Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah kesehatan adalah tanggung jawab kita bersama, kesehatan

merupakan salah satu bagian pokok dan esensial dari kualitas hidup yang

tercermin pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Sehat adalah suatu

kondisi yang tidak saja bebas dari penyakit, namun juga sehat secara mental

dan sosial. Sehat juga merupakan salah satu unsur hak azasi manusia.

Pada masa sekarang yang lebih di kenal dengan istilah era globalisasi, di

mana terjadi perubahan perilaku dan gaya hidup individu, yang akan

mendorong individu tersebut untuk hidup dengan praktis seperti

mengkonsumsi makanan siap saji (fast food) yang mengandung kolesterol

tinggi. Demikian juga dengan tuntutan lingkungan dan pekerjaan yang akan

mendorong individu untuk merokok, minuman beralkohol, kurang berolah

raga dan kerja berlebihan yang mengakibatkan stress yang berlebihan (Aurin,

2007). Perilaku-perilaku tersebut merupakan faktor penyebab timbulnya

penyakit berbahaya seperti stroke.

Berdasarkan data di lapangan, angka kejadian stroke meningkat secara

dramatis seiring usia. Menurut Yastroki (2011) setiap penambahan usia 10

tahun sejak usia 35 tahun, resiko stroke meningkat dua kali lipat. Sekitar lima

persen orang berusia di atas 65 tahun pernah mengalami setidaknya satu kali

stroke.

1
2

Stroke didefinisikan sebagai defisit (gangguan) fungsi sistem saraf

yang terjadi mendadak dan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.

Stroke terjadi akibat gangguan pembuluh darah di otak. Gangguan peredaran

darah otak dapat berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya

pembuluh darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen

dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak

akan memunculkan kematian sel saraf (neuron). Gangguan fungsi otak ini

akan memunculkan gejala stroke. Kasus stroke baru terjadi pada 100 sampai

300 orang per 100.000 penduduk per tahun. Stroke merupakan pembunuh

nomor tiga setelah penyakit jantung dan kanker, namun merupakan penyebab

kecacatan nomor satu (Pinzon dan Asanti, 2010). Stroke merupakan

penyebab kecacatan utama di kalangan usia dewasa di Amerika Serikat dan

Eropa. Di Inggris, stroke menjadi penyebab kematian terbanyak kedua

setelah serangan jantung, yang diikuti kanker di urutan ketiga. Begitu juga di

dunia, stroke menjadi penyebab utama kematian nomor dua. Di masa depan,

stroke diperkirakan menjadi penyebab kematian utama nomor satu (Genis,

2010).

Menurut Srikandi yang mengambil data dari Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2007 berhasil mendata kasus stroke di wilayah perkotaan

di 33 provinsi dan 440 kabupaten. Riskesdas tahun 2007 ini berhasil

mengumpulkan sebanyak 258.366 sampel rumah tangga perkotaan dan

987.205 sampel anggota rumah tangga untuk pengukuran berbagai variabel

kesehatan masyarakat. Hasilnya, stroke merupakan pembunuh utama di

antara penyakit- penyakit non-infeksi di kalangan penduduk perkotaan. Tidak


3

hanya di Indonesia. Konferensi stroke Internasional yang diadakan di Wina,

Australia, tahun 2008 mengungkap terus meningkatnya kasus stroke di

kawasan Asia akibat berubahnya gaya hidup masyarakat (Srikandi, 2009).

Gejala klinis yang timbul pada stroke antara lain mengalami

kesemutan atau mengalami kelemahan pada satu sisi tubuh, tiba-tiba merasa

pusing dan sakit kepala yang hebat, kesulitan untuk berbicara atau tidak

mengerti, mengalami gangguan penglihatan pada satu atau kedua mata,

gangguan koordinasi dan gangguan keseimbangan (Biermann and Toohey,

2004).

Seperti yang telah dijelaskan diatas mengenai gejala yang timbul

akibat stroke sangatlah kompleks. Oleh karena itu, penanganan dalam kasus

stroke ini berpacu dengan waktu. Karena dengan penanganan sedini mungkin

akan menekan angka kecacatan dan kemungkinan akan pulih kembali. Dalam

hal ini sangat diperlukan tenaga ahli kesehatan yang professional yaitu

fisioterapi. Fisioterapi dalam menangani kasus stroke memiliki peranan yang

penting, karena kasus ini tidak cukup hanya dengan medika mentosa saja

tetapi dengan latihan-latihan yang dapat meningkatkan kemampuan

fungsionalnya yang akan dilakukan oleh fisioterapis.

