DISPEPSIA
Disusun Oleh :
Sudaryawan Andi Nur 2013730106
Pembimbing :
dr. Camelia Khairu Nissa, Sp. PD
PENDAHULUAN
2
dijelaskan patogenesis yang menyebabkan dispepsia yang dialaminya. Pasien diminta untuk
menghindari makanan pencetusnya, dan melakukan rujukan.1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan
gejala/ keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual,
muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut terasa penuh/ begah. Keluhan ini tidak perlu
selalu semua ada pada tiap pasien, dan bahkan pada satu pasien pun keluhan dapat berganti
atau bervariasi baik dari segi jenis keluhan maupun kualitasnya. Terdapat berbagai definisi
tentang dyspepsia. Salah satunya yang dapat dipakai adalah dyspepsia refers to pain or
discomfort centered in the upper abdomen. Definisi ini berdasarkan kriteria Roma II tahun
1999-2000. Jadi dispepsia bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan suatu sindrom yang
harus dicari penyebabnya.1
2.2. Etiologi 1
Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster/ duodenum,
gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori.
Obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa jenis antibiotik,
digitalis, teofilin, dan sebagainya.
Penyakit pada hati, pankreas, sistem bilier: hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik.
Penyakit sistemik: diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner.
Bersifat fungsional: yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak terbukti
adanya kelainan/ gangguan organik/ struktural biokimia. Tipe ini dikenal sebagai
dipepsia fungsional atau dispepsia non ulkus.
2.3. Klasifikasi
3
1. Dispepsia organik yaitu dispepsia yang disebabkan oleh kelompok penyakit organik
seperti tukak peptik, gastritis, batu kandung empedu, dll.
2.4. Patofisiologi
1. Dispepsia Fungsional
Proses patofisiologis yang paling banyak dibicarakan dan potensial berhubungan dengan
dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam lambung, infeksi Helicobacter pylori,
dismotilitas gastrointestinal, dan hipersensitivitas viseral.5
4
(a) Abnormalitas Motorik Gaster
Dengan studi Scintigraphic Nuklear dibuktikan lebih dari 50% pasien dispepsia non
ulkus mempunyai keterlambatan pengosongan makanan dalam gaster. Demikian pula
pada studi monometrik didapatkan gangguan motilitas antrum postprandial, tetapi
hubungan antara kelainan tersebut dengan gejala-gejala dispepsia tidak jelas.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa fundus gaster yang "kaku" bertanggung jawab
terhadap sindrom dispepsia. Pada keadaan normal seharusnya fundus relaksasi, baik
saat mencerna makanan maupun bila terjadi distensi duodenum. Pengosongan
makanan bertahap dari corpus gaster menuju ke bagian fundus dan duodenum diatur
oleh refleks vagal. Pada beberapa pasien dyspepsia non ulkus, refleks ini tidak
berfungsi dengan baik sehingga pengisian bagian antrum terlalu cepat.5,6
(g) Hormonal
Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis dispepsia fungsional. Dilaporkan
adanya penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan gangguan mtilitas
antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesteron, estradiol, dan prolaktin
mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit
gastrointestinal.5,6
7
2. Dispepsia Organik
(a) OAINS
Obat anti-inflamasi non-steroid merusak mukosa lambung melalui beberapa
mekanisme. Obat-obat ini menghambat siklooksigenase mukosa lambung sebagai
pembentuk prostaglandin dari asam arakidonat yang merupakan salah satu faktor
defensif mukosa lambung yang sangat penting. Selain itu, obat ini juga dapat
merusak secara topikal. Kerusakan topikal ini terjadi karena kandungan asam
dalam obat tersebut bersifat korosif, sehingga merusak sel-sel epitel mukosa.
Pemberian aspirin juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh
lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu.
