
per bulan, dalam satu periode pemeriksaan.
3) Analisis perbandingan antara kegiatan sejenis, misalnya belanja pengadaan
barang tertentu dengan pengadaan barang yang sama di instansi/satuan
kerja lain, dan sebagainya.

Tujuan dilakukannya review analitis :

• Memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai operasi klien dalam


bentuk kuantitatif.

• Memperoleh petunjuk mengenai area spesifik yang mengandung potensi


masalah.

• Mengarahkan audit pada area yang perlu mendapatkan perhatian khusus


dan memiliki tingkat risiko yang tinggi.

Penyusunan Program Audit Lanjutan

Program audit lanjutan dibuat setelah melaksanakan audit pendahuluan. Program


kerja audit tersebut berfungsi sebagai pedoman bagi auditor dalam melaksanakan
kegiatan audit, dan sebagai alat bagi supervisor dan ketua tim audit untuk mereviu
pekerjaan oleh bawahannya.
TAHAPAN PEMERIKSAAN PENDAHULUAN
Pada tahap ini, pengendalian yang telah dipetakan pada tahap persiapan
pemeriksaan, yang mungkin dilengkapi pula dengan kegiatan survey pendahuluan
(preliminary survey) diuji keandalannya. Pada audit operasional dan audit
kepatuhan, pengujian sekaligus diarahkan untuk membuktikan terjadinya
kelemahan (calon temuan/tentative audit objectives) yang telah diidentifikasi
sebelumnya. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi:

a) Pemutakhiran deskripsi pengendalian, yaitu memastikan bagaimana


pengendalian yang telah dipetakan sebelumnya, dijalankan dalam dunia
nyata. Caranya dapat dilakukan dengan melakukan wawancara dengan
pejabat yang berwenang, atau memberikan daftar pertanyaan standar
(questionnaire) yang harus dijawab dan dikembalikan kepada auditor.

b) “Walk-Through Test” yaitu mengikuti proses pembuatan dokumen dari


awal sampai akhir. Ada dua cara pelaksanaan walk-through test:
 Documentation walk-through, yaitu menelusuri jalan yang dilalui oleh
suatu dokumen transaksi, mulai dari persiapan sampai pencatatan,
 Procedural walk-through, yaitu menjalankan sendiri prosedur operasi
penyiapan dokumen transaksi mulai dari awal sampai pencatatan.

c) Pengujian Terbatas, yaitu pengujian yang lebih mendalam dibandingkan


walk-through test. Jika pada walk-through test auditor mengikuti atau
menjalankan sendiri proses pembuatan satu atau dua dokumen, pada
pengujian terbatas, auditor melakukan pengujian terhadap sejumlah
dokumen, untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai
efektivitas pengendalian yang diterapkan dalam menjalankan kegiatan
operasi yang diuji.

d) Pengujian Pengendalian Sistem Informasi. Jika pengujian terbatas


diarahkan pada efektivitas pengendalian dalam menjalankan kegiatan
operasional, pengujian pengendalian sistem informasi diarahkan pada
proses pengolahan data hingga menjadi informasi, meliputi aktivitas
pengumpulan data/dokumen, pemilahan/sortasi data, pengelompokan,
pencatatan, perlindungan terhadap dokumen dan catatan, pengikhtisaran,
penyusunan laporan dan pendistribusiannya. Sistem pengelolaan data
tersebut dapat dilakukan secara tulis tangan (manual) atau dengan alat
bantu mekanis seperti komputer (komputerisasi).

e) Evaluasi Pengendalian Intern. Hasil pengujian atas pengendalian intern


yang dilakukan melalui pemutakhiran deskripsi pengendalian, walk-
through, pengujian terbatas dan pengujian sistem-sistem informasi di atas
kemudian dirangkum dalam suatu evaluasi menyeluruh dan rinci atas
pengendalian yang dijalankan oleh auditi. Salah satu model yang dapat
digunakan adalah matrik pengendalian yang memuat perbandingan hasil
observasi, standar pengendalian, dan risiko yang mungkin terjadi.

f) Penilaian Kembali Risiko. Hasil evaluasi pengendalian intern di atas


oleh auditor digunakan untuk mengukur kembali kemungkinan risiko yang
akan terjadi:
 Pada audit keuangan, hasil penilaian kembali risiko digunakan untuk
mempertimbangkan kedalaman/penyesuaian program audit pengujian
substantif yang akan dilakukan.
 Pada audit operasional dan kepatuhan, hasil penilaian kembali risiko
digunakan untuk meningkatkan sasaran tentatif menjadi sasaran definitif
(firm audit obyectives), atau untuk menetapkan sasaran definitif yang
baru, dan menyusun program audit untuk melakukan pengujian yang lebih
luas, dalam rangka mendalami penyebab terjadinya permasalahan,
mengukur seberapa penting temuan tersebut, dan mengembangkan
rekomendasi yang sesuai.

