Anda di halaman 1dari 3

Dilarang Memanfaatkan Barang Gadai untuk Utang?

Tanya:

Temen saya mau utang dengan gadai motornya, jika saya menerima motor gadai, bolehkah
saya memanfaatkannya? Suwun

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Transaksi gadai, digolongkan para ulama sebagai akad tautsiqat, yaitu akad yang tujuannya
memberikan jaminan kepercayaan bagi pelaku akad. Mengingat tujuannya untuk jaminan
kepercayaan, akad ini sifatnya tambahan (‘aqd ziyadah). Bisa ditambahkan di akad apapun.
Karena itu, akad ini tidak memberikan konsekuensi terhadap perpindahan kepemilikan
barang gadai.

Konsekuensi dari hal ini,

[1] barang gadai statusnya amanah bagi murtahin (yang memberi utang).

[2] barang gadai tetap menjadi milik rahin (yang berutang).

[3] jika terjadi kegagalan, misalnya utang bermasalah atau transaksi yang dijamin
bermasalah, barang gadai tidak otomatis pindah kepemilikan.

[4] semua biaya perawatan barang gadai, ditanggung oleh rahin (yang berutang), karena ini
memang miliknya.

Tidak Boleh Memanfaatkan Barang Gadai

Kita menggaris bawahi, bahwa dalam transaksi gadai, tujuan utamanya hanya untuk jaminan
kepercayaan dan keamanan, dan bukan untuk memberi keuntungan bagi pihak yang
menerima gadai (yang memberi utang).

Yang terjadi, ketika penerima gadai memanfaatkan barang gadai, berarti dia memanfaatkan
barang milik orang yang utang, disebabkan transaksi utang antar mereka. Bisa kita pastikan,
andaikan tidak ada transaksi utang piutang, orang yang menerima gadai tidak akan
memanfaatkan barang milik yang berutang.

Karena itu, pemanfaatan barang gadai oleh pemberi utang, berarti dia mendapatkan manfaat
dari utang yang dia berikan. Sementara mengambil manfaat (keuntungan) dari utang yang
diberikan, termasuk riba. Seperti yang dinyatakan dalam kaidah,

ً ‫ـرض َج َّر َمنفَـعَـةً فَ ُه َو ِربا‬


ٍ َ‫ُك ُّل ق‬

“Setiap utang yang memberikan keuntungan, maka (keuntungan) itu adalah riba.” (HR.
Baihaqi)
Tak terkecuali, keuntungan dalam bentuk memanfaatkan barang gadai karena transaksi utang
piutang.

Kita simak keterangan Sayid Sabiq dalam Fiqh Sunah,

‫ وما دام ذلك كذلك فإنه ال يحل‬،‫عقد الرهن عقد يقصد به االستيثاق وضمان الدين وليس المقصود منه االستثمار والربح‬
‫ وكل قرض جر نفعا فهو ربا‬،‫ النه قرض جر نفعا‬،‫ ولو أذن له الراهن‬،‫للمرتهن أن ينتفع بالعين المرهونة‬

Akad rahn adalah akad yang tujuannya untuk menjamin kepercayaan dan jaminan utang. dan
bukan untuk dikembangkan atau diambil keuntungan. Jika seperti itu aturannya, maka tidak
halal bagi murtahin untuk memanfaatkan barang yang digadaikan, meskipun diizinkan oleh
rahin. Karena berarti utang yang memberikan adanya keuntungan. Dan semua utang yang
memberikan keuntungan, statusnya riba. (Fiqh Sunah, 3/156).

Rincian Pemanfaatan Gadai untuk Selain Utang

Mengingat akad gadai bisa ditambahkan dalam banyak transaksi, seperti utang, jual beli dan
yang lainnya, tidak semua pemanfaatan gadai dilarang. Ibnu Qudamah memberikan rincian
sebagai berikut,

[1] Jika gadai ini diberikan untuk jaminan kepercayaan transaksi utang-piutang, pemberi
utang sama sekali tidak boleh memanfaatkan barang gadai, meskipun telah diizinkan rahin.
Karena ini termasuk riba, karena “setiap utang yang memberikan keuntungan, maka itu
adalah riba.” bahkan kata Imam Ahmad, itu riba murni. Ibnu Qudamah mengatakan,

‫ أكره قرض الدور وهو الربا المحض يعني إذا كانت الدار رهنا في قرض ينتفع بها المرتهن‬: ‫قال أحمد‬

Imam Ahmad mengatakan, “Saya membenci menggadaikan rumah, dan itu riba murni.”
Maksud beliau, jika rumah dijadikan barang gadai untuk utang, dan dimanfaatkan oleh
murtahin (pemberi utang).

