Anda di halaman 1dari 57

i

LAPORAN PRAKTIKUM IPA


“PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI
PADA PENGAWETAN TELUR ASIN TERHADAP DAYA
TERIMA MASYARAKAT ”

OLEH :

KELOMPOK 4
BAIQ USWATUL KHASANAH (I2E017003)
003)
INTAN PERMATASARI (I2E017006
(I2E017006)
MINASARI (I2E017017
(I2E017017)
SYAMSU HAKIM
SYAMSUL (I2E017029
(I2E017029)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPA


PASCASARJANA UNIVERSITAS MATARAM
2017
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang tiada hentinya
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada manusia yang selalu
bersyukur kehadirat-Nya dan atas kehendak-Nyalah penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian ini. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan untuk Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membawa
umat manusia ke jalan yang benar dan diridhoi oleh Allah SWT, yaitu
Addinul Islam.
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
tugas mata kuliah praktikum IPA Magister Pendidikan IPA Universitas
Mataram. Dalam penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan beberapa pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang sedalam-dalamnya.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari
kesempurnaan, karena itu kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan dalam penyempurnaan laporanini. Semoga Tuhan memberikan
imbalan atas segala bantuan yang telah diberikan. Amin.

Mataram, Desember 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 4
1.3 Tujuan .................................................................................................. 4
1.4 Manfaat ................................................................................................. 4
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................. 5
2.1 Telur ..................................................................................................... 5
2.2 Telur Itik ............................................................................................... 11
2.3 Pengasinan Telur .................................................................................. 11
2.4 Jambu Biji ............................................................................................. 14
2.5 Perubahan Kimia Telur saat Proses Pengasinan ................................... 16
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 19
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan ........................................................... 19
3.2 Alat dan Bahan ..................................................................................... 19
3.3 Cara Kerja ............................................................................................. 19
3.4 Diagram Alur Pembuatan Telur Asin ................................................... 21
3.5 Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 23
4.1 Hasil Penelitian ..................................................................................... 23
4.2 Pembahasan .......................................................................................... 25

iv
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 34
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 34
5.2 Saran ..................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 35
LAMPIRAN ......................................................................................................... 37

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Telur ...................................................................................... 8

Gambar 2 Diagram Alur Pembuatan Telur Asin................................................... 21

Gambar 3 Grafik Hubungan Persentase Penambahan Ekstrak Daun


Jambu Terhadap Kadar Air Telur Asin ................................................ 27

Gambar 4 Grafik Hubungan Persentase Penambahan Ekstrak Daun


Jambu Terhadap Kadar Abu Telur asin ................................................ 28

Gambar 5 Grafik Hubungan Persentase Penambahan Ekstrak Daun Jambu


terhadap Skor Nilai Warna Telur asin ............................................. 29

Gambar 6 Grafik Hubungan Persentase Penambahan Ekstrak Daun Jambu


terhadap Skor Nilai Aroma Telur asin ............................................. 30

Gambar 7. Grafik Hubungan Persentase Penambahan Ekstrak Daun Jambu


terhadap Skor Nilai Rasa Telur asin ................................................ 31

Gambar 8. Grafik Hubungan Persentase Penambahan Ekstrak Daun Jambu


terhadap Skor Nilai Tekstur Telur asin ............................................ 32

vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tabel Komponen Nutrisi Telur ............................................................... 9

Tabel 2 Tabel Komposisi Kimia Telur Itik Segar dengan Telur Itik
yang Diasin ............................................................................................... 14

Tabel 3 Signifikansi Pengaruh Penambahan Ekstrak Daun Jambu terhadap


Kadar Air dan Kadar Abu Telur Asin ...................................... ..............23
Tabel 4 Purata Hasil Analisis Sifat Kimia Telur Asin dengan Berbagai
Persentase Penambahan Ekstrak Daun Jambu .......................... ..............24
Tabel 5 Signifikansi Penambahan Ekstrak Daun Jambu Terhadap
Sifat Organoleptik (Nilai Warna, Aroma, Rasa dan Tekstur)
Telur Asin ................................................................................. ..............24
Tabel 6 Purata Hasil Analisis Sifat Organoleptik (Skor Nilai Warna, Aroma,
Rasa dan Tekstur) Telur asin dengan Konsentrasi Ekstrak
Daun Jambu Biji ....................................................................... ..............25

vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I. Analisis Data ..................................................................................... 48

Lampiran II. Dokumentasi .................................................................................... 54

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Telur adalah produk peternakan yang kaya gizi dan sangat dibutuhkan
oleh tubuh karena merupakan sumber protein, lemak, dan mineral yang
murah dan dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat. Telur
merupakan produk asal hewan yang memiliki kandungan zat gizi yang
lengkap, kandungan porteinnya yang tinggi menjadikan telur sebagai sumber
protein hewani penting selain daging, ikan dan susu. Telur mengandung
protein bermutu tinggi karena mengandung asam amino esensial lengkap
sehingga telur dijadikan patokan dalam menentukan mutu protein berbagai
bahan pangan (Suprapti 2006). Telur biasanya juga mengandung semua
vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A,
D, E, dan K), dan juga vitamin yang larut air (thiamin, riboflavin, asam
pantotenat, niasin, asam folat dan vitamin B12) (Muchtadi dan Sugiyono
1992 dalam Bagus, Made, 2015).
Di Indonesia ketersediaan telur sangat melimpah dan tidak
dipengaruhi oleh musim sehingga sangat mudah didapatkan. Harga telur yang
relatif terjangkau oleh masyarakat menyebabkan telur dikonsumsi diseluruh
lapisan masyarakat untuk dijadikan sumber protein yang murah dan mudah
didapatkan. Akan tetapi disamping memiliki beberapa keunggulan, telur juga
memiliki kelemahan yaitu mempunyai sifat mudah rusak. Kerusakan tersebut
diantaranya kerusakan fisik, kimia, dan biologi. Kerusakan fisik diantaranya
yaitu perubahan berat telur, warna, ukuran dan permukaaan kulit menjadi
berbintik-bintik. Kerusakan kimia meliputi perubahan pH isi telur dan
perubahan struktur gel putih telur, sedangkan kerusakan biologi yaitu
pembusukan yang disebabkan oleh mikroba (Hessy, Hajrawati. Likadja
2012).
Telur merupakan bahan pangan yang mudah terkontaminasi mikroba
baik langsung atau tidak langsung dengan sumber-sumber pencemaran

1
2

mikroba yang berasal dari tanah, udara, air dan debu. Kontaminasi pada
umumnya berasal dari jerami tempat bertelur, tanah, udara, dan kotoran
unggas. Telur jika di simpan pada suhu ruang hanya tahan 10-14 hari, setelah
waktu tersebut telur mengalami perubahan-perubahan seperti terjadinya
penguapan kadar air melalui pori kulit telur yang mengakibatkan penurunan
berat telur, perubahan komposisi kimia dan terjadinya pengenceran isi telur
(Stenly, Ketut, dan Djoko, 2014).
Untuk mengantisipasi penurunan kualitas telur pasca panen tersebut,
maka diperlukan suatu teknologi pengawetan. Pengawetan sangat penting
untuk menambah daya simpan telur dan mempertahankan kualitas telur,
pengawetan yang digunakan merupakan pengawetan alami serta aman.
Tujuan utama dari pengawetan telur ini adalah untuk mencegah penguapan
air serta menghambat terlepasnya CO2 dari dalam isi telur dan menghambat
aktifitas dan perkembangbiakan mikroba, sehingga diharapkan dapat
mempertahankan mutu dari telur serta memperpanjang masa penyimpanan
telur. Bentuk olahan telur yang sampai sekarang paling dikenal dan paling
digemari oleh masyarakat Indonesia adalah telur asin.
Telur asin merupakan salah satu produk pengawetan telur dari
kerusakan telur selama penyimpanan dengan cara penggaraman. Tujuan
utama dari proses pengasinan telur ini adalah untuk memperpanjang masa
simpan telur. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan metode pengasinan pada
telur dapat memperlambat reaksi metabolisme pada pertumbuhan
mikroorganisme penyebab kerusakan atau kebusukan pada telur tersebut.
Garam merupakan faktor utama dalam proses pengasinan telur berfungsi
sebagai bahan pengawet untuk mencegah pembusukan telur, sehingga
meningkatkan daya simpannya. Semakin tinggi kadar garam yang diberikan
dalam proses pengasinan telur maka semakin meningkatkan daya simpannya
(Saliem, dkk dalam Amir, Sirajudin, dan Jafar 2014).
Di samping menghasilkan rasa asin yang khas pada telur, penambahan
garam dapur (NaCl) juga bersifat bakteriostatik dan bakterisidal. Ini
disebabkan natrium dari garam dapat menaikkan tekanan osmotik yang
3

