Anda di halaman 1dari 35

TUGAS

MID SEMESTER FILSAFAT ILMU

OLEH

NAMA : MINASARI

NIM : (I2E017017)

KONSENTRASI : PENDIDIKAN KIMIA

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MATARAM

2017
SOAL !

1. Pendidikan IPA dikatakan sebagai ilmu merupakan kebenaran ilmiah, yang


berlaku sampai ada bukti baru yang menentang atau menggugurkannya.
Pendidikan IPA sebagai ilmu pengetahuan lahir dari suat rangkaian aktivitas akal
manusia yang disusun secara sistematis. Semua yang dinamakan ilmu pengetahuan
selalu memiliki syarat-syarat atau ciri-ciri tertentu. Sifat dan ciri ilmu tersebut
adalah memiliki objek, menggunakan metode, sistematis, universal, objektif,
analitis, dan verifikatif.
a. Uraikan syara-syarat atau ciri-ciri tertentu diatas tentang IPA sehingga dapat
dikatakan sebagai ilmu
b. Uraikan syarat-syarat atau ciri-ciri tersebut diatas tentang kajian anda (Biologi,
Fisika, Kimia) sehingga dapat dikatakan sebagai ilmu
2. Struktur ilmu (komponen ilmu) antara lain:fakta, konsep, proposisi, teori, postulat,
prinsip, hukum, dan asumsi.
a. Jelaskan dan berikan contoh pada bidang anda (Biologi, Kimia, Fisika) yang
menerapkan komponen ilmu di atas untuk menjelaskan atau mendiskripsikan
fenomena kajian anda (Biologi, Kimia, Fisika)
b. Tuliskan judul tulisan anda, jelaskan dan berikan contoh pada judul tulisan
anda yang menerapkan komponen ilmu diatas untuk menjelaskan atau
mendiskripsikan fenomena kajian dalam judul yang anda tulis atau yang anda
ajukan
3. Uraikan perbedaan enam benaran dalam ilmu yaitu kebenaran koherensi,
korespondensi, performatif, pragmatic, proposisi, dan kebenaran paradigmatic.
JAWABAN

1. Sifat dan ciri ilmu tersebut adalah memiliki objek, menggunakan metode,
sistematis, universal, objektif, analitis, dan verifikatif.
a) Ciri-ciri tentang IPA sehingga dapat dikatakan sebagai ilmu
 Menggunakan metode sehinga dikatakan sebagai ilmu
Menurut The World of Science Encyclopedia, metode ilmiah
diartikan sebagai prosedur sistematis yang digunakan ilmuan dalam
menemukan terhadap pengetahuan baru dan peninjauan kembali
pengetahuan yang telah ada. Metode ilmiah merupakan cara alamiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2010).
Cara ilmiah berarti kegiatan tersebut penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri
keilmuan, yaitu rasionalis, empiris, dan sistematis. Dalam kamus Fowler
(1951), natural science didefinisikan sebagai systematic and formulated
knowledge dealing with material phenomena and based mainly on
observation and induction yang diartikan bahwa “ilmu pengetahuan alam
didefinisikan sebagai pengetahuan yang sistematis dan disusun dengan
menghubungkan gejala-gejala alam yang bersifat kebendaan dan didasarkan
pada hasil pengamatan dan induksi”. Sumber lain menyatakan bahwa
natural science didefinisikan sebagai a pieces of theoritical knowledge atau
seje-nis pengetahuan teoritis.
Menurut Trianto (2012: 136), IPA adalah suatu kumpulan teori yang
sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam,
lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan
eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka,
jujur, dan sebagainya. IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip
saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Menurut Sumaji
(1998:29), secara umum IPA meliputi tiga bidang ilmu dasar, yaitu biologi,
fisika, dan kimia. IPA merupakan ilmu yang lahir dan berkembang lewat
langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis,
pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta
penemuan teori dan konsep. Dengan demikian, IPA membangkitkan minat
manusia agar ingin meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang
alam seisinya yang penuh dengan rahasia yang tidak ada habisnya.
Pemberian mata pelajaran IPA atau pendidikan IPA bertujuan supaya siswa
memahami atau menguasai konsep-konsep IPA dan keterkaitannya, serta
mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah
yang dihadapinya, sehingga lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan
Penciptanya.
IPA merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena
alam. IPA didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang objek dan
fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan
ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan
menggunakan metode ilmiah. Definisi ini memberi pengertian bahwa IPA
merupakan cabang pengetahuan yang dibangun berdasarkan pengamatan dan
klasifikasi data, dan biasanya disusun dan diverifikasi dalam hukum-hukum
yang bersifat kuantitatif, yang melibatkan aplikasi penalaran matematis dan
analisis data terhadap gejala-gejala alam. Dengan demikian, pada hakikatnya
IPA merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan
berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenarannya dan
melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah. Menurut Yuliati
(Suciati, Arnyana, dan Setiawan, 2014) bahwa IPA berkaitan dengan cara
bagaimana mencari kebenaran suatu fenomena alam secara sistematis dan
runtut melalui proses penemuan dengan metode ilmiah. Dengan demikian,
IPA adalah serangkaian proses atau metode ilmiah yang digunakan untuk
mencari kebenaran dan memahami alam semesta dengan segala isinya.
Dari beberapa pendapat para ahli mengenai IPA, dapat disimpulkan
bahwa Ilmu Pengetahuan Alam adalah sekumpulan pengetahuan yang
tersusun secara sistematis yang berupa fakta-fakta yang diperoleh dari
gejala-gejala alam yang berkembang melalui metode ilmiah dan sikap
ilmiah. Ilmu Pengetahuan Alam didefinisikan sebagai pengetahuan yang
diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan
deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang
dapat dipercaya. Ada tiga kemampuan dalam IPA, yaitu kemampuan untuk
mengetahui apa yang diamati, kemampuan untuk memprediksi apa yang
belum diamati dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil
eksperimen, serta dikembangkannya sikap ilmiah.
 Memiliki objek sehinga dikatakan sebagai ilmu
Objek pengetahuan sains (objek-objek yang diteliti sains) ialah
semua objek yang empiris, bukti empiris ini di perlukan untuk menguji bukti
rasional yang telah di rumuskan dalam hipotesis. Menurut Jujun (2010:27)
mengatakan bahwa objek kajian sains hanyalah objek yang berada dalam
ruang lingkup pengalaman manusia, pengalaman yang dimaksud di sini ialah
pengalaman indera. Menurut Patta Bundu (2006: 9), sains atau yang biasa
diterjemahkan Ilmu Pengetahuan Alam berasal dari kata “natural science”.
Natural memiliki arti alamiah dan berhubungan dengan alam, sedangkan
science artinya ilmu pengetahuan. Artinya, sains dipandang sebagai ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang alam atau yang mempelajari
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Dari apa yang dipelajari tersebut,
terlihat bahwa IPA memiliki objek dan persoalan yang holistik atau
menyeluruh. Hal ini senada dengan pendapat Jasin (2010: 1) bahwa IPA
merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-gejala dalam
