Anda di halaman 1dari 23

A.

Pengertian

Pengertian Lingkungan hidup / lingkungan adalah istilah yang


dapat mencangkup segala makhluk hidup dan tak hidup di alam yang
ada di Bumi atau bagian dari Bumi, yang berfungsi secara alami tanpa
campur tangan manusia yang berlebihan.

B.Unsur-Unsur Lingkungan Hidup

a. Unsur Fisik (Abiotik).


Fungsi unsur fisik dalam lingkungan hidup, yaitu sebagai
mediauntuk berlangsungnya kehidupan. Apabila unsur fisik tersebut
tidak ada, semua kehidupan yang terdapat di muka bumi ini dapat
terhenti.

b. Unsur Hayati (Biotik).


Unsur hayati dalam lingkungan hidup terdiri atas semua makhluk
hidup yang terdapat di bumi. Unsur hayati ini yakni manusia, hewan,
tumbuhan, dan jasad renik. Tumbuhan memperoleh unsur hara dari
jasad renik, tumbuhan dimakan hewan dan manusia, hewan dan
manusia mati lalu diuraikan oleh jasad renik menjadi unsur hara.

c. Unsur Budaya
Unsur budaya adalah system nilai, gagasan, dan keyakinan yang
dimiliki manusia dalam menentukan perilakunya sebagai makhluk
sosial.

C.Arti Penting Lingkungan bagi Kehidupan

Lingkungan hidup memiliki arti penting bagi kehidupan, yakni


sebagai wahana bagi keberlanjutan kehidupan, tempat tinggal, dan
tempat mencari makan.

a. Lingkungan sebagai Wahana bagi Keberlanjutan Kehidupan


Lingkungan hidup merupakan tempat berinteraksinya makhluk
hidup yang membentuk suatu sistem jaringan kehidupan. Di
dalamnya terdapat berbagai siklus yang menunjang kehidupan,
seperti siklus energi, siklus air, dan siklus udara. Dalam sebuah
piramida makanan, tumbuhan berperan sebagai produsen dan
berada pada tingkat yang paling rendah.

b. Lingkungan sebagai Tempat Mencari Makan (Niche)


Makhluk hidup saling berinteraksi membentuk piramida makanan.
Jika salah satu dalam makanan terputus, maka akan terjadi
kelaparan dan kematian hewan lainnya

D.Bentuk-Bentuk Kerusakan Lingkungan Hidup

A. Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat Peristiwa Alam

 Letusan Gunung Berapi


Beberapa gunung berapi sering meletus, seperti gunung Merapi,
Krakatau, Kerinci, Tangkuban Perahu, dan Semeru. Letusan gunung
berapi terjadi karena aktivitas vulkanisme yang ditandai ledakan,
getaran, dan muntahan material gunung.

a. Letusan gunung berapi melemparkan berbagai material padat yang


terdapat di dalamnya seperti batuan, kerikil, dan pasir yang dapat
menimpa perumahan, daerah pertanian, dan hutan.

b. Hujan abu vulkanik yang menyertai letusan dapat menyebabkan


terganggunya pernapasan, pemandangan yang gelap, dan lingkungan
yang kotor.

c. Lava panas yang meleleh dapat merusak bahkan mematikan apa


saja yang dilaluinya.

d. Awan panas yang berembus dengan kecepatan tinggi dan tidak


terlihat mata dapat menewaskan makhluk hidup yang dilaluinya.

e. Gas yang mengandung racun dapat mengancam keselamatan


makhluk hidup di sekitar gunung berapi.
 Gempa Bumi

Gempa bumi merupakan getaran yang dirasakan permukaan bumi


akibat adanya kekuatan dari dalam bumi berupa aktivitas tektonisme,
vulkanisme, dan runtuhan bagian lapisan bumi.

a. Tanah di permukaan bumi merekah sehingga menyebabkan jalan


raya terputus.
b. Akibat guncangan yang hebat dapat terjadi tanah longsor yang
menimbun segala sesuatu dibawahnya.
c. Gempa dapat merobohkan berbagai bangunan.
d. Dapat terjadi banjir sebagai akibat dari rusaknya tanggul
bendungan.
e. Gempa yang terjadi di dasar laut dapat menyebabkan tsunami, yaitu
gelombang pasang di laut yang melanda daerah pantai.
f. Gempa dapat merenggut korban jiwa, luka berat, luka ringan, dan
hilangnya orang.

 Angin Topan

Angin topan adalah angin yang berembus dengan kecepatan tinggi


(lebih dari 100 km/jam). Jika angin tersebut disertai hujan disebut
badai.

a. Rumah-rumah yang kurang kuat dapat rusak atapnya bahkan ada


yang roboh.
b. Areal pertanian, perkebunan, dan hutan rusak.
c. Membahayakan bagi kegiatan penerbangan.
d. Menimbulkan ombak yang besar sehingga dapat menenggelamkan
kapal.

