Anda di halaman 1dari 5

Bendara

Tambah bahasa
 Halaman
 Pembicaraan
 Baca
 Sunting
 Sunting sumber
 Lihat riwayat
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Bendara

Gusti Kanjeng Ratu

Gusti Kanjeng Ratu Bendara

Miss Indonesia Yogyakarta


2009

Pendahulu Lidya Kharismawati

Penerus Clarashinta Arumdani

Kelahiran Gusti Raden Ajeng Nurastuti Wijareni

18 September 1986 (umur 36)
 Yogyakarta, Indonesia

Wangsa Hamengkubuwono
Nama lengkap

Gusti Kanjeng Ratu Bendara

Ayah Hamengkubuwono X

Ibu Ratu Hemas

Pangeran Yudanegara
Pasangan

(m. 2011)

Raden Ajeng Nisaka Irdina Yudonegoro


Anak
Raden Mas Radityo Mandhala Yudo

Kerabat GKR Mangkubumi (kakak)

GKR Condrokirono (kakak)

GKR Maduretno (kakak)

GKR Hayu (kakak)

Pendidikan Universitas Edinburgh Napier

IMI International Management Institute

Keluarga Sultan Yogyakarta

Sri Sultan Hamengkubawana X


GKR Hemas

Keluarga Inti
 GKR Mangkubumi
KPH Wironegoro
o RA Artie Ayya Fatimasari

o RM Drasthya Wironegoro

 GKR Condrokirono
o RM Gustilantika Marrel Suryokusumo

 GKR Maduretno
KPH Purbodiningrat
 GKR Hayu
KPH Notonegoro
o RM Manteyyo Kuncoro Suryonegoro

 GKR Bendoro
KPH Yudhonegoro
o RA Nisaka Irdina Yudhonegoro

o RM Radityo Mandhala Yudo

Keluarga Besar[tampilkan]

Gusti Kanjeng Ratu Bendara, yang sebelumnya bernama Gusti Raden Ajeng


Nurastuti Wijareni (bahasa Jawa: ꦒꦸꦱ꧀ꦠꦶꦏꦚ꧀ꦗꦼꦁꦫꦠꦸꦧꦼꦤ꧀ꦢꦫ, translit. Gusti
Kanjěng Ratu Běndara; lahir 18 September 1986) adalah putri bungsu atau anak
kelima dari pasangan Sri Sultan Hamengkubuwono X dan GKR Hemas. Ia
merupakan salah satu 10 Besar kontes Miss Indonesia 2009 dan sarjana di bidang
perhotelan dari salah satu perguruan tinggi di Swiss. Pada 18 Oktober 2011, ia
menikah dengan Achmad Ubaidillah yang diberi gelar Kanjeng Pangeran Haryo
Yudanegara yang berasal dari Bandar Lampung, pernikahan ini banyak diberitakan
karena ia adalah menantu pertama Hamengkubuwono X yang bukan berasal
dari Jawa melainkan dari etnis Melayu, dan bukan keturunan bangsawan melainkan
hanya orang biasa saja.[1][2][3][4]

Masa kecil dan pendidikan[sunting | sunting sumber]


GKR Bendoro terlahir dengan nama Gusti Raden Ajeng Nurastuti Wijareni
di Yogyakarta, ia menuntut pendidikan di kota kelahirannya hingga bangku sekolah
menengah pertama. Setelah tamat SMP, ia melanjutkan sekolah
ke Singapura di International School of Singapore. Setelah lulus dari sekolah
tersebut, ia melanjutkan ke International Hospitality Management Institute di Swiss.
Setelah menikah, GKR Bendoro melanjutkan pendidikan S-2 jurusan warisan
budaya di Napier University di Edinburgh, Skotlandia.[5] Pada akhir pendidikannya, ia
menulis tesis yang mengangkat topik tentang Yogyakarta.[6]

Kontes kecantikan[sunting | sunting sumber]


Miss Indonesia 2009[sunting | sunting sumber]
GKR Bendoro sempat terpilih mewakili provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam
kontes kecantikan Miss Indonesia pada tahun 2009. Ia mewakili provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dengan nama Nurastuti Wijareni. Di akhir acara ia termasuk
dalam finalis 10 Besar Miss Indonesia 2009, tetapi ia tereliminasi di tahap tersebut
dan tidak masuk dan melaju pada babak 5 Besar. [7]

Pernikahan[sunting | sunting sumber]

GKR Bendara dan KPH Yudanegara saat mengikuti kirab pernikahan GKR Hayu dan KPH Notonegoro.