menyebabkan plasmolisa pada sel mikroba, mengurangi kelarutan oksigen


yang dibutuhkan oleh mikroba, serta menghambat aktivitas enzim proteolitik
yang berperan pada proses penguraian protein (Dwidjoseputro, 2009). Jenis
mikroba yang mengontaminasi telur biasanya adalah bakteri salmonella,
selain bakteri lain seperti Escheria coli (E. coli) yang lazim tumbuh di mana-
mana dan berasal dari tempat peternakan unggas. Masuknya mikroba tersebut
terjadi bila terdapat keretakan pada kulit telur, atau tidak ada lagi lapisan tipis
yang melindungi pori-pori kulit telur (Muslim, 1992 dalam Yuniati 2013).
Selain dengan cara pengggaraman atau pengasinan, pengawetan telur juga
dapat dilakukan dengan penambahan daun ekstrak jambu biji. Dengan cara ini
maka telur akan semakin awet dan memiiki daya simpan yang lebih lama bila
dibandingkan dengan pengasinan saja. Hal tersebut disebabkan karena dalam
ekstrak daun jambu biji terdapat kandungan tanin yang berfungsi sebagai
pengawet telur asin. Pengasinan yag disertai dengan penambahan tanin juga
dapat mencegah penguapan air pada penguapan air pada telur serta mencegah
masuknya bakteri, seperti penelitian yang sudah dilakukan oleh Tri Yuliyanto
(2011) yang menyatakan bahwa ekstrak jambu biji mempunyai antibakteri
yang paling baik jika dibandingkan dengan ekstrak daun salam maupun
ekstrak teh hijau. Hal tersebut terbukti dengan jumlah total bakteri yang
dihasilkan paling sedikit yaitu sebanyak 2,4 x 107 cfu/g.
Telur yang umum digunakan pada pembuatan telur asin adalah telur
itik, karena pori-pori kulitnya lebih besar, sehingga garam dan ekstrak daun
jambu biji lebih mudah masuk kedalam telur ketika proses pembuatan telur
asin. Di samping itu masyarakat kurang menyukai telur itik, karena bau
amisnya lebih tajam dibandingkan dengan telur unggas lainnya. Pada
pembuatan telur asin, telur baluti adonan garam dan abu gosok yang
dilarutkan dengan ekstrak daun jambu biji. Hal tersebut dikarenakan abu
gosok merupakan media pembuatan telur asin yang mudah didapat dan
harganya murah. Dengan dilakukan pengawetan telur asin ini, diharapkan
kualitas telur dapat bertahan dalam kurun waktu yang relative lama, sehingga
4

tidak mengganggu distribusi dalam proses penjualannya serta tidak


mengurangi kandungan nilai gizi dari telur tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat
diambil adalah sebagai berikut :
1. Apakah ada pengaruh penambahan konsentrasi ekstrak daun jambu biji
terhadap kualitas organoleptik (rasa, aroma, tekstur putih dan kuning telur,
serta warna putih dan kuning telur) pada telur asin ?
2. Apakah ada pengaruh penambahan konsentrasi ekstrak daun jambu biji
terhadap kadar air dan kadar abu pada telur asin ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari proyek ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh pengawetan telur asin dengan penambahan
konsentrasi ekstrak daun jambu biji terhadap kualitas organoleptik (rasa,
aroma, tekstur putih dan kuning telur, serta warna putih dan kuning telur)
2. Untuk mengetahui pengaruh pengawetan telur asin dengan penambahan
konsentrasi ekstrak daun jambu biji terhadap kadar air dan kadar abu pada
telur asin.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari proyek praktikum IPA ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui bagaimana cara pengawetan telur asin dalam menjaga
kualitas (bau, rasa, dan daya simpan) serta kualitas kadar bahan makanan
yang terkandung di dalam telur itik.
2. Proyek ini diharapkan dapat memberi wawasan khususnya kepada penulis
tentang pengawetan telur itik
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Telur
Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang dibutuhkan
oleh tubuh, dan mengandung asam amino esensial yang lengkap. Telur
banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena mudah diolah, harganya murah,
dan memiliki kandungan zat yang sempurna. Telur adalah salah satu bahan
makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan dan susu. Umumnya
telur yang dikonsumsi berasal dari jenis-jenis unggas, seperti ayam dan
bebek. Telur merupakan bahan makanan yang sangat akrab dengan kehidupan
kita sehari-hari. Telur sebagai sumber protein mempunyai banyak keunggulan
antara lain, kandungan asam amino paling lengkap dibandingkan bahan
makanan lain seperti ikan, daging, ayam, tahu, tempe, dan lain- lain. Telur
mempunyai citarasa yang enak sehingga digemari oleh banyak orang
(Suryani, 2015).
Telur juga berfungsi dalam aneka ragam pengolahan bahan makanan.
Selain itu, telur termasuk bahan makanan sumber protein yang relatif murah
dan mudah ditemukan. Kualitas telur dapat dilihat dari karakteristik telur
seperti kebersihan, kesegaran, berat telur, kualitas cangkang telur, indeks
kuning telur, indeks albumin, dan komposisi kimia telur (Dinni,dkk 2016).
Berdasarkan asalnya, telur terbagi menjadi dua yakni telur yang berasal dari
unggas dan non unggas. Telur yang berasal dari unggas adalah telur ayam
negeri, telur ayam kampung, telur bebek, telur burung onta, telur burung emu
dan telur angsa. Sedangkan telur yang berasal dari non unggas, seperti telur
penyu dan telur ikan salmon.
2.1.1 Struktur Telur
Pada dasarnya struktur sebuah telur terdiri dari sel yang hidup
(untuk telur fertil) yang dikelilingi oleh kuning telur sebagai cadangan
makanan yang terbesar. Kedua komponen itu dikelilingi oleh putih telur
yang mempunyai kandungan air tinggi, bersifat elastis, dan dapat

5
6

menyerap goncangan yang mungkin dapat terjadi pada telur tersebut


(Kurtini et al., 2014). Adapun struktur dari telur terbagi menjadi 5, yaitu
sebagai berikut :
a) Kerabang telur
Kerabang telur merupakan bagian terluar yang membungkus isi
telur dan berfungsi mengurangi kerusakan fisik maupun biologis, serta
dilengkapi dengan pori-pori kerabang yang berguna untuk pertukaran
gas dari dalam dan luar kerabang telur. Kerabang telur memiliki sifat
keras, halus, dilapisi kapur dan terikat kuat pada bagian luar dari lapisan
membran kulit luar. Faktor yang memengaruhi ketebalan kerabang telur
antara lain adalah kandungan Ca, semakin rendah kandungan Ca pada
kerabang telur kualitas kerabang semakin menurun dan kerabang telur
semakin tipis (Kurtini dan Riyanti, 2008).
Pada kerabang dengan permukaan agak berbintik-bintik terdapat
pori-pori yang berfungsi untuk pertukaran gas. Kerabang telur yang
tipis relative berpori lebih banyak dan besar, sehingga mempercepat
turunnya kualitas telur yang terjadi akibat penguapan. Pada permukaan
luar kerabang terdapat lapisan kukutikula, yang merupakan
pembungkus telur paling luar. Jumlah mikroba pada kerabang telur
sekitar 102-107 koloni/g. Beberapa mikroorganisme yang mungkin
terdapat pada kerabang telur adalah Salmonella, Campylobacter, dan
Listeria. Salmonella merupakan penetrasi utama yang mengontaminasi
telur dan produk olahan telur. Salmonella bisa ditemukan dalam saluran
pencernaan unggas juga pada saluran telur (Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, 2011).
Faktor nutrisi utama yang berhubungan dengan kualitas kerabang
adalah kalsium, phosfor, dan vitamin D. Kalsium merupakan nutrien
terpenting dalam pembentukan kerabang. Beberapa faktor yang dapat
menyebabkan masalah mutu kerabang telur antara lain genetik, umur
unggas, suhu lingkungan tinggi, makanan dan penyakit. Umur unggas
berpengaruh pada pembentukan kerabang telur. Umur unggas yang
7

semakin tua akan mengalami penipisan kerabang karena fungsi


reproduksi unggas tersebut mengalami penurunan akibat bertambahnya
umur
b) Selaput kerabang luar dan dalam
Selaput kerabang dalam lebih tipis dati selaput kerabang luar dan
keduanya mempunyai ketebalan 0,01-0,02 mm. Pada ujung telur yang
tumpu, keduanya selaput terpisah dan membuat rongga.
c) Albumen (putih telur)
Putih telur terdapat diantara kulit telur. Berat putih telur sekitar
60% dari jumlah seluruh telur. Bagian putih telur sering disebut
albumin, berasal dari kata albus yang artinya putih. Albumen terdiri 4
lapisan paling dalam lapisan tipis dan encer atau lapisan chalaziferous
lapisan ini berhubungan dengan selaput vitelina, lapisan luar yang tipis
dan encer, yang mengelilingi lapisan kental. Paling luar adalah lapisan
tipis dan encer. Air dan protein merupakan komponen terbesar
penyusun putih telur. Secara struktural putih telur terdiri dari empat
lapisan yakni albumen encer dalam, albumen encer luar, albumen kental
dan lapisan khalaza.
Albumin mengandung lebih dari 50 % protein telur. Putih telur
mengandung protein yang lebih tinggi, sedangkan kuning telur kaya
akan vitamin dibandingkan putih telur, terutama vitamin A. Vitamin di
dalam kuning telur umumnya bersifat larut dalam lemak. Salah satu
keunggulan protein telur dibandingkan dengan protein hewani lainnya
adalah daya cernanya yang sangat tinggi. Artinya, setiap gram protein
yang masuk akan dicerna di dalam tubuh secara sempurna
d) Khalaza yaitu struktur keruh berserat yang terdapat pada kedua ujung
kuning telur dan berfungsi untuk menjaga kekokohan kuning telur saat
proses pembentukan telur.
e) Kuning telur
Kuning telur merupakan bagian yang paling penting pada isi telur,
pada bagian inilah terdapat embrio dan tempat tumbuh embrio hewan
8

khususnya pada telur yang dibuahi. Kuning telur memiliki komposisi


yang lengkap dibandingkan putih telur. Komposisi gizi kuning telur
terdiri dari air, protein, karbohidrat, mineral, lemak, dan vitamin yang
terdiri dari latebra, diskus terminalis, cincin atau lingkaran konsentris
dengan warna gelap dan terang, di kelilingi oleh selaput vitelina.
Kuning telur kaya akan vitamin dibandingkan putih telur, terutama
vitamin A. Vitamin di dalam kuning telur umumnya bersifat larut dalam
lemak. Salah satu keunggulan protein telur dibandingkan dengan
protein hewani lainnya adalah daya cernanya yang sangat tinggi.
Artinya, setiap gram protein yang masuk akan dicerna di dalam tubuh
secara sempurna (Suryani, 2015). Struktur telur dapat dilihat pada
gambar 1.1 di bawah.