 Banjir

Banjir merupakan genangan air yang meliputi daerah yang cukup luas
karena sungai tidak mampu lagi menampung. Banjir dapat merusak
saluran irigasi, jembatan, jalan raya, jalan kereta api, rumah
penduduk, dan areal pertanian.
 Tanah Longsor

Lereng atau lahan yang kemiringannya melampaui 20 derajat


umumnya memiliki kecenderungan untuk bergerak atau longsor.
Tanah menjadi longsor karena faktor alam, seperti adanya gempa dan
hujan deras, atau juga faktor manusia berupa tindakan penggundulan
hutan.

B. Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat Kegiatan Manusia


 Kerusakan Hutan dan Upaya Pelestariannya

Hutan merupakan bagian sumber daya alam yang bernilai


ekonomi. Akan tetapi, karena hutan dibutuhkan manusia dan mudah
didayagunakan, hutan justru telah banyak mengalami kerusakan
akibat ulah manusia. Adapun bentuk kerusakan hutan akibat ulah
manusia, yaitu sebagai berikut :

a. Hutan dimanfaatkan secara berlebihan. Contohnya, penebangan


pepohonan di hutan untuk keperluan industri, rumah tangga, dan
bahan bangunan.
b. Hutan dialihfungsikan menjadi lahan pertanian, permukiman,
dan kegiatan penambangan. Pengalihan fungsi ini dilakukan
dengan cara menebang dan membakar pepohonan sehingga
lahan menjadi kritis.

Kerusakan hutan dapat menimbulkan hal-hal berikut :

a. Berbagai jenis hewan dan tumbuhan mengalami kepunahan.


b. Timbul perubahan iklim karena hutan tidak lagi berfungsi sebagai
pengatur iklim.
c. Terjadi kekeringan pada musim kemarau dan banjir di musim
hujan.
d. Meluasnya lahan kritis, yakni lahan tidak subur dan tanaman tidak
dapat tumbuh dengan baik.
Indonesia memiliki 10 persen hutan tropis dunia yang masih
tersisa. Hutan Indonesia memiliki 12 persen dari jumlah spesies
binatang menyusui/ mamalia, pemilik 16 persen spesies binatang
reptil dan ampibi. 1.519 spesies burung dan 25 persen dari spesies
ikan dunia. Sebagian diantaranya adalah endemik (hanya dapat
ditemui di daerah tersebut).
Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang
sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan
hutan aslinya sebesar 72 persen. Penebangan hutan Indonesia yang
tidak terkendali selama puluhan tahun menyebabkan terjadinya
penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan
periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada
periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan
Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan
hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran
citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan
rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan
hutan.
Dengan semakin berkurangnya tutupan hutan Indonesia, maka
sebagian besar kawasan Indonesia telah menjadi kawasan yang rentan
terhadap bencana, baik bencana kekeringan, banjir maupun tanah
longsor. Sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2003, tercatat telah
terjadi 647 kejadian bencana di Indonesia dengan 2022 korban jiwa
dan kerugian milyaran rupiah, dimana 85 persen dari bencana tersebut
merupakan bencana banjir dan longsor yang diakibatkan kerusakan
hutan.
Bagaimana dengan Riau ? Sepanjang tahun 2004, seluas tidak
kurang 1.008 hektare lahan di Riau hangus terbakar. Kebakaran yang
terjadi itu telah menimbulkan kabut asap beberapa waktu lalu di
kawasan Riau dan sekitarnya. Lahan yang terbakar tersebut seluas
1.008,51 hektar yang tersebar di enam daerah kabupaten dan kota,
seperti Siak seluas 727,5 hektar, Bengkalis (152 ha), Rokan Hilir
(80,75 ha), Indragiri Hilir (40,26 ha), Kota Pekanbaru (24 ha) dan
Kota Dumai seluas 4 hektar. Peristiwa kebakaran hutan itu kembali
terjadi pada awal tahun 2005 dengan kerugian yang tidak sedikit.
(Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah
(Bapedalda) Provinsi Riau).
Dengan kerusakan hutan Indonesia, kita akan kehilangan
beragam hewan dan tumbuhan yang selama ini menjadi kebanggaan
bangsa Indonesia. Sementara itu, hutan Indonesia selama ini
merupakan sumber kehidupan bagi sebagian rakyat Indonesia. Hutan
merupakan tempat penyedia makanan, penyedia obat-obatan serta
menjadi tempat hidup bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Dengan
hilangnya hutan di Indonesia, menyebabkan mereka kehilangan
sumber makanan dan obat-obatan. Seiring dengan meningkatnya
kerusakan hutan Indonesia, menunjukkan semakin tingginya tingkat
kemiskinan rakyat Indonesia dan sebagian masyarakat miskin di
Indonesia hidup berdampingan dengan hutan.

