Anda di halaman 1dari 7

Landasan Beragama Ulama Syafi’iyah

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Mengenal landasan/sumber beragama (mashdar talaqqi) merupakan perkara yang sangat


urgen, karena lurusnya sumber beragama dan benarnya mashdar talaqqi sangat menentukan
eksistensi seseorang atau suatu jama’ah dalam memahami permasalahan permasalahan ágama
dan mengamalkannya dan sangat berpengaru dalam menentukan alur pemikiran mereka
dalam mencari kebenaran.

Oleh karenanya merupakan keistimewaan Ahlussunnah Wal Jama’ah, bahwa sumber


beragama mereka dalam seluruh permasalahan ágama sangatlah lurus dan benar, sehingga
mereka selamat dari bermacam kebatilan dan pertentangan yang menimpah ahlulbid’ah dan
pengikut hawa nafsu.

Tiada lain landasaan utama dan sumber pengambilan Ahlussunnah dalam seluruh
permasalahan ágama baik aqidah, ibadah dan akhlak kecuali Al Qur’an dan Sunnah, mereka
selalu berputar bersama keduanya, mereka tidak membuat cara baru dan sumber yang bid’ah
dalam beragama dari diri mereke sendiri, seperti mimpi mimpi, akal/logika, ilmu kalam dan
filsafat dan yang lain dari sumber yang bid’ah.

Imam Auzaa’i rahimahullah berkata:

(‫)ندور مع السنة حيث دارت‬.

“Kami (Ahlussunnah) berputar bersama Sunnah kemanapun ia berputa.r”(1 Syarah ushuul


I’tiqaad ahlissunnah (1/64) (no. 47), oleh Al-Lalikai)

Kemudian mereka dalam memahami Al Qur’an dan Sunnah selalu kembali kepada
pemahaman salafus sholeh, sehingga hal ini menjadi syi’ar mereka dalam beragama.

Nah sumber/landasan ini pula-lah (Al Qur’an dan Sunnah sesuai pemahaman salaf) yang di
jadikan oleh ulama syafi’iyah yang setia bejalan diatas manhaj imam Syafi’i, sebagai
landasan dalam seluruh perkara ágama.

Dalil yang Mewajibkan Kembali Kepada Al Qur’an Dan Sunnah

Banyak sekali dalil dari Al Qur’an dan hadits yang mewajiban perpegang teguh kepada Al
Qur’an dan Sunnah dan kembali kepada keduanya dalam seluruh permasalahan ágama,
diantaranya sebagai berikut:

‫سو ِل إِ أن ُك أنت ُ أم‬


ُ ‫الر‬ َّ ‫ش أيءٍ فَ ُردُّوهُ إِلَى‬
َّ ‫َّللاِ َو‬ َ ‫سو َل َوأُو ِلي أاْل َ أم ِر ِم أن ُك أم فَإ ِ أن تَنَازَ أعت ُ أم فِي‬ َّ ‫َّللاَ َوأَ ِطيعُوا‬
ُ ‫الر‬ َّ ‫﴿يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا أ َ ِطيعُوا‬
59 :‫﴾ [النساء‬٥٩‫يل‬ ً ‫سنُ ت َأ أ ِو‬
َ ‫اَّللِ َو أال َي أو ِم أاْل ِخ ِر ذَلِكَ َخي ٌأر َوأَحأ‬
َّ ‫]تُؤأ ِمنُونَ ِب‬

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
َ َ‫] َو َهذَا ِكتَابٌ أ َ أنزَ ألنَاهُ ُمب‬
155 :‫﴾ [اْلنعام‬١٥٥ َ‫اركٌ فَات َّ ِبعُوهُ َواتَّقُوا لَ َعلَّ ُك أم ت ُ أر َح ُمون‬

“Dan Al-Quran itu adalah kitab yang Kami turunkan penuh dengan keberkahan, maka
ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.”