Gambar 1. Struktur telur

2.1.2 Komponen Nutrisi Telur


Telur dari berbagai jenis unggas memiliki fungsi yang sama, yaitu
menyediakan kebutuhan hidup mahluk baru. Oleh sebab itu komposisi
telur-telur unggas tersebut hampir sama. Perbedaan komposisi kimia antar
spesies terutama terletak pada jumlah dan proporsi zat-zat yang
dikandungnya, yang umumnya dipengaruhi oleh keturunan, makanan dan
lingkungannya. Pada umumnya telur mengandung komponen utama yang
terdiri atas air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral (Koswara,
2009). Komponen nutrisi telur dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
9

Tabel 1. Komponen Nutrisi Telur

Komposisi Telur ayam Telur bebek (Itik)


Kalori (Kal) 162,00 189,00
Protein (g) 12,80 13,10
Lemak (g) 11,50 14,30
Hidrat Arang (g) 0,70 0,80
Kalsium (mg) 54,00 56,00
Fosfor (mg) 180,00 175,00
Besi (mg) 2,70 2,80
Vitamin A (S.I) 900,00 1230,00
Vitamin B1(mg) 0,10 0,18
Air (g) 74,00 70,80

2.1.3 Penurunan Kualitas Telur


Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan telur diantaranya
adalah suhu, kelembaban dan mikroorganisme. Kerusakan telur selama
penyimpanan biasanya ditandai dengan membesarnya kantong udara,
pengenceran putih telur dan lemahnya selaput kuning telur sehingga
kuning telur memipih dan pecah, kuning telur menjadi bercampur dengan
putih telur. Telur dapat mengalami kerusakan fisik maupun kerusakan
yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri. Bakteri dapat masuk ke dalam
telur melalui pori-pori yang terdapat pada kulit telur, baik melalui air,
udara, maupun kotoran ayam Jumlah bakteri dalam telur makin meningkat
sejalan dengan lamanya penyimpanan. Bakteri akan mendegradasi dan
menghancurkan senyawa-senyawa yang ada di dalam telur menjadi
senyawa berbau khas yang mencirikan kerusakan telur (Sudaryani, 2003).
Tanda-tanda kerusakan yang sering terjadi pada telur sebagai berikut:
1. Perubahan fisik, yaitu penurunan berat, pembesaran kantung udara di
dalam
2. telur, pengenceran putih dan kuning telur.
3. Timbulnya bau busuk karena pertumbuhan bakteri pembusuk.
4. Timbulnya bintik-bintik berwarna karena pertumbuhan bakteri
pembentuk warna, yaitu bintik-bintik hijau, hitam, dan merah.
5. Bulukan, disebabkan oleh pertumbuhan kapang perusak telur
10

Kerusakan pada telur umumnya disebabkan oleh bakteri yang


masuk melalui kulit yang retak atau menembus kulit ketika lapisan tipis
protein yang menutupi kulit telur telah rusak. Telur yang telah
terkontaminasi oleh bakteri biasanya akan mudah mengalami kerusakan.
(Koswara, 2009).
2.1.4 Penurunan Berat Telur
Telur yang baru saja keluar dari badan induk umumnya masih baik.
Akan tetapi, beberapa lama kemudian mutu telur dapat menjadi rendah.
Penyusutan berat telur disebabkan oleh terjadinya penguapan air selama
penyimpanan, terutama pada bagian putih telur dan sebagian kecil oleh
penguapan gas-gas seperti CO2, NH3, N2 dan H2S akibat degradasi
komponen organik telur. Kehilangan berat adalah salah satu perubahan
yang nyata selama penyimpanandan berkorelasi hampir linier terhadap
waktu di bawah kondisi lingkungan yang konstan. Kecepatan penurunan
berat telur dapat diperbesar pada suhu dan kelembapan yang relatif tinggi.
Kehilangan berat sebagian besar disebabkan oleh penguapan air, terutama
pada bagian putih telur, dan sebagian kecil oleh penguapan gas-gas seperti
CO2, NH3, N2, dan sedikit H2S akibat degradasi komponen organik telur
(Kurtini et al., 2014).
Penurunan berat telur dapat dipengaruhi oleh keadaan awal telur
tersebut. Telur yang lebih besar akan mengalami penurunan berat lebih
besar daripada telur yang beratnya kecil. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan jumlah pori-pori kerabang telur, perbedaan luas permukaan
tempat udara bergerak, dan ketebalan kerabang telur. Ukuran telur terdiri
dari ukuran kecil yaitu dengan bobot telur kurang dari 47,2 g, ukuran
medium dengan bobot telur 47,2-54,2 g, ukuran besar dengan bobot telur
54,4-61,4 g dan ukuran jumbo dengan bobot telur lebih dari 61,5 g. Pada
umur 25-30 minggu, ayam banyak menghasilkan telur dengan ukuran
medium (Kurtini et al., 2014).
11

2.2 Telur Itik


Telur itik secara umum lebih besar dibandingkan dengan telur ayam
dan cangkangnya pun lebih tebal. Keadaan ini berkaitan dengan adanya
perbedaan dalam hal ukuran saluran reproduksi betina (oviduk). Oviduk
fungsional pada itik dewasa, panjang sekitar 45-47 cm sedangkan pada ayam
72 cm. Jangka waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan sebutir telur yang
sempurna berbeda dengan ayam yaitu memerlukan waktu 25,4 jam sedangkan
pada itik adalah 24 – 24,4 jam. Berat telur dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti genetik, umur, tingkat dewasa kelamin, obat-obatan, penyakit, umur
telur dan kandungan gizi pakan. Ia menambahkan bahwa faktor terpenting
dalam pakan yang mempengaruhi berat telur adalah protein dan asam amino,
karena kurang lebih 50% dari berat kering telur adalah protein. Penurunan
berat telur dapat disebabkan difisiensi asam amino dan asam linoleat
(Arigandono, 1997).
Sistem peternakan itik yang berbeda menyebabkan perbedaan kualitas
telur yang dihasilkan. Pada sistem peternakan intensif, itik dikandangkan
dengan segala kebutuhannya dipenuhi dan dilayani oleh peternak. Pemberian
pakan yang terprogram ditambah dengan pemberian vitamin dan suplemen
akan sangat berpengaruh terhadap kualitas telur yang dihasilkan. Pada sistem
pemeliharaan terkurung basah, saat itik dilepas di area kandang maka itik
akan mencari makanannya sendiri yang ada di dalam kolam atau yang dibawa
aliran sungai. Sumber pakan diperoleh dari lingkungan sawah dan sungai
berupa serangga, keong, katak kecil dan sebagainya (Susilorini dkk., 2008).
Perbedaan sistem peternakan itik, tentunya akan menghasilkan kualitas telur
yang berbeda.

2.3 Pengasinan Telur


2.3.1 Pengertian Pengasinan
Pengasinan telur adalah salah satu cara pengawetan yang banyak
dilakukan oleh masyarakat. Tujuan dari proses pengasinan ini adalah untuk
mencegah kerusakan dan kebusukan telur serta memberi cita rasa khas dari
12

telur. Selain itu juga pengasinan banyak menghasilkan keuntungan antara


lain mudah untuk dilakukan, biayanya murah, praktis, serta dapat
meningkatkan kesukaan konsumen. Telur asin merupakan salah satu
produk pengawetan telur dari kerusakan telur selama penyimpanan dengan
cara penggaraman. Tujuan utama dari proses pengasinan telur ini adalah
untuk memperpanjang masa simpan telur. Hal tersebut dapat terjadi
dikarenakan metode pengasinan pada telur dapat memperlambat reaksi
metabolisme pada pertumbuhan mikroorganisme penyebab kerusakan atau
kebusukan pada telur tersebut. Garam merupakan faktor utama dalam
proses pengasinan telur berfungsi sebagai bahan pengawet untuk
mencegah pembusukan telur, sehingga meningkatkan daya simpannya.
Semakin tinggi kadar garam yang diberikan dalam proses pengasinan telur
maka semakin meningkatkan daya simpannya (Saliem, dkk dalam Amir,
Sirajudin, dan Jafar 2014).
Berdasarkan metode pengolahannya, ada dua metode yang
digunakan yaitu perendaman dengan menggunakan larutan garam jenuh
dan pembalutan dengan mencampur garam, serbuk bata merah atau abu
gosok. Pembuatan telur asin dengan menggunakan metode pembalutan
dengan campuran garam dan abu gosok sangat mudah dan praktis. Di
samping menghasilkan rasa asin yang khas pada telur, penambahan garam
dapur (NaCl) juga bersifat bakteriostatik dan bakterisidal. Ini disebabkan
natrium dari garam dapat menaikkan tekanan osmotik yang menyebabkan
plasmolisa pada sel mikroba, mengurangi kelarutan oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroba, serta menghambat aktivitas enzim proteolitik
yang berperan pada proses penguraian protein (Dwidjoseputro, 2009).
Jenis mikroba yang mengontaminasi telur biasanya adalah bakteri
salmonella, selain bakteri lain seperti Escheria coli (E.coli) yang lazim
tumbuh di mana-mana dan berasal dari tempat peternakan unggas.
Masuknya mikroba tersebut terjadi bila terdapat keretakan pada kulit telur,
atau tidak ada lagi lapisan tipis yang melindungi pori-pori kulit telur
(Muslim, 1992 dalam Yuniati 2013).
13