[2] Jika gadai untuk selain utang, seperti jaminan untuk transaksi jual beli yang belum tuntas
atau jaminan dalam akad sewa-menyewa, maka pemberi utang boleh memanfaatkan barang
gadai jika pemilik barang mengizinkan. Ini merupakan pendapat yang diriwayatkan dari
Hasan al-Bashri dan Muhammad bin Sirin – keduanya ulama tabi’in –. (al-Mughni, 4/467).

Jika Gadai Membutuhkan Perawatan

Ulama sepakat bahwa biaya perawatan barang gadai menjadi tanggung jawab rahin (yang
berutang). At-Thahawi mengatakan,

‫وأجمع أهل العلم أن نفقة الرهن على الراهن ال على المرتهن‬

“Ulama sepakat bahwa biaya perawatan barang gadai menjadi tanggung jawab rahin dan
bukan murtahin.” (Syarh Ma’ani al-Atsar, 4/99)

Selanjutnya, jika rahin tidak menanggung biaya perawatan, bolehkah murtahin


memanfaatkan barang gadai sebagai ganti dari biaya perawatan?
Menurut madzhab hambali, jika gadai yang ada di tangan murtahin membutuhkan biaya
perawatan, seperti binatang, maka murtahin berhak untuk mengambil manfaat dari binatang
itu, dengan diperah susunya atau dijadikan tunggangan, sebagai kompensasi atas biaya yang
dia keluarkan.

Dalam Fiqh Sunah dinyatakan,

‫ فيركب ما أعد للركوب‬،‫فإن كان دابة أو بهيمة فله أن ينتفع بها نظير النفقة عليها فإن قام بالنفقة عليها كان له حق االنتفاع‬
‫ ويأخذ لبن البهيمة كالبقر والغنم ونحوها‬،‫كاالبل والخيل والبغال ونحوها ويحمل عليها‬

Jika barang gadai berupa hewan tunggangan atau binatang ternak, maka murtahin boleh
memanfaatkannya sebagai ganti dari biaya yang dia keluarkan untuk itu. Orang yang
menanggung biaya, dia berhak untuk memanfaatkan barang itu. Dia boleh menaikinya jika itu
hewan tunggangan seperti kuda, onta, atau bighal. Dan boleh dipakai untuk ngangkut barang.
Dia juga boleh mengambil susunya jika hewannya bisa diperah, seperti kambing atau sapi.
(Fiqh Sunah, 3/157)

Ini berbeda dengan pendapat mayoritas ulama yang melarang sama sekali pemanfaatan
barang gadai oleh murtahin.

Namun pendapat hambali dalam hal ini lebih kuat, mengingat hadis dari Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُ‫ظ ْه ُر ي ُْر َكبُ ِبنَفَ َقتِ ِه إِذَا َكانَ َم ْرهُونًا َو َعلَى الَّذِى يَ ْر َكبُ َويَحْ لِبُ النَّفَقَة‬
َّ ‫لَبَنُ الد َِّر يُحْ لَبُ بِنَفَقَتِ ِه إِذَا كَانَ َم ْرهُونًا َوال‬

“Susu hewan perah bisa diperah sebagai ganti biaya perawatan ketika dia digadaikan.
Punggung hewan tunggangan boleh dinaiki sebagai ganti biaya perawatan ketika dia
digadaikan. Kewajiban bagi yang menunggangi dan yang memerah susunya untuk
merawatnya.” (HR. Abu Daud 3528 dan dishahihkan al-Albani)

Namun tentu saja ini tidak berlaku untuk motor. Karena motor tidak perlu biaya perawatan.
Kalaupun harus dipanasi, itu hanya sebentar dan jika murtahin tidak rela, bisa diganti biaya
perawatan itu dengan memakai motor tersebut untuk keperluan sebentar.

Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Read more https://konsultasisyariah.com/30652-hukum-memanfaatkan-barang-gadai-untuk-


utang.html

Anda mungkin juga menyukai