8
PATHWAY DISPEPSIA
Peningkatan
Erosi dan ulcerasi
mukosa lambung produksi HCL
Nosiceptor
Impuls kefleksus miesenterikus
pada dinding lambung
Saraf afferen
Anoreksia, mual
Thalamus
Perubahan
Nutrisi Kurang
Nyeri kesimbangan cairan
dan elektrolit
9
2.5. Manifestasi Klinik
Klasifikasi didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi tiga
tipe : 7
1. Dispepesia dengan keluhan seperti ulkus (tipe like ulcer), dengan gejala:
a. Nyeri epigastrium terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasida
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodic
Sindroma dyspepsia dapat bersifat rigan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis
sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka
waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin dsertai
dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita,makan
dapat memperburuk nyeri, pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala
lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut
kembung).7
2.6. Diagnosis
Dispepsia melalui simptom-simptomnya sahaja tidak dapat membedakan antara
dispepsia fungsional dan dispepsia organik. Diagnosis dispepsia fungsional adalah diagnosis
yang telah ditetapkan, dimana pertama sekali penyebab kelainan organik atau struktural harus
disingkirkan melalui pemeriksaan. Pemeriksaan yang pertama dan banyak membantu adalah
pemeriksaan endoskopi. Oleh karena dengan pemeriksaan ini dapat terlihat kelainan di
10
oesophagus, lambung dan duodenum. Diikuti dengan USG (Ultrasonography) dapat
mengungkapkan kelainan pada saluran bilier, hepar, pankreas, dan penyebab lain yang dapat
memberikan perubahan anatomis. Pemeriksaan hematologi dan kimia darah akan dapat
mengungkapkan penyebab dispepsia seperti diabetes, penyakit tyroid dan gangguan saluran
bilier. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa pertanda tumor.1
Kriteria Diagnostik Dispepsia Fungsional berdasarkan Kriteria Rome III, harus termasuk:
b. cepat kenyang
c. nyeri epigastrik
DAN
Terbukti tidak ada penyakit struktural termasuk endoskopi proksimal yang dapat menjelaskan
penyebab terjadinya gejala klinis tersebut.
Kriteria haruslah terjadi dalam masa 3 bulan terakhir dengan onset gejala klinis
sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum diagnosis.8
a. Pemeriksaan laboratorium
Untuk mengidentifikasi adanya faktor infeksi (leukositosis), pakreatitis (amylase, lipase),
keganasan saluran cerna (CEA, CA 19-9, AFP). Biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang
lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila
ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak
cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi.
Seseorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung. Pada
karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan karsinoma
kolon perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9. 1
11
b. Barium enema
Untuk memeriksa esofagus, lambung atau usus halus dapat
dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan
berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita
makan. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi kelainan struktural dinding/mukosa saluran
cerna bagian atas seperti adanya tukak atau gambaran ke arah tumor.1,8
c. Endoskopi
Untuk memeriksa esofagus, lambung atau usus
halus dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung.
Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung
terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain
sebagai diagnostik sekaligus terapeutik.2,3,7 Pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk
dikerjakan bila dispepsia tersebut disertai oleh keadaan yang disebut alarm symptoms, yaitu
adanya penurunan berat badan, anemia, muntah hebat dengan dugaan adanya obstruksi,
muntah darah, melena, atau keluhan sudah berlangsung lama, dan terjadi pada usia lebih dari
45tahun.1
Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:
a. CLO (rapid urea test)
b.Patologi anatomi (PA)
c.Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan
d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian1
d. Pemeriksaan radiologi
Digunakan OMD dengan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath
test (belum tersedia di Indonesia). Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap saluran makan
bagian atas dan sebaiknya dengan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal akan tampak
peristaltik di esofagus yang menurun terutama di bagian distal, tampak anti-peristaltik di
antrum yang meninggi serta sering menutupnya pilorus, sehingga sedikit barium yang masuk
ke intestin.Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang
disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari
tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin). Kanker di lambung
secara radiologis, akan tampak massa yang ireguler tidak terlihat peristaltik di daerah kanker,
bentuk dari lambung berubah. Pankreatitis akut perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan
12
terlihat tanda seperti terpotongnya usus besar (colon cut off sign), atau tampak dilatasi dari
intestin terutama di jejunum yang disebut sentina loops.1
Ulkus peptikum.
Cholelithiasis or choledocholithiasis.
Pankreatitis Kronik.
Parasit intestinal.
Antasida
Sebelum kita memahami peran penting dari histamin dalam aktivitas sel parietal merangsang,
netralisasi asam yang disekresikan dengan antasida merupakan bentuk utama terapi untuk
tukak lambung. Mereka sekarang jarang, jika pernah, digunakan sebagai agen terapeutik
utama tetapi sering digunakan oleh pasien untuk mengurangi gejala-gejala dispepsia. Para
agen yang paling umum digunakan adalah campuran aluminium hidroksida dan magnesium
hidroksida. Aluminium hidroksida dapat menghasilkan penipisan sembelit dan fosfat,
magnesium hidroksida dapat menyebabkan mencret10,11
13
Banyak antasida yang umum digunakan (misalnya, Maalox, Mylanta) memiliki kombinasi
dari kedua aluminium dan magnesium hidroksida untuk menghindari efek samping.