2.3.2 Proses Pengasinan Telur


Membran vitelin adalah salah satu bagian dari kuning telur yang
amat penting selama proses pengasinan karena mendorong air keluar dari
kuning telur dan mencegah air masuk, mendorong NaCl masuk kedalam
kuning telur dan mencegah NaCl keluar. Struktur telur memperlihatkan
adanya lapisan-lapisan pada telur, sehingga pada telur yang diasinkan,
garam akan masuk secara bertahap dari putih telur ke kuning telur.
Pengasinan merupakan proses penetrasi garam ke dalam bahan yang diasin
dengan cara difusi setelah garam mengion menjadi Na+ dan Cl-.
Penambahan garam dalam jumlah tertentu pada suatu bahan pangan dapat
mengawetkan bahan pangan tersebut. Hal ini disebabkan adanya kenaikan
tekanan osmotik yang menyebabkan plasmolisis sel mikroba yaitu sel
mengalami dehidrasi atau keluarnya cairan dari sel dan plasmolisis sel
terhadap CO2. Penambahan garam juga akan mengurangi oksigen terlarut,
menghambat kerja enzim, dan menurunkan aktivitas air (aw atau
kandungan air bebas dalam bahan pangan). Proses pengasinan yang
berhasil dengan baik ditentukan oleh karakteristik telur asin yang
dihasilkan. Telur asin tersebut bersifat stabil, aroma dan rasa telurnya
terasa nyata, penampakan putih dan kuning telurnya baik (Winarno dan
Koswara, 2002).
Garam yang digunakan dalam pengasinan adalah NaCl. Garam
dapur mengandung 91.62% NaCl, dan sisanya adalah Ca, Mg, dan Fe
dalarn bentuk garam klorida. Mekanisme yang terjadi adalah sebagai
berikut: garam NaCl di dalam larutan mengion menjadi Na+ dan Cl-.
Kedua ion tersebut berdifusi kedalam telur melalui lapisan kutikula, bunga
karang, lapisan mamilari, membran kulit telur, putih telur, membran
vitelin, dan selanjutnya ke dalam kuning telur. Telur yang direndam
didalam larutan garam akan mengalami osmosis karena telur tersebut
ditempatkan ditempat/lingkungan yang konsentrasinya lebih encer
daripada di dalam telur (isi telur). Telur sebagai sel tunggal yang
terbungkus cangkang yang memiliki pori-pori dan merupakan membran
14

yang bersifat selektif membran, kuning telur sebagai inti. Hal itu
menyebabkan air garam masuk ke dalam telur melewati
membran/cangkang telur karena konsentrasi di dalam lebih tinggi daripada
di luar, sehingga telur menjadi asin. Hal ini juga sesuai dengan pengertian
osmosis yaitu proses perpindahan molekul-molekul zat terlarut dari
konsentrasi rendah (hipotonik) ke konsentrasi tinggi (hipertonik). Berikut
adalah tabel perubahan komposisi kimia telur itik segar dengan telur itik
yang diasin.
Tabel 2. Komposisi Kimia Telur Itik Segar dengan Telur Itik yang Diasin
Lemak
Bahan Protein ( Karbohidrat Ca Vit. A
Air (g)
Pang ( g) g (g) (mg) (SI)
an )

Telur itik 0,8


13,1 14,3 0,8 56 1230
segar
Telur itik
66,5 13,6 13,6 1,4 120 841
asin
Sumber: Poedjiadi (Rizky, 2009)
2.4 Jambu Biji
Klasifikasi dari tanaman jambi biji (Psidium guajava L.) menurut
Benson (1957) dalam adalah sebagai berikut :
Divisio : Spermatophyita
Subdivision : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Myrtales
Family : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L
Tanaman jambu biji mengandung zat psiditanin dan minyak atsiri
eugenol yang bermanfaat antara lain untuk pengobatan beberapa jenis
penyakit. Bagian daun, kulit akar maupun akar, dan buah yang masih muda
15

berkhasiat obat bagi penyakit disentri, diare, radang lambung, sariawan, dan
keputihan (Rukmana, 1996).
Perendaman telur daun jambu biji dapat mempertahankan mutu telur
selama kurang lebih satu bulan. Telur yang telah direndam akan berubah
warnanya menjadi kecoklatan seperti telur pindang tetapi rasanya tidak
mengalami perubahan. Kandungan kimia daun jambu biji berupa tannin dapat
mengawetkan telur ayam ras ataupun telur itik. Tanin akan bereaksi dengan
protein yang terdapat dalam kulit telur yang mempunyai sifat menyerupai
kolagen kulit hewn sehingga terjadi proses penyawamakn kulit berupa
endapan berwarna cokelat yang dapat menutup pori-pori telur dan kulit telur
tersebut menjadi impermeable (tidak dapat tembus) terhadap gas dan udara.
Pengawtan telur dengan memanfaatkan daun jambu biji mempunyai biya
pengolajan yang murah dan mutu telur bertahan selama kurang lebih satu
bulan (Maryati dan Karmila, 2008).
2.4.1 Tanin
Tannin merupakan substansi yang tersebar luas dalam tanaman
seperti daun, buah yang belum matang, batang, dan kulit kayu. Pada buah
yang belum matang, tannin digunakan sebagai energy dalam proses
metebolisme dalam mekanisme oksidasi tannin. Tannin yang dikatakan
sebagai sumber asam pada buah. Menurut Nadjeeb, 2010), sifat tannin
antara lain:
1. Dalam air membentuk larutan koloidal yang bereaksi asam dan basa
2. Mengendapkan larutan gelatin dan larutan alkaloid
3. Tidak dapat mengkristal
4. Larutan alkali mampu mengoksidasi oksigen
5. Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa degan protein
tersebut sehingga tidka dpengaruhi oleh enzim preteolitik.
Selain memiliki sifat fisik, tannin juga memiliki sifat kimia adalah
sebagai berkikut:
1. Merupakan senyawa konpleks dalam bentuk campuran folifenol yang
sulit dipisahkan sehingga sukar mengkristal
16

2. Tanin dapat diidentifikasi dangen kromatografi


3. Senyawa fenol dari tanin mempunyai sifat antiseptic dan pemberi warna
2.5 Perubahan Kimia Telur saat Proses Pengasinan
Adapun perubahan kimia pada telur yang terjadi akibat proses
pengasinan adalah sebagai berikut :
1. Denaturasi Protein
Denaturasi dapat diartikan sebagai suatu perubahan atau modifikasi
struktur sekunder, tersier, dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya
pemecahan ikatanikatan kovalen. Denaturasi protein dapat dilakukan
dengan berbagai cara yaitu oleh panas, pH, bahan kimia, gelombang suara,
tekanan yang tinggi dan mekanik. Senyawa kimia seperti urea dan garam
dapat memecah ikatan hidrogen yang akhirnya menyebabkan denaturasi
protein. Pemekaran atau pengembangan molekul protein yang
terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang ada pada rantai
polipeptida. Selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus
reaktif yang sama atau yang berdekatan. Bila unit ikatan yang terbentuk
cukup banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid,
maka protein tersebut mengalami koagulasi. Apabila ikatan-ikatan antara
gugus-gugus reaktif protein tersebut menahan seluruh cairan, maka
terbentuklah gel (Winarno, 1997).
2. Koagulasi
Perubahan struktur molekul protein telur adalah akibat dari
hilangnya kelarutan, dan pengentalan, atau perubahan dari bentuk cair
(sol) menjadi padat atau semi padat (gel) yang dapat disebabkan oleh
pemanasan, perlakuan mekanik, garam, asam, alkali, dan bahan alkali lain
seperti urea. Perubahan dari sol menjadi gel ini disebut koagulasi.
Konsentrasi terbesar dalam lapisan putih telur adalah ovomucin. Mucin
berperan dalam proses koagulasi. Kalaza mempunyai kandungan mucin
yang tinggi dan mempunyai daya tahan terhadap penggumpalan.
Sebaliknya, kuning telur mengandung komponen non protein yang
merupakan subyek penggumpalan. Bila dalam suatu larutan protein
17

ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang, akibatnya protein


akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan protein ini disebut
sebagai salting out. Bila garam netral yang ditambahkan berkonsenterasi
tinggi, maka protein akan mengendap (Winarno, 1997).
3. Proses Kemasiran Telur
Telur itik yang diasinkan dengan garam akan mempunyai
karakteristik kuning telur yang diinginkan seperti : keluaran minyak,
warna orange, dan kemasiran yang lebih baik dibanding dengan
pengasinan telur ayam. Mayoritas lemak kuning telur adalah dalam bentuk
low density lipoprotein (LDL). Lemak yang muncul ke permukaan telur
rebus yang belum diasin hanya sedikit, sebaliknya lemak yang muncul ke
permukaan telur yang sudah diasin semakin besar. Hal ini terjadi karena
selama pengasinan, low density lipoprotein (LDL) kuning telur bereaksi
dengan garam. Akibat reaksi tersebut struktur low density lipoprotein
(LDL) menjadi rusak, kemudian lemaknya menjadi bebas dan muncul ke
permukaan (Chi dan Tseng, 1998 dalam Rizky 2009)
Selama pengasinan terjadi perpindahan air dari kuning telur menuju
putih telur. Dehidrasi selama pengasinan ini meningkatkan keluarnya
minyak. Besarnya minyak yang keluar seiring dengan pembentukan
butiran-butiran berpasir pada kuning telur. Padatan granul polihedral
dijumpai pada telur yang sudah diasin. Padatan granul polihedral ini
semakin rapat seiring dengan adanya dehidrasi selama pengasinan, ukuran
granul juga menjadi lebih besar. Pembesaran granul ini sebagai akibat
masuknya air garam kedalam granul dan reaksi garam dengan low density
lipoprotein (LDL) didalam granul. Granul polihedral inilah yang memberi
kesan atau tekstur masir (Chi dan Tseng, 1998 dalam Rizky 2009 ).
Kemasiran kuning telur meningkat seiring dengan lamanya
pengasinan. Tekstur masir ini mempengaruhi tingkat penerimaan
konsumen Warna kuning telur sebelum diasin adalah kuning, warna
berubah menjadi kuning kecoklatan, coklat tua, orange, atau kuning cerah
setelah proses pengasinan Perubahan warna kuning telur tersebut
18

berhubungan dengan hilangnya air dan sejumlah lemak yang menjadi


bebas, pada kuning telur. Kadar air mempengaruhi konsentrasi pigmen,
sedangkan lemak bebas mempengaruhi keluarnya pigmen (Chi dan Tseng,
1998 dalam Rizky 2009).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Proyek


