Anda di halaman 1dari 26

Tahap Penemuan IPA

Sebab-sebab lahirnya Ilmu Pengetahuan Ilmu pengetahuan alam atau sains (science) diambil dari kata latin Scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi khusus Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains. Adanya Ilmu Pengetahuan Alam dimulai pada saat manusia memperhatikan gejala-gejala alam, mencatatnya dan kemudian mempelajarinya. Pengetahuan yang didapat mula-mula terbatas pada hasil pengamatan terhadap gejala alam yang ada. Kemudian makin bertambahnya pengetahuan, manusia akhirnya dapat melakukan eksperimen untuk membuktikan dan mencari kebenaran dari suatu pengetahuan. Setelah manusia mampu memadukan kemampuan penalaran dan eksperimen maka lahirlah Ilmu Pengetahuan Alam. Ilmu Pengetahuan Alam (sains) sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan. IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Powler bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil obervasi dan eksperimen.

HAKEKAT IPA DAN PEMBELAJARANNYA A. Hakikat Sains (IPA) Sebelum membahas mengenai pembelajaran IPA, tentu saja akan lebih baik jika kita memahami terlebih dahulu tentang hakikat IPA. IPA dapat diartikan secara berbeda menurut sudut pandang yang dipergunakan. Orang awam sering mendefinisikan IPA sebagai kumpulan informasi ilmiah. Di lain pihak ilmuwan memandang IPA sebagai suatu metode untuk menguji hipotesis. Sedangkan filosof mungkin mengartikannya sebagai cara bertanya tentang kebenaran dari apa yang diketahui.

Semua pandangan tersebut sahih, tetapi masing-masing hanya menunjukkan sebagian dari definisi IPA. Kebulatan atau gabungan dari pandangan-pandangan tersebut mewakili pengertian IPA sehingga dapat digunakan sebagai definisi yang komprehensif. Oleh karena itu IPA harus dipandang sebagai cara berpikir, sebagai cara untuk melakukan penyelidikan dan sebagai kumpulan pengetahuan tentang alam. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Collete dan Chiappetta (1994) yang menyatakan bahwa Sains/IPA, pada hakekatnya merupakan : 1) Sekumpulan pengetahuan (a body of knowledge); 2) Sebagai cara berpikir (a way of thinking); dan 3) Sebagai cara penyelidikan (a way of investigating) tentang alam semesta ini. 1. IPA sebagai kumpulan pengetahuan (a body of knowledge) Hasil-hasil penemuan dari kegiatan kreatif para ilmuan selama brabad-abad dikumpulkan dan disusun secara sistematik menjadi kumpulan pengetahuan yang dikelompokkan sesuai dengan bidang kajiannya, misalnya fisika, biologi, kimia dan sebagainya. Di dalam IPA, kumpulan tersebut dapat berupa : fakta, konsep, prinsip, hukum, teori maupan model. a. Fakta Fakta-fakta sains memberikan landasan bagi konsep, proinsip dan teori Fakta merupakan suatu kebenaran dan keadaan suatu objek atau benda, serta mempresentasikan pada apa yang dapat diamati. Fakta sains dapat didefinisikan berdasarkan 2 (dua) kriteria yaitu: 1) dapat diamati secara langsung; 2) dapat ditunjukkan atau didemonstrasikan setiap waktu. Oleh karena itu, fakta terbuka bagi siapa saja untuk mengamatinya, Namun demikian, harus diingat bahwa tidak semua fakta dapat ditunjukkan setiap saat, misalnya letusan gunung api, sunami, gerhana matahari atau gerhana bulan dan sebagainya. b. Konsep Konsep merupakan abstraksi dari kejadian-kejadian, ojek-objek atau fenomena yang memiliki sifat-sifat atau atribut tertentu, misalnya konsep tentang bunyi, konsp tentang panas atau kalor, konsep ion, atom, molekul dan sebagainya. Dalam pelajaran IPA ada konsep-konsep yang sudah dipahami oleh siswa, tetapi ada juga yang sukar. Sukar mudahnya suatu konsep untuk dipahami tergantung pada tigkat abstraksi atau keabstrakan dari konsep tersebut. c. Prinsip dan hukum Prinsip dan hukum sering digunakan secara bergantian karna keduanya dianggap sebagai sinonim. Kedua hal tersebut dibentuk dari fakta-fakta dan konsep-konsep, bersifat lebih umum