INFORMASI YANG MENDASARI KEBUTUHAN AUDIT


1) Informasi yang berkenaan dengan Perencanaan :
 Tujuan suatu aktifitas/bagian.
 Kebijakan, petunjuk/instruksi, prosedur.
 Anggaran.
 Program/proyek/penelitian khusus yang akan dilaksanakan.
 Perencanaan khusus yang sedang disusun.
 Gagasan penyempurnaan yang belum dioperasionalisasikan.
 Mekanisme Penetapan tujuan, dan pihak yg terlibat didalamnya.
2) Informasi yang berkenaan dengan Pengorganisasian :
 Bagan/struktur organisasi
 Deskripsi dan spesialisasi pekerjaan
 Hubungan kerja diantara bagian-bagian organisasi
 Lay out fasilitas, penempatan dan catatan aktiva berikut
kondisinya.
 Perubahan organisasional yang dilakukan.
 Penetapan mengenai pendelegasian wewenang dan tanggungjawab.
 Lokasi/fungsi/luas ruang (terutama kantor) yang digunakan.
3) Informasi yang berkenaan dengan Pengarahan/Pengaturan :
 Instruksi operasi (apakah jelas/dpt dipahami).
 Keseimbangan wewenang dan tanggungjawab.
 Restriksi kemampuan organisasional dalam penetapan tugas.
4) Informasi yang berkenaan dengan Pengendalian :
 Standar, dan pedoman kinerja
 Signal/tanda-tanda yang mengindikasikan adanya pemborosan,
kemewahan, pekerjaan yang belum diselesaian, kelebihan peralatan
atau bahan baku, pegawai yang menganggur, perbaikan atau
pengerjaan kembali yang signifikan, limbah yang berlebihan, dan
kondisi kerja yang buruk.
 Laporan Keuangan dengan fokus : identifikasi kecenderungan,
perbandingan anggaran dan realisasinya, kemajuan yang
mempertimbangkan batas waktu dan biaya, serta peningkatan atau
penurunan produktivitas.
 Aktivitas dan prosedur yang bersifat khusus : kontrak, penilaian
aplikasi pinjaman/utang berikut mekanisme persetujuannya,
penjualan aktiva perusahaan, penggunaan jasa leasing/pembiayaan
aktiva, dan dengar-pendapat dengan pegawai.

INFORMASI KEMUNGKINAN TERJADI KECURANGAN


Tipe Salah Saji Kecurangan
Terdapat 2 (dua) tipe salah saji yang relevan dengan pertimbangan auditor
tentang kecurangan dalam audit atas laporan keuangan yaitu:

1. Kecurangan dalam Pelaporan Keuangan (Fraudulent Financial


Reporting)
Fraudulent financial reporting adalah perilaku yang disengaja atau
ceroboh,baik dengan tindakan atau penghapusan,yang menghasilkan
laporan keuangan yang menyesatkan (bias). Fraudulent financial
reporting yang terjadi disuatu perusahaan memerlukan perhatian
khusus dari auditor independen.
Penyebab fraudulent financial reporting umumnya 3 (tiga) hal sbb :
1. Manipulasi, falsifikasi, alterasi atas catatan akuntansi dan
dokumen pendukung atas laporan keuangan yang disajikan.
2. Salah penyajian (misrepresentation) atau kesalahan informasi
yang signifikan dalam laporan keuangan.
3. Salah penerapan (misapplication) dari prinsip akuntansi yang
berhubungan dengan jumlah, klasifikasi, penyajian
(presentation) dan pengungkapan (disclosure).
2. Kecurangan dalam Penyalahgunaan Aset (Misappropriation of
Asset).
Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aset
(seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan)
berkaitan dengan pencurian aset entitas yang berakibat laporan
keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum.
Asset Misapproapriation di kelompokkan menjadi dua macam:
1. Cash missaproapriation
Penyelewengan terhadap aset yang berupa kas (misalnya
penggelapan kas, mengambil cek dari pelanggan, menahan cek
pembayaran untuk vendor)
2. Non cash missapproapriation
Penyelewengan terhadap asset non kas ( misalnya
menggunakan fasilitas perusahaan untuk kepentingan pribadi)