‫سو َل فَإِ أن‬


ُ ‫الر‬ َّ ‫ قُ أل أَ ِطيعُوا‬٣١‫ور َر ِحي ٌم‬
َّ ‫َّللاَ َو‬ ٌ ُ‫َّللاُ َغف‬َّ ‫َّللاُ َو َي أغ ِف أر لَ ُك أم ذُنُوبَ ُك أم َو‬ َّ َ‫ ﴿قُ أل إِ أن ُك أنت ُ أم ت ُ ِحبُّون‬:‫وقال تعالى‬
َّ ‫َّللاَ فَاتَّبِعُونِي يُحأ بِ أب ُك ُم‬
‫أ‬
‫﴾ [آل عمران‬٣٢ َ‫َّللاَ ََل ي ُِحبُّ الكَافِ ِرين‬ َّ
َّ ‫ت ََول أوا فَإ ِ َّن‬: 31-32]

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Katakanlah ta’atilah oleh kamu Allah dan Rasul, jika kamu berpaling (dati keta’atan kepada
Allah dan Rasul-Nya) maka sesungguhnya Allah tidak mencintai orang oang yang kafir”

‫ وكل بدعة‬،‫ وشر اْلمور محدثاتها‬،‫ وخير الهدي هدي محمد‬،‫ (فإن خير الحديث كلم هللا‬:‫وقال صلى هللا عليه وسلم‬
‫)ضللة‬.

“Maka sesungguhnya sebaik baik perkataan adalah kalamullah (Al Qur’an) dan sebaik baik
petunjuk adalah petunjuk Muhammad (Sunnah), sejelek jelek perkara adalah yang baru
(bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat.”((H.R Muslim (no. 867))

‫ كتاب هللا…) الحديث‬:‫ (وقد تركت فيكم ما لن تضلوا بعده إن اعتصم به‬:‫وقال صلى هللا عليه وسلم‬.

“Sungguh aku telah tinggalkan kepada kamu sesuatu yang kamu tidak akan tersesat
selamanya selagi kamu berpegang teguh kepadanya: yaitu Kitabullah (Al Qur’an)…”(HR.
Muslim (no. 1218))

‫ وسنتي‬،‫ كتاب هللا‬:‫ (إني قد تركت فيكم شيئين لن تضلوا بعدهما‬:‫)وفي رواية‬.

Dalam riwayat lain, “Sesungguhnya aku telah meninggalakan kepada kamu dua perkara yang
kamu tidak akan tersesat salamanya setelah keduanya: kitabullah dan sunnah-ku.”(HR. Al
Hakim dalam Al Mustadrak (1/171) beliau menshohihkannya, begitu juga Syaikh Albani
dalam Shohih at Targiib wat Tarhiib(1/10))

Itulah sebagian dari ayat dan hadits yang mewajibkan mengikuti Al Qur’an dan Sunnah,
bahkan jika kita membaca Al Qur’an dan Sunnah niscaya akan didapatkan puluhan dalil yang
menjelaskan hal ini, makanya Imam Al Lalikai (wafat: 418H) –salah seorang ulama
syafi’iyah- mengatakan, “Kami tidak mendapatkan didalam kitabullah dan sunnah Rasulullah
serta perkataan para shahabat kecuali perintah untuk ittibaa’ (mengikuti Al Qur’an dan
Sunnah) dan celaan/larangan memaksakan diri dan melakukan bid’ah.”(Syarah ushuul
I’tiqaad ahlissunnah (1/23))

Perintah dan seruan dalam dalil dalil diatas untuk mengikuti Al Qur’an dan Sunnah, sungguh
telah diterima dan diamalkan oleh ulama islam, diantara mereka adalah para ulama syafi’iyah
–rahimahumullah-, sehingga mereka selalu menjadikan Al Qur’an san Sunnah sebagai
landasan dan sumber beragama, berikut sebagian perkataan mereka dalam hal ini:

Imam Ibnu Khuzaimah (wafat: 311 H) berkata: ( ‫“ )إن الدين اَلتباع‬Sesungguhnya ágama
(asasnya) adalah ittibaa’ (mengikuti Al qur’an dan sunnah, pen.)”(Lihat: Al Faqiih wal
mutafaqqih (1/388), oleh Al Khathiib Al Bagdaadi)
Imam Al Aajurri (wafat: 360H) didalam kitabnya “Asy syari’ah” menulis sebuah bab yang
berjudul:

“ ‫ وترك‬،‫ وسنة رسول هللا صلى هللا عليه وسلم وسنة أصحابه رضي هللا عنهم‬،‫باب الحث على التمسك بكتاب هللا تعالى‬
‫”البدع وترك النظر والجدال فيما يخالف الكتاب والسنة وقول الصحابة‬.

“Bab: perintah untuk berpegang teguh kepada kitabullah dan sunnah Rasulullah
shalallahu’alaihi wasallam dan sunnah para shahabat beliau, serta meninggalkan bid’ah,
logika dan perdebatan dalam hal yang meyelisihi Al Qur’an dan Sunnah serta perkataan para
shahabat”. Kemudian beliau sebutkan hadits hadits dan atsar atsar yang menjelaskan hal
itu.(Asy Syari’ah)

Imam Al Lalikai berkata dalam mukaddimah kitabnya “Syarh ushuul I’tiqaad ahlissunnah”:

( ‫ ثم قول رسول هللا صلى هللا عليه وسلم وصحابته‬،‫ كتاب هللا الحق المبين‬،‫ وأوضح حجة ومعقول‬،‫وكان من أعظم مقول‬
‫ ثم اَلجتناب عن‬،‫ ثم التمسك بمجموعها والمقام عليها إلى يوم الدين‬،‫ ثم ما أجمع عليه السلف الصالحون‬،‫اْلخيار المتقين‬
‫)…البدع واَلستماع إليها مما أحدثها المضلون‬.

“Dan adalah perkataan yang paling agung, dan hujjah yang paling jelas dan masuk akal
adalah: Kitabullah yang benar lagi nyata, kemudian perkataan (sunnah) Rasulullah
shalallahu’alaihi wasallam dan (perkataan) para shahabat beliau yang baik lagi bertaqwa,
kemudian apa yang disepakati oleh salafus sholeh, kemudian berpegang teguh kepada
seluruhnya dan tegak (istiqomah) diatasnya sampai hari kiamat, kemudian meninggalkan
bid’ah dan mendengarkannya dari apa apa yang di ada adakan oleh orang orang yang
sesat…”(Syarh ushuul I’tiqaad ahlissunnah (1/7))

Imam Abu Mudzaffar As Sam’aani (wafat: 489H) –setelah menyebutkan sebagian dalil yang
memerintahkan untuk mengikuti Al Qur’an dan Sunnah- berkata:

( ‫ وَل طريق لنا‬،‫وإذا ثبت أنا أمرنا باَلتباع والتمسك بأثر النبي صلى هللا عليه وسلم ولزوم ما شرعه لنا من الدين والسنة‬
‫إلى الوصول إلى هذا إَل بالنقل والحديث بمتابعة اْلخبار التي رواها الثقات والعدول من هذه اْلمة عن رسول هللا وعن‬
‫الصحابة ومن بعده فنشرح اْلن قول أهل السنة إن طريق الدين هو السمع واْلثر وأن طريقة العقل والرجوع إليه وبناء‬
‫)السمعيات عليه مذموم في الشرع ومنهي عنه‬.