alam semesta, termasuk bumi sehingga terbentuk konsep dan prinsip. Jadi,
secara singkat IPA dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mengkaji
tentang alam semesta beserta segala isinya sehingga didapatkan produk IPA.
Dawson (dalam Sarkim, 2009: 134) menyebutkan bahwa IPA
bukanlah sekedar pengetahuan belaka. IPA merupakan ilmu pengetahuan
yang terdiri dari fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori tentang alam
semesta beserta isinya yang didapatkan melalui proses ilmiah (metode
ilmiah) dengan didukung oleh sikap-sikap ilmiah. Objek-objek yang dapat
diteliti sains seperti alam, tumbuhan, hewan, dan manusia serta kejadian di
sekitar alam, tumbuhan, hewan, dan manusia. Dari penelitian itulah muncul
teori-teori sains.
Berdasarkan paparan pengertian Sains memiliki objek di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa sains memiliki objek berarti sains dipandang
sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang alam atau yang
mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam, meliputi objek yang
berada dalam ruang lingkup pengalaman manusia seperti fakta, konsep,
prinsip, hukum, dan teori tentang alam semesta beserta isinya yang
didapatkan melalui proses ilmiah (metode ilmiah) dengan didukung oleh
sikap-sikap ilmiah dan bersifat holistik atau menyeluruh.
 Memiliki sifat sistematis sehinga dikatakan sebagai ilmu
Menurut H.W. Flower (dalam Laksmi Prihantoro, 1986: 1.3) IPA
adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan yang berhubungan
dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan
dan deduksi. ilmu pengetahuan harus tersusun secara sistematis dari yang
sederhana hingga yang kompleks yang diatur sedemikian rupa sehingga yang
satu dan yang lainnya dapat saling mendukung. Sifat sistematis ini bertujuan
untuk mempermudah dalam mempelajari ilmu tersebut. Dalam
perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus
terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga
membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu dan
mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya.
 Memiliki sifat universal sehinga dikatakan sebagai ilmu
Carin dan Sund dalam Puskur (2007: 3) mendefinisikan IPA sebagai
pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum dan
berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen. Laksmi Prihantoro
dkk, dalam Trianto (2011: 137) mengatakan bahwa IPA pada hakikatnya
merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA
merupakan kumpulan pengetahuan dan konsep. Sebagai proses, IPA
merupakan proses yang digunakan untuk mempelajari objek studi,
menemukan, dan mengembangkan produk sains sedangkan sebagai aplikasi,
IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberikan kemudahan bagi
kehidupan. Kebenaran yang disajikan dalam ilmu pengetahuan harus berlaku
secara umum dan diterima di semua institusi pendidikan. Sifat universal ini
selain bertujuan untuk mempermudah dalam pembelajaran juga agar tercipta
suatu keseragaman, sehingga kebenaran yang diungkapkan dapat di terima
diseluruh pelosok dunia.
Berdasarkan pengertian tentang sains bersifat universal tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa sains sebagai pengetahuan yang sistematis
dan tersusun secara teratur, berlaku umum dan berupa kumpulan data hasil
observasi dan eksperimen yang bertujuan untuk mempermudah dalam
pembelajaran dan tercipta suatu keseragaman dengan melahirkan teknologi
yang dapat memberikan kemudahan bagi kehidupan yang dapat di terima
diseluruh pelosok dunia.
 Memiliki sifat objektif sehinga dikatakan sebagai ilmu
IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada di permukaan
bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat teramati
indera maupun yang tidak dapat teramati dengan indera. A.N. Whitehead
(M.T.Zen, 1981) menyatakan bahwa sains dibentuk karena pertemuan dua
orde pengalaman. Orde pertama didasarkan pada hasil observasi terhadap
gejala/fakta, dan orde kedua didasarkan pada konsep manusia mengenai
alam semesta. Menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1992: 3)
IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam dari segi istilah dapat diartikan sebagai
ilmu yang berisi pengetahuan alam. Ilmu artinya pengetahuan yang benar,
yaitu bersifat rasional dan obyektif. Pengetahuan alam adalah pengetahuan
yang berisi tentang alam semesta dan segala isinya. Jadi, IPA adalah
pengetahuan yang rasional dan obyektif tentang alam semesta dan segala
isinya. Semua pernyataan yang dikemukakan harus bersifat jujur, sesuai
dengan kondisi yang sebenarnya, mengandung data dan informasi yang
akurat, bebas dari prasangka, tidak menimbulkan kesenjangan dan tidak
berhubungan dengan kepentingan pribadi orang per orang.
Berdasarkan pengertian tentang sains bersifat objektif tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa sains adalah pengetahuan yang rasional dan
obyektif tentang alam semesta dan segala isinya yang berupa benda-benda
yang ada di permukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik
yang dapat teramati indera maupun yang tidak dapat teramati dengan indera
bersifat jujur, sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, mengandung data dan
informasi yang akurat, bebas dari prasangka, tidak menimbulkan
kesenjangan dan tidak berhubungan dengan kepentingan pribadi orang per
orang.
 Memiliki sifat analitis sehinga dikatakan sebagai ilmu
Ilmu pengetahuan harus bersifat analitis, artinya ilmu yang di
pelajari akan menuju hal-hal yang lebih khusus seperti bagian, sifat, peranan
dan berbagai hubungan. Untuk memahami hal yang bersifat khusus perlu
pengkajian secara khusus pula, sehingga terdapat antar hubungan bagian
yang dikaji sebagai hasil analisa.
 Memiliki sifat verivikatif sehinga dikatakan sebagai ilmu
Menurut Zuhdan K. Prasetyo (2004: 1.26), menyatakan bahwa IPA
mengenal banyak metode dalam memahami fenomena alam. Penomena alam
tersebut diselidiki melalui eksperimen atau observasi serta proses pemikiran
untuk mendapatkan penjelasan kebenaran. Menurut Prihantro Laksmi (dalam
Trianto, 2011: 141) nilai-nilai yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran
IPA adalah memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan
masalah dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan.
Artinya pernyataan yang berupa kebenaran dalam ilmu pengetahuan tidak
bersifat mutlak, tetapi bersifat terbuka atau verifikatif. Sehingga bila suatu
masa di temukan bukti-bukti baru yang tidak mendukung kebenaran yang
semula maka teori tersebut dapat di tumbangkan untuk memberi tempat pada
kebenaran yang baru yang lebih relevan.
Berdasarkan pengertian tentang IPA bersifat verivikatif tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa IPA mengenal banyak metode dalam
memahami fenomena alam yang diselidiki melalui eksperimen atau
observasi serta proses pemikiran yang bersifat terbuka atau verifikatif untuk
mendapatkan penjelasan kebenaran dalam memecahkan masalah yang
berkaitan dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan.

