Anda di halaman 1dari 9

BAB 4

PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahapan awal dan landasan dalam proses asuhan
keperawatan, oleh karena itu diperlukan ketepatan dan ketelitian dalam
mengenali masalah-masalah yang muncul pada klien sehingga dapat
menentukan tindakan keperawatan yang tepat (Muttaqin, 2008).
Pengkajian pada Ny. S dengan diagnosa fraktur femur tertutup 1/3 sinistra
pasca operasi dilakukan pada tanggal 2 Januari 2018 pukul 16.00 WIB.
Pengkajian dilakukan dengan menggunakan metode wawancara observasi,
pemeriksaan fisik dan catatan rekam medis.
Menurut Smeltzer & Bare (2010), masalah yang sering muncul segera
setelah tindakan pembedahan dan pasien telah sadar adalah bengkak, nyeri,
keterbatasan gerak sendi, penurunan kekuatan otot dan penurunan
kemampuan untuk melakukan ambulasi. Nyeri yang timbul tersebut akan
berpengaruh terhadap proses pemulihan yang memanjang, terhambatnya
ambulasi dini, penurunan fungsi sistem, dan terlambatnya discharge planning.
Selain itu nyeri berkepanjangan akan berpengaruh terhadap peningkatan level
hormon stres yang dapat meningkatkan efek negative yang signifikan. Respon
stres dapat miningkatkan laju metabolism dan curah jantung, kerusakan
respons insulin, peningkatan produksi kortisol, peningkatan viskositas darah
dan agregrasi trombosit sehingga berpengaruh langsung terhadap proses
penyembuhan luka (Smeltzer & Bare, 2010).
Berdasarkan hasil pengkajian pola persepsi sensori pasien tidak
mengalami gangguan sensori seperti: penglihatan, pengecapan, penciuman,
perabaan, dan pendengaran, akan tetapi secara subjektif klien mengeluh nyeri
pada pada kaki kanan, nyeri senut-senut seperti tertusuk jarum dengan skala
nyeri 4 (rentang 0-10), nyeri hilang timbul dan bertambah kuat ketika
digerakkan. Secara objektif didapatkan data bahwa tekanan darah 130/80
mmHg, nadi 112 kali permenit dan pernafasan sebanyak 22 kali permenit

36
ekspresi wajah tegang seperti menahan rasa sakit.
Gejala yang dirasakan pada klien pasca operasi berupa kesakitan adalah
hal yang wajar, karena menurut Smeltzer&Bare (2010) masalah yang sering
muncul pasien pasca pembedahan adalah nyeri, bengkak, keterbatasan gerak
sendi, penurunan kekuatan otot dan penurunan kemampuan untuk melakukan
ambulasi secara mandiri. Selain itu, dasar pembedahan itu sendiri adalah
proses fisik seperti insisi, pemotongan jaringan, pengambilan jaringan
pemasangan implant yang akan menstimulasi ujung saraf bebas termasuk
reseptor nyeri (Rowlingson, 2009). Tindakan pembedahan pemasangan pen
(skrup)pada fraktur disebut dengan ORIF atau open reduction internal
fixation dimana dilakukan tindakan untuk melihat fraktur secara langsung
dengan pembedahan untuk memobilisasi selama penyembuhan dan akan
menimbulkan masalah berupa nyeri (Barbara,2006).
Pada pola aktivitas dan latihan, klien menyampaikan bahwa selama sakit
klien mengalami kesulitan melakukan pergerakan (ambulasi) dan aktivitas
lainnya dikarenakan nyeri dan gerak yang terbatas, semua bentuk aktivitas
klien dibantu oleh keluarga. Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh
Ropyanto (2011) yang menyatkan bahwa pasien fraktur post ORIF akan
mengalami gangguan mobilitas fisik dan ambulasi karena adanya perubahan
kekuatan dan ketahanan skunder terhadap kerusakan muskoskeletal akibat
fraktur dan prosedur pembedahan.
Hasil pemeriksaan fisik khususnya pada daerah fraktur didapatkan bahwa
pada bagian femur dextra terdapat balutan luka post operasi yang dibalut
dengan perban elastis. Penulis tidak dapat melihat luka jahitan post operasi
secara rinci dikarenakan pada saat pengkajian awal pengkajian belum
dilakukan perawatan luka.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan yangmenggambarkan
respon aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan. Respon
tersebut didapatkan berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan serta