dari pada fakta, tetapi juga berkaitan dengan fenomen yang dapat diamati. Sebagai contoh tentang hukum-hukum gas dan hukum Newton tentang gerak dapat diamati di bawah kondisi tertentu. d. Teori Selain mendeskripsikan fenomena alam dan pengklasifikasiannya, IPA juga berusaha menjelaskan sesuatu yang tersembunyi atau tidak dapat diamati secara langsung. Untuk mencapai hal itu disusunlah teori, misalnya teori atom, teori kinetik gas, teori relativitas dan sebagainya. Suatu teori tidak pernah berubah menjadi fakta atau hukum, melainkan tetap bersifat tentatif sampai ia terbukti tidak benar atau direvisi. e. Model Model merupakan representasi atau wakil dari sesuatu yang tidak dapat kita lihat. Model sangat berguna dalam membantu kita untuk memahami suatu fenomena alam. Selain itu model juga membantu kita dalam menjelaskan dan memahami suatu teori. Misal, model gerhana membantu kita dalam menjelaskan peristiwa gehana bulan maupun gerhana matahari. Model sistem tata surya membantu kita dalam memahami gerak planet-planet mengellingi matahari. 2. IPA sebagai cara berpikir (a way of thinking) IPA merupakan aktifitas manusia yang ditandai dengan proses bepikir yang berlangsung di dalam pikiran orang-orang yang berkecimpung alam bidang itu. Kegiatan mental para ilmuwan memberikan gambaran tentang rasa ingin tahu (curiousity) dan hasrat manusia untuk memahami fenomena alam. Para ilmuwan didorong oleh rasa ingin tahu, dan alasan yang kuat berusaha menggambarkan dan menjelaskan fenomena alam. Pekerjaan mereka oleh para ahli filsafat IPA dan para ahli psikologi kognitif, dipandang sebagai kegiatan yang kreatif dimana ide-ide dan penjelasan dari sesuatu gejala alam disusun di dalam pikiran. Oleh karena itu, argumentasi para ilmuwan dalam bekerja memberikan rambu-rambu penting yang berhubungan dengan hakikat IPA. Kecenderungan para ilmuwan untuk penemuan sesuatu nampaknya terdorong atau termotivasi oleh rasa percaya bahwa hukum-hukum alam dapat disusun dari hasil observasi dan dijelaskan melalui pikiran dan alasan. Selain itu rasa percaya bahwa alam semesta ini dapat dipahami juga terdorong oleh keinginan untuk menemukan sesuatu (rasa ingin tahu bawaan lahir). Rasa ingin tahu tersebut tampak pada anak-anak yang secara konstan melakukan eksplorasi terhadap lingkungan mereka dan seringnya mereka bertanya mengapa sesuatu dapat terjadi.

Lebih dari itu rasa ingin tahu merupakan karakteristik para ilmuwan yang memiliki ketertarikan pada fenomena alam, yang bahkan kadang-kadang jauh di luar jangkauan pikiran orang pada umumnya. Nicolas Copernicus, misalnya dengan berani menyatakan bahwa matahari merupakan pusat sistem tata surya (helioscentris), pada hal saat itu paham yang dianut adalah paham geosentris di mana bumi dianggap sebagai pusat sistem tata surya. Masih banyak contoh ilmuwan-ilmuwan lain yang memiliki ras ingin tahu yang begitu besar, misalnya Newton, Benjamin Franklin, Faraday dan seabagainya. 3. IPA sebagai cara penyelidikan(a way of investigating) IPA sbagai cara penyelidikan memberikan ilustrasi tentang pendekatan-pendekatan ang digunakan dalam menyusun pengetahuan. Di dalam IPA kita mengenal banyak metode, yang menunjukkan usaha manusia untuk menyelesaikan masalah. Sejumlah metode yang digunakan oleh para ilmuwan tersebut mendasarkan pada keinginan laboratorium atau eksperimen yang memfokuskan pada hubungan sebab akibat. Oleh karena itu, orang yang ingin memahami fenomena alam dan hukum-hukum yang berlaku harus mempelajari objek-objek dan kejadian-kejadian di alam. Objek dan kejadian alam tersebut harus diselidiki melalui eksperimen dan observasi serta dicari penjelasannya melalui proses pemikiran untuk mendapatkan alasan atau argumentasinya. Jadi pemahaman tentang proses yaitu cara bagaimana informasi ilmiah diperoleh, diuji, dan divalidasikan merupakan hal yang sangat penting dalam IPA. B. Pembelajaran IPA Dari pembahasan tentang hakikat IPA sebelumnya, Anda dapat mengambil salah satu inti pentingnya, yaitu bahwa IPA harus dipandang sebagai suatu proses dan sekaligus produk. Oleh karena itu, dalam pembelajaran IPA, kedua hal itu harus dijadikan pertimbangan dalam memilih strategi atau metode mengajar sehingga proses belajar mengajar (pembelajaran) dapat berlangsung efektif dan efisien. Pada proses belajar-mengajar IPA secara konvensional, yang hanya mengandalkan pada olah pikir (minds-on), yang berarti memperlakukan IPA sebagai kumpulan pengetahuan (a body of knowledge), siswa cenderung hanya menguasai konsep-konsep IPA dengan sedikit bahkan tanpa diperolehnya keterampilan proses. Hal ini berbeda jika pembelajaran dilakukan melalui kegiatan praktik (practical work) sehingga siswa tidak hanya melakukan olah pikir (minds-on) tetapi juga olah tangan (hands-on). Selanjutnya dalam kajian ini, akan dibahas tentang practical work yang