b) Syarat-syarat atau ciri-ciri Kimia sehingga dapat dikatakan sebagai ilmu


 Memiliki sifat objek sehinga dikatakan sebagai ilmu
Menurut E. Mulyasa (2006: 132–133), kimia adalah ilmu yang
mencari jawaban atas apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang
berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan
energitika zat. Oleh sebab itu, mata pelajaran kimia di SMA/MA
mempelajari segala sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi, struktur
dan sifat, perubahan, dinamika, dan energitika zat yang melibatkan
keterampilan dan penalaran. Ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang
tidak bisa dipisahkan, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang
berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori) dan kimia sebagai proses
yaitu kerja ilmiah.
Adapun menurut Keenan (1984: 2) ilmu kimia mempelajari bangun
(struktur) materi dan perubahan-perubahan yang dialami materi dalam
proses-proses alamiah maupun dalam eksperimen yang direncanakan.
Melalui kimia, kita mengenal susunan (komposisi) zat dan penggunaan
bahan-bahan kimia, baik alamiah maupun buatan, dan mengenal proses-
proses penting pada makhluk hidup, termasuk tubuh kita sendiri. Agung
Nugroho Catur Saputro & Irwan Nugraha (2008) menyatakan bahwa Ilmu
kimia merupakan ilmu pengetahuan alam yang mempelajari tentang materi
yang meliputi struktur, susunan, sifat, dan perubahan materi serta energi
yang menyertainya. Ilmu kimia secara umum termasuk kedalam rumpun IPA
yang mempelajari gejala-gejala alam dan khususnya mempelajari tentang
susunan, struktur, sifat, perubahan materi serta energi yang menyertai
perubahan tersebut. Contohnya besi berkarat, kayu terbakar, nasi menjadi
basi, proses penggaraman, air menjadi oksigen dan hidrogen dan masih
banyak lagi contoh-contoh ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari yang
sering kita jumpai (Syukri, 1999).
 Menggunakan metode sehinga dikatakan sebagai ilmu
Menurut E. Mulyasa (2006: 133–134), mata pelajaran kimia di
SMA/MA bertujuan agar siswa memperoleh pengalaman dalam menerapkan
metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana siswa melakukan
pengujian hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan
instrumen, pengambilan, pengolahan, dan penafsiran data, serta
menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis. Ilmu kimia terdiri
dari teoretis dan bagian empiris yang saling mendukung satu sama lain.
Kajian teoretis merupakan usaha untuk menerapkan hukum-hukum fisika
dan teorema matematika guna mengungkap sifat gejala alam. Kajian secara
empiris merupakan usaha untuk menemukan keterarturan berdasarkan fakta
yang ada di alam menggunakan metode ilmiah. Kedua kajian tersebut
menghasilkan konsep atau prinsip-prinsip yang melahirkan hukum-hukum
kimia yang kemudian berkembang menjadi model atau teori dalam kimia.
Berdasarkan ulasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam
mempelajari ilmu kimia tidak dilakukan secara asal-asalan. Tetapi
memerlukan metode khusus. Metode yang digunakan untuk mempelajari
ilmu kimia disebut metode ilmiah. Metode ilmiah di gunakan untuk meneliti
dan mempelajari suatu objek sehingga ditemukan kebenaran. Ilmu yang
dikembangkan dengan menggunakan metode ini kebenaranya akan diakui
secara ilmiah oleh seluruh pakar ilmu pengetahuan yang berlaku sampai ada
bukti baru yang menentang atau menggugurkannya.
 Memiliki sifat sistematis sehinga dikatakan sebagai ilmu
Ilmu kimia memiliki sifat sistimatis artinya ilmu kimia tersusun
dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan yang lain saling
berkaitan, saling berkaitan, saling menjelaskan, sehingga seluruhnya
merupakan satu kesatuan yang utuh. Seringkali topik-topik kimia harus
dipelajari dengan urutan tertentu. Misalnya, kita tidak dapat menggabungkan
atom-atom untuk membentuk molekul, jika atom dan karakteristiknya tidak
dipelajari terlebih dahulu. Secara teori ilmu, kimia adalah ilmu yang
mempelajari mengenai komposisi dan sifat zat atau materi dari skala atom
hingga molekul serta perubahan serta interaksi (reaksi) mereka untuk
membentuk materi baru yang ada di sekitar kita. Kajian kimia dalam
mengetahui dan menjelaskan suatu objek, terurai dan terumuskan dalam
hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang
berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan rangkaian
sebab akibat menyangkut objeknya. Disamping itu, perkembangan ilmu
kimia sangat cepat, seperti pada bidang biokimia yang menyelidiki tentang
rekayasa genetika, kloning, dan sebagainya. Hal ini menuntut kita semua
untuk lebih cepat tanggap dan selektif dalam menerima semua kunjungan
tersebut (Johari, Rachmawati, 2006).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kajian kimia
bersifat sistematis berarti dalam mengetahui dan menjelaskan suatu objek
tidak berdiri sendiri, satu dengan yang lain saling berkaitan, saling
menjelaskan, sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh dalam
hubungan yang teratur dan logis.
 Memiliki sifat universal sehinga dikatakan sebagai ilmu
Menurut E. Mulyasa (2006: 133–134), mata pelajaran kimia di
SMA/MA bertujuan agar siswa memiliki kemampuan meningkatkan
kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat dan juga merugikan
bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya
mengelola dan melestarikan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Kimia yang diajarkan pada sekolah menengah sering disebut “kimia umum”
dan ditujukan sebagai pengantar terhadap banyak konsep-konsep dasar dan
untuk memberikan pelajar alat untuk melanjutkan ke subjek lanjutannya.
Ilmu kimia diperlukan dan terlibat dalam kegiatan industri dan perdagangan,
kesehatan, dan berbagai bidang lain. Kedepan, Ilmu Kimia sangat berperan
dalam penemuan dan pengembangan material dan sumber energi baru yang
lebih bermanfaat, bernilai ekonomis tinggi, dan lebih ramah lingkungan.
Dalam ilmu kimia banyak teori maupun hukum kimia diperoleh dari
proses nalar ilmiah atau metode ilmiah. Contoh; batu baterai sebagai sumber
listrik. Pembuat batu baterai merupakan hasil dari proses pemikiran ilmiah
yang panjang. Berawal dari suatu hipotesis bahwa reaksi kimia merupakan
interaksi antara muatan positif dan negatif sehingga terjadi arus listrik.
Jawaban-jawaban atau analisis-analisis diperoleh dengan melakukan
eksperimen mengenai sel yang bisa menghasilkan arus listrik. Dari jawaban-
jawaban yang diperoleh membawa suatu kesimpulan bahwa listrik dapat
dihasilkan oleh larutan elektrolit yaitu larutan yang bisa menghantarkan arus
listrik jika terjadi reaksi kimia. Sehingga muncul sel sumber arus listrik yang
ditemukan misalnya, sel volta, penyepuhan emas, aki, batu baterai dan lain-
lain. Semua itu diperoleh dari proses nalar ilmiah. Dalam pengambilan
kesimpulan digunakan penalaran suatu kebenaran yang dapat diterima oleh
logika sehingga dalam berlaku konsisiten karena universal.
 Memiliki sifat objektif sehinga dikatakan sebagai ilmu
Menurut Brady (1994:3), ilmu kimia adalah sebuah ilmu mengenal
bahan kimia. Bahan kimia bukanlah zat abstrak yang perlu ditakuti oleh
manusia biasa. Bahan ini mencakup benda yang ada di sekitar kita.
Selanjutnya ilmu kimia dapat didefinisikan sebagai ilmu murni yang
mempelajari bahan-bahan yang ada di alam semesta, interaksi diantaranya
dan perubahan energy yang berhubungan atau disebabkan oleh adanya
perubahan-perubahan alam.
Anshory (2000: 3) ilmu kimia adalah cabang ilmu pengetahuan alam
yang mempelajari struktur materi, sifat-sifat materi, perubahan suatu materi
menjadi materi lain, serta energy yang menyertai perubahan materi.
Mempelajari ilmu kimia tidak hanya bertujuan menemukan zat-zat kimia
yang langsung bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia belaka, akan
tetapi ilmu kimia dapat pula memenuhi keinginan seseorang untuk
memahami berbagai peristiwa alam yang ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari, mengetahui hakekat materi serta perubahannya , menanamkan
metode ilmiyah, mengembangkan kemampuan dalam mengajukan gagasan-
gagasan, dan memupuk ketekunan serta ketelitian bekerja. Ilmu kimia lahir
dari keinginan para ahli kimia untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan
apa dan mengapa tentang sifat materi yang ada di alam, yang masing-masing
akan menghasilkan fakta dan pengetahuan teoritis tentang materi yang
kebenarannya dapat dijelaskan dengan logika matematika.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kajian
kimia rsifat objektif bedidefinisikan sebagai ilmu murni yang mempelajari
bahan-bahan yang ada di alam semesta, interaksi diantaranya dan perubahan
energy yang berhubungan atau disebabkan oleh adanya perubahan-
perubahan alam dimana sebagian dari aspek kimia bersifat kasat mata
(visible), artinya dapat dibuat fakta kongkritnya dan sebagian aspek yang
lain bersifat abstrak atau tidak kasat mata (invisible), artinya tidak dapat
dibuat fakta kongkritnya.
 Memiliki sifat verivikatif sehinga dikatakan sebagai ilmu
Pembelajaran kimia memiliki tujuan dan fungsi tertentu, diantaranya
adalah untuk memupuk sikap ilmiah yang mencakup sikap kritis terhadap
pernyataan ilmiah, yaitu tidak mudah percaya tanpa adanya dukungan hasil
observasi, memahami konsep-konsep kimia dan penerapannya untuk
menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari (BSNP, 2006).
Sebagian aspek kimia bersifat kasat mata (visible), artinya dapat dibuat fakta
kongkritnya dan sebagian aspek yang lain bersifat abstrak atau tidak kasat
mata (invisible), artinya tidak dapat dibuat fakta kongkritnya. Namun
demikian, aspek kimia yang tidak dapat dibuat fakta kongkritnya harus
bersifat kasat logika, artinya kebenarannya dapat dibuktikan dengan logika
matematika sehingga rasionalitasnya dapat dirumuskan atau diformulasikan.
Dengan demikian ilmu kimia dalam hal-hal tertentu yang bersifat teoritis
menggunakan teori kebenaran koherensi, dan dalam hal-hal yang
berhubungan dengan fakta kongkrit (data empiris) menggunakan teori
kebenaran korespondensi (Brady, 1994).