Proyek ini akan dilaksanakan mulai tanggal 2-13 Desember 2018,
bertempat dikediaman salah satu mahasiswa untuk penyimpanan pada saat
proses pengasinan dan perebusan telur.
3.2 Alat dan Bahan
1. Alat
a) Alat yang digunakan untuk proses pembuatan telur asin adalah ember
plastik, kompor atau alat pemanas, panci, alat pengaduk, toples,
wadah telur (eggtray), pisau, neraca, kain lap.
b) Peralatan untuk analisis kadar air yaitu oven, cawan, timbangan, dan
desikator.
c) Peralatan untuk analisis abu yaitu timbangan, cawan pengabuan, alat
bakar, dan tanur.
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam proyek ini adalah sebagai
telur itik sebanyak 30 butir, garam dapur, serbuk abu gosok dan air, daun
jambu biji, bawang putih.
3.3 Cara Kerja
1. Persiapan Telur itik
Telur itik sebanyak 36 butir dengan berat masing-masing telur beragam
dicuci dan dibersihkan dari kotoran yang melekat. Kemudian telur
dikeringkan menggunakan lap agar proses dapat berjalan lebih cepat.
Seluruh permukaan telur diamplas secara merata agar pori-porinya
terbuka.
2. Proses pembuatan ekstrak daun jambu biji
Konsentrasi ekstrak jambu biji yang digunakan dalam pengawetan telur
ini adalah 5%, 10%, dan 15%. Dalam pembuatan ekstrak jambu biji
tersebut, bahan yang digunakan adalah 50, 100 dan 150 gram daun jambu

19
20

biji dan direbus dalam air sebanyak 1 liter selama 10 menit sampai warna
air menjadi kecoklatan.
3. Proses pengasinan
Proses selanjutnya membuat adonan pengasin, yaitu dengan membuat
campuran abu gosok dan garam dengan perbandingan 1:1 kemudian
ditambahkan air ektrak daun jambu biji dengan konsentrasi 5, 10, dan 15
% sampai berbentuk pasta. Setelah adonan pengasin tercampur rata,
setiap telur dibungkus dengan adonan secara merata dengan tebal ±2 mm.
Kemudian telur disimpan dalam ember plastik dengan lama penyimpanan
8 hari. Setelah selesai telur dibersihkan dan dipastikan telur tetap dalam
keadaan utuh dan bagus, kemudian direbus sampai telur tersebut matang.

4. Proses Analisa Kadar Air Telur Asin


Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Sebanyak 2 gram
sampel ditimbang dalam cawan yang sebelumnya telah ditimbang dan
diketahui bobotnya. Sampel telur kemudian dikeringkan kedalam oven
bersuhu 105 ºC selama 5 jam, selanjutnya didinginkan didalam desikator
dan ditimbang sampai bobotnya konstan

5. Proses Analisa Kadar Abu Telur Asin


Kadar abu ditentukan menurut metode gravimetri. Sampel sebanyak 2
gram yang telah dihaluskan ditimbang dalam cawan pengabuan yang telah
diketahui beratnya. Sampel tersebut kemudian dibakar sampai asapnya
habis. Setelah itu dimasukkan kedalam tanur (600 ºC) selama 3 jam atau
sampai terbentuk abu dengan berat yang tetap. Kadar abu adalah rasio
berat abu dengan berat sampel basah.
21

3.4 Diagram Alur Pembuatan Telur Asin

Gambar 2. Diagram Alur Pembuatan Telur Asin

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data diambil dari hasil analisis kimia yang
dilakukan di laboratorium. Adapun parameter kualitas yang diuji meliputi
kadar air dan kadar abu setelah proses pengasinan telur dengan penambahan
ektrak daun jambu biji dengan konsentrasi berbeda-beda, yakni 0%, 5%,
10%, dan 15%.
1. Uji Sifat Kimia
Sifat kimia yang diamati meliputi kadar abu dan kadar air telur asin
yang disimpan selama 8 hari dengan penambahan ekstrak daun jambu biji
dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, dan 15%.
22

a. Analisis Kadar Air Telur Asin


Analisa kadar air telur asin dilakukan dengan metode pengeringan
(oven). Kadar air diperoleh dari hasil perhitung menggunakan rumus
sebagai berikut (Astuti, 2010):

Berat awal  Berat Akhir ( gram)


Kadar Air  x 100%
Berat sampel ( gram)

b. Analisis Kadar Abu Telur Asin


Analisa kadar abu telur asin dilakukan dengan metode gravimetri.
Kadar abu diperoleh dari hasil perhitung menggunakan rumus sebagai
berikut (Sumber: Sudarmadji, 2003):

W 2 W
Kadar abu (%) = x 100 %
W 1W

Keterangan :
W = Berat cawan kosong (g)
W1= Berat cawan dan sampel (g)
W2= Berat konstan cawan dan abu (g)

2. Uji Sifat Organoleptik


Analisa organoleptik bertujuan untuk mengetahui penerimaan
panelis terhadap suatu produk yang dihasilkan. Uji sifat fisik dan uji
organoleptik yang dilakukan dalam proyek ini adalah uji hedonic dengan
jumlah panelis sebanyak 20 orang. Skala hedonic yang dipakai adalah 5
skala hedonic yang terdiri dari: sangat suka (5), suka (4), agak suka (3),
kurang suka (2), dan tidak suka (1) (Betty Tjuju, 2008:115). Sifat
organoleptik yang diamati meliputi aroma ,rasa, tekstur dan warna telur.
Pengamatan terhadap kesukaan telur asin dilakukan dengan membelah
telur asin menjadi 2 bagian. Pengamatan terhadap kesukaan rasa asin
dilakukan dengan mencicipi bagian tersebut. Antara pengamatan rasa asin
putih dan kuning telur dari msing-masing konsentrasi ekstrak, indra
pengecap dinetralkan dengan mengkonsumsi seiris kecil buah mentimun.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Uji Organoleptik
Penilaian organoleptik bertujuan untuk mengetahui penerimaan
panelis terhadap suatu produk yang dihasilkan. Uji organoleptik yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah uji hedonik. Penampilan umum
merupakan salah satu parameter pengujian hedonik yang mempengaruhi
penerimaan konsumen. Penampilan umum telur menggambarkan
keseluruhan dari telur asin rebus setelah di belah menjadi dua bagian.
Parameter yang diuji pada penelitian ini meliputi rasa asin putih dan kuning
telur, aroma, tekstur putih dan kuning telur, serta warna putih dan kuning
telur.
Data hasil penelitian dan hasil analisis keragaman beserta hasil uji
lanjut untuk parameter yang diamati pada telur asin disajikan pada Tabel 6
sampai Tabel 8, sedangkan data hasil pengamatan uji kimia dan uji
organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 5 sampai Lampiran 11.
Tabel 3. Signifikansi Pengaruh Penambahan Ekstrak Daun Jambu
terhadap Kadar Air dan Kadar Abu Telur Asin
Parameter F hitung F Tabel Keterangan
Kadar Air 20,95 6,59 S
Kadar Abu 21,15 6,59 S
Keterangan : S = Signifikan (Berpengaruh secara nyata)

Pada Tabel 3 di atas menunjukan bahwa penambahan Ekstrak Daun


Jambu berpengaruh secara nyata terhadap semua parameter sifat kimia yaitu
kadar air dan kadar abu yang diamati, sehingga dilakukan uji lanjut dengan
uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf nyata 5% dapat dilihat pada Tabel 4.

23
24

Tabel 4. Purata Hasil Analisis Sifat Kimia Telur Asin dengan


Berbagai Persentase Penambahan Ekstrak Daun Jambu
Kadar Air (1) Kadar Abu (2)
(%) (%)
P1 =0% 12,4673 a 1,613 d
P2 = 5% 11,4435 b 2,6975 c
P3 = 10% 9,5971 c 4,321 b
P4 = 15% 7,2640 d 5,4425 a
BNJ 5% 0,115

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5%.

Pada Tabel 4 kolom pertama (Kadar Air) dan kolom kedua (Kadar
Abu) menunjukkan bahwa penambahan Ekstrak Daun Jambu setiap
perlakuan berbeda nyata.
Signifikansi pengaruh penambahan Ekstrak Daun Jambu terhadap
sifat organoleptik telur asin dapat dilihat pada Tabel 5 berikut:
Tabel 5. Signifikansi Penambahan Ekstrak Daun Jambu Terhadap
Sifat Organoleptik (Nilai Warna, Aroma, Rasa dan Tekstur)
Telur Asin
Parameter F hitung F tabel Keterangan
Warna 4.30 2.49 S
Aroma 6.40 2.49 S
Rasa 6.80 2.49 S
Tekstur 6.82 2.49 S
Keterangan : S = Signifikan (berpengaruh secara nyata)
NS = Non Signifikan (tidak berpengaruh secara nyata)

Pada Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa porsentase penambahan


Ekstrak Daun Jambu berpengaruh secara nyata terhadap parameter sifat
organoleptik yaitu aroma, warna, tekstur, dan rasa. Sehingga dilakukan uji
lanjut pada parameter yang signifikan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ)
pada taraf nyata 5% dapat dilihat pada Tabel 6.
25

Tabel 6. Purata Hasil Analisis Sifat Organoleptik (Skor Nilai Warna,


Aroma, Rasa dan Tekstur) Telur asin dengan Konsentrasi
Ekstrak Daun Jambu
Warna (1) Aroma (2) Rasa (3) Tekstur (4)
P1 =0% 3,150 a 2,55 a 4,050a 3,4 a
P2 = 5% 3,450 b 3,25 ab 3,75 ab 3,5 b
P3 = 10% 3,600 c 3,60 bc 3,5 ac 3,65 c
P4 = 15% 3,950 d 4,05 c 3,25 ad 3,8 d
BNJ 5% 0,898 1,020 1,101 1,006
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom
yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