“Apabila telah tetap bahwa kita diperintahkan untuk ittibaa’ (mengikuti) dan perpegang teguh
kepada atsar (sunnah) Nabi –shalallahu’alaihi wasallam- dan mengikuti apa yang
disyari’atkan kepada kita dari agama dan sunnah, maka tidak ada cara (jalan) untuk sampai
kepada ini kecuali dengan nukilan dan hadits dengan mengikuti hadits hadits yang
diriwayatkan oleh para perawi yang terpecaya dan adil dari kalangan umat ini dari Rasulullah
dan para shahabatnya dan orang yang datang sepeninggalnya. Maka sekarang kami akan
jelaskan perkataan ahlussunnah: sesungguhnya jalan (untuk menenal) agama adalah As sam’u
(dalil) dan atsar (perkatan shahabat), adapun jalan logika dan kembali kepadanya serta
membagun dali dalil diatasnya adalah tercela dalam syari’at (agama) dan terlarang.”(Fushuul
min kitab “al intishaar liashhaabil hadits” (hal: 4-5).)

Beliau juga berkata,

( ‫ واَلتباع في‬،‫ فمن الدين معقول وغير معقول‬،‫ وجعل إدراكه وقبوله بالعقل‬،‫إن هللا تعالى أسس دينه وبناه على اَلتباع‬
‫)جميعه واجب‬.
“Sesungguhnya Allah menegakkan dan membangun agama-Nya diatas ittibaa’, dan
menjadikannya diketahui dan diterima dengan akal, maka diantara agama ada yang bisa
dicerna akal dan ada tidak bisa dicerna akal, dan ittibaa’ (mengikuti) adalah wajib dalam
semuanya.”(Fushuul min kitab “al intishaar liashhaabil hadits” (hal: 78). Lihat juga Al
Hujjah fi bayaanil mahajjah (1/317) oleh: Imam
Qowaamussunnah –salah Seorang ulama syafi’iyah-.)

Itulah sebagian perkataan ulama Syafi’iyah yang menjelaskan bahwa landasan bergama
adalah Al Qur’an dan Sunnah, bukan logika, ilmu kalam, filsafat dan mimpi mimpi dll.

Inilah rahasia keselamatan dan kesatuan Ahlussunnah Wal jama’ah dalam beragama,
sehingga tidak ditemukan dalam aqidah mereka pertentangan dan kontropersial, bahkan apa
yang mereka katakan dan tulis dalam karya ilmiyah mereka sekalipun redaksinya berbeda
tetapi maknanya sama seolah olah keluar dari lisan yang satu.

Betapa bagusnya ungkapan Imam Abu Mudzoffar As Sam’aani –beliau adalah salah seorang
ulama syafi’iyah- yang mengatakan, “Jika kamu memperhatikan/membaca seluruh kitab kitab
karya mereka (Ahlussunnah) dari pertama sampai terakhir, yang klasik dan kontemporer,
sedang zaman mereka berbeda dan tempat tinggalnya berjauhan, masing masing tinggal di
tempat yang terpisah, niscaya kamu dapatkan mereka dalam menjelaskan aqidah (prinsip
prinsip agama) dengan metode yang sama dan cara yang tidak berbeda. Mereka mengikuti
sebuah metode yang tidak akan melenceng dan condong darinya, perkataan mereka dalam hal
tersebut satu, kamu tidak dapatkan kontradiksi dan perbedaan diantara mereka dalam suatu
perkara sedikitpun, bahkan jika kamu kumpulkan apa yang keluar dari mulut mereka dan apa
yang mereka nukilkan dari salaf (pendahulu) mereka, niscaya kamu dapati seolah olah hal
(perkataan) itu keluar dari satu hati dan muncul dari satu lisan.”(Fushul min kiatab Al
intishoor li Ashhaabil hadits (hal:46) dan Al hujjah fi Bayanil Mahajjah (2/224-225))

Adakah bukti yang lebih nyata yang menjelaskan akan kebenaran dari pada hal ini? Nah,
apakah rahasia dan penyebab yang menjadikan mereka bersatu dalam aqidah dan prinsip
prinsip beragama? Tiada lain kecuali karena mereka semuanya mengambil agama dari
sumber yang sama, yaitu Al Qur’an dan Sunnah, adapun orang orang yang mengambil aqidah
dan agamanya dari selain Al qur’an dan Sunnah, seperti akal, logika dan mimpi dll, maka
mereka selalu dalam perselisihan yang tajam dan kontradiksi yang dahsyat, habis umur
mereka akan tetapi tidak perna bersatu dalam aqidah dan prinsip prinsip beragama, kamu
menyangka mereka bersatu tetapi hati mereka bercerai berai dan bermusuhan, tentu ini adalah
bukti kebatilan yang nyata dan kesesatan yang jauh, Allah Ta’ala berfirman,