PENGUJIAN ANALITIS
Menurut PSA 22 (SA 329) prosedur analitis didefinisikan sebagai “evaluasi atas
informasi keuangan yang dilakukan dengan mempelajari hubungan logis antara
data keuangan dan nonkeuangan, meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang
tercatat dengan ekspektasi auditor.” Definisi ini menekankan pada ekspektasi yang
dikembangkan oleh auditor. Prosedur analitis dapat dilakukan dalam tiga
kesempatan selama penugasan audit berlangsung yakni saat perencanaan,
pengujian dan penyelesaian audit.
Berikut tahap-tahap prosedur analitis dalam audit:
 Fase perencanaan
Pada fase perencanaan, prosedur analitis berfungsi untuk membantu
auditor dalam merencanakan sifat, waktu, lingkup dan prosedur audit.
 Fase pengujian
Pada fase Pengujian, prosedur analitis berfungsi untuk memperoleh bukti
mengenai masing-masing asersi yang berhubungan dengan saldo akun atau
jenis-jenis transaksi.
 Fase penyelesaian
Pada fase penyelesaian, prosedur analitis berfungsi untuk menentukan
kesimpulan audit atau penilaian tahap akhir tentang kewajaran laporan
keuangan yang diaudit, sebagai review menyeluruh.

Menurut Arens dan Loebbecke, tujuan dari prosedur analitis dalam audit atas
laporan keuangan adalah:
1. Memahami sifat industri dan usaha auditan.
Auditor harus mendapatkan pengetahuan mengenai sifat industri dan usaha
auditan sebagai bagian dari perencanaan audit. Dengan melaksanakan
prosedur analitis di mana informasi laporan keuangan yang belum diaudit
dibandingkan dengan informasi laporan keuangan tahun lalu yang telah
diaudit, perubahan yang terjadi dapat teridentifikasi. Perubahan-perubahan
ini dapat mewakili kecenderungan-kecenderungan yang penting atau
kejadian-kejadian tertentu dimana semuanya akan mempengaruhi
perencanaan audit.

2. Memperkirakan kemampuan auditan untuk melanjutkan usahanya (going


concern)
Prosedur analitis berguna sebagai indikasi jikalau auditan sedang
mengalami masalah keuangan. Beberapa prosedur analitis akan sangat
membantu auditor dalam memperkirakan kemungkinan kegagalan
keuangan. Sebagai contoh jika terjadi kombinasi antara perbandingan di
atas normal dari hutang jangka panjang dengan kekayaan bersih dan
perbandingan di bawah rata-rata dari penghasilan dengan total aktiva,
maka risiko kegagalan keuangan yang tinggi mungkin terindikasi. Hal ini
bukan hanya mempengaruhi perencanaan audit, tetapi mempengaruhi
modifikasi laporan audit jika prosedur analitis ini dilakukan pada tahap
penyelesaian.

3. Mengindikasikan terjadinya kemungkinan salah saji dalam laporan


keuangan.
Perbedaan yang signifikan antara data keuangan yang belum diaudit
dengan data lain yang digunakan sebagai pembanding, sering disebut
fluktuasi yang tidak biasa (unusual fluctuations). Fluktuasi yang tidak
biasa terjadi ketika perbedaan signifikan yang seharusnya tidak muncul
tetapi ada dalam laporan keuangan, atau perbedaan yang seharusnya
muncul tetapi tidak ada. Pada dua kasus ini, satu alasan yang mungkin
untuk fluktuasi yang tidak biasa ini adalah kesalahan pencatatan akuntansi.
Karena itu apabila fluktuasi yang tidak biasa ini terjadi dalam jumlah
besar, auditor harus menemukan alasan sehingga mendapatkan keyakinan
bahwa penyebabnya adalah kejadian ekonomi yang valid dan bukan
karena adanya salah saji.

4. Mengurangi pengujian terinci


Ketika prosedur analitis tidak mengungkapkan adanya fluktuasi yang tidak
biasa, maka kemungkinan adanya salah saji yang material telah berkurang.
Dalam kasus ini, prosedur analitis adalah bagian dari bukti substantif yang
mendukung penyajian secara layak atas akun-akun yang berkaitan, dan
memungkinkan untuk melaksanakan pengujian terinci yang lebih sedikit
atas akun-akun tersebut. Dengan kata lain beberapa prosedur audit tertentu
dapat dihapuskan, jumlah sampel dapat dikurangi, atau waktu pelaksanaan
prosedur audit ini dapat dipindahkan lebih jauh dari tanggal neraca.

Anda mungkin juga menyukai