dalam istilah kita diartikan sebagai kegiatan praktik. Pembahasan tersebut meliputi apakah kegiatan praktk itu, jenis-jenis kegiatan, dan peranan kegiatan praktik dalam pembelajaran IPA. 1. Apakah kegiatan paktik (practical work) itu Menurut Kerr dalam bukunya Practical Work in School, seperti dikutip Sudomo (1996:6) kegiatan praktik merupakan percobaan yang disampaikan oleh guru dalam bentuk demonstrasi secara kooperatif oleh sekelompok siswa, maupun percobaan dan observasi oleh siswa. Kegiatan tersebut dapat berlangsung di laboratorium atau tempat lain. Pendapat lain yang lebih luas dikemukakan oleh Reid dan Hudson (1987), yang menambahkan penggunaan komputer (Computer Assisted Learning) dan filem video dalam pembelajaran sains sebagai kegiatan praktik. Untuk era sekarang ini, pemanfaatan komputer dan filem video pada pembelajaran IPA dirasakan sangat membantu karena keduanyam miliki kelebihan. Komputer misalnya dapat digunakan untuk melakukan simulasi percobaan IPA yang sukar atau bahkan tidak mungkin dilakukan secara langsung. Filem vodeo, di lain pihak dapat dipergunakan untuk memberikan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa yang jarang terjadi, berbahaya, misalnya film video tentang gerhana matahari total. 2. Jenis-jenis kegiatan praktik Dalam pelaksanaan di kelas, bentuk kegiatan praktik IPA bervariasi mulai dari yang sangat sederhana bagi siswa Sekolah Dasar, menuju ke ruang lebih komplek bagi siswa pada tingkat sekolah yang lebih tinggi. Thompson (1975) mengklasifikasikan kegiatan praktik menjadi 4 kelompok yaitu: a. Eksperimen standar, kegiatan ini dilakukan oleh siswa di mana langkah kerjanya telah tersedia dan disusun secara lengkap. b. Eksperimen penemuan (Discovery eksperiment); pada kegiatan ini pendekatan percobaan diarahkan oleh guru, tetapi langkah kerjanya dikembangkan sendiri oleh siswa. c. Demonstrasi pada kegiatan ini percoban dilakukan oleh guru untuk sekelompok siswa dimana siswa mungkin dilibatkan maupun tidak dalam diskusi tentang langkah kerja atau dalam pelaksanaan percobaan. d. Proyek pada kegiatan ini siswa dihadapkan pada problem/masalah. Masalah tersebut merupakan hal yang baru bagi siswa dan untuk menyelesaikannya perlu melibatkan sejumlah investigasi dan penelitian yang mendalam. Untuk melakukannya diperlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan 3 jenis kegiatan terdahulu. Proyek dapat pula diidentikkan dengan

problem solving atau pemecahan masalah. Keempat jenis kegiatan tersebut berkaitan sangat erat dengan kegiatan praktik IPA pada umumnya di Sekolah Menengah. Untuk tingkat sekolah yang lebih rendah, jenis kegiatannya harus diselesaikan dengan tingkat perkembangan intelektual para siswanya. Di Sekolah Dasar, misalnya kegiatan praktik IPA dapat diklasifikasika menjadi dua puluh satu kelompok yaitu: keterampilan dasar, observasi, ilustrasi, dan investigasi (NCC, 1993).

3. Peranan kegiatan praktik alam pembelajaran IPA Dalam pembelajaran IPA secara umum kegitan praktik memiliki peranan yang sangat penting. Head (1986) menyatakan tiga hal yang mendukung pentingnya kegiatan praktik dalam pembelajaran IPA, yaitu bahwa kegiatan praktik dapat: 1) memotivasi siswa dalam belajar; 2) memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan sejumlah keterampilan; 3) meningkatkan kualitas belajar siswa. a. Memotivasi siwa dalam belajar Kegiatan praktik IPA dapat memotivasi belajar siswa untuk mengembangkan sejumlah keterampilan proses IPA yang penting dan sikap yang positif, yakni sikap ilmiah. Hal itu dimungkinkan terjadi, karena kegiatan praktik sangat menarik, mengasyikan, dan mendorong siswa unuk berinisiatif, berimajinasi, dan bekerjasama (dalam kerja kelompok). b. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengmbangkan sejumlah keterampilan Para ahli berpendapat bahwa dengan mengadakan kegiatan praktik IPA, para siswa memperoleh keterampilan-keterampilan proses IPA, misalnya: 1) Keterampilan melakukan pengamatan (observaing) 2) Keterampilan melakukan pengukuran (measuring) 3) Keterampilan melakukan interpretasi (interpreting) 4) Keterampilan melakukan manipulasi (manipulating) 5) Keterampilan melakukan hipotesis (hypothesing) 6) Keterampilan menarik kesimpulan (concluding) 7) Keterampilan mengkomunikasikan hasil (communicating) Pada pembelajaran IPA melalui kegiatan praktik di sekolah, tentu saja seorang guru harus selektif dalam menentukan jenis kegiatan sehingga keterampilan proses yang diharapkan berkembang pada diri siswa dapat terwujud. Menurut Woolnough dan Allsop (1985), inti