ً ِ‫اختِ َلفًا َكث‬


82 :‫﴾ [النساء‬٨٢‫يرا‬ َّ ‫]﴿أَفَ َل يَتَدَب َُّرونَ أالقُ أرآنَ َولَ أو َكانَ ِم أن ِع أن ِد َغي ِأر‬
‫َّللاِ لَ َو َجد ُوا فِي ِه أ‬

“Tidakkah mereka mentadabbur al qur’an, kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah,
tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”.

Imam Abu Mudzaffar As Sam’aani menjelaskan lebih lanjut seraya berkata,

( ‫ وأهل‬،‫ فأورثهم اَلتفاق واَلئتلف‬،‫وكان السبب في اتفاق أهل الحديث أنهم أخذوا الدين من الكتاب والسنة وطريق النقل‬
‫ فإن النقل والرواية من الثقات والمتقنين قلما‬،‫البدعة أخذوا الدين من المعقوَلت واْلراء فأورثهم اَلفتراق واَلختلف‬
‫ بل عقل كل‬،‫ وأما دَلئل العقل فقلما تتفق‬،‫ وَل يقدح فيه‬،‫ وإن اختلف في لفظ أو كلمة فذلك اختلف َل يضر الدين‬،‫يختلف‬
‫)واحد يري صاحبه غير ما يري اْلخر‬.
“Dan penyebab kesepakatan Ahlulhadits (Ahlussunnah) adalah bahwa mereka mengambil
agama dari Al Kitab dan Sunnah serta nakal (riwayat), sehingga mewariskan kepada mereka
kesepakatan dan kesatuan, sedangankan ahlulbid’ah mengambil agama dari akal/logika dan
pemikiran, maka menimbulkan bagi mereka perpecahan dan perselisihan, karena nakal (dalil)
dan riwayat dari para perawi yang terpecaya dan ternama jarang berbeda, jika terdapat
berbedaan dalam lafadz dan kalimat maka berbedaan tersebut tidak membahayakan agama
dan merusaknya, adapun dalil dalil akal/logika maka jarang sepakat/bersatu, bahkan
akal/logika setiap manusia menilai apa yang tidak dinilai oleh yang lain.”(Intishaar
liashhaabil Hadits (hal: 47))

MEMAHAMI AL QUR’AN DAN SUNNAH BERDASARKAN MANHAJ


SALAF

Dari beberapa nukilan diatas kita simpulkan juga bahwa Ahlussunnah dalam kembali kepada
Al Qur’an dan Sunnah selalu bejalan diatas manhaj salafus sholeh yaitu para shahabat, tabi’in
dan tabi’ tabi’in, inilah metode yang benar dalam memahami Al Qur’an dan Sunnah, dan
metode ini pula yang dijadikan oleh ulama syafi’iyah sebagai landasan dalam beragama.

Berikut sebagian dalil dari Al Qur’an dan sunnah yang menjelaskan kebenaran manhaj yang
mulia ini:

‫َّللاُ َع أن ُه أم َو َرضُوا َع أنهُ َوأ َ َعدَّ لَ ُه أم‬


َّ ‫ي‬ َ ‫ض‬
ِ ‫ان َر‬
ٍ ‫س‬َ ‫ار َوالَّذِينَ اتَّبَعُو ُه أم بِإِحأ‬ ِ ‫ص‬ ِ ‫﴿والسَّابِقُونَ أاْل َ َّولُونَ ِمنَ أال ُم َه‬
َ ‫اج ِرينَ َو أاْل َ أن‬ َ :‫قال تعالى‬
100 :‫﴾ [التوبة‬١٠٠‫ار خَا ِلدِينَ فِي َها أَبَدًا ذَلِكَ أالفَ أو ُز أال َع ِظي ُم‬ ُ ‫ت تَجأ ِري تَحأ ت َ َها أاْل َ أن َه‬ ٍ ‫] َجنَّا‬

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin
dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka
dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah
kemenangan yang besar.”