4.2 Pembahasan
Pengasinan telur adalah salah satu cara pengawetan yang banyak
dilakukan oleh masyarakat. Tujuan dari proses pengasinan ini adalah untuk
mencegah kerusakan dan kebusukan telur serta memberi cita rasa khas dari
telur. Selain itu juga pengasinan banyak menghasilkan keuntungan antara lain
mudah untuk dilakukan, biayanya murah, praktis, serta dapat meningkatkan
kesukaan konsumen. Pengasinan telur merupakan salah satu contoh peristiwa
osmosis. Osmosis merupakan perembasan zat yang memiliki konsentrasi
rendah menuju konsentrasi yang tinggi melalui membrane semipermeabel
(Campbell, 2002).
Pada proses osmosis, larutan garam memiliki konsentrasi lebih rendah
dibandingkan dengan konsentrasi cairan dalam telur. Garam NaCl di dalam
larutan mengion menjadi Na+ dan Cl-. Larutan garam NaCL akan masuk ke
dalam telur dengan cara menembus ke pori-pori kulit menuju ke bagian putih
dan akhirnya ke bagian kuning telur. Ion Cl- akan menyerap air sehingga kadar
air turun (Muslim, 2010).
Telur banyak mengandung protein yang merupakan zat yang
dibutuhkan bakteri untuk pertumbuhan. Bakteri dalam makanan dapat
menyebabkan perubahan warna, bau, rasa, dan aroma sehingga makanan tidak
layak untuk dikonsumsi. Bakteri yang sering terdapat pada telur adalah
pseudomonas. Selain itu ada juga bakteri alkaligenesis, Proteus, Achetobakter,
26

Escherchia, Enterebactere,dan Flafobacterium. Menurut Yulianto (2011),


bakteri golongan Pseodomonas merupakan bakteri pertama yang masuk dan
berkembang dalam telur karena kemampuannya untuk bergerak dan menembus
lapisan-lapisan penghambat telur, melepaskan senyawa berfloresensi yang
bersaing mengikat dan melepas logam dari konal-bumin.
Pada proses pengasinan, garam yang ditambahkan berfungsi sebagai
penghambat pertumbuhan bakteri. Proses pengasinan telur dengan penambahan
ekstrak daun jambu biji akan menghasilkan telur yang lebih awet. Hal tersebut
dilakukan karena pada ekstrak daun jambu biji banyak mengandung tanin.
Tanin dapat mencegah penguapan air pada telur serta mencegah masuknya
bakteri-bakteri, sehingga memperpanjang umur simpan telur (Hartoyo, 2003).
Penambahan tanin tersebut dapat menyebabkan fase adaptasi mikroorganisme
terhadap substrat akan lebih panjang, pertumbuhan kecepatan mikroorganisme
diperlambat, serta fase kematian sel mikroorganisme akan lebih cepat. Hal
tersebut disebabkan karena telur mengalami dua kali pengawetan sehingga
jumlahl sel jasad renik di dalam telur akan berkurang (Yulianto, 2011).
Pada praktikum ini, telur yang baluti adonan garam dan abu gosok yang
dilarutkan dalam ekstrak daun jambu biji dengan konsentrasi pelarutnya yaitu
5%, 10%, dan 15% disimpan selam 8 hari. Setelah itu kemudian direbus,
kemudian dilakukan uji organoleptik produk dan uji sifat kimia telur asin.
4.2.1 Sifat Kimia
1. Kadar air telur asin
Adanya air di dalam bahan makanan sering menyebabkan bahan
makanan tersebut mudah rusak, karena air merupakan media yang baik
bagi berkembangnya mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan
khamir (Muslim, 2010). Menurut Apriadjie (2008), proses osmosis pada
pembuatan telur asin dapat terjadi karena adanya larutan garam yang
menyerap kedalam telur. Garam akan diubah menjadi ion natrium (Na+)
dan ion chlor (Cl-). Larutan garam (NaCl) akan masuk ke dalam telur
dengan cara menembus ke pori-pori kulit, menuju ke bagian putih, dan
akhirnya ke kuning telur. Ion chlor (Cl-) akan menyerap air (H2O),
27

sehingga kadar air turun. Semakin lama pemeraman maka akan semakin
terlihat perbedaan proses osmosis, sehingga nilai kadar air menjadi
lebih berbeda. Berdasarkan tabel 4 diatas menunjukkan bahwa kadar air
dengan penambahan ekstrak semakin menurun. Berdasarkan Tabel 4.
kolom 1 (kadar air) terlihat bahwa semakin tinggi penambahan ekstrak
daun jambu,
jambu, maka kadar air yang diperoleh pada telur asin semakin
menurun.. Kadar air tertinggi diperoleh pada Ekstrak Daun Jambu P1
(tanpa penambahan ekstrak daun jambu) dan kadar air terendah
diperoleh pada penambahan Ekstrak Daun Jambu P4 (penambahan daun
jambu 15%
%).. Hubungan pengaruh penambahan Ekstrak Daun Jambu
terhadap kadar air telur asin dapat dilihatt pada Gambar 33.

20.00%
Kadar Air

12.47% a
11.44% b
10.00% 9.60% c
7.26% d
0.00%

P1 (0%)
P2 (5%)
P3 (10%)
P4 (15%)
Perlakuan

Gambar 3. Grafik Hubungan Persentase Penambahan Ekstrak Daun Jambu


Terhadap Kadar Air Telur Asin

Rendahnya kadar air yang diperoleh pada Ekstrak Daun Jambu P4


(penambahan ekstrak daun jambu 15%,
15 disebabkan karena tingginya
konsentrasi ekstrak daun jambu biji yang digunakan. Konsentrasi
ekstrak yang tinggi mengkibatkan
mengkibatkan kemampuan media pengasin dalam
mengikat air yang terkandung semakin kuat, sehingga menyebabkan
kadar air yang terkandung didalamnya semakin kecil.
2. Kadar abu
Kandungan abu berhubungan dengan kadar mineral suatu bahan
pangan, abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu
bahan organik. Kadar abu dan komposisinya tergantung pada macam
28

bahan dan cara pengabuannya.


pengabuannya. Untuk mengetahui kadar abu dilakukan
dengan cara memanaskan semua sampel dengan suhu yang sama yaitu
0
300 C, dimana pada suhu ini telur
telur telah berubah menjadi abu
selanjutnya dibandingkan massa abu awal telur dengan massa telur
setelah menjadi abu.
Bedasarkan tabel 4. kolom
olom dua (kadar abu), terlihat bahwa
semakin tinggi penambahan Ekstrak Daun Jambu, maka kadar abu yang
diperoleh pada telur
te asin semakin meningkat. Hal ini terlihat bahwa
kadar abu dari konsentrasi ekstrak 0%, 5%, 10%, dan 15% terus
mengalami peningkatan. Hubungan pengaruh penambahan Ekstrak
Daun Jambu terhadap kadar abu telur asin dapat dilihat pada Gambar 44.

10.00%
Kadar Abu

5.00% 1.61% d 2.70% c 4.32% b 5.44% a

0.00%

P1 (0%)
P2 (5%)
Perlakuan P3 (10%) P4 (15%)
Gambar 4. Grafik Hubungan Persentase Penambahan Ekstrak Daun
Jambu Terhadap Kadar Abu Telur asin

Meningkatnya kadar abu dari penambahan ekstrak disebabkan


oleh vitamin yang terkandung dalam ekstrak daun jambu terserap ke
dalam telur, yang menyebabkan senyawa dalam
dalam telur bertambah.
4.2.2 Uji organoleptik telur asin
Pada
ada penelitian ini menggunakan uji kesukaan (uji organoleptik)
dengan menggunakan panelis sebanyak 20 orang. Parameter yang
digunakan untuk diuji kesukaan ini meliputi warna putih dan kuning telur
asin, aroma,
oma, rasa asin putih dan kuning telur, dan tekstur putih dan kuning
telur asin.
1. Warna bagian dalam telur
Warna penting bagi banyak makanan. Bersama-sam
Bersama sama dengan rasa,
aroma, dan tekstur, warna memegang peran penting dalam penerimaan
29

bagi masyarakat. Selain itu, warna juga memberi petunjuk mengenai


perubahan kimia dalam makanan. Dalam uji organoleptik ini, parameter
warna yang diamati adalah warna telur bagian dalam yang meliputi
warna putih dan kuning talur asin. Berdasarkan analis menggunakan
Annova,, hasil uji organoleptik menunjukkan warna telur yang paling
disukaii adalah warna telur asin yang ditambahkan dengan ekstrak 15%
15%.
Pada Tabel 6. kolom 1 (warna) terlihat bahwa skor nilai warna
tertinggi diperoleh pada Ekstrak Daun Jambu P4 (Penambahan ekstrak
15%),
), yaitu sebesar 3,1500 dengan dan terendah terdapat pada Ekstrak
Daun Jambu P1 (Penambahan Ekstrak Daun Jambu 0 %). Hal tersebut
menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun jambu sebesar 15% akan
membuat konsumen agak suka. Hubungan pengaruh penambahan
Ekstrak
trak Daun Jambu terhadap skor nilai warna telur asin dapat dilihat
pada Gambar 5.

4,000 3,450 3,600 3,950


3,150
3,000
Warna

2,000
1,000
0

P1 (0%)
P2 (5%)
P3 (10%)
P4 (15%)

Perlakuan

Gambar 5. Grafik Hubungan Persentase Penambahan Ekstrak Daun Jambu


Terhadap Skor Nilai Warna Telur asin

Pada Gambar 5 di atas terlihat bahwa skor nilai kesukaan terhadap


warna
rna tertinggi diperoleh pada Ekstrak Daun Jambu P4 (Penambahan
bubur Ekstrak Daun Jambu 15%), yaitu sebesar 3,950 dan terendah pada
penambahan ekstrak 0% dengan tingkat kesukaan terhadap warna 3,150
(agak suka)..
30

2. Aroma
Aroma makanan banyak menentukan kelezatan
kelezatan bahan makanan.
Aroma makanan lebih banyak melibatakan panca indera hidung dan tidak
melibatkan panca indera penglihatan. Berdasarkan
erdasarkan analisa, hasil uji
organoleptik menunjukkan aroma telur asin yang paling disukai adalah
telur asin dengan penambahan konsentrasi ekstrak sebesar 15%.
Pada Tabel 6. kolom 2 (aroma) menunjukkan bahwa semakin tinggi
penambahan Ekstrak Daun Jambu, maka skor nilai aroma yang diperoleh
pada telur asin semakin meningkat. Nilai aroma tertinggi diperoleh pada
Ekstrak Daun Jambu P4 (Penambahan bubur Ekstrak Daun Jambu 15%),
yaitu sebesar 4.050
4. 0 dengan kriteria suka dan skor nilai aroma terendah
diperoleh pada Ekstrak Daun Jambu P1 (Penambahan Ekstrak Daun
Jambu 0%)) yaitu sebesar 2,550 dengan kriteria kurang suka. Hubungan
pengaruh penambahan Ekstrak Daun Jambu terhadap skor nilai aroma
telur asin dapat dilihat pada Gambar 6.