Persiapan yang mengandung magnesium tidak boleh digunakan pada pasien gagal ginjal
kronik karena hypermagnesemia mungkin, dan aluminium dapat menyebabkan
neurotoksisitas kronis pada pasien ini. Kalsium karbonat dan natrium bikarbonat adalah
antasida kuat dengan berbagai tingkat potensi masalah. Penggunaan jangka panjang dari
kalsium karbonat (mengkonversi ke kalsium klorida dalam lambung) dapat menyebabkan
susu-alkali syndrome (hypercalcemia, hyperphosphatemia dengan calcinosis ginjal mungkin
dan pengembangan menjadi insufisiensi ginjal). Natrium bikarbonat dapat menyebabkan
alkalosis sistemik10,11.
H2 Receptor Antagonis
Empat dari agen-agen yang saat ini tersedia (simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidine),
dan struktur saham mereka homologi dengan histamin. Meskipun masing-masing memiliki
potensi yang berbeda, semua secara signifikan akan menghambat sekresi asam basal dan
dirangsang untuk tingkat yang sebanding bila digunakan pada dosis terapi. Selain itu, mirip
ulkus-penyembuhan tingkat yang dicapai dengan masing-masing obat bila digunakan pada
dosis yang tepat. Saat ini, kelas ini obat sering digunakan untuk pengobatan ulkus aktif (4-6
minggu) dalam kombinasi dengan antibiotik diarahkan pada pemberantasan H. pylori (lihat di
bawah) 10,11.
14
Masing-masing dapat digunakan sekali sehari pada waktu tidur untuk pencegahan ulkus, yang
umumnya dilakukan sebelum penemuan H. pylori dan pengembangan inhibitor pompa proton
(PPI). Pasien dapat mengembangkan toleransi terhadap blocker H2, peristiwa langka dengan
PPI (lihat di bawah). Sebanding rejimen dosis malam hari adalah 300 mg ranitidine,
famotidine 40 mg, dan 300 mg nizatidine. Tambahan langka, toksisitas sistemik reversibel
dilaporkan dengan antagonis reseptor H2 meliputi pansitopenia, neutropenia, anemia, dan
trombositopenia, dengan tingkat prevalensi bervariasi 0,01-0,2%. Simetidin dan ranitidin
(sampai batas tertentu) dapat mengikat hati sitokrom P450, famotidin dan nizatidine
tidak10,11.
Dua formulasi baru dari agen penghambatan asam sedang dikembangkan. Tenatoprazole
adalah PPI yang mengandung cincin imidazopyridine bukan cincin benzimidazole, yang
mempromosikan penghambatan pompa proton ireversibel. Agen ini memiliki panjang paruh
daripada PPI lain dan mungkin bermanfaat untuk menghambat sekresi asam nokturnal, yang
memiliki relevansi yang signifikan dalam penyakit gastroesophageal reflux (GERD). Sebuah
kelas baru kedua agen adalah kalium-kompetitif antagonis pompa asam (P-kabin). Senyawa
ini menghambat sekresi asam lambung melalui pengikatan kompetitif kalium dari H +, K +-
ATPase10,11.
16
Sitoprotektif Agen
Sukralfat
Sukralfat adalah garam sukrosa kompleks di mana kelompok hidroksil telah digantikan oleh
aluminium hidroksida dan sulfat. Senyawa ini tidak larut dalam air dan menjadi pasta kental
dalam lambung dan duodenum, mengikat terutama untuk situs ulserasi aktif. Sukralfat dapat
bertindak dengan beberapa mekanisme: melayani sebagai penghalang fisikokimia,
mempromosikan tindakan trofik oleh faktor pertumbuhan mengikat seperti EGF,
meningkatkan sintesis prostaglandin, merangsang sekresi lendir dan bikarbonat, dan
meningkatkan pertahanan mukosa dan perbaikan. Toksisitas dari obat ini jarang terjadi,
dengan sembelit yang paling umum (2-3%). Ini harus dihindari pada pasien dengan
insufisiensi ginjal kronis untuk mencegah aluminium-induced neurotoksisitas.
Hypophosphatemia dan pembentukan bezoar lambung juga telah dilaporkan jarang. Dosis
standar sucralfate adalah 1 g qid10,11.