Dalam ayat ini Allah Ta’ala mensyaratkan bagi orang orang yang datang setelah shahabat,
untuk mendapatkan ridho Allah dan syurga-Nya dengan mengikuti para shahabat dengan
baik. Maka ini menjelaskan kewajiban untuk mengikuti jalan para shahabat radhiyallahu
‘anhum.

‫سا َء أ‬
‫ت‬ ‫س ِبي ِل أال ُمؤأ ِمنِينَ نُ َو ِل ِه َما ت ََو َّلى َونُ أ‬
َ ‫ص ِل ِه َج َهنَّ َم َو‬ َ ‫سو َل ِم أن بَ أع ِد َما ت َ َبيَّنَ لَهُ أال ُهدَى َويَت َّ ِب أع َغي َأر‬
ُ ‫الر‬
َّ ‫ق‬ِ ِ‫﴿و َم أن يُشَاق‬
َ :‫وقال تعالى‬
115 :‫﴾ [النساء‬١١٥‫يرا‬ ً ‫ص‬ ِ ‫] َم‬

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan
yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali”.

Nah, orang yang pertama dan utama yang dimaksud dengan orang orang mukmin dalam ayat
ini adalah : para shahabat dan orang orang yang mengikuti jalan mereka dengan baik sampai
hari kiamat.

‫ فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين‬،‫ (فإنه من يغش منكم فسيرى اختلفا كثيرا‬:‫وقال النبي صلى هللا عليه وسلم‬
‫ وكل بدعة ضللة وكل‬،‫ فإن كل محدثة بدعة‬،‫ وإياكم ومحدثات اْلمور‬،‫ تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ‬،‫من بعدي‬
‫ رواه أبو داود وأحمد‬.)‫ضللة في النار‬.
“Maka sesungguhnnya siapa yang hidup dari kamu niscaya akan melihat perselisihan yang
banyak, maka pegang/ikutilah oleh kamu sunnahku dan sunnah para khualafa raasyidin yang
mendapat petunjuk, peganglah dengan erat dan gigitlah dengan gigi gerahammu (dengan
kokoh) dan tinggalkan olehmu perkara perkara yang baru, maka sesungguhnya setiap yang
baru (dalam agama) adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat, dan setiap yang sesat
(tempatnya) di dlam neraka.”

6635( ‫اس قَ أر ِني ث ُ َّم الَّذِينَ َيلُونَ ُه أم ث ُ َّم ا َّلذِينَ َيلُونَ ُه أم » رواه مسلم‬
ِ َّ‫ « َخي ُأر الن‬:‫)وقَا َل صلى هللا عليه وسلم‬.

“Sebaik baik manusia adalah kurunku, kemudian orang yang datang setelah mereka,
kemudian orang yang datang setalah mereka.”(HR Muslim (no. 6635))

Hadits ini menjelaskan bahwa mereka (salafus sholeh) adalah generasi yang terbaik secara
mutlak dalam seluruh perkara agama, karena kalau kebaikkan itu hanya pada sebagian
perkara saja tentu mereka bukanlah generasi yang terbaik.(I’laamul muwaqqi’iin (4/136) oleh
Ibnu Qoyyim)

Dan dalam hadits perpecahan umat kepada 73 golongan, semuanya celaka kecuali satu
golongan, Rasulullah menjelaskan sifat mereka seraya berkata,

((‫ رواه أبو داود والترمذي‬.)‫ (ما أنا عليه اليوم وأصحابي‬:‫ وفي رواية‬.))‫وهي الجماعة‬.