kegiatan praktik IPA di sekolah seharusnya berupa invstigasi karena investigasi memberikan kepada siswa untuk berlatih bekerja sebagaimana para ilmuwan bekerja untuk menyelesaikan masalah. Keterampilan siswa dalam melakukan parktik IPA sering juga disebut pemahaman posedural (prosedural understanding). Gott dan Duggan (1995) memberikan bahasan pemahaman prosedural sebagai pemahaman dan penerapan dari konsep-konsep maupun keterampilanketerampilan. Sebagai contoh, misalnya kegitan investigasi untuk menemukan gula lebih cepat melarut di dalam air panas atau dingin? Dalam penyelesaian masalah tersebut siswa menggunakan kemampuan untuk: merencanakan percobaan, menyusun/merangkai alat, memilih dan menggunakan alat yang tersedia melakukan pengamatan, mencatat hasil pengamatan menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan hasil. Dari uraian dan contoh tersebut di atas secara singkat kita dapat dikatakan bahwa kegiatan praktik, khususnya investigasi, berperan mengembangkan keterampilan proses dan pemahaman prosedural. c. Meningkatkan kualitas belajar siswa Bagaimana kegiatan praktik dapat meningkatkan kualitas belajar siswa? Tidak diragukan lagi bahwa melalui pengalaman langsung (first hand experiences), siswa dapat belajar lebih mudah dibandingkan dengan belajar melalui sumber sekunder, buku misalnya. Hal tersebut sangat sesuai dengan pendapat Bruner yang menyatakan bahwa anak belajar dengan pola en active melalui perbuatan (learning by doing). Pada pelajaran IPA, para siswa menjumpai banyak pengalaman, misalnya yang berhubungan dengan cahaya, magnet, listrik dan sebagainya. Pengalaman tersebut dapat berupa pengamatan langsung atau bahkan pengalaman langsung itu proses belajar dapat berlangsung lebih mudah dan hasil belajarnya tidak mudah dilupakan sebagaimana pepatah kuno dari Cina yang mengatakan: saya mendengar... dan saya lupa; saya melihat... dan saya ingat; saya mengerjakan... dan saya mengerti. Jadi dengan mengerjakan learnin by doing siswa menjadi aktif dalam belajarnya. Dengan keaktifan tersebut dapat diharapkan hasil belajarnya semakin baik.

Ciri IPA Adalah Metode Ilmiah


Ciri-ciri MIPA
a. Pengetahuan yang sangat terstruktur dalam arti antara bagian yang satu dengan bagian yang lain

terjalin hubungan fungsional yang erat.


b. Karena itu konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam MIPA akan lebih mudah dikuasai jika

disajikan dalam bentuk terkait satu dengan yang lain dengan simpulan-simpulan yang jelas.
c. Penerapan berbagai pengertian dan prinsip MIPA dalam taraf sederhana terhadap masalah

alamiah seringkali memerlukan: keterpaduan berbagai komponen MIPA, dengan Matematika sebagai dasar logika penalaran dan penyelesaian kuantitatif sedangkan fisika, kimia, biologi sebagai deskripsi permasalahan yang ada.
d. Untuk menekuninya diperlukan kecintaan yang dalam terhadap ilmu sebagai suatu sistem logis

yang indah dan ampuh.

Metode Ilmiah Metode ilmiah adalah prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metoda ilmiah. Menurut Senn, metode adalah suatu prosedur / cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Metodologi adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode. Jadi metodologi ilmiah adalah pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu / dapat dikatakan ilmiah adalah sebagai berikut : a. Objektif, artinya pengetahuan itu sesuai dengan objeknya atau didukung metodik fakta empiris b. Metodik, artinya pengetahuan itu diperoleh dengan menggunakan cara-cara tertentu yang teratur dan terkontrol,

c. Sistematik, artinya pengetahuan itu tidak hanya berdiri sendiri, akan tetapi satu sama lain saling berkaitan dan saling menjelaskan, sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh. d. Berlaku umum, artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau digunakan oleh seseorang atau beberapa orang saja tetapi semua orang dapat dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama atau konsisten. Pengetahuan yang didapat melalui metoda ilmiah mempunyai ciri-ciri tertentu yakni sifat rasional dan teruji sehingga memungkinkan tumbuh pengetahuan yang disusun sebagai pengetahuan yang dapat diandalkan. Dalam hal ini metode ilmiah menggabungkan cara berpikir deduktif dengan cara berpikir induktif dalam membangun tubuh pengetahuannya. Cara berpikir deduktif adalah cara berpikir dengan menarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat umum. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir, yang dinamakan silogismus, yang disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus ini disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari deduktif berdasarkan kedua premis tersebut. Silogisme adalah pengambilan suatu kebenaran yang disimpulkan dari dua buah premis, yaitu : 1. Premis mayor : Kebenaran atau sesuatu yang sifatnya umum 2. Premis minor : Kebenaran atau sesuatu yang sifatnya khusus 3. Kesimpulan : Pengetahuan yang diperoleh

Contoh : Premis mayor : Tanaman bila diberi pupuk dan dipelihara akan memberi hasil baik Premis minor : Padi adalah Tanaman Kesimpulan : Bila padi diberi pupuk & dipelihara akan memberikan hasil baik.