Pada tahun 1998, CIFOR, the International Centre for Research


in Agroforestry (ICRAF) dan the United States Forest Service,
dengan tambahan dana dari Uni Eropa, memulai studi multi disiplin
yang difokuskan pada delapan lokasi rentan kebakaran di Sumatra dan
Kalimantan. Untuk menentukan mengapa kebakaran bisa terjadi,
siapa yang bertanggung jawab, bagaimana cara api menyebar dan
jenis habitat mana yang paling berisiko.
Sebagian besar data ?hot-spot? kebakaran dan gambar satelit
menunjukkan lautan api dimulai di daerah perusahaan-perusahaan
perkebunan kelapa sawit dan pulp, yang biasa menggunakan api
untuk membersihkan lahan. Namun demikian, tampak jelas bahwa
asal mula kebakaran juga dipicu oleh berbagai alasan. Konsesi-
konsesi kayu, transmigrasi dan pembangunan perkebunan-perkebunan
agro-industri membuka jalan masuk ke wilayah-wilayah yang
sebelumnya terpencil. Ini mendorong peningkatan skala dan jumlah
kebakaran.
Kekurangan peraturan formal yang mengatur hak-hak pemilikan
umum dan swasta menyebabkan penggunaan api sebagai senjata
dalam konflik-konflik kepemilikan lahan. Api juga digunakan oleh
para pemilik lahan kecil untuk membersihkan lahan untuk menanam
tanaman pangan dan industri, oleh para transmigran, oleh para
peladang berpindah dan oleh para pemburu dan nelayan. Deforestasi
dan degradasi hutan alam menyediakan sisa-sisa kayu yang mudah
terbakar dan menciptakan bentang-darat yang lebih rentan api.
Ironisnya, realita ini juga diperparah dengan kondisi
pemerintahan yang korup, dimana hutan dianggap sebagai sumber
uang dan dapat dikuras habis untuk kepentingan individu. Sumber
daya alam dijadikan asset ekonomi untuk kepentingan pribadi dan
kelompok. Hal ini terlihat ketika dengan leluasanya Pemprov Riau
menjual Pasir laut ke Singapura pada kurun waktu 1978 ? 2002
dengan menyisakan kerugian besar. Ribuan hektar ?tanah air? kita
berpindah tempat, sementara penderitaan terdalam dirasakan oleh
rakyat kecil. Pengerukan pasir laut ini, membuat ancaman serius
terhadap sektor perikanan, wisata dan wilayah territorial. Parahnya,
kerusakan lingkungan itu tidak diiringi upaya pemberdayaan
lingkungan hidup baik oleh pemerintah atau pihak swasta yang
mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia dan Riau pada khususnya.
Justru sebaliknya malah menambah kerusakan lingkungan dengan
membuang limbah industri dilahan masyarakat seperti sungai, laut
atau daratan dan tindakan lain yang sifatnya merusak lingkungan.

 Masalah Kebakaran Hutan

Api sebagai alat atau teknologi awal yang dikuasai manusia


untuk mengubah lingkungan hidup dan sumberdaya alam dimulai
pada pertengahan hingga akhir zaman Paleolitik, 1.400.000-700.000
tahun lalu. Sejak manusia mengenal dan menguasai teknologi api,
maka api dianggap sebagai modal dasar bagi perkembangan manusia
karena dapat digunakan untuk membuka hutan, meningkatkan
kualitas lahan pengembalaan, memburu satwa liar, mengusir satwa
liar, berkomunikasi sosial disekitar api unggun dan sebagainya
(Soeriaatmadja, 1997).
Analisis terhadap arang dari tanah Kalimantan menunjukkan
bahwa hutan telah terbakar secara berkala dimulai, setidaknya sejak
17.500 tahun yang lalu. Kebakaran besar kemungkinan terjadi secara
alamiah selama periode iklim yang lebih kering dari iklim saat itu.
Namun, manusia juga telah membakar hutan lebih dari 10 ribu tahun
yang lalu untuk mempermudah perburuan dan membuka lahan
pertanian. Catatan tertulis satu abad yang lalu dan sejarah lisan dari
masyarakat yang tinggal di hutan membenarkan bahwa kebakaran
hutan bukanlah hal yang baru bagi hutan Indonesia (Schweithelm, J.
dan D. Glover, 1999).
Kebakaran hutan besar terpicu pula oleh munculnya fenomena
iklim El-Nino seperti kebakaran yang terjadi pada tahun 1987, 1991,
1994 dan 1997 (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan
UNDP, 1998). Perkembangan kebakaran tersebut juga
memperlihatkan terjadinya perluasan penyebaran lokasi kebakaran
yang tidak hanya di Kalimantan Timur, tetapi hampir di seluruh
propinsi, serta tidak hanya terjadi di kawasan hutan tetapi juga di
lahan non hutan.
Penyebab kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik
perdebatan, apakah karena alami atau karena kegiatan manusia.
Namun berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia yang berawal
dari kegiatan atau permasalahan sebagai berikut:

1. Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang


berpindah-pindah.
2. Pembukaan hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan
(HPH) untuk insdustri kayu maupun perkebunan kelapa sawit.
3. Penyebab struktural, yaitu kombinasi antara kemiskinan,
kebijakan pembangunan dan tata pemerintahan, sehingga
menimbulkan konflik antar hukum adat dan hukum positif
negara.