5,000
4,000 3,250 3,600 3,950
2,550
Aroma

3,000
2,000
1,000
0

P1 (0%)
P2 (5%)
P3 (10%)
P4 (15%)

Perlakuan

Gambar 6. Grafik Hubungan Persentase Penambahan Ekstrak Daun Jambu


Terhadap Skor Nilai Aroma Telur asin

Pada Gambar 6 di atas terlihat bahwa nilai aroma sem


semakin
meningkat dengan semakin tingginya persentase penambahan Ekstrak
Daun Jambu. Hal ini disebabkan karena penambahan Ekstrak Daun
Jambu menyebabkan
enyebabkan bau amis pada telur asin semakin berkurang.
Berkurangnya bau amis pada telur asin ini disebabkan karena pengaruh
aroma khas yang berasal dari Ekstrak Daun Jambu biji.
31

3. Rasa
Rasa berbeda dengan aroma, dan lebih banyak melibatkan panca
indera pengecap. Secara umum, rasa ada empat macam, yaitu manis,
pahit, masam, dan asin. Telur asin mempunyai rasa khas yaitu as
asin yang
disebabkan kerena penggaraman. Berdasarkan analisa data, hasil uji
organoleptik menunjukkan rasa yang paling disukai rasa telur asin
dengan penambahan konsentrasi ekstrak sebesar 0%.
Pada Tabel 6 kolom 3 (rasa) menunjukkan skor nilai kesukaan
terhadap
dap rasa yang diperoleh pada telur asin pada Ekstrak Daun Jambu
P1 (Penambahan Ekstrak Daun Jambu 0%),
), yaitu sebesar 4,050 dengan
kriteria suka dan nilai rasa terendah diperoleh pada Ekstrak Daun Jambu
P4 (penambahan
penambahan Ekstrak Daun Jambu 15%)) yaitu sebesar 33,25 dengan
kriteria agak suka. hubungan pengaruh penambahan Ekstrak Daun Jambu
terhadap skor nilai rasa telur asin dapat dilihat pada Gambar 7.

5,000 4,050
3,750
4,000 3,500
3,950
Rasa

3,000
2,000
1,000
0
P1 (0%)
P2 (5%)
P3 (10%)
P4 (15%)

Perlakuan

Gambar 7. Grafik Hubungan Persentase Penambahan Ekstrak Daun Jambu


Terhadap Skor Nilai Rasa Telur asin

Pada Gambar 7 di atas terlihat bahwa skor nilai kesukaan tertinggi


terhadap rasa yang diperoleh pada telur asin pada Ekstrak Daun Jambu
0% (P1). Skor rasa mengalami penurunan seiring pertambahan ekstrak
daun jambu. Hal ini disebabkan oleh tingkat peningkatan kkonsentrasi
adonan akibat penambahan ekstrak daun jambu seperti yang dikatan oleh
Asmadi (2008), bahwa semakin tinggi konsentrasi zat terlarut, maka
kecepatan osmosis akan berkurang. Sehingga dengan peningkatan
32

konsentrasi akan berpengaruh terhadap laju osmosis


osmosis pengasinan telur
asin dengan penambahan ekstrak daun jambu menjadi kurang terasa asin.
4. Tekstur
Tekstur suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan
oleh bahan tersebut. Berdasarkan analisa data menunjukkan bahwa
tekstur telur asin yang paling disukai adalah tekstur telur asin dengan
penambahan ekstrak 15%.
Pada Tabel 6.. kolom 4 (tekstur) menunjukkan bahwa semakin tinggi
penambahan Ekstrak Daun Jambu, maka skor nilai tekstur yang diperoleh
pada telur asin semakin tinggi. Nilai tekstur tertinggi
tertinggi diperoleh pada
Ekstrak Daun Jambu P4 (Penambahan Ekstrak Daun Jambu 15%), yaitu
sebesar 3,800
00 agak disukai dibandingkan dengan tanpa penambahan
ekstrak daun jambu dan nilai tekstur terendah terdapat Ekstrak Daun
Jambu P1 (Penambahan Ekstrak Daun 0%)) yaitu sebesar 3.400 dengan
kriteria lembek. Hubungan pengaruh penambahan Ekstrak Daun Jambu
terhadap skor nilai tekstur telur asin dapat dilihat pada Gambar 8.

4,000 3,150 3,450 3,600 3,950


3,000
Warna

2,000
1,000
0

P1 (0%)
P2 (5%)
P3 (10%)
P4 (15%)

Perlakuan

Gambar 8. Grafik Hubungan Persentase Penambahan Ekstrak Daun Jambu


Terhadap Skor Nilai Tekstur Telur asin

Pada Gambar 8 di atas terlihat bahwa skor nilai tekstur cendrung


semakin tinggi dengan semakin tingginya persentase penambahan
Ekstrak Daun Jambu. Hal ini disebabkan karena kadar air yang
terkandung pada penambahan ekstrak daun jambu biji sebesar 15%
33

semakin kecil yang menyebabkan tekstur telur asin menjadi lebih keras
sehingga lebih disukai oleh panelis.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan anaisa data, maka dapat
disimpulkan antara lain sebagai berikut:
1. Penambahan konsentrasi ekstrak daun jambu berpengaruh terhadap sifat
kimia telur asin.
2. Kadar air telur asin paling rendah diperoleh pada penambahan konsentrasi
ekstrak 15% yaitu sebesar 7,26% sedangkan kadar air telur asin paling
tinggi diperoleh pada penggunaan ekstrak 0% yaitu sebesar 12,47%.
3. Kadar abu telur asin paling tinggi diperoleh pada penambahan konsentrasi
ekstrak 15% yaitu sebesar 5,44% sedangkan kadar abu telur asin paling
rendah diperoleh pada penggunaan ekstrak 0% yaitu sebesar 1,61%.
4. Penambahan konsentrasi ekstrak daun jambu berpengaruh terhadap sifat
organoleptik telur asin. Tingkat kesukaan paling tinggi panelis pada
Aroma, warna dan tekstur telur telur asin dengan penggunaan konsentrasi
ekstrak sebesar 15%.
5. Tingkat kesukaan paling tinggi panelis pada rasa telur asin dengan
penggunaan konsentrasi 0 % ekstrak.
5.2 Saran
Berdasarkan pengalaman yang didapatkan dalam praktikum
pembuatan telur asin, penulis menyarankan kepada peminat pembuat telur
asin dengan menambahkan ekstrak daun jambu dengan presentase garam
yang lebih tinggi dan lama pengeramannya lebih lama supaya rasa asinnya
akan lebih terasa.

34
DAFTAR PUSTAKA

Amir, S. Sirajuddin, S. Jafar, N. 2014. Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama


Penyimpanan terhadap Kandungan Protein dan Kadar Garam Telur.
Makassar. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin.

Anggorodi, R,. 1997. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.

Astuti. 2010.petunjuk Praktikum Analisis Bahan Biologi. Yogyakarta: Jurdik


Biologi FPMIPA UNY.

Bagus, I, N, S. Made, L, S. Analisis Nilai Gizi Telur Itik Asin Yang Dibuat dengan
Media Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) Selama Masa
Pemeraman. Denpasar. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
Buletin Veteriner Udayana Volume 7 No. 2 ISSN: 2085-2495.

Campbell, Neil A. 2002. Biologi Edisi ke-5 Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. 2011. Fakultas Teknologi Pertanian.


Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dinni, D, A, B. Rusdi. Mardiah, A. 2016. Penetapan Kadar Protein Dalam Telur


Unggas Melalui Analisis Nitrogen Menggunakan Metode Kjeldahl. Padang.
Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang. Jurnal Farmasi Higea. Vol. 8,
No. 2.

Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit


Djambatan.

Hajrawati. Likadja, J, C. Hessy. 2012. Pengaruh Lama Perendaman Ekstrak


Kulit Buah Kakao dan Lama Penyimpanan terhadap Daya Awet Telur
Ayam Ras. Makassar. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

Hartoyo, Arif. 2003. The dan Khasiatnya Bagi Kesehatan. Yogyakarta: Karnisius.

Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Telur (Teori dan Praktek).


eBookPangan.com. diakses pada tanggal 23 November 2017

Kurtini, T. dan Riyanti. 2008. Teknologi Penetasan Unggas. Universitas


Lampung. Bandar Lampung.

35
36

Kurtini, T. K. Nova, dan D. Septinova. 2014. Produksi Ternak Unggas. Anugrah


Utama Raharja (AURA). Bandar Lampung.

Muslim, W. 2010. Resipitasi Plasma Protein untuk Uji Parmakokinetik Farmasi.


Bandung: ITB.

Rizki, T, M, G. 2009. Kandungan Beta Karoten dan Nilai Gizi Telur Asin dari Itik
yang Mendapat Pakan Limbah Udang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor:
Bogor.

Stenly, R, T. Ketut, I, S,. Djoko, R. 2014. Pengawetan Telur Ayam Ras dengan
Pencelupan dalam Ekstrak Air Kulit Manggis pada Suhu Ruang. Denpasar.
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Indonesia Medicus
Veterinus 3(4) : 310-316 ISSN : 2301-7848.