2. Struktur ilmu (komponen ilmu) antara lain:fakta, konsep, proposisi, teori, postulat,
prinsip, hukum, dan asumsi.
a) Contoh pada bidang Kimia yang menerapkan komponen ilmu
 Fakta
Fakta merupakan produk paling dasar dari sains (IPA). Fakta adalah
hal atau peristiwa yang benar-benar terjadi (Suyono,2004:8). Fakta adalah
sesuatu yang dapat dilihat, diraba, dan dirasakan oleh setiap orang
(Abdullah,1999: 14). Menurut Semi (1995: 9) berita adalah fakta yang
disampaikan kepada orang lain. Pendapat senada dikemukakan oleh Nurhadi
(2003: 7) yang menyatakan fakta adalah informasi yang berkaitan dengan
aspek kehidupan yang bersifat nyata. Fakta-fakta merupakan dasar dari
konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori. Fakta menunjukkan
kebenaran dan keadaan sesuatu.
Berdasarkan pendapat dari paparan tentang pengertian fakta tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa fakta adalah pernyataan-pernyataan tentang
benda-benda yang benar-benar ada, atau peristiwa-peristiwa yang benar-
benar terjadi dan sudah dikonfirmasi secara objektif yang diperoleh dari
hasil observasi secara intensif dan kontinu/terus-menerus sehingga fakta-
fakta merepresentasikan apa yang dapat dilihat. Adapun contoh fakta dalam
kajian kimia adalah : larutan garam dapat menghantarkan arus listrik, buah
apel yang sudah dikupas akan berwarna cokelat karena mnegalami oksidasi,
jeruk terasa asam karena termasuk dalam contoh senyawa asam, deterjen
merupakan emulgator sehingga bisa menyatukan air dan minyak, logam
tembaga bersifat mudah menghantarkan arus listrik sehingga digunakan
sebagai kabel dan kompenen berbagai alat elektronik, nasi terasa manis
karena mengandung gula.
 Konsep
Soedjadi (2000:14) menyatakan bahwa pengertian konsep adalah ide
abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau
penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau
rangkaian kata. Bahri (2008:30) menyatakan bahwa pengertian konsep
adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang
sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap
objek-objek yang dihadapi, sehingga objek-objek ditempatkan dalam
golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam
bentuk representasi mental tak berperaga. Konsep sendiri pun dapat
dilambangkan dalam bentuk suatu kata (lambang bahasa). Singarimbun dan
Effendi (2009) menyatakan bahwa pengertian konsep adalah generalisasi
dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk
menggambarkan barbagai fenomena yang sama.” Konsep merupakan suatu
kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang dirumuskan.
Dalam merumuskan kita harus dapat menjelaskannya sesuai dengan maksud
kita memakainya. konsep-konsep kimia dan penerapannya untuk
menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari (BSNP, 2006).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapt disimpulkan bahwa konsep
adalah satuan arti yang merupakan ide abstrak yang dapat digunakan untuk
mengadakan klasifikasi atau penggolongan dalam mewakili sejumlah objek
yang mempunyai ciri yang sama dan umumnya dinyatakan dengan suatu
istilah atau rangkaian kata sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan
barbagai fenomena. Adapun contoh konsep dalam kimia adalah : unsur,
senyawa dan campuran, reaksi kimia, ikatan kimia, termokimia dan
elektrokimia, atom dan molekul, konsep mol, kelarutan dan larutan,
penguapan dan kondensasi, laju reaksi, larutan elektrolit dan non elektrolit,
reaksi redoks, serta sifat-sifat materi.
 Proposisi
Menurut Tim dosen Ilmu Filsafat UGM (2007) proposisi merupakan
kumpulan konsep yang menggambarkan suatu topik tertentu, pernyataan
atau ekspresi verbal dari sebuah keputusan. Dengan kata lain, proposisi
adalah sebuah pernyataan atau statemen di mana suatu hal itu diakui atau
diingkari. Artinya, proposisi dapat bersifat mengakui atau meneguhkan
hubungan antar gagasan (afirmatif/afirmasi) dan dapat juga mengingkari
atau menolak hubungan antar gagasan tersebut (negatif/negasi). Dalam
sebuah proposisi meniscayakan suatu term. Term adalah kata atau rangkaian
kata yang berfungsi sebagai subyek atau prediket dalam suatu
kalimat/proposisi. Dalam ilmu logika, term bisa berbentuk tunggal dan
majemuk.
Semua proposisi dapat disebut kalimat atau dalam istilah ilmu bahasa
arab (Nahwu) disebut sebagai Kalam. Namun, tidak setiap kalimat dapat
disebut proposisi. Jika sebuah kalimat menyatakan pengakuan ataupun
pengingkaran tentang suatu hal, maka yang demikian bisa disebut sebagai
proposisi. Tetapi, jika pernyataan tersebut tidak mengandung pengukuhan
maupun penolakan terhadap sesuatu, maka tidak bisa disebut sebagai
proposisi.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapt disimpulkan bahwa proposisi
adalah kumpulan konsep yang menggambarkan suatu topik tertentu yang
dapat bersifat mengakui atau meneguhkan hubungan antar gagasan
(afirmatif/afirmasi) dan dapat juga mengingkari atau menolak hubungan
antar gagasan tersebut. Contoh proposisi dalam kajian kimia adalah sebagai
berikut :
1) Energi kinetik dipengaruhi oleh suhu dan tekanan.
2) Sebuah atom mempunyai satu inti.
3) Molekul dapat meninggalkan cairannya ketika memiliki energi kinetic
yang cukup untuk mengatasi gaya tarik menarik antar molekul di dalam
cairan
4) Penguapan ditandai dengan lepasnya atom atau molekul pada permukaan
cairan sedangkan mendidih terjadi ketika semua atom atau olekul
mempunyai energi yang cuk up untuk meninggalkan cairannya
 Teori
Erwan dan Dyah (2007) menjelaskan bahwa teori adalah serangkaian
konsep yang memiliki hubungan sistematis untuk menjelaskan suatu
fenomena sosial tertentu. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa teori
merupakan salah satu hal yang paling fundamental yang harus dipahami
seorang peneliti ketika ia melakukan penelitian karena dari teori-teori yang
ada peneliti dapat menemukan dan merumuskan permasalahan sosial yang
diamatinya secara sistematis untuk selanjutnya dikembangkan dalam bentuk
hipotesis-hipotesis penelitian.
Menurut Nader (2002) mengemukakan bahwa teori adalah