Sedangkan penyebab struktural, umumnya berawal dari suatu


konflik antara para pemilik modal industri perkayuan maupun
pertambangan, dengan penduduk asli yang merasa kepemilikan
tradisional (adat) mereka atas lahan, hutan dan tanah dikuasai oleh
para investor yang diberi pengesahan melalui hukum positif negara.
Akibatnya kekesalan masyarakat dilampiaskan dengan melakukan
pembakaran demi mempertahankan lahan yang telah mereka miliki
secara turun temurun. Disini kemiskinan dan ketidak adilan menjadi
pemicu kebakaran hutan dan masyarakat tidak akan mau
berpartisipasi untuk memadamkannya.
 Kerugian dan Dampak Kebakaran Hutan

1.Areal hutan yang terbakar


Beberapa tahun terakhir kebakaran hutan terjadi hampir setiap
tahun, khususnya pada musim kering. Kebakaran yang cukup besar
terjadi di Kalimantan Timur yaitu pada tahun 1982/83 dan tahun
1997/98. Pada tahun 1982/83 kebakaran telah menghanguskan hutan
sekitar 3,5 juta hektar di Kalimantan Timur dan ini merupakan rekor
terbesar kebakaran hutan dunia setelah kebakaran hutan di Brazil
yang mencapai 2 juta hektar pada tahun 1963 (Soeriaatmadja, 1997).
Kemudian rekor tersebut dipecahkan lagi oleh kebakaran hutan
Indonesia pada tahun 1997/98 yang telah menghanguskan seluas 11,7
juta hektar. Kebakaran terluas terjadi di Kalimantan dengan total
lahan terbakar 8,13 juta hektar, disusul Sumatera, Papua Barat,
Sulawesi dan Jawa masing-masing 2,07 juta hektar, 1 juta hektar, 400
ribu hektar dan 100 ribu hektar (Tacconi, 2003).
Selanjutnya kebakaran hutan Indonesia terus berlangsung setiap
tahun meskipun luas areal yang terbakar dan kerugian yang
ditimbulkannya relatif kecil dan umumnya tidak terdokumentasi
dengan baik. Data dari Direktotar Jenderal Perlindungan hutan dan
Konservasi Alam menunjukkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi
tiap tahun sejak tahun 1998 hingga tahun 2002 tercatat berkisar antara
3 ribu hektar sampai 515 ribu hektar (Direktotar Jenderal
Perlindungan hutan dan Konservasi Alam, 2003).

2. Kerugian yang ditimbulkannya


Kebakaran hutan akhir-akhir ini menjadi perhatian internasional
sebagai isu lingkungan dan ekonomi khususnya setelah terjadi
kebakaran besar di berbagai belahan dunia tahun 1997/98 yang
menghanguskan lahan seluas 25 juta hektar. Kebakaran tahun 1997/98
mengakibatkan degradasi hutan dan deforestasi menelan biaya
ekonomi sekitar US $ 1,6-2,7 milyar dan biaya akibat pencemaran
kabut sekitar US $ 674-799 juta. Kerugian yang diderita akibat
kebakaran hutan tersebut kemungkinan jauh lebih besar lagi karena
perkiraan dampak ekonomi bagi kegiatan bisnis di Indonesia tidak
tersedia. Valuasi biaya yang terkait dengan emisi karbon
kemungkinan mencapai US $ 2,8 milyar (Tacconi, 2003).
Hasil perhitungan ulang kerugian ekonomi yang dihimpun
Tacconi (2003), menunjukkan bahwa kebakaran hutan Indonesia telah
menelan kerugian antara US $ 2,84 milayar sampai US $ 4,86 milyar
yang meliputi kerugian yang dinilai dengan uang dan kerugian yang
tidak dinilai dengan uang. Kerugian tersebut mencakup kerusakan
yang terkait dengan kebakaran seperti kayu, kematian pohon, HTI,
kebun, bangunan, biaya pengendalian dan sebagainya serta biaya
yang terkait dengan kabut asap seperti kesehatan, pariwisata dan
transportasi.