Bismuth
Prostaglandin Analog
Dalam pandangan peran sentral mereka dalam mempertahankan integritas mukosa dan
perbaikan, analog prostaglandin stabil dikembangkan untuk pengobatan PUD. Mekanisme
yang obat ini cepat diserap memberikan efek terapeutik adalah melalui peningkatan
pertahanan mukosa dan perbaikan. Analog prostaglandin meningkatkan sekresi bikarbonat
mukosa, merangsang aliran darah mukosa, dan mengurangi pergantian sel mukosa. Toksisitas
17
yang paling umum dicatat dengan obat ini adalah diare (10-30% kejadian). Toksisitas utama
lainnya termasuk perdarahan rahim dan kontraksi, misoprostol dikontraindikasikan pada
wanita yang mungkin hamil, dan wanita usia subur harus dibuat jelas menyadari hal ini
toksisitas obat yang potensial. Dosis terapi standar 200 g qid10,11.
Operasi
Pembedahan dirancang untuk mengurangi sekresi asam lambung. Operasi yang paling sering
dilakukan meliputi (1) vagotomy dan drainase (oleh pyloroplasty, gastroduodenostomy, atau
gastrojejunostomy), (2) vagotomy sangat selektif (yang tidak memerlukan prosedur drainase),
dan (3) vagotomy dengan antrectomy. Prosedur tertentu yang dilakukan ditentukan oleh
keadaan yang mendasari: darurat vs elektif, derajat dan luasnya ulkus duodenum, dan
keahlian dari ahli bedah. Selain itu, tren telah menuju operasi minimal invasif dan anatomi-
melestarikan10.
2.10. Komplikasi
Perdarahan gastrointestinal
Perdarahan gastrointestinal adalah komplikasi yang paling umum diamati di PUD. Ini terjadi
pada ~ 15% pasien dan lebih sering pada individu> 60 tahun. Insiden yang lebih tinggi pada
orang tua kemungkinan disebabkan oleh peningkatan penggunaan NSAID dalam kelompok
ini. Hingga 20% dari pasien dengan ulkus terkait berdarah perdarahan tanpa tanda-tanda
peringatan sebelumnya atau gejala10.
Perforasi
Ulkus terkait kedua yang paling umum adalah komplikasi perforasi, yang dilaporkan dalam
sebanyak 6-7% dari pasien PUD. Seperti dalam kasus perdarahan, kejadian perforasi pada
orang tua tampaknya meningkat sekunder untuk peningkatan penggunaan NSAID. Penetrasi
adalah bentuk perforasi ulkus di mana terowongan tempat tidur ke organ yang berdekatan.
Dus cenderung untuk menembus ke posterior pankreas, menyebabkan pankreatitis,
sedangkan GUS cenderung menembus ke dalam hati lobus kiri. Fistula Gastrocolic terkait
dengan Gus juga telah dijelaskan10.
18
Gastric Outlet Obstruksi
Obstruksi lambung adalah paling umum ulkus berhubungan dengan komplikasi, terjadi pada
1-2% pasien. Seorang pasien mungkin memiliki obstruksi relatif sekunder untuk ulkus terkait
peradangan dan edema di wilayah peripyloric. Proses ini sering sembuh dengan
penyembuhan ulkus. Sebuah obstruksi, tetap mekanik sekunder untuk pembentukan bekas
luka di daerah peripyloric juga mungkin. Yang terakhir ini membutuhkan intervensi
endoskopi (pelebaran balon) atau bedah. Tanda dan gejala obstruksi mekanik relatif terhadap
dapat mengembangkan secara diam-diam. Onset baru cepat kenyang, mual, muntah, sakit
perut peningkatan postprandial, dan penurunan berat badan harus membuat obstruksi
lambung kemungkinan diagnosis10.
2.11. Prognosis
19
BAB 3
KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD)
CATATAN MEDIK PASIEN
No. Reg. RS : 27 87 09
Nama lengkap : Melosian
Tanggal lahir : Umur : 26 tahun Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Asr. Kodam No. Telepon : -
Pekerjaan : IRT Status : Sudah Menikah
Pendidikan : Jenis Suku : Agama : Islam
Dokter Muda:
Autoanamnesis Alloanamnesis
RPT :-
RPO :-
20
RIWAYAT PRIBADI
DESKRIPSI UMUM
21
TANDA VITAL
Kesadaran Compos Mentis Deskripsi:
Komunikasi baik, rasa awas
terhadap lingkungan baik
Nadi (HR) 70 x/i Reguler, t/v: kuat
Tekanan darah Berbaring: Duduk:
Lengan kanan : 120/70 mmHg Lengan kanan : 120/70 mmHg
Lengan kiri : 120/70 mmHg Lengan kiri : 120/70 mmHg
Temperatur Aksila: 36,6 °C Rektal : tdp
Pernafasan Frekuensi: 20 x/menit Deskripsi: reguler, abdomino-
torakal
KULIT: ikterus (-), petekie (-), purpura (-), hematoma (-), edema (-), turgor kulit baik.