seperangkat konsep. Definisi dan dalil yang saling terkait secara sistematis
yang dikedepankan untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena yang
terjadi. Menurut Stephen W. Littlejohn dalam buku Theories of Human
Communication Wadsworth, secara umum istilah teori dalam ilmu sosial
mengandung beberapa pengertian sebagai berikut: a) teori adalah abstraksi
dari realitas; b) teori terdiri dari sekumpulan prinsip dan definisi yang secara
konseptual mengorganisasikan aspek-aspek dunia empiris secara sistematis;
c) teori terdiri dari asumsi-asumsi, proposisi-proposisi, dan aksioma-aksioma
dasar yang saling berkaitan; d) teori terdiri dari teorema-teorema yakni
generalisasi-generalisasi yang diterima/ terbukti secara empiris.
Menurut Emory – Cooper mendefinisikan teori sebagai suatu
kumpulan konsep, definisi, proposisi, dan variabel yagn berkaitan satu sama
lain secara sistematis dan telah digeneralisasikan, sehingga dapat
menjelaskan dan memperdiksi suatu fenomena (fakta-fakta) tertentu.
Menurut Calvin S. Hall & Gardner Linzey, teori adalah hipotesis (dugaan
sementara) yang belum terbukti atau spekulasi tentang kenyataan yang
belum diketahui secara pasti. Menurut Fawcett, teori adalah suatu deskripsi
fenomena tertentu, suatu penjelasan tentang hubungan antar fenomena atau
ramalan tentang sebab akibat satu fenomena pada fenomena lain. Dalam
buku Foundations Of Behaviorial Research karya Kelinger (1973) teori
adalah sebuah set konsep atau construct yang berhubungan satu dengan
lainnya, suatu set dari proposisi yang mengandung suatu pandangan
sistematis dari fenomena. Stefanus Supriyanto (2013) menjelaskan teori
harus mempunyai tingkat keumuman yang tinggi atau idealnya harus bersifat
universal, umum. Teori dibangun dari beberapa konsep. Suatu konsep yang
semakin tinggi tingkat keumumannya makin menuju kea rah teori
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teori
adalah serangkaian konsep yang idealnya bersifat universal dan memiliki
hubungan sistematis yang berfungsi menjelaskan dan memprediksi
fenomena yang terjadi berdasarkan suatu pandangan sistematis dari
fenomena sosial tertentu yang harus dipahami seorang ketika ia melakukan
penelitian. Adapun contoh teori dalam kajian Kimia adalah sebagai berikut :
1) John Dalton mengusulkan teori atom modern yang mengatakan bahwa
semua zat terdiri dari atom dan masing-masing atom memiliki massa
atomic yang berbeda.
2) Teori asam dan basa Arrhenius yang menyatakan bahwa Asam adalah zat
yang menghasilkan ion hidrogen dalam larutan dan basa adalah zat yang
menghasilkan ion hidroksida dalam larutan.
 Postulat
Menurut Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, (2003),
postulat merupakan asumsi dasar yang kebenarannya kita terima tanpa
dituntut pembuktian. Kebenaran ilmiah pada hakikatnya harus disatukan
lewat sebuah proses yang disebut metode ilmiah, tapi postulat ilmiah yang
ditetapkan tanpa melalui prosedur ini melainkan ditetapkan secara begitu
saja. Bila postulat dalam pengajuannya tidak memerlukan bukti tentang
kebenarannya maka hal ini berlainan dengan asumsi yang harus ditetapkan
dalam sebuah argumentasi ilmiah. Asumsi merupakan pernyataan yang
kebenarannya secara empiris dapat diuji. Sebagai contoh umpamanya kita
dapat mengambil cara orang mengemudikan mobil dijalan raya. Sekiranya
orang itu beranggapan bahwa keadaan jalan raya pada waktu pagi buta
adalah aman disebabkan karena jarangnya kenderaan yang lalu lalang, maka
kemungkinan besar orang itu akan mengendarai mobilnya secara kurang
hati-hati, toh asumsinya bahawa jalanan adalah aman bukan? Sebaliknya
mungkin juga terdapat orang lain yang mempunyai pendapat yang berbeda.
Menurut penilainnya justru pada pagi butalah keadaan jalanan adalah sangat
tidak aman disebabkan banyak orang mengendarai mobil secara sembrono.
Oleh sebab itu maka dia memilih asumsinya bahwa keadaan jalan raya
adalah tidak aman. Itulah sebabnya maka asumsi ini harus dibuktikan
kebenarannya sebab dengan asumsi yang tidak benar kita akan memilih cara
yang tidak benar pula.
Adapun contoh postulat dalam kajian kimia adalah postulat-postulat
dalam teori atom Dalton yaitu :
1) Setiap unsur terdiri atas partikel yang sudah tak terbagi yang dinamai
atom.
2) Atom-atom dari suatu unsur adalah identik. Atom-atom dari unsur yang
berbeda mempunyai sifat-sifat yang berbeda, termasuk mempunyai massa
yang berbeda.
3) Atom dari suatu unsur tidak dapat diubah menjadi atom unsur lain, tidak
dapat dimusnahkan atau diciptakan. Reaksi kimia hanya merupakan
penataan ulang atom-atom.
4) Senyawa terbentuk ketika atom-atom dari dua jenis unsur atau lebih
bergabung dengan perbandingan tertentu
 Prinsip
Menurut Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, (2003),
prinsip merupakan asas, kebenaran yang menjadi pokok dasar orang berfikir,
bertindak, dan sebagainya. Prinsip adalah suatu pernyataan fundamental
atau kebenaran umum maupun individual yang dijadikan oleh seseorang/
kelompok sebagai sebuah pedoman untuk berpikir atau bertindak. Sebuah
prinsip merupakan roh dari sebuah perkembangan ataupun perubahan, dan
merupakan akumulasi dari pengalaman ataupun pemaknaan oleh sebuah
obyek atau subyek tertentu.
Adapun contoh prinsip dalam kajian kimia adalah prinsip kimia
adalah: Prinsip Titrasi atau disebut juga volumetri merupakan metode
analisis kimia yang cepat, akurat dan sering digunakan untuk menentukan
kadar suatu unsur atau senyawa dalam larutan. Titrasi dilakukan dengan cara
menambahkan (mereaksikan) sejumlah volume tertentu (biasanya dari buret)
larutan standar (yang sudah diketahui konsentrasinya dengan pasti) yang
diperlukan untuk bereaksi secara sempurna dengan larutan yang belum
diketahui konsentrasinya.Untuk mengetahui bahwareaksi berlangsung
sempurna, maka digunakan larutan indikator yang ditambahkan ke dalam
larutan yang dititrasi. Larutan standar disebut dengan titran. Jika volume
larutan standar sudah diketahui dari percobaan maka konsentrasi senyawa di
dalam larutan yang belum diketahui dapat dihitung.