3. Dampak Kebakaran Hutan


Kebakaran hutan yang cukup besar seperti yang terjadi pada
tahun 1997/98 menimbulkan dampak yang sangat luas disamping
kerugian material kayu, non kayu dan hewan. Dampak negatif yang
sampai menjadi isu global adalah asap dari hasil pembakaran yang
telah melintasi batas negara. Sisa pembakaran selain menimbulkan
kabut juga mencemari udara dan meningkatkan gas rumah kaca.
Asap tebal dari kebakaran hutan berdampak negatif karena dapat
mengganggu kesehatan masyarakat terutama gangguan saluran
pernapasan. Selain itu asap tebal juga mengganggu transportasi
khususnya tranportasi udara disamping transportasi darat, sungai,
danau, dan laut. Pada saat kebakaran hutan yang cukup besar banyak
kasus penerbangan terpaksa ditunda atau dibatalkan. Sementara pada
transportasi darat, sungai, danau dan laut terjadi beberapa kasus
tabrakan atau kecelakaan yang menyebabkan hilangnya nyawa dan
harta benda.
Kerugian karena terganggunya kesehatan masyarakat,
penundaan atau pembatalan penerbangan, dan kecelakaan
transportasi di darat, dan di air memang tidak bisa diperhitungkan
secara tepat, tetapi dapat dipastikan cukup besar membebani
masyarakat dan pelaku bisnis. Dampak kebakaran hutan Indonesia
berupa asap tersebut telah melintasi batas negara terutama Singapura,
Brunai Darussalam, Malaysia dan Thailand.
 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan
Sejak kebakaran hutan yang cukup besar yang terjadi pada tahun
1982/83 yang kemudian diikuti rentetan kebakaran hutan beberapa
tahun berikutnya, sebenarnya telah dilaksanakan beberapa langkah,
baik bersifat antisipatif (pencegahan) maupun penanggulangannya.

1. Upaya Pencegahan
Upaya yang telah dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan
dilakukan antara lain:
(a) Memantapkan kelembagaan dengan membentuk dengan membentuk
Sub Direktorat Kebakaran Hutan dan Lembaga non struktural berupa
Pusdalkarhutnas, Pusdalkarhutda dan Satlak serta Brigade-brigade
pemadam kebakaran hutan di masing-masing HPH dan HTI;
(b) Melengkapi perangkat lunak berupa pedoman dan petunjuk teknis
pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan;
(c) Melengkapi perangkat keras berupa peralatan pencegah dan
pemadam kebakaran hutan;
(d) Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi aparat
pemerintah, tenaga BUMN dan perusahaan kehutanan serta
masyarakat sekitar hutan;
(e) Kampanye dan penyuluhan melalui berbagai Apel Siaga
pengendalian kebakaran hutan;
(f) Pemberian pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI, perkebunan
dan Transmigrasi), Kanwil Dephut, dan jajaran Pemda oleh Menteri
Kehutanan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup;
(g) Dalam setiap persetujuan pelepasan kawasan hutan bagi
pembangunan non kehutanan, selalu disyaratkan pembukaan hutan
tanpa bakar.
2. Upaya Penanggulangan
Disamping melakukan pencegahan, pemerintah juga nelakukan
penanggulangan melalui berbagai kegiatan antara lain:
(a) Memberdayakan posko-posko kebakaran hutan di semua tingkat,
serta melakukan pembinaan mengenai hal-hal yang harus dilakukan
selama siaga I dan II.
(b) Mobilitas semua sumberdaya (manusia, peralatan & dana) di semua
tingkatan, baik di jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi
lainnya, maupun perusahaan-perusahaan.
(c) Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di tingkat pusat
melalui PUSDALKARHUTNAS dan di tingkat daerah melalui
PUSDALKARHUTDA Tk I dan SATLAK kebakaran hutan dan
lahan.
(d) Meminta bantuan luar negeri untuk memadamkan kebakaran antara
lain: pasukan BOMBA dari Malaysia untuk kebakaran di Riau, Jambi,
Sumsel dan Kalbar; Bantuan pesawat AT 130 dari Australia dan
Herkulis dari USA untuk kebakaran di Lampung; Bantuan masker,
obat-obatan dan sebagainya dari negara-negara Asean, Korea Selatan,
Cina dan lain-lain.

3. Peningkatan Upaya Pencegahan dan Penanggulangan


Upaya pencegahan dan penanggulangan yang telah dilakukan selama
ini ternyata belum memberikan hasil yang optimal dan kebakaran
hutan masih terus terjadi pada setiap musim kemarau. Kondisi ini
disebabkan oleh berbagai faktor antara lain:
(a) Kemiskinan dan ketidak adilan bagi masyarakat pinggiran atau
dalam kawasan hutan.
(b) Kesadaran semua lapisan masyarakat terhadap bahaya kebakaran
masih rendah.
(c) Kemampuan aparatur pemerintah khususnya untuk koordinasi,
memberikan penyuluhan untuk kesadaran masyarakat, dan melakukan
upaya pemadaman kebakaran semak belukar dan hutan masih rendah.
(d) Upaya pendidikan baik formal maupun informal untuk
penanggulangan kebakaran hutan belum memadai.

Hasil identifikasi dari serentetan kebakaran hutan menunjukkan


bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia dan
faktor yang memicu meluasnya areal kebakaran adalah kegiatan
perladangan, pembukaan HTI dan perkebunan serta konflik hukum
adat dengan hukum negara, maka untuk meningkatkan efektivitas dan
optimasi kegiatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan
perlu upaya penyelesaian masalah yang terkait dengan faktor-faktor
tersebut.