KEPALA DAN LEHER: simetris, TVJ R-2 cm H2O, trakea medial, pembesaran KGB(-),
pembesaran kelenjar tiroid (-), kaku kuduk (-).
MATA: konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-), RC +/+, pupil isokor,
ka=ki, ø 3mm.
TELINGA: dalam batas normal
HIDUNG: dalam batas normal
RONGGA MULUT DAN TENGGORAKAN: dalam batas normal
TORAKS
Depan Belakang
Inspeksi Simetris fusiformis Simetris fusiformis
Palpasi Stem fremitus paru kiri = paru Stem fremitus paru kiri = paru
kanan kanan
Perkusi Sonor di kedua lapangan paru Sonor di kedua lapangan paru
JANTUNG
Batas Jantung Relatif: Atas : ICR III Sinistra
Kanan : LSD
Kiri : ICR V 1 cm medial LMCS
Jantung : HR: 70 x/i,reguler, intensitas cukup
22
M1>M2 ,A2>A1 ,P2>P1 ,A2>P2,
desah (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel
- Hati: Tidak teraba
- Limpa : Tidak teraba
Schuffner : -, Haecket : -
- Ginjal : Tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik normal
PINGGANG
Tapping pain (-), ballotement (-)
EKSTREMITAS:
Superior : akral hangat, edema (-/-)
Inferior : akral hangat, edema (-/-)
ALAT KELAMIN:
Tidak dilakukan pemeriksaan
NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis : (+) normal
Refleks Patologis : (-)
BICARA
Dalam batas normal
23
RENCANA AWAL
Nama : Melosina
Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk
diagnosa, penatalaksanaan dan edukasi)
No Rencana Rencana
Masalah Rencana terapi Rencana edukasi
. diagnosa monitoring
1. Nyeri ulu - - Tirah baring Menerangkan dan
hati - Diet MB menjelaskan kepada
- IVFD RL pasien dan keluarga
20gtt/i tentang keadaan,
- Inj Ranitidin penatalaksanaan dan
1amp/12 jam komplikasi penyakit
-Antasida syr pada pasien dan
3xCI keluarga.
- Neurobrad tab
1x1
-as. Mefanamat
tab 3x1
24
Triglyseride: 63mg%
Ginjal
Ureum : 15 mg/dL
Kreatinin : 0.6 mg/dL
As.urat: 4.6
SGOT: 97unit
SGPT: 86unit
Hati
Bilirubin total:0.3mg%
Bilirubin Direk: 0.18mg%
25
RESUME DATA DASAR
(Diisi dengan Temuan Positif)
3. PEMERIKSAAN FISIK
Kepala: konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Leher: dalam batas normal
Toraks:
Inspeksi: simetris fusiformis
Palpasi: stem fremitus paru kiri = kanan
Perkusi: sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi: SP: vesikuler
. ST: -
Abdomen:
Inspeksi: simetris
Palpasi: soepel, H/L/R tidak teraba
Perkusi: timpani
Aukultasi: peristaltik normal
Pinggang, inguinal, dan genitalia dalam batas normal
Ekstremitas superior : edema (-/-)
Ekstremitas inferior: edema (-/-),
4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb: 13.6 g%
Leukosit:7.7x103/mm3
LED: 9
Eritrosit-
Ht: 40.6 %
Platelet:383x103/mm3
Metabolisme karbohidrat
Glukosa darah puasa : 93 mg/dl
Cholesterol: 145mg
HDL cholesterol: 43mg%
LDL cholesterol: 89mg%
Triglyseride: 63mg%
26
Ginjal
Ureum : 15 mg/dL
Kreatinin : 0.6 mg/dL
As.urat: 4.6
SGOT: 97unit
SGPT: 86unit
Hati
Bilirubin total:0.3mg%
Bilirubin Direk: 0.18mg%
RENCANA AWAL
Nama Penderita: Eli Munthe No. RM: 541197
Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk
diagnosis, penatalaksanaan dan edukasi)
Masalah Rencana Rencana Rencana
Diagnosa Terapi Edukasi
Nyeri ulu hati - - Tirah baring Menerangkan dan
- Diet MB menjelaskan keadaan,
- IVFD RL 20gtt/i penatalaksanaan dan
- Inj Ranitidin 1amp/12 jam komplikasi penyakit
-Antasida syr 3xCI pada pasien dan
- Neurobrad tab 1x1 keluarga