37
berdasarkan catatan medis klien. Diagnosa keperawatan yang muncul akan
menjadi dasar utama perawat dalam menyusun intervensi untuk
menyelesaikan masalah kesehatan klien (Potter & Perry, 2005). Berdasarkan
data hasil pengkajian pada Ny. S didapatkan diagnosa keperawatan nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera fisik (fraktur femur).
Diagnosa nyeri akut tersebut ditegakkan berdasarkan data subjektif dimana
klien mengeluh nyeri pada pada kaki kiri, nyeri senut-senut seperti tertusuk
jarum dengan skala nyeri 4 (rentang 0 - 10), nyeri hilang timbul dan
bertambah kuat ketika digerakkan. Secara objektif didapatkan data bahwa
terdapat balutan dengan elastis perban pada femur sinistra, tekanan darah
130/80 mmHg, nadi 112 kali permenit dan pernafasan sebanyak 22 kali
permenit ekspresi wajah tegang seperti menahan rasa sakit.
Penulis memilih nyeri akut menjadi diagnosa keperawatan dengan high
priority (prioritas pertama) yang harus diselesaikan dikarenakan nyeri
merupakan kejadian yang menekan (stress) dan dapat merubah gaya hidup
dan psikologis seseorang. Hal ini berakibat meningkatkan tanda-tanda vital,
denyut jantung akan lebih cepat, tekanan darah naik, pernafasan meningkat
serta menimbulkan kecemasan. Menurut penulis jika nyeri ini tidak segera
diatasi akan mengganggu proses pelaksanaan keperawatan lainnya dan
memperlambat proses penyembuhan.
Diagnosa nyeri akut ditegakkan berdasarkan teori dalam NANDA 2015-
2017 dengan yang diartikan sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional
yang tidak menyenangkan yang muncul akibat adanya kerusakan jaringan
yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal sedemikin rupa,
kemudian awitan dinyatakan sebagai nyeri akut adalah awitan yang tiba-tiba
atau lambat dari intensitas ringan sedang sampai berat yang sekiranya dapat
diatasi dalam waktu kurang dari 6 bulan. Etiologi diangkat berdasarkan faktor
yang berhubungan dalam nanda yaitu agen cedera fisik (fraktur femur) yang
dialami Ny. S (Smeltzer& Bare, 2010).

38
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan kategori perilaku perawat yang
bertujuan menentukan rencana keperawatan yang berpusat kepada pasien
sesuai dengan diagnosa yang ditegakkan sehingga tujuan tersebut terpenuhi
(Potter & Perry, 2005). Dalam penyusunan laporan ini penulis menyusun
intervensi berdasarkan Nursing Intervension Clasification (NIC) dan Nursing
Outcame Clasifikasin (NOC).
Intervensi keperawatan yang disusun untuk mengatasi diagnose nyeri akut
berhubungan dengan proses peradangan akibat cidera jaringan disusun
berdasarkan NOC yaitu setelah dilakukan keperawatan selama 1 x 24 jam
maka nyeri terkontrol dengan kriteria hasil pasien mengatakan nyeri
berkurang, skala nyeri berkurang dan ekspresi wajah menahan nyeri hilang.
Intervensi keperawatan yang disusun adalah dengan managemen nyeri
dimana dalam NIC meliputi: kaji nyeri (lokasi, durasi, karakteristik,
frekuensi, intensitas, factor pencetus), observasi tanda non verbal dari
ketidaknyamanan, memonitor tanda tanda vital, kontrol factor lingkungan
yang dapat mempengaruhi respon pasien, ajarkan tehnik non farmakologis
kepada pasien dan keluarga: relaksasi nafas dalam, distraksi, dan kolaborasi
medis (pemberian analgetik).
Tehnik relaksasi nafas dalam menjadi fokus utama penulis dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap masalah nyeri akut yang dialami
Ny. S. Berdasarkan teori tehnik relaksasi nafas dalam merupakan salah satu
bentuk intervensi asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah nyeri,
terutama nyeri yang bersifat akut dan sedang (McCloskey,2000). Dalam
intervensi ini perawat mengajarkan bagaimana cara melakukan nafas dalam
lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan menghembuskan nafas
secara perlahan melalui mulut. Selain itu tehnik relaksasi nafas dalam dapat
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi dalam darah
(Smeltzer &Bare, 2002). Relaksasi juga merupakan metode yang efektif
dalam mengurangi nyeri pasca operasi. Relaksasi yang sempurna dapat
mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh kecemasan sehingga mencegah

39
bertambahnya kualitas nyeri (Potter & Perry, 2010). Oleh karena itu
diharapkan masalah nyeri akut pasca pembedahan segera dapat teratasi agar
resiko komplikasi akibat immobilisasi tidak terjadi dan program rehabilitasi
dapat diterapkan sesuai program.
Adapun prosedur tehik relaksasi nafas dalam yang diajarkan adalah
menurut Priharjo tahun 2003 meliputi:
a. Usahakan rileks dan tenang.
b. Menarik nafas yang dalam melalui hidung dengan hitungan 1,2,3,
c. kemudian tahan sekitar 5-10 detik.
d. Hembuskan nafas melalui mulut secara perlahan-lahan.
e. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskannya lagi
f. melalui mulut secara perlahan-lahan.
g. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang.
h. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan kategori dari perilaku keperawatan
dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan yang telah dilakukan dan diselesaikan
(Potter & Perry, 2005). Diagnosa nyeri akut implementasi pertama dilakukan
dengan mengukur kualitas nyeri pasien dengan PQRST dan didapatkan hasil
P (provoking incident) klien mengeluh nyeri pada pada kaki kanan, Q
(quality) nyeri senut-senut seperti tertusuk jarum, R (region) kaki (femur)
sebelah kanan dengan S (scale) skala nyeri 3, T (time) nyeri hilang timbul dan
bertambah kuat ketika digerakkan.
Respon non-verbal nampak klien meringis menahan rasa sakit dengan
wajah tegang dan bertambah kesakitan sesaat dilakukan pergerakan pada kaki
sebelah kanan. Memonitor tanda-tanda vital dengan respon tekanan darah
130/80 mmHg, nadi 112 kali per menit dan pernafasan 22 kali permenit.
Tanda-tanda vital tersebut dilakukan untuk memberikan gambaran lengkap
mengenai kardiovaskuler. Memonitor tanda-tanda vital merupakan suatu cara