 Pencemaran Lingkungan
Pencemaran lingkungan adalah masuknya limbah hasil kegiatan
manusia ke dalam suatu wilayah tertentu, sehingga kualitas
lingkungan wilayah tersebut menjadi berubah dan tidak sesuai lagi
dengan peruntukannya.

a. Pencemaran Air
Pencemaran air dapat terjadi karena penggunaan zat-zat kimia yang
berlebihan, seperti pestisida dan insektisida. Pembuangan sampah sisa
industri juga dapat mencemari air. Begitu pula kebocoran serta
tabrakan kapal-kapal tanker di laut dapat mengakibatkan tumpahnya
minyak ke laut.
b. Pencemaran Tanah
Banyak peristiwa yang dapat mencemari tanah sehingga tanah tidak
dapat digunakan untuk areal pertanian, kehutanan, maupun tempat
tinggal.

Pencemaran tanah terjadi karena hal-hal berikut :


a. Pembuangan bahan-bahan yang berbahaya, racun nuklir, dan lain-
lain.
b. Pengambilan hasil tambang yang berlebihan.
c. Pengambilan air tanah yang berlebihan.
d. Pembuangan sampah anorganik yang sulit diuraikan, seperti
plastik, botol, dan kaleng.

c. Pencemaran Udara
Dari pabrik-pabrik, kendaraan bermotor, dan dapur rumah tangga
menyebabkan timbulnya masalah pencemaran udara, yakni adanya
asap dan gas yang keluar mengotori udara.
Upaya Penaggulangan Kerusakan Lingkungan Hidup
1. Memproduksi minyak secara alami
Ada proses bernama themo-depolymerization, suatu proses yang
sama dengan bagaimana alam memproduksi minyak. Misalnya
libah berbasis karbon jika dipanaskan dan diberi tekanan tepat,
mampu menghasilkan bahan minyak. Secara alami proses ini
membutuhkan waktu jutaan tahun. Dari eksperimen yang sudah-
sudah, kotoran ayam kalkun mampu memproduksi sekitar 600 pon
petroleum.
2. Menghilangkan garam dari air laut
PBB mencatat, suplai air bersih akan sangat terbatas bagi milyaran
manusia pada pertengahan abad ini. Ada teknologi bernama
Desalinasi, yakni menhilangkan kadar garam dan mineral dari air
laut sehingga layak diminum. Ini merupakan solusi yang bias
dilakukan untuk mencegah krisis air. Masalahnya, teknologi ini
masih terlalu mahal dan membutuhkan energi cukup besar. Kini
para ilmuan tengah mencari jalan agar desalinasi dapat berlangsung
dengan energi lebih sedikit. Salah satu caranya adalah dengan
melakukan evaporasi pada air sebelum masuk ke membrane dengan
pori-pori mikroskopis.
3. Tenaga Hidrogen
Bahan bakar hydrogen dianggap sebagai bahan bakar alternative
bebas polusi. Energi dihasilkan dari perpaduan antara hydrogen dan
oksigen. Problemnya adalah bagaimana hydrogen itu dihasilkan.
Molekul seperti air dan alkohol harus diproses dulu untuk
mengekstaksi hydrogen sehingga menjadi sel bahan bakar. Proses
ini juga membutuhkan energi besar. Namun setidaknya ilmuwan
sudah mencoba membuat laptop serta peranti lain dengan tenaga
fuel cell.
4. Tenaga Surya
Energi surya yang sampai di bumi terbentuk dari photon, dapat
dikonversikan menjadi listrik atau panas. Beberapa perusahaan
sudah berhasil menggunakan aplikasi ini. Mereka memakai sel
surya dan termal surya sebagai media pengumpul energi.
5. Konversi Panas Laut
Media pengumpul tenaga surya terbesar di bumi ini adalah air laut.
Departemen Energi Amerika Serikat (AS) menyebut, laut mampu
menyerap panas surya setara dengan energi yang dihasilkan 250
miliar barel minyak/hari. Ada teknologi bernama OTEC yang
mampu mengkonversikan energi termal laut menjadi listrik.
Perbedaan suhu antar permukaan laut mampu menjalankan turbin
dan menggerakkan generator. Masalahnya, teknologi ini masih
kurang efisien.
6. Energi Gelombang Laut
Laut melingkupi 70 % permukaan bumi. Gelombangnya
menyimpan energi besar yang dapat menggerakkan turbin-turbin
sehingga menghasilkan listrik. Problemnya agak sulit
memperkirakan kapan gelombang laut cukup besar sehingga
memproduksi energi yang cukup, solusinya adalah dengan
menyimpan sebagian energi ketika gelombang cukup besar. Sungai
Timur kota New York saat ini sedang menjadi proyek percobaan
dengan enam turbin bertenaga gelombang air. Sedangkan Portugis
justru sudah lebih dulu mempraktikan teknologi ini dan sukses
menerangi lebih dari 1500 rumah.
7. Menanami Atap Rumah
Tanaman yang tanam di atap rumah ini mampu menyerap panas
dan mengurangi karbon dioksida. Bayangkan jika burung-burung
dan kupu-kupu berterbangan di sekitar rumah hijau kita.
8. Bioremediasi
Bioremediasi adalah memanfaatkan mikroba dan tanaman untuk
membersihkan kontaminasi. Salah satunya adalah membersihkan
kandungan nitrat dalam air dengan bantuan mikroba. Atau memakai
tanaman untuk menetralisir arsenic dari tanah. Beberapa tumbuhan
asli ternyata punya daerah untuk membersihkan bumi kita dari
aneka polusi.
9. Kubur barang-barang Perusak
Karbon dioksida adalah factor utaa penyebab pemanasan global.
Energy Information Administration (EIA) mencatat, tahun 2030
emisi karbon dioksida mencapai 8000 juta metric ton. Metode
paling sederhana untuk menekan kandungan zat berbahaya itu
adalah dengan menguburkan berbagai sumber penghasilan CO2
seperti aneka limbah elektronik berbahaya. Namun ilmuan masih
belum yakin bahwa gas berbahaya akan tersimpan aman.
10. Buku Elektronik
Berapa ton kertas dan berapa banyak pohon yang harus ditebang
bagi seanteo dunia jika kita sampai semua harus membeli Koran,
majalah, novel, buku pelajaran, buku tulis, kertas tulis, sampai tisu
toilet. Buku elektronik atau surat elektronik yang lebih dikenal
dengan e-book dan email memberi kontribusi sangat berarti pada
kelangsungan hidup. Dengan teknologi itu, produksi kertas dapat
ditekan, sehingga bahan kita tak perlu menebang terlalu banyak
pohon.
11. Melakukan reklamasi pantai dengan menanam kembali tanaman
bakau di areal sekitar pantai.
12. Melarang pengambilan batu karang yang ada di sekitar pantai
maupun di dasar laut, karena karang merupakan habitat ikan dan
tanaman laut.
13. Melarang pemakaian bahan peledak dan bahan kimia lainnya
dalam mencari ikan.
14. Melarang pemakaian pukat harimau untuk mencari ikan.
15. Mendirikan cagar alam dan suaka margasatwa.
16. Melarang kegiatan perburuan liar.
17. Menggalakkan kegiatan penghijauan.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirar Allah swt, karena berkat rahmat dan