-as. Mefanamat tab 3x1
P
Tgl S O A
Terapi Anjuran
08 Nyeri ulu Sens: CM Dispepsia - Tirah baring -
Januari hati & TD : 120/80 mmHg - Diet MB
2013 pusing (+) HR : 72 x/i - IVFD RL 20 gtt/i
RR : 20 x/i - Inj. Ranitidin
T : 36,5 oC 1amp/12jam
- Neurogard tab 1x1
27
-Neurodex 2x1
09 Nyeri ulu Sens: CM Dispepsia - Tirah baring -
Januari hati & TD : 130/70 mmHg - Diet MB
2013 pusing (+) HR : 70 x/i - IVFD RL 20 gtt/i
RR : 20 x/i - Inj.Ranitidin
T : 36,5 oC 1amp/12jam
- Neurogad 3x1 (k/p)
- Neurobio 3x1
-Antasida syr 3xCI
-Curcuma 3x1
Methiosin 3x1
Kesimpulan :
Ibu M, 26 tahun didiagnosis dengan Dispepsia. Berikut ini merupakan prognosis pasien
tersebut:
Tanda tangan
28
BAB 4
KESIMPULAN
Dispepsia merupakan keluhan yang sangat umum, terjadi pada lebih dari seperempat
populasi, tetapi hanya kurang lebih seperempatnya berkonsultasi ke dokter. Terdapat banyak
penyebab dispepsia, antaranya adalah gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna;
tukak gaster atau duodenum, gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori. Obat – obatan
seperti anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa antibiotik, digitalis, teofilin dan
sebagainya. Penyakit pada hati, pankreas, sistem bilier, hepatitis, pankreatitis, kolesistetis
kronik. Penyakit sistemik: diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner.
Bersifat fungsional, yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak terbukti adanya
kelainan atau gangguan organik atau struktural biokimia, yaitu dispepsia fungsional atau
dispepsia non ulkus. Dispepsia adalah merupakan suatu simptom atau kelompok keluhan atau
gejala dan bukan merupakan suatu diagnosis. Sangat penting mencari clue atau penanda akan
gejala dan keluhan yang merupakan etiologi yang bisa ditemukan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Disebabkan kanker digestif bagian atas jarang pada umur <50 tahun,
pemeriksaan endoskopi direkomendasi pada pasien yang berusia > 50 tahun. Juga
direkomendasi pada pasien yang mangalami penurunan berat badan yang signifikan, terjadi
pendarahan, dan muntah yang terlalu teruk. Penatalaksanaan dispepsia adalah meliputi pola
hidup sehat, berpikiran positif dan pemakanan yang sehat dan seimbang, selain daripada
pengobatan. Pengobatan dispepsia adalah antaranya seperti antasid, antikolinergik, antagonis
reseptor histamin2, Proton Pump Inhibitor, sitoprotektif, golongan prokinetik, antibiotik untuk
infeksi Helicobacter pylori dan kadang – kadang diperlukan psikoterapi.
29
DAFTAR PUSTAKA
2. Jones MP. Evaluation and treatment of dyspepsia. Post Graduate Medical Journal
2003;79:25-29.
4. Tarigan, P., 2009. Tukak Gaster. In Sudoyo AW et al, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: InternaPublishing. 516-517.
9. Djojoningrat.D. , 2007. Dyspepsia Fungsional. In : Sudoyo , A.W. et al, ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam edisi 4 jilid 1 : InternaPublishing. 352 – 354.
10. Valle. J.D. Peptic Ulcer Disease and Related Disorders. In Fauci , A.S. et al, ed.
HARRISON'S Principles of Internal Medicine 18th edition Volume 2. USA : McGraw-
Hill. 2438 - 2459.
11. Tjay , T.H. , Rahardja , K. , 2007. Obat-obat lambung. In : Tjay , T.H. , Rahardja , K. ,
ed. Obat – Obat Penting edisi keenam. Jakarta : Elex Media Komputindo. 262 - 279.
30