Cara berpikir deduktif terkait dengan rasionalisme yang memberikan sifat rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya. Oleh karena itu, cara berpikir deduktif berdasarkan pada kriteria kebenaran koherensi atau teori koherensi. Rasionalisme merupakan paham yang berpendapat bahwa rasio itu sumber kebenaran.

Rasional artinya menerima sesuatu atas dasar kebenaran pikiran atau rasio. Dengan berpikir rasional, manusia dapat meletakkan hubungan dari apa yang telah diketahui dan yang sedang dihadapi. Kemampuan manusia mempergunakan daya akalnya disebut inteligensi, sehingga disebutkan adanya manusia yang inteligensinya rendah, normal dan tinggi. Dalam perjalanan sejarah manusia, terdapat kesan bahwa pada mulanya perasaan manusialah yang lebih berperan dalam kehidupannya, sehingga timbul kepercayaan atau agama dan rasa sosial. Dengan makin banyaknya persoalan yang harus dihadapi, manusia makin banyak mempergunakan akalnya dan kurang mementingkan perasaan. Contoh, pada zaman kuno orang banyak mengadakan upacara dalam upaya memperoleh keselamatan yang memakan biaya besar, tetapi zaman sekarang orang kurang percaya akan cara-cara tersebut sehingga cenderung mempergunakan cara-cara rasional yang secara akal ataupun ilmiah dapat lebih mudah diterima. Teori Koherensi adalah suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Namun demikian penjelasan rasional dengan kriteria kebenaran koherensi tidak memberikan kesimpulan final, sebab meskipun pejelasan secara rasional didasarkan kepada premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya, namun masih dimungkinkan pilihan berbeda dari sejumlah premis ilmiah yang tersedia. Oleh karena itu dalam metode ilmiah selain digunakan cara berpikir deduktif digunakan pula cara berpikir induktif. Cara berpikir induktif adalah cara berpikir yang menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari pernyataan yang bersifat khusus atau individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhir dengan pernyataan yang bersifat umum. Cara berpikit induktif terkait dengan empirisme, dimana dibutuhkan fakta-fakta yang mendukung. Oleh karena itu, cara berpikir induktif berdasarkan pada kriteria kebenaran korespodensi atau teori korespodensi. Teori korespodensi berpendapat bahwa suatu pernyataan dianggap benar jika materi pengetahuan yang dikandung dalam pernyataan itu berkorespodensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tsb. Dalam metode ilmiah, pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empiris. Paham empirismeadalah paham yang berpendapat bahwa fakta yang tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran. Secara rasional, ilmu

menyusun pengetahuannya secara konsisten dan komulatif, sedangkan secara empiris, ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak. Secara sederhana, hal ini berarti bahwa semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama, yaitu sebagai berikut. a. harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan. b. harus cocok dengan fakta-fakta empiris sebab teori yang bagaimanapun konsistennya, kalau tidak didukung oleh pengujian empiris, tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah. Kedua teori kebenaran yaitu teori koherensi dan teori korespodensi digunakan dalam metode ilmiah. Penalaran teoritis yang berdasarkan cara berpikir deduktif jelas menggunakan teori koherensi ini. Sedangkan, proses pembuktian secara empiris dalam bentuk pengumpulan faktafakta pendukung suatu pernyataan tertentu digunakan teori korespodensi. Disamping teori kebenaran tersebut diatas, pemikiran ilmiah juga menggunakan teori kebenaran yang lain yang disebut teori kebenaran pragmatis, Teori kebenaran pragmatis dicetuskan oleh Charles S, Pierce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul How to make Our Ideas Clear. Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli yang kebanyakan berkebangsaan Amerika sehingga ini sering dikaitkan dengan falsafah Amerika. Di antaranya adalah William James (1842-1910). John Dewey (1859-1952), George Herbel Mead (1863-1931), dan C.I.Lewis. menurut teori pragmatis suatu pernyataan dianggap benar jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Kaum pragmatis berpaling kepada metode ilmiah sebagai suatu metode untuk mencari pengetahuan tentang alam ini sebab metode ini dianggap funsional dan berguna dalam menafsirkan gejala-gejala alamiah. Jadi, metode ilmiah merupakan gabungan antara cara berpikir deduktif dan cara berpikir induktif dimana rasionalisme dan empirisme hidup berdampingan dalam sebuah sistem dengan mekanisme korektif.