karunia-Nya, kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang
berjudul “Kebudayaan dan Masalah Lingkungan Hidup dan
Upaya Penanggulangannya” .
Masalah lingkungan hidup memang bukan persoalan salah satu
negara saja, tetapi sudah menjadi tanggung jawab seluruh bangsa dan
negara. Oleh karena itulah berbagai upaya dilakukan orang untuk
mencegah tambah rusaknya lingkungan hidup.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua pembaca. Kami sadar makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini,
kami mengharapkan pembaca dapat memakluminya.

Palu, 12 oktober 2015-10-09

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

Manusia, makhluk hidup lain, dan benda-benda mati yang hidup


dalam suatu daerah dan saling berinteraksi dinamakan komunitas.
Komunitas organik yang saling berhubungan satu sama lain dan
membentuk satu kesatuan dinamakan ekosistem.
Manusia merupakan anggota komunitas yang berperan penting
dalam lingkungan hidup. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan
lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan
keadaan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan
perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lainnya.
Masalah lingkungan hidup memang bukan persoalan salah satu
negara saja, tetapi sudah menjadi tanggung jawab seluruh bangsa dan
negara. Oleh karena itulah berbagai upaya dilakukan orang untuk
mencegah tambah rusaknya lingkungan hidup. Seperti dengan
diselenggarakannya KTT Bumi, Protokol Kiyoto, dan lain
sebagainya.
Bahkan beberapa negara yang masih memanfaatkan bahan bakar
fosil, berusaha mengurangi efek rumah kaca dengan menggunakan
bahan bakar gas alam yang secara ekonomis sangat kompetitif bila
dibandingkan dengan penggunaan minyak bumi atau batubara. Hanya
sebenarnya gas alam juga tetap menimbulkan CO2, tetapi lebih
sedikit bila dibandingkan dengan penggunaan minyak bumi dan
batubara. Disamping itu pun gas alam juga menimbulkan methan
selama proses penyediaannya, yang kesemua itu dapat mengakibatkan
kerusakan lingkungan. Dalam makalah ini akan membahas tentang
masalah kerusakan lingkungan hidup di bumi, khususnya di
Indonesia, berikut upaya penanggulangannya.
BAB 7
PENUTUP

Kesimpulan
Penyebab terjadinya masalah lingkungan hidup adalah adanya
kegiatan masyarakat seperti pembuangan limbah pabrik, sampah dari
rumah tangga, penebangan dan kebakaran hutan yang dapat
menimbulkan pencemaran terhadap sungai dan laut, tanah, hutan
sehingga banyak flora dan fauna yang punah.