Seperti yang kita ketahui masalah-masalah yang diakibatkan dari

stroke merupakan bidang kajian dari fisioterapi yang berhubungan dengan

gerak dan fungsi tubuh. Latihan yang diberikan bertujuan agar insan pasca

stroke mampu beraktifitas kembali secara fungsional agar menjadi manusia

yang mandiri, seperti duduk, berdiri ataupun berjalan. Namun dalam

kenyataannya pasien pasca stroke mengalami kesulitan beraktifitas kembali


4

karena adanya kelemahan-kelamahan otot yang berakibat pada kemampuan

dalam menjaga keseimbangan tubuhnya. Sehingga disinilah peran fisioterapi

untuk memberikan latihan-latihan yang spesifik untuk meningkatkan

keseimbangan pada pasien agar mampu melakukan aktifitasnya kembali.

Keseimbangan adalah sebuah sensorimotor yang holistik dan interaksi

perseptual antara lingkungan dan kita, dan membutuhkan aktivitas

neuromuskuler yang bertingkat dan terkoordinasi dari seluruh tubuh pada saat

yang sama (Gjelsvik, 2008). Banyak dari tindakan ini melibatkan anggota

gerak bagian bawah yang mendukung dan menggerakkan massa tubuh (body

mass) melalui kaki pada saat berdiri atau duduk, atau saat meraih dan tugas

yang manipulatif, menaikkan dan menurunkan massa tubuh untuk berdiri.

Kadang-kadang kita hanya berdiri saja. Namun, bahkan tindakan sederhana

seperti bernapas dan memutar kepala ditandai dengan osilasi di center of

gravity (COG) yang dilawan oleh aktivitas otot dan gerakan nyaris kecil tidak

terdeteksi, biasanya di pergelangan kaki (ankle) dan core stability.

Dalam posisi tenang ayunan tubuh seperti pendulum terbalik

mengenai sendi pergelangan kaki (ankle). Tujuan adalah untuk menjaga

keseimbangan center of mass (COM) pada tubuh aman dalam base os

support (BOS). Untuk mencapai tujuan ini, ankle strategi digunakan di mana

otot-otot ankle (yaitu, ankle plantar flexors/dorsi flexors, invertors/evertors)

secara otomatis dan selektif diaktifkan untuk melawan ayunan tubuh dalam

arah yang berbeda. Otot-otot lain yang sifatnya tonik aktif selama posisi

tenang untuk mempertahankan postur tegak adalah otot gluteus medius dan

tensor fasciae latae, iliopsoas untuk mencegah hiperekstensi dari hip, dan
5

thoracic paraspinals (dengan beberapa aktivasi abdominal intermiten).

Kesejajaran tubuh (body alignment) memberikan kontribusi untuk stabilitas

dalam sikap yang tenang. Berdiri dengan tubuh dalam kesejajaran tubuh yang

optimal memungkinkan tubuh untuk menjaga keseimbangan dengan sedikit

jumlah energi yang dikeluarkan oleh otot (Cisner dan Colby, 2007).

Core stability merupakan salah satu faktor penting dalam postural set.

Dalam kenyataanya core stability menggambarkan kemampuan untuk

mengontrol atau mengendalikan posisi dan gerakan sentral pada tubuh

diantaranya: head and neck alignment, alignment of vertebral column thorax

and pelvic stability/mobility, ankle dan strategi hip (Barr et al., 2005). Core

stability merupakan komponen penting dalam memberikan kekuatan lokal

dan keseimbangan untuk memaksimalkan aktivitas secara efisien. Latihan

core stability akan membatu memelihara postur yang baik dalam melakukan

gerak serta menjadi dasar untuk semua gerakan pada lengan dan tungkai. Hal

tersebut menunjukkan bahwa hanya dengan stabilitas postur (aktifasi otot

core stability) yang optimal, maka mobilitas pada ektremitas dapat dilakukan

dengan efisien (Carr dan Shepherd, 2003).