Kriteria Ilmiah. Supaya suatu metode yang digunakan dalam penelitian disebut metode ilmiah, metode tersebut harus mempunyai kriteria ilmiah sebagai berikut : berdasarkan fakta, bebas dari prasangka (bias), menggunakan prinsip-prinsip analisis, menggunakan hipotesis, menggunakan ukuran objektif, dan menggunakan teknik kuantitatif.

a. Berdasarkan Fakta. Keterangan-keterangan yang ingin diperoleh dalam penelitian, baik yang akan dikumpulkan dan yang dianalisis haruslah berdasarkan fakta-fakta yang nyata. Janganlah suatu penemuan atau pembuktian didasarkan kepada daya khayal, kira-kira, legenda-legenda, dll. b. Bebas dari prasangka Metoda ilmiah harus mempunyai sifat bebas dari prasangka, bersih dan jauh dari pertimbangan subjektif. Menggunakan suatu fakta haruslah dengan alasan dan bukti yang lengkap serta dengan pembuktian yang objektif. c. Menggunakan Prinsip-prinsip Analisis. Dalam pemahaman serta memberi arti terhadap fenomena yang kompleks harus digunakan prinsip analisis. Semua masalah harus dicari sebab-musabab serta pemecahannya dengan menggunakan analisis yang logis. Fakta yang mendukung tidaklah dibiarkan sebagaimana adanya atau hanya dibuat deskripsinya saja. Tetapi, semua kejadian harus dicari sebab-akibatnya dengan menggunakan analisis yang tajam. d. Menggunakan Hipotesis Dalam metode ilmiah, penelitian harus dituntun dalam proses berpikir dengan menggunakan analisis. Hipotesis harus ada untuk mencocokan persoalan serta memadu jalan pikiran ke arah tujuan yang ingin dicapai, sehingga hasil yang ingin diperoleh akan mengenai sasaran dengan tepat. Hipotesis merupakan pegangan yang khas dalam menuntun jalan pikiran penelitian. e. Menggunakan Ukuran Objektif Kerja penelitian dan analisis harus dinyatakan dengan ukuran yang objektif. Ukuran tidak boleh dengan meraba-raba atau menurut hati nurani. Pertimbangan-pertimbangan harus dibuat secara objektif dan dengan menggunakan pikiran yang waras. f. Menggunakan Teknik Kuantitatif

Teknik kuantitatif yang lazim harus digunakan, kecuali untuk atribut-atribut yang tidak dapat dikuantitatifkan. Ukuran, seperti ton, mm per detik, ohm, kilogram, dsb harus selalu digunakan. Jauhi ukuran-ukuran seprti : sejauh mata memandang, sehitam aspal, selama menghisap sebatang rokok, dsb, sebagai ukuran kualitatif. Kuantitatif yang termudah ialah dengan menggunakan ukuran normal, rangking, dan rating.

3.5.2. Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang kita hadapi, yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Hipotesis pada dasarnya disusun secara deduktif dengan mengambil premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya. Penyusunan seperti ini memungkinkan terjadinya konsistensi dalam mengembangkan ilmu secara keseluruhan dan menimbulkan pula efek komulatif dalam kemajuan ilmu. Secara teoritis sebenarnya kita dapat mengajukan hipotesis sebanyak mungkin sesuai dengan hakikat rasional yang bersifat pluralistik. Dari sekian hipotesis yang diajukan, hanya satu yang diterima berdasarkan kriteria kebenaran korespodensi yaitu hipotesis yang didukung oleh faktafakta empiris. Dalam rangkaian langkah penelitian, hipotesis merupakan rangkuman dari kesimpulan teoritis yang diperoleh dari penelaahan kepustakaan. Hipotesis merupakan jawaban terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya. Cara merumuskan hipotesis tidak ada aturan umum. Namun, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut : hipotesis hendaklah menyatakan pertautan (hubungan) atau perbedaan antara dua variabel atau lebih; dinyatakan dalam kalimat deklaratif atau pernyataan; dirumuskan secara jelas dan padat; dapat diuji, artinya hendaklah orang mengumpulkan data guna menguji kebenaran hipotesis tsb. Secara garis besar Hipotesis-hipotesis yang isi dan rumusnya bermacam-macam itu dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu Hipotesis tentang hubungan dan Hipotesis tentang perbedaan. a. Hipotesis tentang hubungan adalah hipotesis yang menyatakan tentang saling hubungan antara dua variabel atau lebih. Hipotesis tentang hubungan itu mendasari berbagai penelitian korelasional. Misal : i. Adakah hubungan antara tingkat kemiskinan dengan tingkat kejahatan di kota X ii. iii. Adakah hubungan antara pengawasan melekat dgn produktivitas pegawai di PT.A Adakah hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat kesadaran hukum di Desa

b. Hipotesis tentang perbedaan adalah hipotesis yang menyatakan perbedaan dalam variabel tertentu pada kelompok berbeda-beda. Perbedaan itu seringkali karena pengaruh perbedaan yang terdapat pada satu atau lebih variabel yang lain. Hipotesis tentang perbedaan itu mendasari berbagai penelitian komparatif

Misal : i. Adakah perbedaan disiplin kerja antara pegawai swasta dengan pegawai BUMN.

Rumusan hipotesis dalam suatu penelitian terdiri atas hipotesis nol dan hipotesis alternatif. Hipotesis nol yang sering dilambangkan dengan H0, adalah hipotesis yang menyatakan tidak adanya hubungan antara dua variabel atau lebih, atau tidak adanya perbedaan antara kelompok yang satu dan kelompok lainnya. Di dalam analisis statistik, uji statistik biasanya mempunyai sasaran untuk menolak kebenaran hipotesis nol itu. Hipotesis

alternatif yang biasa dilambangkan dengan HA, menyatakan adanya hubungan antara dua variabel atau lebih, atau adanya perbedaan dalam hal tertentu pada kelompok-kelompok. Pada umumnya kesimpulan uji statistik berupa penerimaan hipotesis alternatif sebagai hal yang benar. Contoh : Identifikasi Masalah : Adakah hubungan tingkat pendidikan dg tingkat kesadaran hukum di Desa. Ho : Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kesadaran hukum HA : Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kesadaran hukum

Antara H0 dan HA yang manakah yang harus dirumuskan sebagai hipotesis penelitian?

