Seorang ahli obat dan mereka yang berkerja di Apotek harus pula merahasiakan obat
dan khasiatnya yang diberikan kepada pasiennya. Merahasiakan resep dokter adalah suatu yang
penting dari etik pejabat yang bekerja dalam apotek.
Kapan seorang dokter dapat membuka rahasia kedokteran:
Dalam garis besarnya ada 2 aliran atau golongan yang dapat ditemukan dikalangan
kedokteran, yaitu :
1. Pendirian yang mutlak
Golongan yang menganut pendirian mutlak (absolut) berpendapat bahwa rahasia
konsekuensinya. Aliran ini tidak akan mempertimbangkan apa ada kepentingan lain yang
lebih utama. Dalam segala hal sikapnya mudah dan konsekuen yakni tutup mulut. Pengikut
aliran ini yang terkenal ialah dokter Frouardel (1837-1906), ia adalah seorang dokter
Prancis yang kemudian menjadi guru besar dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman di Paris
(1879).
Prof. Sutomo Tjokronegoro dalam masalah ini menyatakan :
“Bahwa pendirian demikian tidak hanya kaku, malahan mungkin menyalahi makna
rahasia jabatan dokter”.
Seperti diketahui bahwa dasar dari rahasia jabatan adalah kewajiban moril untuk
menjamin kesehatan masyarakat.
2. Pendirian yang nisbi atau relatif.
Golongan nisbi atau relatif pada dewasa ini merupakan teori yang terbanyak diikuti
dan dapat dikatakan diikuti umum. Tetapi hal ini tidak berarti penerapannya dalam praktek
dan persesuaian pendapat, karena teori ini dalam praktek sering sekali mendatangkan
konflik moril dan kesulitan-kesulitan lain dalam masalah yang kompleks.
Sehubungan dengan hal tersebut maka Profesor Sudarto, SH mengemukakan
bahwa :
“perlu dipertimbangkan adanya azas profesional dan azas subsider dalam
menggunakan hak tolaknya”.
Azas profesional menghendaki adanya pertimbangan-pertimbangan mana yang
lebih utama. Apakah dokter akan memberikan kesaksiannya yang berarti membuka rahasia
atau pekerjaannya ataukan ia akan menyimpan rahasia yang lebih diutamakan. Dalam
mengambil keputusan, aliran ini akan selalu mempertimbangkan setiap persoalan secara
kasuistis.
Azas subsider, yakni menyangkut masalah pemilihan tindakan apa yang harus
dilakukan dokter sebelum ia terpaksa melepaskan kewajiban untuk menyimpan rahasia.
Sebab kalau ini yang menjadi pilihannya, ia harus sudah emperhitungkan resiko yang
mungkin dihadapi yakni berupa sanksi pidana atau lainnya karena diadukannya ke
pengadilan oleh yang merasa dirugikan akibat dibukanya rahasi oleh dokter. Bila demikian
halnya, dokter supaya siap menghadapinya dengan memberikan alasan-alasan yang dapat
membenarkan perbuatannya (fait justifactier) atau yang dapat menghapuskan
kesalahannya (fait de’excuse).
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), terdapat pasal-pasal yang
mengatur hal-hal tersebut diatas, yaitu :
KUHP pasal 48 :
“Tidak boleh dihukum barang siapa melakukan perbuatan karena terdorong oleh daya
paksa”.
Yang dimaksud dengan daya paksa ini biasanya bukanlah daya paksa mutlak,
melainkan daya paksa nisbi. Daya paksa ini terjadi pada keadaan sebagai berikut :
a. Melindungi kepentingan umum.
Contohnya : seorang guru taman kanak-kanak menderita Koch Pulmonum aktif, menolak
untuk berobat dan cuti, maka dapat dilaporkan pada pimpinannya.
b. Melindungi kepentingan orang yang tidal bersalah.
Contohnya : seorang pengemudi yang menderita epilepsi, menolak untuk berganti
pekerjaan, maka dapat dilaporkan kepada majikannya.
c. Melindungi pasien yang mempercayakan rahasianya.
Contohnya : seorang penderita menceritakan kesulitannya dan bermaksud bunuh diri,
apabila dokter tidak dapat mempengaruhi penderita, maka ia dapat memberitahukan
keluarganya supaya dijaga agar tidak melakukan bunuh diri.
d. Melindungi dokter sendiri
Contohnya : seorang dokter dituduh melakukan abortus provocarus criminalis, sedangkan
sesungguhnya ia hanya menolong penderita yang datang dengan pendarahan akibat
tindakan seorang dukun. Dalam keadaan demikian dokter dapat memberikan keterang
kepada polisi yang memeriksanya untuk melindungi dirinya terhadap fitnahan tersebut
apabila penderita sendiri menolak memberitahukan yang sebenarnya.
KUHP Pasal 50
Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan kepentingan Undang-
undang, tidak dipidana.
KUHP Pasal 51
Tidak boleh dihukum barangsiapa melakukan perbuatan atau menjalankan perintah
jabatan yang diberikan pembesar yang berhak.
Ketentuan ini menyangkut dokter militer dan dokter majelis penguji kesehatan,
misalnya : melaksanakan tes kesehatan untuk penerimaan anggota TNI.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1996 Tentang Wajib
Simpan Rahasia Kedokteran pasal 3, yang diwajibkan menyimpan rahasia kedokteran adalah tenaga
kesehatan, mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas di lapangan pemeriksaan, pengobatan
dan/atau perawatan, dan orang lain yang diterapkan oleh Menteri Kesehatan.
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan pasal 2,
tenaga kesehatan terdiri dari :