B. Identifikasi Masalah

Seperti yang telah diketahui masalah-masalah yang ditimbulkan

akibat stroke sangatlah kompleks, karena menyerang dari fungsi luhur kita.

Gangguan-gangguan yang timbul adalah kelemahan otot salah satu sisi tubuh,

cepat lelah, hilangnya sensori, kelainan tonus otot, hilangnya kemampuan

fungsi yang spesifik atau gangguan koordinasi, gangguan kognitif. Salah

satunya dengan adanya kelemahan tersebut maka berbagai masalah akan


6

timbul seperi terjadinya gangguan keseimbangan yang akan menyulitkan

pasien stroke untuk beraktifitas kembali, seperti keseimbangan duduk,

keseimbangan berdiri ataupun keseimbangan berjalan. Terutama saat berdiri

dan berjalan membutuhkan keseimbangan yang baik. Karena dalam posisi

berdiri dan berjalan base of support lebih kecil dan center of gravity lebih

tinggi sehingga dalam posisi ini sangatlah tidak stabil dibandingkan dengan

berbaring dan duduk. Dalam keseimbangan dibutuhkan koordinasi antar

sistem, sensorik, musculoskeletal, dan kontekstual. Ketika terjadi serangan

stroke akan terjadi gangguan pada salah satu atau beberapa sistem tersebut

sehingga koordinasi antar sistem terganggu yang mengakibatkan gangguan

keseimbangan. Ankle memiliki peran penting dalam sistem keseimbangan.

Kemampuan ankle menerima informasi sensori dalam bergerak dorsi-plantar

fleksi akan mempengaruhi besarnya stability limit. Semakin besar stability

limit maka keseimbangan seseorang akan semakin baik. Serta core stability

merupakan salah satu faktor penting dalam postural set. Dalam kenyataanya

core stability menggambarkan kemampuan untuk mengontrol atau

mengendalikan posisi dan gerakan sentral pada tubuh diantaranya: head and

neck alignment, alignment of vertebral column thorax and pelvic

stability/mobility, ankle dan strategi hip (Barr et al., 2005).

Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk mengetahui pengaruh

penambahan latihan active stretching ankle exercise pada pemberian core

stability exercise dapat meningkatkan keseimbangan berdiri pada pasien

stroke.
7

C. Perumusan Masalah

1. Apakah pemberian core stability exercise dapat meningkatkan

keseimbangan berdiri pada pasien post stroke?

2. Apakah penambahan active stretching ankle exercise pada pemberian

core stability exercise dapat meningkatkan keseimbangan berdiri pada

pasien post stroke?

3. Apakah penambahan active stretching ankle exercise pada pemberian

core stability exercise lebih baik dari pada pemberian core stability

exercise dalam meningkatkan keseimbangan berdiri pada pasien post

stroke?

D. Tujuan Penelitian

1. Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penambahan

peningkatkan keseimbangan berdiri pada pasien post stroke antara

penambahan active stretching ankle exercise pada pemberian core stability

exercise tidak lebih baik dari pada pemberian core stability exercise.

2. Khusus

a. Untuk mengetahui peningkatkan keseimbangan berdiri pada pasien

post stroke pada pemberian core stability exercise.

b. Untuk mengetahui peningkatkan keseimbangan berdiri pada pasien

post stroke dalam penambahan active stretching ankle pada pemberian

core stability exercise.


8

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Akademik

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan

menambah ilmu pengetahuan dalam ilmu fisioterapi di Indonesia

khususnya pemanfaatan intervensi active stretching ankle exercise dan

core stability exercise pada pasien post stroke untuk meningkatkan

keseimbangan berdiri.

2. Bagi Peneliti

Menambah wawasan sekaligus mengaplikasikan langsung

bagaimana pentingnya perananan fisioterapi terhadap stroke, khususnya

tentang manfaat core stability exercise dan active stretching ankle

exercise dalam memulihkan keseimbangan berdiri.

3. Bagi Masyarakat

Sebagai masukan tambahan untuk meningkatkan kesadaran

masyarakat akan bahaya kecacatan yang di akibatkan oleh stroke

sehingga masyarakat dapat melakukan pencegahan kecacatan tersebut

sedini mungkin dengan intervensi active stretching ankle exercise dan

core stability exercise yang dapat dilakukan di klinik maupun di rumah

untuk tercapainya kemandirian.

Anda mungkin juga menyukai