Hal ini tergantung pada landasan teoritis yang digunakan. Jika landasan teoritis itu mengarahkan penyimpulannya ke tidak ada hubungan atau ke tidak ada perbedaan, maka hipotesis penelitian yang dirumuskan akan merupakan hipotesis nol. Sebaliknya, jika tinjauan teoritis mengarahkan penyimpulan ke ada hubungan atau ke ada perbedaan, maka hipotesis penelitian yang dirumuskan akan merupakan hipotesis alternatif. Pada dasarnya, kedua jenis perumusan itu dapat dilakukan. Namun dalam kenyataannya kebanyakan penelitian ilmiah merumuskan hipotesis penelitiannya dalam bentuk hipotesis alternatif. Hal itu terjadi terutama dalam penelitian eksperimental; dengan maksud mengetahui perbedaan gejala pada kelompok yang satu dan kelompok yang lain, sebagai akibat adanya perbedaan perlakuan. Dalam penelitian non eksperimental pun lebih banyak diketemukan hipotesis alternatif daripada hipotesis nol yang dirumuskan sebagai hipotesis penelitian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya penelitian bertujuan untuk mengetahui atau mengungkapkan adanya saling hubungan atau adanya perbedaan, dan bukan sebaliknya.

3.5.3. Operasionalisasi Metode Ilmiah Alur berpikir yang mencakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam langkah-langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah. Kerangka berpikir Ilmiah pada dasarnya terdiri atas langkah-langkah yang disebut langkah-langkah operasional metode ilmiah, yaitu sbb : a. Merumuskan masalah, yang dimaksud dengan merumuskan masalah disini merupakan pertanyaan apa, mengapa, atau bagaimana tentang objek yang diteliti yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasi faktor-faktor yang terkait di dalamnya. Identifikasi masalah dapat diperoleh jika kita telah melakukan pengamatan atau studi pustaka atau diskusi informal. b. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis, merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling berkait dan membentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan. Pada penelitian deduktif (deductive/operational research) kerangka pemikiran diturunkan dari (beberapa) dalil, hukum [ pernyataan umum yang disimpulkan dari fakta percobaab], teori [ kesimpulan umum yang ditarik berdasarkan hipotesis yang telah teruji kebenarannya melalui percobaan] yang relevan dengan masalah yang diteliti, sehingga memunculkan asumsi-asumsi yang kemudian kalau mungkin dapat dirumuskan ke dalam hipotesis operasional atau hipotesis yang dapat diuji . Pada penelitian induktif (inductive research), kerangka pemikiran diuraikan berdasarkan dugaan yang samar-samar, bahwa kaitan-kaitan tertentu dalam variabel masalah, tetapi hal itu tidak dapat dideduksi dari teori yang baku. Jadi, hipotesis tidak diturunkan terlebih dahulu, melainkan hipotesis dihasilkan dari data yang diobesrvasi di lapangan. Hal ini lazim disebut sebagai generalisasi. c. Perumusan Hipotesis, merupakan jawaban sementara atau dugaan jawaban pertanyaan yang diajukan, materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan. Merumuskan hipotesis adalah pekerjaan yang cukup sulit dalam metode ilmiah, karena hipotesis yang dibuat akan menentukan bentuk percobaan yang akan dilakukan dan

mempengaruhi keberhasilan menemukan teori yang dapat diandalkan. Merumuskan hipotesis memerlukan pengetahuan dan penalaran, karena harus didasarkan pada teori yang telah mapan. d. Pengujian Hipotesis, merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperhatikan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak. Dengan perkataan lain kebenaran hipotesis dapat diketahui setelah diuji dengan percobaan. Data yang diperoleh mungkin sesuai dengan hipotesis mungkin juga tidak. Jika tidak mungkin terjadi kesalahan dalam percobaan atau hipotesis yang keliru. e. Penarikan kesimpulan. Merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima. Bila dalam proses pengujian terdapat fakta yang cukup mendukung hipotesis, maka hipotesisnya diterima, dan sebaliknya. Hipotesis yang diterima kemudian dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah, sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan, yakni mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelum dan setelah teruji kebenarannya. Pengertian kebenaran disini harus ditafsirkan secara pragmatis artinya bahwa sampai saat ini belum terdapat fakta yang menyatakan sebaliknya. Keseluruhan langkah ini harus ditempuh agar penelaahan dapat disebut ilmiah. Meskipun langkah-langkah ini secara konseptual tersusun dalam urutan yang teratur, dimana langkah yang kesatu merupakan landasan bagi langkah berikutnya, namun dalam praktek sering terjadi lompatan-lompatan. Hubungan antara langkah yang kesatu dan langkah yang lainnya tidak terikat secara statis, melainkan bersifat dinamis dengan proses pengkajian ilmiah yang tidak semata mengandalkan penalaran melainkan juga imajinasi dan kreativitas. Sering terjadi bahwa langkah yang satu bukan saja merupakan landasan bagi langkah yang berikutnya, namun sekaligus juga merupakan landasan koreksi bagi langkah yang lain. Langkah-langkah yang telah disebutkan di atas harus dianggap sebagai patokan utama di dalam penelitian yang sesungguhnya mungkin saja berkembang berbagai variasi sesuai dengan bidang dan permasalahan yang diteliti. Metode ilmiah adalah penting bukan saja dalam proses penemuan pengetahuan, namun lebihlebih dalam mengkomunikasikan penemuan ilmiah tersebut kepada masyarakat ilmuwan [ pembuatan laporan ]. Laporan berguna untuk mendapatkan saran dan koreksi jika dipelukan serta untuk mencegah agar ahli lain tidak melakukan hal yang persis sama. Metode ilmiah, pada dasarnya sama bagi semua disiplin keilmuan baik yang termasuk dalam ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial. Kalaupun terdapat perbedaan dalam kedua kelompok keilmuan ini, maka