 Hukum
Menurut Zergling (2009), menyetakan bahwa “Hukum adalah suatu
generalisasi dari observasi yang kita lakukan terhadap suatu fenomena.
Hukum cenderung mendeskripsikan sesuatu. Dari generalisasi tersebut
didapatkan suatu formula atau rumusan yang dapat digunakan untuk
memprediksikan suatu fenomena. Secara umum, hukum dalam sains adalah
deskripsi dari fenomena yang diamati. Ini tidak menjelaskan mengapa
fenomena itu ada atau apa penyebabnya. Hasil percobaan dapat mendukung
teori hipotesis dan dapat membuktikan kebenarannya teori hipotesis tersebut.
Hukum adalah teori jenis khusus, yang menjelaskan seluruh kategori dan
menjelaskan hubungannya dengan istilah paling umum. Hukum diawali
dengan kata “semua,” seperti, Semua ini bersifat itu, semua benda bermassa
saling tarik satu sama lain.Sebuah hukum tidak ada hubungannya dengan
teruji atau diterima secara umum oleh masyarakat ilmuan. Sebuah teori
adalah hukum karena apa yang dijelaskannya, bukan karena konfirmasi
tertentu. Dan sebuah teori adalah hukum atau bukan hukum dari awalnya,
bahkan saat ia diajukan pertama kali, saat ia berupa hipotesis.
Berdasarkan uraian tentang hokum di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa hukum adalah suatu pernyataan di dalam yang bermula dari suatu
hipotesis dan dibuktikan dengan percobaan-percobaan yang menyangkut
teori-teori hipotesis. Adapun contoh-contoh hukum dalam kajian kimai
adalah sebagai berikut :
1) Hukum Gay Lussac (1802) yang menyatakan bahwa “jika suatu kuantitas
dari sesuatu gas ideal (yakni kuantitas menurut beratnya) mempunyai
tekanan yang konstan, maka juga hasil bagi volume dan temperaturnya
merupakan bilangan konstan" "gas berkembang secara linear dengan
tekanan tetap dan suhu yang bertambah.
2) Hukum Dalton (1802) yang menyatakan bahwa "Tekanan dari suatu
campuran yang terdiri atas beberapa macam gas (yang tidak bereaksi
kimiawi yang satu dengan yang lain) adalah sama dengan jumlah dari
tekanan-tekanan dari setiap gas tersebut, jelasnya tekanan dari setiap gas
tersebut, jika ia masing-masing ada sendirian dalam ruang campuran
tadi".
3) Hukum Avogadro (1811) yang menyatakan bahwa "Jika dua macam gas
(atau lebih) sama volumenya, maka gas-gas tersebut sama banyak pula
jumlah molekul-molekulnya masing-masing, asal temperatur dan
tekanannya sama pula".
 Asumsi
Asumsi dalam kajian filsafat ilmu tergolong ke dalam kelompok
ontologi, yaitu bab yang membahas tentang hakikat yang ada, yang
merupakan ultimate reality baik yang berbentuk konkret atau abstrak.
Asumsi berperan sebagai dugaan atau andaian terhadap objek empiris untuk
memperoleh pengetahuan. Ia diperlukan sebagai arah atau landasan bagi
kegiatan penelitian sebelum sesuatu yang diteliti tersebut terbukti
kebenarannya (Bakhtiar; 2004).
Ernan McMullin seorang Professor Emeritus filsafat di Universitas of
Notre Dame, USA (2002) pun menyatakan tentang pentingnya keberadaan
asumsi dalam suatu ilmu pengetahuan, ia mengatakan bahwa hal yang
mendasar yang harus ada dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan adalah
menentukan asumsi pokok (the standard presumption) keberadaan suatu
objek sebelum melakukan penelitian. Dalam mendapatkan pengetahuan
seorang ilmuwan atau peneliti harus membuat bermacam asumsi mengenai
objek-objek empiris karena dalam menentukan asumsi hanya bisa dilakukan
oleh si ilmuwan atau peneliti sendiri sebelum melakukan kegiatan penelitian,
apakah sebenarnya yang ingin dipelajari dari suatu ilmu yang akan
ditelitinya. Semakin banyak asumsi akan semakin sempit ruang gerak
penelitiannya.
Suriasumantri menyatakan bahwa sebuah pengetahuan baru dianggap
benar selama bisa menerima asumsi yang dikemukakan. Asumsi diperlukan
karena pernyataan asumtif inilah yang memberi arah dan landasan bagi
kegiatan penelaahan. Dalam mengembangkan ilmu, kita harus bertolak
dengan mempunyai asumsi atau anggapan yang sama mengenai hukum-
hukum alam dan objek yang akan ditelaah oleh ilmu baik itu dalam ilmu
alam ataupun ilmu-ilmu sosial. Ilmu alam membahas asumsi mengenai zat,
ruang, dan waktu. Ilmu sosial mengedepankan membahas asumsi mengenai
manusia. Semua ilmu mempunyai asumsi-asumsi ini, baik yang dinyatakan
secara tersirat maupun secara tersurat. Keberadaan asumsi sebagai bagian
dari filsafat ilmu merupakan hal yang sangat penting karena asumsi
berfungsi sebagai bagian yang mendasar yang harus ada. Asumsi memiliki
posisi di berbagai bidang disiplin keilmuwan bahkan keberadaan asumsi pun
ada dalam hukum alam sekalipun karena segala yang terjadi di alam ini
bukanlah suatu kebetulan semata akan tetapi terdapat pola-pola tertentu yang
terus terulang. Sedangkan dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan
menentukan asumsi pokok (the standard presumption) dari keberadaan suatu
objek penelitian dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian oleh si peneliti
itu sendiri, karena asumsi akan dapat memberi arah dan landasan bagi
kegiatan penelaahan.
Dalam mendapatkan pengetahuan seorang ilmuwan harus dapat
melakukan berbagai macam asumsi mengenai objek-objek empiris. Asumsi
ini akan menjadi penunjuk arah baginya dalam kegiatan penelaahan.
Semakin banyak asumsi akan semakin sempit ruang gerak penelitiannya.
Jika si peneliti mendapatkan asumsi yang benar maka asumsi tersebut akan
menjembatani tujuan penelitiannya sampai kepada penarikan kesimpulan
dari hasil pengujian hipotesis. Bahkan asumsi tersebut berguna sebagai
jembatan untuk melompat dari suatu bagian jalur penalaran yang sedikit atau
hampa fakta dan data sekalipun.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa asumsi
adalah landasan kegiatan penelitian yang berupa objek-objek empiris
sebelum sesuatu yang diteliti tersebut terbukti kebenarannya sehingga
asumsi sebagai bagian dari filsafat ilmu merupakan hal yang sangat penting
karena asumsi berfungsi sebagai bagian yang mendasar yang harus ada yang
dapat memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan. Adapun contoh
asumsi dalam kajian kimia adalah sebagai berikut :
1) Larutan garam jika diuapkan, akan kembali menjadi garam semula
2) Larutan elektrolit kuat dapat menghantarkan arus listrik dan
menghasilkan gelembung gas
3) Kertas lakmus biru akan berubah menjadi warna merah ketika dicelupkan
pada larutan sabun mandi
b) Judul tulisan saya adalah pengaruh model pembelajaran discovery learning
berorientasi sains teknologi masyarakat dalam meningkatkan keterampilan
proses sains siswa dan kemampuan berargummentasi siswa pada materi laju
reaksi.
 Contoh fakta dalam judul saya ini adalah sebagai berikut :
1) Salah satu tujuan pembelajaran IPA dalam kurikulum 2013 adalah agar
peserta didik memiliki kompetensi untuk mengembangkan kemampuan
bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan
menggunakan konsep dan prinsip IPA untuk menjelaskan berbagai
peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif
maupun kuantitatif
2) IPA atau sains merupakan mata pelajaran yang sangat berhubungan
dengan gejala atau fenomena alam
3) Sains menghasilkan produk dimana produk sains berupa teknologi yang
digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan ini.
4) Dalam tatanan Internasional, dari hasil survey PISA dan TIMSS,
menunjukkan kemampuan literasi sains, keterampilan berpikir kreatif,
dan keterampilan proses sains siswa Indonesia masih sangat rendah
sehingga siswa hanya mampu mengerjakan soal hanya pada level 2
untuk matematika dan level 1 untuk sains, sedangkan untuk soal-soal
yang levelnya lebih tinggi tidak mampu dijawab oleh siswa
5) Kimia sebagai salah satu mata pelajaran sains
6) Materi laju reaksi merupakan materi yang sulit dipahami oleh siswa. Hal
ini disebabkan karena laju reaksi merupakan materi yang membutuhkan
pemahaman konsep yang tinggi
 Contoh konsep dalam judul ini adalah sebagai berikut :
1) Sains
2) Laju reaksi
3) Discovery Learning
4) Sains Teknologi Mayarakat
5) Keterampilan Proses Sains
6) Kemampuan Berargumentasi
 Contoh proposisi dalam judul ini adalah sebagai berikut :
1) Proses pembelajaran yang mendorong siswa untuk turut serta secara aktif
dalam memperoleh dan membangun pengetahuannya sendiri dengan
melibatkan keteramilan-keterampilan yang dimiliki siswa akan
menghasilkan pembelajaran yang lebih bermakna
2) Dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning
berorientasi sains teknologi masyarakat, diharapkan mampu membantu
siswa membangun sendiri pengetahuannya melalui pengalaman dari
interaksinya dengan lingkungan, sehingga siswa akan lebih merasakan
makna dari belajar, siswa menjadi lebih paham dan mengerti karena
pengetahuan itu mereka dapatkan dengan mencari sendiri, selain itu
tujuan dan kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa akan terpenuhi.
 Contoh teori dalam judul ini adalah sebagai berikut :
1) Pembelajaran STM adalah suatu usaha untuk menyajikan sains (IPA)
melalui pemanfaatan isu-isu nyata dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
pembelajaran akan dirasakan lebih bermakna oleh siswa, siswa menjadi
lebih paham dan mengerti materi yang dipelajari
2) Model discovery learning adalah model pembelajaran yang dimana
siswa berpikir sendiri sehingga dapat ”menemukan” prinsip umum yang
diinginkan dengan bimbingan dan petunjuk dari guru berupa pertanyaan-
pertanyaan yang mengarahkan sehingga baik proses pelaksanaan
pembelajaran maupun tujuan yang dicapai terlaksana dengan baik.
3) Kerampilan proses sains merupakan suatu pengelolaan kegiatan belajar
mengajar yang melibatkan kemampuan dan keterampilan siswa secara
aktif dan kreatif menerapkan metode ilmiah dalam memahami,
memperoleh, atau mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga berhasil
menemukan sesuatu yang baru.
 Contoh prinsip dalam judul ini adalah sebagai berikut :
1) Dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas tahapan atau
prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar
secara umum adalah stimulasi atau pemberian rangsangan, identifikasi
masalah, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian, dan menarik
kesimpulan
2) Keterampilan proses sains secara lebih rinci meliputi keterampilan
melakukan pengamatan, menggolongkan atau mengklasifikasi,
menafsirkan pengamatan (interpretasi), meramalkan atau memprediksi,
mengkomunikasikan, melakukan pengukuran, menggunakan alat dan
bahan, keterampilan merancang percobaan, keterampilan penyusunan
hipotesis, dan keterampilan berkomunikasi.
 Contoh asumsi dalam judul ini adalah model pembelajaran discovery leaning
berorientasi sains teknologi masyarakat (STM) dapat meningkatkan
keterampilan proses sains dan kemampuan berargumentasi siswa pada
materi laju reaksi