“Yaitu: Jama’ah”. dalam riwayat lain: “Apa yang aku ikuti dan para shahabat-ku”.
Yang dimaksud dengan jama’ah disini adalah yang mengikuti kebenaran sekalipun minoritas
dan yang menyelisihinya manyoritas manusia, sebagaimana yang dijelaskan oleh Abdullah
Bin Mas’ud dalam perkataanya: “Jama’ah adalah yang sesuai dengan kebenaran sekalipun
anda sendirian”.

Dalam hadits diatas Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam menjelaskan bahwa golongan yang
selamat adalah golongan yang mengikuti kebenaran dan sunnah beliau serta jalan para
shahabatnya, hal ini menjelaskan bahwa dalam mengamalkan islam dan memahaminya wajib
kembali kepada sunnah Rasulullah manhaj para shahabat.

Makna inilah yang dipertegas dan di perkuat oleh ulama ulama syafi’iyah dalam ungkapan
ungkapan mereka berikut ini,

Imam Abul Mudhoffar as-Sam’ani berkata:

(‫)وشعار أهل السنة اتباعهم السلف الصالح وتركهم كل ما هو مبتدع محدث‬

“Syi’ar Ahli Sunnah adalah mengikuti salaf shalih dan meninggalkan hal-hal yang bid’ah
(dalam agama).” (Al-Intishor li Ashabil Hadits hlm. 31)

Sebaliknya syi’ar seluruh ahli bid’ah adalah meninggalkan mazhab salaf, sebagaimana yang
dijelaskan oleh syeikhul islam Ibnu Taimiyah,

(‫)إن شعار أهل البدع هو ترك انتحال اتباع السلف‬.

“Sesungguhnya syi’ar ahlulbid’ah adalah meninggalkan mengikuti salaf.”(Majmu’fatawa


(4/155))
Imam Abul Hasan al-Asy’ari berkata,

( ‫ وعما اختلفوا‬،‫ وأجمعوا على أنه َل يجوز ْلحد أن يخرج عن أقاويل السلف فيما أجمعوا عليه‬:‫اإلجماع التاسع واْلربعون‬
‫ ْلن الحق َل يجوز أن يخرج من أقاويلهم‬،‫)فيه أو في تأويله‬.

“Ijma’ (kesepakatan) ke empat puluh sembilan, Para ulama bersepakat bahwa tidak boleh
bagi seorangpun untuk keluar dari ucapan salaf dalam apa yang mereka sepakati atau
perselisihkan karena kebenaran tidak akan keluar dari ucapan mereka.”(Risalah ila Ahli
Tsaghor hlm. 306-307)

Al-Khathib al-Baghdadi rahimahullah berkata, “Termasuk kerusakan yang sangat parah


adalah menetapkan suatu ucapan yang menyelisihi madzhab salaf dari para imam kaum
muslimin.”(Dinukil oleh An-Nawawi dalam Al-Majmu’ 6/466)

Al-Izzi Bin Abdussalam rahimahullah berkata, “Kebahagian yang sesungguhnya adalah


dalam mengikuti Rasulullah dan mengikuti atsar para sahabat yang direkomondasi bahwa
mereka adalah sebaik-baik genarasi”. Beliau juga berkata: “Mengikuti salaf lebih utama
daripada membuat-buat bid’ah.”(Fatawa Al-Izzi bin Abdis Salam hlm. 319, 353)

As-Suyuthi berkata, “Maka hendaknya dirimu wahai saudaraku mengikuti jalan salaf shalih
dan hindarilah kebid’ahan dan kemunkaran. Jadilah hamba yang shalih dan mintalah kepada
Allah taufiq dalam menempuh jalan mulia ini, karena barang siapa dikaruniai hal itu maka
berarti diberi karunia yang sangat agung.”(Al-Amru bil Ittiba’ hm. 245)

Anda mungkin juga menyukai