40
untuk mendeteksi adanya perubahan system tubuh dan digunakan untuk
memantau perkembangan pasien (Hidayat, 2005).
Tindakan selanjutnya adalah mengajarkan tehnik relaksasi pada pasien.
Respon yang ditunjukan pasien adalah pasien mengikuti apa yang diajarkan.
Tehnik relaksasi yang diajarkan adalah dengan berdasarkan penelitian yang
dilakukan Nurdin (2013) dan Priharjo (2003),yaitu dengan menciptakan
suasana lingkungan yang tenang, usahakan pasien tetap tenang dan rileks,
menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui
hitungan, perlahan-lahan udara tersebut dihembuskan melalui mulut sambil
merasakan bahwa semua tubuh terasa rileks, usahan tetap konsentrasi dan
lakukan kegiatan tersebut sampai 15 kali dengan selingi istirahat singkat
setiap 5 kali (Priharjo, 2003; Nurdin,2013).
Tindakan lain adalah dengan kolaborasi medis dalam pemberian analgetik
ketorolac 30 mg secara iv (intra vena) untuk mengurangi nyeri pasien.
Pemberian ketorolac sesuai berdasarkan data dari website resmi dexa medica
dijelaskan bahwa ketorolac 30 mg merupakan salah satu analgetik yang
diindikasikan untuk penatalaksanaan nyeri akut yang berat dalam jangka
waktu yang pendek.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu proses keperawatan untuk mengukur respon
pasien terhadap kefektifan pemberian tindakan keperawatan dan kemajuan
pasien terhadap tercapainya tujuan yang telah disusun (Potter & Perry, 2005).
Pada kasus Ny. S evaluasi dilakukan pada tanggal 4 Januari 2018 pukul 12.30
WIB dengan metode SOAP (subjektif, Objektif, Analisa, dan Planning). Hasil
evaluasi pada Ny. S didapatkan data bahwa klien mengatakan nyeri sudah
berkurang pada kaki kanan post operasi (P) dengan kualitas nyeri senut senut
seperti ditusuk benda tajam (Q), pada daerah kaki kiri atas (femur) (R),
dengan skala berkurang menjadi 2 (S), dan nyeri hilang timbul (T).
Data objektif yang didapatkan adalah pasien nampak lebih tenang dan
rileks dengan tekanan darah 120/90 mmHg, Nadi 94 kali permenit,

41
pernafasan 19 kali permenit dan suhu 36.2 0C. Berdasarkan data tersebut
maka masalah keperawatan nyeri akut pada Ny. S dinyatakan teratasi yang
ditandai dengan menurunnya intensitas nyeri dari skala 4 menjadi 2 dengan
ekspresi wajah menahan nyeri hilang. Dapat dinyatakan juga bahwa tehnik
relaksasi nafas dalam dapat menurunkan intensitas nyeri pada Ny. S dengan
fraktur post operasi.

42
BAB 5
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bias
terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan dan lain-lain) dan biasanya lebih
banyak dialami oleh laki laki dewasa. Patah pada daerah ini menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak menyebabkan penderitaan.
Fraktur Femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur
femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya
kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh
darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung pada paha .
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya
gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic, patologik,
kemampuan otot pendukung tulang menurun, baik terbuka atau tertutup. Kerusakan
pembuluh darah akan mengakibatkan perdarahan, maka volume darah menurun.
Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka
terjadi penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai
serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.

B. Saran
1. Bagi perawat
Perlu dikembangkan dan diterapkan proses keperawatan secara bertahap
mulai dari pengkajian sampai evaluasi agar tindakan berhasil dengan
optimal.
2. Bagi Keluarga
Diharapkan selalu membantu dan mendampingi klien agar tidak
membahayakan klien karena masih dalam proses penyembuhan pasca
operasi.

43
DAFTAR PUSTAKA

Brunner Suddarth, 2010. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Edisi 8 Vol 3. Jakarta :
EGC

Helmi, 2010. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhankeperawatan Klien Dengan Gangguan


Musculoskeletal. Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif. 2011. Buku Saku Gangguan Musculoskeletal Aplikasi Pada


Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta : EGC

Sjamsuhidrajat R, 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta :


EGC

44

Anda mungkin juga menyukai