3. Perbedaan enam kebenaran dalam ilmu


 Kebenaran koherensi
Teori koherensi dibagun oleh para pemikir rasionalis seperti Leibeniz,
Spinoza, Hegel, dan Bradley. Konsep dasar dalam teori koherensi ini menurut
Suradjio adalah suatu proposisi itu benar bila mempunyai hubungan ide-ide
proposisi yang telah ada tau benar. Kemudian konsep dasar ini diperjelas oleh
Suriasumantri (2009:55) bahwa suatu pernyataan diangap benar bila pernyataan
itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya
yang dianggap benar. Sehingga pembuktian teori kebenaran koherensi dapat
melalui fakta sejarah atau logika apabila merupakan pernyataan yang bersifat
logis.
Teori Koherensi (Coherence Theory of Truth) Teori kebenaran
koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren atau
konsistensi. Suatu pernyataan disebut benar bila sesuai dengan jaringan
komprehensif dari pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara logis.
Pernyataan-pernyataan ini mengikuti atau membawa kepada pernyataan yang
lain. Seperti sebuah percepatan terdiri dari konsep-konsep yang saling
berhubungan dari massa, gaya dan kecepatan dalam fisika. Teori
Koherensi/Konsistensi (The Consistence/Coherence Theory of Truth)
memandang bahwa kebenaran ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan
pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan
diakui sebagai benar. Suatu proposisi benar jika proposisi itu berhubungan
(koheren) dengan proposisi-proposisi lain yang benar atau pernyataan tersebut
bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya
yang dianggap benar. Dengan demikian suatu putusan dianggap benar apabila
mendapat penyaksian (pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya yang
terdahulu yang sudah diketahui,diterima dan diakui benarnya. Karena sifatnya
demikian, teori ini mengenal tingkat-tingkat kebenaran. Disini derajar
koherensi merupakan ukuran bagi derajat kebenaran. Contoh: “Semua manusia
akan mati. Si Fulan adalah seorang manusia. Si Fulan pasti akan mati.”
“Sukarno adalah ayahanda Megawati. Sukarno mempunyai puteri. Megawati
adalah puteri Sukarno”. Proposisi akan dianggap benar apabila memiliki
hubungan dengan gagasan-gagasan dari proposisi sebelumnya yang juga benar
dan dapat dibuktikan secara logis sesuai dengan kebutuhan logika manusia.
Berdasarkan paparan mengenai teori kebenaran koheren, maka dapat
disimpulkan bahwa teori kebenaran koheren merupakan teori kebenaran yang
menyatakan bahwa pernyataan dianggap benar apabila pernyataan tersebut
dalam keadaan saling berhubungan dengan pernyataan-pernyataan lain yang
benar, yang berdasarkan pada adanya kesesuaian suatu pernyataan dengan
pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan
dibuktkan secara logis melalui fakta sejarah atau logika yang sesuai dengan
kebutuhan logika manusia.
 Kebenaran korespondensi
Menurut Surajiyo (2010:105), teori kebenaran korespondensi
merupakan teori kebenaran yang paling awal dan paling tua. Menurut
Suriasumantri (2009:57), konsep dasar teori kebenaran ini adalah suatu
pernyataan dianggap benar jika materi pengetahuan yang terkandung dalam
pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh
pernyataan tersebut atau dalam hal ini menurut proposisi dinilai benar apabila
proposisi tersebut berkesesuaian dengan dunia kenyataan (Surajiyo,2010:105).
Pembuktian teori kebenaran korespondensi ini berdasarkan bukti empiris atau
dapat dibuktikan dalam dunia kenyataan yang dapat melalui serangkaian
percobaan. Sebagai contoh pengetahuan ‘air akan menguap jika dipanasi
sampai dengan 100 derajat’. Pengetahuan ini kemudian diuji kebenaranya
dengan mencoba memanasi air dan diukur sampai suhu 100 derajat selsius.
Pengetahuan tersebut dianggap benar jika ternyata hasil percobaan tersebut
membuktikan bahwa air menguap jika dipanasi dengan suhu 100 derajat
selsisus dan dinyatakan salah jika hasil pembuktiannya tidak menyatakan
demikian.
Berdasarkan paparan tentang teori kebenaran korespondensi tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa teori kebenaran korespondensi adalah teori
kebenaran yang menyatakan bahwa suatu pernyataan itu benar jika isi
pengetahuan yang terkandung dalam pernyataan tersebut berkorespondensi
(sesuai) dengan objek yang dirujuk oleh pernyataan tersebut dan kebenaran itu
bersifat benar jika bersesuaian dengan fakta, selaras dengan realitas, dan serasi
dengan situasi aktual yang dapat dibuktikan dalam dunia kenyataan melalui
serangkaian percobaan.
 Kebenaran performatif
Menurut Kaelan (dalam Wahana 2008), teori ini terutama dianut oleh
filsuf analitika bahasa seperti John Austin. Filsuf ini mau menentang teori
klasik bahwa benar dan salah adalah ungkapan yang hanya menyatakan
sesuatu. Menurut teori klasik, proposisi yang benar berarti proposisi itu
menyatakan sesuatu yang memang dianggap benar, demikian pula sebaliknya
untuk proposisi yang salah. Menurut Austin, selain ucapan konstatif terdapat
juga jenis ucapan performatif. Ucapan performatif tidak dapat ditentukan benar
dan salah berdasarkan pada peristiwa atau fakta yang telah lampau,
melainkan suatu ucapan yang memiliki konsekuensi perbuatan bagi
penuturnya. Kebenaran ini diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang
otoritas tertentu. Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah,
pemimpin agama, pemimpin adat, pemimpin masyarakat, dan sebagainya.
Dengan suatu ucapan performatif seseorang bukannya
memberitahukan suatu peristiwa atau kejadian, melainkan dengan
mengucapkan kalimat itu seseorang sungguh-sungguh berbuat sesuatu,
misalnya mengadakan suatu perjanjian. Ucapan-ucapan semacam itu tidak
dibuktikan benar atau salahnya baik berdasarkan logika maupun fakta
yang terjadi melainkan berkaitan dengan layak atau tidak layak diucapkan
oleh seseorang. Ucapan-ucapan tersebut juga bukan berkaitan dengan
bermakna atau tidaknya suatu ungkapan yang diucapkan oleh seseorang,
melainkan suatu ucapan performatif akan tidak layak diucapkan manakala
seseorang tersebut tidak memiliki kewenangan dalam mengucapkannya.
Menurut Sonny Keraf & Mikhael Dua (dalam Wahana, 2008), dalam
teori performatif suatu pernyataan dianggap benar kalau pernyataan itu
menciptakan realitas. Pernyataan yang benar bukanlah pernyataan yang
mengungkapkan realitas tapi justru dengan pernyataan itu tercipta suatu
realitas sebagaimana yang diungkapkan dalam pernyataan itu. Di satu pihak,
teori ini dapat dipakai secara positif tetapi juga di pihak lain dapat pula
dipakai secara negatif. Secara positif, dengan pernyataan tertentu orang
berusaha mewujudkan apa yang dinyatakannya. Tetapi secara negatif,
orang dapat pula terlena dengan pernyataan atau ungkapannya seakan
pernyataan atau ungkapan tersebut sama dengan realitas begitu saja, padahal
tidak demikian. Kebenaran performatif dapat membawa kepada kehidupan
sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang stabil dan
sebagainya. Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa
berpikir kritis dan rasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa
mengikuti kebenaran dari pemegang otoritas. Pada beberapa daerah yang
masyarakatnya masihsangat patuh pada adat, kebenaran ini seakan-akan
kebenaran mutlak (Sonny Keraf & Mikhael Dua (dalam Wahana, 2008).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kebenaran
performatif adalah kebenaran yang diputuskan atau dikemukakan oleh
pemegang otoritas tertentu yang benar atau salahnya tidak dibuktikan
berdasarkan logika maupun fakta yang terjadi melainkan berkaitan dengan
layak atau tidak layak diucapkan oleh seseorang sehingga masyarakat yang
mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir kritis dan rasional
karena terbiasa mengikuti kebenaran dari pemegang otoritas.
 Kebenaran pragmatis
Titus (1987:241) menyatakan bahwa, teori kebenaran pragmatis adalah
teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada
konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori
tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia
untuk kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional
dalam kehidupan praktis. Teori Pragmatis (The Pragmatic Theory of Truth)
memandang bahwa “kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah
pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis”; dengan kata
lain, “suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu mempunyai kegunaan
praktis dalam kehidupan manusia”. Pragmatisme menantang segala
otoritanianisme, intelektualisme dan rasionalisme. Bagi mereka ujian kebenaran
adalah manfaat (utility), kemungkinan dikerjakan (workability) atau akibat
yang memuaskan, sehingga dapat dikatakan bahwa pragmatisme adalah suatu
aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan
dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat
secara praktis. Pegangan pragmatis adalah logika pengamatan dimana
kebenaran itu membawa manfaat bagi hidup praktis dalam kehidupan manusia.
Kata kunci teori ini adalah: kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability),
akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequencies). Teori
ini pada dasarnya mengatakan bahwa suatu proposisi benar dilihat dari realisasi
proposisi itu. Jadi, benar-tidaknya tergantung pada konsekuensi, kebenaran
suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat
fungsional dalam kehidupan praktis, sepanjang proposisi itu berlaku atau
memuaskan. Artinya, suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau
konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan
manusia”. Kebenaran dilihat dari fungsi atau tidaknya dalam ruang lingkup dan
waktu tertentu. Kebenaran ide-ide diuji melalui konsekuensi-konsekuensinya,
artinya ide itu belum dikatakan benar sebelum diuji.
Berdasarkan paparan tentang teori kebenaran pragmatis tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa teori kebenaran pragmatis adalah teori yang
berpandangan bahwa kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional
dalam kehidupan praktis dengan kata lain, suatu pernyataan adalah benar jika
pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.