Saran
masyarakat harus menjaga kelestarian lingkungan hidup. Dalam
pemanfaatan sumber daya harus memperhatikan dampak yang timbul
dari penggunaan sumber daya tersebut terhadap lingkungan sekitar
agar tidak terjadi pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dr.H. Totok Gunawan, M.S.,dkk. 2004. Fakta dan Konsep


Geografi. Jakarta: Ganeca Exact.

2. Sugandi, Dede. 2005. Geografi. Bandung: Regina.

3. http://forum.cekinfo.com/showthread.php?t=1680
BAB 1
PENUTUP

KEBUDAYAAN SUATU DAERAH


Apabila suatu kebudayaan di Indonesia di dasarkan atas angkatan
tersebut, sementara itu perubahan yang terjadi berjalan dengan amat
cepat, maka pentingnya konteks sejarah menjadi relatif. Karenanya
dalam mengkaji perubahan di masa silam, akan sedikit artinya jika
delakukan dengan mengkaji keseluruhan perubahan dari titik nol.
Untuk itu yang terpenting adalah mengembangkan pemikiran tentang
apa yang terjadi sejak zero point ; sebagai dasar yang paling baik
untuk menjelaskan serangkaian perubahan, yaitu di dasarkan atas data
dan situasi yang faktual.
Sebagian besar para ahli antropologi sepakat bahwa
kebudayaanlah yang telah membentuk makhluk manusia, dan bukan
alam atau sekitarnya. Keberhasilan mereka menundukkan alam
sekitarnya adalah bukti keberhasilan mereka mencapai suatu tingkat
kebudayaan yang lebih tinggi. Makhluk manusia selalu berupaya
untuk menyesuaikan dirinya dengan berbagai perubahan yang terjadi
di sekitarnya sehingga melahirkan suatu pola-pola tingkah laku yang
baru. Oleh karena lingkungan alam berbeda-beda, maka terdapat
berbagai bentuk adaptasi di kalangan makhluk manusia. Kemajuan
ilmu pengetahuan yang dimilikinya, mampu merubah alam
sekitarnya; dan akhirnya perubahan-perubahan yang ditimbulkannya
akan selalu diarahkan kepada makhluk manusia.
Mengingat berbagai kajian dan berbagai bentuk perubahan
hubungan sosial di kalangan suku-suku bangsa di Indonesia belum
dikaji secara mendalam, pengetahuan para pakar ilmu-ilmu sosial
termasuk para ahli antropologi di Indonesia,dirasa masih kurang
memadsai dibandingkan dengan permasalahan yang ada. Apalagi
kompleksitas dan dinamika perubahan yang terjadi berjalan dengan
cepat. Sebagai akibatnya, keadaan semacam itu akan mempersulit
para pembuat kebikjaksanaan melakukan intervensi dalam rangka
implementasi program pembangunan.
Berbagai implikasi yang timbul, bukan hanya sebagai akibat
dari implementasi program pembangunan semata, melainkan tampak
pula sebagai akibat suatu perencanaan pembangunan di semua
tingkatan. Oleh karenanya dituntut suatu pembenahan instrusional
secara integrated. Selain itu, seharusnya suatu intervensi treatment
guna penyempurnaan suatu program dapat dilakukan secara tepat jika
berbagai proses yang terjadi dalam pembangunan dinilai sebagai hal
yang sama pentingnya dengan program pembangunan itu sendiri.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………………….i
Daftar isi……………………………………………………………………………..ii
BAB 1. PENDAHULUAN…………………………………………………………..1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………1
1.2 Perumusan Masalah………………………………………………………1
1.3 Tujuan……………………………………………………………………1
1.4 Metodelogi penulisan……………………………………………………..2
1.5 Sistematika Penulisan……………………………………………………..2
BAB 2. LANDASAN
TEORI…………………………………………………………………….3
2.1 Identifikasi kualitas lingkungan hidup……………………………………3
2.2 Keterbatasan Ekologi dalam Pembangunan………………………………4
BAB 3. ANALISA LINGKUNGAN HIDUP………………………………………..5
BAB 4. MASALAH-MASALAH PADA LINGKUNGAN HIDUP…………………6
BAB 5. PENYEBAB&DAMPAK MASALAH LINGKUNGAN HIDUP……………7
BAB 6. UPAYA-UPAYA MENGATASI MASALAH LINGKUNGAN HIDUP……8
6.1 Usaha mengatasi berbagai masalah lingkungan hidup……………………..8
6.2 Pengelolaan sumber daya alam berwawasan lingkungan hidup……………9
6.3 Pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan………………………………9
6.4 Pengelolaan daur ulang sumber daya alam…………………………………10
6.5 Pelestarian flora dan fauna…………………………………………………11
BAB 7. PENUTUP……………………………………………………………………..12
7.1 Kesimpulan………………………………………………………………….12
7.2 Saran………………………………………………………………………….12
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….13

Anda mungkin juga menyukai