Sudarmadji. 2003. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberti

Sudaryani. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suryani, R. (2015). Beternak puyuh di pekarangan tanpa bau. Yogyakarta:


ARCITRA.

Yulianto. 2011. Pengaruh Penambahan Ekstrak Teh Hijau, Ekstrak Daun Jambu
Biji, dan Ekstrak Daun Salam pada Pembuatan Telur Asin Rebus terhadap
Total Bakteri Selama Penyimpanan. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.
Yuniati, H. 2013. Efek Penggunaan Abu Gosok dan Serbuk Bata Merah pada
Pembuatan Telur Asin terhadap Kandungan Mikroba dalam Telur. Volume
34 No 2 : 131-137.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia. Jakarta.
eBookPangan.com. diakses pada tanggal 24 November 2017
LAMPIRAN
Lampiran I. Analisis Data
Tabel L01. Data Hasil Pengamatan Kadar Air Telur Asin
Ulangan
Perlakuan 1 2 Total Purata
P1 12,3913 12,5432 24,9345 12,4673 a
P2 11,2341 11,6528 22,8869 11,4435 b
P3 9,7621 9,4321 19,1942 9,5971 c
P4 7,1652 7,3627 14,5279 7,2640 d
Total 40,5527 40,9908 81,5435 40,7718
Purata 0,9012 0,9109 1,8121 0,9060

Tabel L02. Uji F Data Hasil Pengamatan Kadar Air Telur Asin
Sumber Jumlah Kuadrat F tabel F tabel
keragama kua ten F Hitung 5 1 Ket
n drat gah % %
Perlakuan 205,598 68,53 20,95 6,59 16,69 S
Galat 287,676 71,92
Total 493,274
0,115
BNJ=5%

Tabel L03. Data Hasil Pengamatan Kadar Abu Telur Asin


Ulangan
Perlakuan Total Purata
1 2
P1 1,574 1,652 3,226 1,613 d
P2 2,632 2,763 5,395 2,6975 c
P3 4,321 4,321 8,642 4,321 b
P4 5,123 5,762 10,885 5,4425 a
Total 13,65 14,498 28,148 28,148
Purata 3,4125 3,6245 7,037 7,037

37
38

Tabel 04. Uji F Data Hasil Pengamatan Kadar Abu Telur Asin
Sumber Jumlah Kuadrat F tabel F tabel
keragama kua ten F Hitung 5 1 Ket
n drat gah % %
Perlakuan 33,543 11,18 21,15 6,59 16,69 S
Galat 38,996 9,75
Total 72,539
BNJ = 5% 1,613

Tabel L05. Uji F Data Hasil Uji Organoleptik Warna Telur Asin
Panelis P1 P2 P3 P4 Total Purata
1 2 2 3 4 11 2,75
2 5 4 3 4 16 4
3 2 4 5 4 15 3,75
4 2 2 4 2 10 2,5
5 5 3 3 4 15 3,75
6 3 4 4 4 15 3,75
7 3 4 4 5 16 4
8 5 4 4 3 16 4
9 3 4 5 2 14 3,5
10 5 4 2 3 14 3,5
11 3 4 2 4 13 3,25
12 2 4 3 3 12 3
13 2 3 3 5 13 3,25
14 2 3 4 5 14 3,5
15 4 4 4 5 17 4,25
16 2 3 4 4 13 3,25
17 3 3 4 4 14 3,5
18 4 4 4 5 17 4,25
19 2 2 4 4 12 3
39

20 4 4 3 5 16 4
Total 63 69 72 79 283 70,75

Purata 3,1500 a 3,4500 b 3,6000 c 3,9500 d

Tabel L06. Uji F Data Hasil Uji Organoleptik Warna Telur Asin
Derajat
Kuadrat
B
Sumber Jumlah T F tabel
e
Kerag Kuadr en F hitung 5
b
aman at ga %
a
h
s
Ulangan 29.71 19 1.56
Perlakuan 5.36 4 1.34 4.30 2.49 S
Galat 78.24 76 1.03
Total 113.31 99
BNJ =5% 0.898

Tabel L07. Hasil Pengamatan Uji Organoleptik Aroma Telur Asin


Panelis T1 T2 T3 T4 Total Purata
1 2 1 3 5 15 3
2 2 3 4 4 18 3.6
3 2 3 4 5 18 3.6
4 3 2 5 4 18 3.6
5 2 3 4 3 14 2.8
6 5 2 5 4 21 4.2
7 3 4 4 5 18 3.6
8 1 4 1 5 15 3
9 1 4 2 3 15 3
10 5 3 1 2 13 2.6
40

11 5 4 5 2 21 4.2
12 3 1 4 4 17 3.4
13 2 3 3 5 17 3.4
14 1 4 3 3 16 3.2
15 2 4 3 5 19 3.8
16 4 4 3 4 19 3.8
17 3 4 4 5 20 4
18 2 4 5 5 20 4
19 1 4 5 4 19 3.8
20 2 4 4 4 19 3.8
Total 51 65 72 81 352 70.40

Purata 2.55 a 3.25 ab 3.60 bc 4.05 c

Tabel L08. Uji F Data Hasil Uji Organoleptik Aroma Telur Asin
Derajat
Kuadrat
B
Sumber Jumlah T F tabel
e
Kerag Kuadr en F hitung 5 Ket
b
aman at ga %
a
h
s
Ulangan 20.16 19 1.06
Perlakuan 33.96 4 8.49 6.40 2.49 S
Galat 100.84 76 1.33
Total 154.96 99
BNJ =5% 1.020

Tabel L09. Hasil Pengamatan Uji Organoleptik Rasa Telur Asin


Panelis P1 P2 P3 P4 Total Purata
1 5 4 3 4 21 4,2
41

2 4 4 4 5 21 4,2
3 4 5 5 3 20 4
4 5 5 4 5 23 4,6
5 4 4 4 3 18 3,6
6 4 3 5 1 16 3,2
7 3 4 2 3 15 3
8 2 5 3 4 16 3,2
9 2 3 4 4 16 3,2
10 5 2 1 1 11 2,2
11 4 4 3 2 16 3,2
12 4 4 5 4 19 3,8
13 5 5 4 4 21 4,2
14 3 3 4 3 15 3
15 3 3 3 3 14 2,8
16 5 4 4 3 20 4
17 5 5 3 4 19 3,8
18 5 4 1 3 18 3,6
19 5 2 5 3 19 3,8
20 4 2 3 3 14 2,8
Total 81 75 70 65 352 70,4
Purata
4,050 a 3,75 ab 3,5 ac 3,25 ad 17,6 3,52

Tabel L10. Uji F Data Hasil Uji Organoleptik Rasa Telur Asin
Derajat Kuadrat
Sumber Jumlah B T F tabel
Kerag Kuadr e en F hitung 5
aman at b ga %
a h
42

Ulangan 29.76 19 1.57


Perlakuan 4.96 4 1.24 6.80 2.87 S
Galat 117.44 76 1.55
Total 152.16 99
BNJ =5% 1.101

Tabel L11. Hasil Pengamatan Uji Organoleptik Tekstur Telur Asin


Panelis P1 P2 P3 P4 Total Purata
1 3 2 5 4 14 3,5
2 4 2 5 4 15 3,75
3 2 4 4 5 15 3,75
4 4 4 4 5 17 4,25
5 4 4 3 4 15 3,75
6 2 3 4 1 10 2,5
7 4 4 1 4 13 3,25
8 3 5 5 3 16 4
9 5 4 2 3 14 3,5
10 2 4 1 4 11 2,75
11 3 4 4 4 15 3,75
12 2 3 4 3 12 3
13 3 3 5 4 15 3,75
14 4 3 5 2 14 3,5
15 4 4 5 5 18 4,5
16 2 3 4 5 14 3,5
17 3 4 4 4 15 3,75
18 5 3 2 4 14 3,5
19 5 3 2 4 14 3,5
20 4 4 4 4 16 4
43

Total 68 70 73 76 287
Purata 3,4 a 3,5 b 3,65 c 3,8 d 14,35

Tabel L12. Hasil Pengamatan Uji Organoleptik Tekstur Telur Asin


Derajat
Kuadrat
B
Sumber Jumlah T F tabel
e
Kerag Kuadr en F hitung 5
b
aman at ga %
a
h
s
Ulangan 20.24 19 1.07
Perlakuan 4.24 4 1.06 S
Galat 98.16 76 1.29 6.82 2.49
Total 122.64 99
BNJ =5% 1.006
Lampiran II. Dokumentasi
Proses pencucian dan pembesihan telur dari kotoran

Proses pengamplasan telur

Proses penimbangan abu gosok

44
45

Proses penimbangan garam

Proses penimbangan daun jambu biji dan bawang putih

Proses pembuatan ekstrak dari daun jambu biji


46

Proses pencampuran abu gososk, ekstrak daun jambu biji, bawang putih dan garam

Pencampuran abu gosok dengan air biasa dan proses pelapisan abu gosok pada
telur

Proses pelapisan atau pembuatan telur asin


47

Telur asin dengan ekstrak daun jambu 0% Telur asin dengan ekstrak daun
jambu 5%

Telur asin dengan ekstrak daun jambu 10 Telur asin dengan ekstrak daun jambu
% 15 %

Uji organoleptik oleh responden


48

Penimbangan cawan kosongdan kuning telur sebelum dilakukan uji kadar air

Penimbangan cawan kosong dan putih telur sebelum dilakukan uji kadar air

Proses pengovenan putih telur dan kuning telur


49

Pendinginan putih telur dan kuning telur sebelum dilakukan penimbangan

Proses penimbangan putih telur dan kuning telur untuk mengetahui kadar air

Proses Pengopenan pada suhu 300 0C


50

Hasil Pembakaran (Abu)

Proses penimbangan untuk mengetahui kadar abu telur asin

Anda mungkin juga menyukai