Kanjeng Pangeran Haryo Yudanegara menikah dengan GKR Bendoro pada tanggal


18 Oktober 2011. Pernikahan ini berlangsung pada tahun yang sama dengan
pernikahan Pangeran William, Adipati Cambridge. Pada pernikahan tersebut
dikunjungi sekitar 2.500 tamu undangan.[8]
Sesuai dengan adat keraton, sebelum menikah GKR Bendoro harus menjalani
upacara langkahan. Dikarenakan ia mendahului kakaknya GKR Hayu untuk
menikah.[9] Dalam upacara ini, calon penganti wanita memohon izin dari kakaknya
untuk mendahului menikah serta menyerahkan plangkah berupa setandan pisang
sanggan disertai seperangkat baju dan perhiasan wanita untuk kakaknya. Upacara
langkahan adalah bagian dari tradisi yang biasa dilakukan di beberapa kebudayaan
di Indonesia bila seorang adik mendahului kakaknya dalam pernikahan. [10] Sebelum
menikah, calon pengantin pria yang berasal dari luar keraton terlebih dahulu
diwisuda menjadi abdi dalem (pegawai keraton). Calon pengantin pria Achmad
Ubaidillah dianugrahi gelar Kanjeng Pangeran Haryo dengan nama Yudanegara.
Penganugerahan gelar ini dilangsungkan dalam upacara wisuda yang dilakukan tiga
bulan sebelum upacara pernikahan.[11] Sementara itu, calon istrinya juga telah
menerima gelar dan nama baru yang sebelumnya Gusti Raden Ajeng (GRAj)
Nurastuti Wijareni menjadi Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Bendoro.
Kemudian calon pengantin pria mengawali rentetan acara pernikahan dengan
upacara nyantri. Dalam upacara ini, pengantin pria dijemput dengan kereta
kencana untuk memasuki tembok keraton, dan diperkenalkan dengan tata cara
keraton. Selanjutnya kedua pengantin melalui upacara siraman di tempat yang
berbeda (kesatrian dan keputren). Upacara ini bermakna membersihkan diri dari
kotoran lahir dan batin sebelum memasuki jenjang pernikahan. [12] Pada malam
harinya, calon pengantin wanita menjalani upacara tantingan, yakni GKR Bendoro
ditanya (ditanting) langsung oleh ayahnya akan kesiapannya menikah. Upacara ini
dilakukan karena pada keesokan harinya, ayahnya sendiri yang akan menikahkan
putrinya dengan pengantin pria tanpa kehadiran pengantin wanita. [13]
Pada keesokan harinya, sesuai dengan adat yang berlaku di keraton, Sri
Sultan sendiri yang menikahkan putrinya dengan KPH Yudanegara dalam
upacara ijab kabul yang dilakukan di masjid dalam lingkungan keraton. Akad
nikah menggunakan bahasa Jawa yang dilakukan antara ayah pengantin wanita
dengan pengantin pria.[14] Setelah resmi menikah, barulah kedua pengantin
dipertemukan dalam upacara panggih yang dilakukan di bangsal kencana.
[15]
 Upacara ini dihadiri oleh tamu-tamu undangan penting termasuk Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Budiono.[16] Acara ini juga dihadiri oleh
para pejabat tinggi negara serta duta besar perwakilan negara-negara sahabat.
[17]
 Dalam upacara panggih, dilaksanakan tradisi pondongan yang hanya dilakukan di
dalam lingkungan keraton. Tradisi pondongan ini hanya dilakukan jika pengantin
wanita adalah putri raja. Dalam tradisi ini, pengantin pria memondong (mengangkat)
istrinya yang dibantu salah seorang paman dari mempelai wanita (GBPH
Suryodiningrat). Ini merupakan tradisi sebagai simbol meninggikan posisi
seorang istri.
Setelah upacara panggih, kedua mempelai kemudian dikenalkan kepada
masyarakat melalui prosesi kirab. Sebagai putri bungsu, GKR Bendara tidak boleh
menjalani kirab keliling benteng keraton. Sebagai gantinya kirab dilaksanakan
dari Keraton Yogyakarta ke Kepatihan yang merupakan tempat acara resepsi
pernikahan digelar.[18]
Pernikahan KPH Yudanegara dengan GKR Bendara dikaruniai seorang putri yang
diberi nama Raden Ajeng (RA) Nisaka Irdina Yudonegoro. Putri pertama mereka ini
lahir di Yogyakarta pada tanggal 1 Maret 2014.[19]

Karier[sunting | sunting sumber]
Selain aktif dalam berbagai organisasi sosial dan kemasyarakatan, GKR Bendoro
saat ini menjabat sebagai Direktur Operasional Spa Nurkadhatyan. [20] Spa yang
dimiliki lima putri keraton ini berlokasi di Hotel Ambarukmo Yogyakarta dengan
menawarkan perawatan ala putri-putri keraton.

Aktivitas[sunting | sunting sumber]
 2009: Finalist Miss Indonesia 2009 (10 besar)
 2013: Duta Produk Teh Sari Melati
 2012: Persatuan Sepatu Roda Seluruh Indonesia (Ketua Umum Pengurus
Provinsi)

Anda mungkin juga menyukai