 Kebenaran proposisi
Para penganut teori kebenaran sintaksis atau Kebenaran proposisi,
berpangkal tolak pada keteraturan sintaksis atau gramatika yang dipakai dalam
suatu pernyataan atau tata-bahasa yang melekat. Kebenaran ini terkait
dengan bagaimana suatu hasil pemikiran diungkapkan dalam suatu pernyataan
bahasa (lisan atau tertulis) yang perlu dirangkai dalam suatu keteraturan
sintaksis atau gramatika yang digunakannya (Tim Dosen Filsafat Ilmu
Fakultas Filsafat UGM, 2003: hal. 141).
Teori ini berkembang di antara para filsuf analitika bahasa, terutama
yang berusaha untuk menyusun bahasa dengan tata bahasa dan logika bahasa
yang ketat, misalnya Bertrand Russell, Ludwig Wittgenstein (periode I).
Aliran filsafat analitika bahasa memandang bahwa problema-problema
filosofis akan menjadi terjelaskan apabila menggunakan analisis
terminologi gramatika, dan bahkan kalangan filsuf analitika bahasa
menyadari bahwa banyak ungkapan-ungkapan filsafat yang sama sekali
tidak menjelaskan apa-apa. Sehingga para tokoh filsafat analitika bahasa
menyatakan bahwa tugas utama filsafat adalah menganalisa konsep-konsep
(Kaelan, dalam Wahana 2008).
Bahasa memiliki peranan sentral dalam mengungkapkan secara
verbal pandangan dan pemikiran filosofis, maka timbullah suatu masalah
yaitu keterbatasan bahasa sehari-hari yang dalam hal tertentu tidak mampu
mengungkapkan konsep filosofis. Bahasa sehari-hari memiliki banyak
kelemahan, antara lain: kekaburan makna, tergantung pada konteks,
mengandung emosi, dan menyesatkan. Untuk mengatasi kelemahan dan demi
kejelasan kebenaran konsep-konsep filosofis, maka perlu dilakukan suatu
pembaharuan bahasa, yaitu perlu diwujudkan suatu bahasa yang sarat dengan
logika, sehingga kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan. Proposisi
pada hakikatnya merupakan simbol bahasa yang mengungkapkan fakta.
Masing-masing proposisi atomis memiliki arti atau maksud sendiri-sendiri
yang terpisah satu dengan lainnya. Untuk membentuk proposisi majemuk,
maka proposisi-proposisi atomis tersebut dirangkaikan dengan kata
penghubung, yaitu ’dan’,’atau’, serta kata penghubung lainnya. Kebenaran
atau ketidak benaran proposisi-proposisi majemuk tergantung pada
kebenaran atau ketidak benaran proposisi-proposisi atomis yang ada di
dalamnya, karena proposisi pada hakikatnya merupakan simbol bahasa yang
mengungkapkan fakta, maka fakta-fakta atomis menentukan benar atau
tidaknya proposisi apapun juga (Kaelan, dalam Wahana 2008).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan kebenaran proposisi
adalah kebenaran yang terkait dengan bagaimana suatu hasil pemikiran
diungkapkan dalam suatu pernyataan bahasa (lisan atau tertulis) yang perlu
dirangkai dalam suatu keteraturan sintaksis atau gramatika yang
digunakan, dimana ide, konsep, atau teori dinyatakan benar, bila berhasil
diungkapkan menurut aturan sintaksis yang baku, sehingga Benar atau salahnya
suatu pernyata an sangat dipengaruhi oleh keteraturan sintaksis serta penataan
bahasa yang digunakannya
 Kebenaran paradigmatic
Menurut teori struktular pradigmatik ini, bahwa suatu teori dinyatakan
benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau perspektif tertentu dan ada
komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung paradigma tersebut.
Banyak sejarawan dan filosof sains masa kini menekankan bahwa serangkaian
fenomena atau realitas yang dipilih untuk dipelajari oleh kelompok ilmiah
tertentu ditentukan oleh pandangan tertentu tentang realitas yang telah diterima
secara apriori oleh kelompok tersebut. Pandangan apriori ini disebut paradigma
oleh Kuhn dan world view oleh Sardar. Paradigma ialah apa yang dimiliki
bersama oleh anggota-anggota suatu masyarakat sains atau dengan kata lain
masyarakat sains adalah orang-orang yang memiliki suatu paradigma bersama
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, 2003).
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah.,A. 1999. Kiat Berhubungan dengan Massa. Bandung: PT.Remaja


Rosdakarya.

Abdulah,.S. 1998. Pengembangan Pendidikan IPA SD. Jakarta : Dirjendikti.

Afiat,.J. (2010). Aplikasi Web e-Learning Sebagai Media Pembelajaran Alternatif di


SMA Negeri 1 Rembang Kabupaten Purbalingga. Skripsi : Universitas Ahmad
Dahlan: Yogyakarta

Agus,.P,.dkk. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Untuk Administrasi Publik, dan


Masalah-masalah Sosial. Jogyakarta: Gaya Media.

Ahmad,.S. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada.

Anshory,.I. 2000. Kimia SMU untuk Kelas 2. Jakarta: Erlangga.

Bakhtiar,.A. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Bundu,.P. 2006. Penelitian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam


Pembelajaran Sains di SD. Jakarta: Depdiknas.
Brady, E James. 1994. Kimia Universitas. Jakarta : Erlangga

Catur,.Agung.N.S,. dan Nugraha,.I. 2008. Bertualang di Dunia Kimia. Yogyakarta :


Pustaka Insan Madani.
Darmojo,.H,.dkk. 1993. Pendidikan IPA 2. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Fowler,.H. W. and Fawler,.F. G. 1951. The Concise Oxford Dictionary of Current


English. London: Oxford University Press.

Jasin, M. 1992. Zoologi Invertebrata. Surabaya: Sinar Wijaya.

Keenan,.C,.W.1984. Kimia untuk Universitas. Jakarta : Erlangga.

Mulyasa,.E. 2006. Menjadi Guru Profesional. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kualitatif & RND. Bandung : Alfhabeta.

Surajiyo. 2007. Ilmu Filsafah Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara


Suriasumantri,.J,. 1984. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Percetakan Sinar Agape Press.
Suriasumantri,.J. 2009. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat.

Susanto. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: Bumi Aksara.


Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia Suatu Pengantar.
Jakarta: Bumi Aksara.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 1. Bandung: ITB.

Tim dosen filsafat ilmu UGM. 2003. Filsafat Ilmu. Yogyakakta: Liberty.

Wahana,.P. 2008. Menguak Kebenaran IlMu Pengetahuan dan Aplikasinya dalam


Kegiatan Perkuliahan. Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 3. Universitas Sanata
Dharma.

Anda mungkin juga menyukai