perbedaan tersebut sekedar terletak pada aspek-aspek tekniknya dan bukan pada struktur berpikir atau aspek metodologinya. Metode ilmiah tidak dapat diterapkan kepada pengetahuan yang tidak termasuk di dalam kelompok ilmu. Matematika dan bahasa tidak mempergunakan metode ilmiah dalam menyusun pengetahuannya, sebab matematika bukanlah ilmu melainkan pengetahuan yang merupakan sarana berpikir ilmiah. Demikian juga halnya dengan bidang sastra.

3.5.4. Keterbatasan dan Keunggulan Metode Ilmiah Metode ilmiah dapat menghasilkan pengetahuan ilmiah. Data yang digunakan untuk mengambil kesimpulan ilmiah itu berasal dari pengamatan. Kita melakukan pengamatan dengan panca indera yang juga mempunyai keterbatasan kemampuan untuk menangkap suatu fakta. Jadi, kemungkinan keliru dari penangkapan panca indera tetap ada sehingga dengan demikian kemungkinan keliru dari kesimpulan ilmiah juga tetap ada. Oleh karena itu, semua kesimpulan ilmiah atau kebenaran ilmu pengetahuan termasuk IPA bersifat tentatif. Artinya, sebelumnya ada kebenaran ilmu yang dapat menolak kesimpulan itu maka kesimpulan itu dianggap benar. Sebaliknya, kesimpulan ilmiah yang dapat menolak kesimpulan ilmiah terdahulu menjadi kebenaran yang baru, sehingga tidak mustahil suatu kesimpulan ilmiah bisa saja berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Bedanya Metode ilmiah dengan Wahyu Illahi? Kebenaran dari Wahyu Ilahi bersifat mutlak, artinya tidak akan berubah sepanjang masa. Metode ilmiah tidak sanggup menjangkau untuk menguji adanya Tuhan; metode ilmiah juga tidak dapat menjangkau pembuatan kesimpulan yang berkenaan baik dan buruk atau sistem nilai, juga tidak dapat menjangkau tentang seni dan keindahan. Keunggulan metode ilmiah terkandung dalam sifat objektif, metodik, sistematik, dan berlaku umum, yang merupakan ciri khas pengetahuan ilmiah, yang akan membimbing kita kepada sikap ilmiah yang terpuji sebagai beikut : a. mencintai kebenaran yang objektif, bersifat adil, dan itu semua akan menjurus ke arah hidup yang bahagia. b. menyadari bahwa kebenaran ilmu itu tidak absolut, hal ini dapat menjurus ke arah mencari kebenaran itu terus menerus;

c. dengan ilmu pengetahuan, orang lalu tidak percaya kepada takhayul, astrologi, maupun untung-untungan karena segala sesuatu di alam semesta ini terjadi melalui suatu proses yang teratur; d. ilmu pengetahuan membimbing kita untuk ingin tahu lebih banyak, ilmu pengetahuan yang kita peroleh tentunya akan sangat membantu pola kehidupan kita; e. ilmu pengetahuan membimbing kita untuk tidak berpikir secara prasangka, tetapi berpikir secara terbuka atau objektif, suka menerima pendapat orang lain atau bersikap toleran; f. metode ilmiah membimbing kita untuk tidak percaya begitu saja kepada suatu kesimpulan

tanpa adanya bukti-bukti yang nyata; g. metode ilmiah juga membimbing kita untuk selalu bersikap optimis, teliti dan berani membuat suatu pernyataan yang menurut keyakinan ilmiah kita adalah benar.

Berfikir Ilmiah Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu


2.1 Pengertian Berpikir Ilmiah Berpikir merupakan suatu aktivitas pribadi yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Manusia berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian, pembentukan pendapat, dan simpulan atau keputusan dari sesuatu yang dikehendaki. Menurut Suriasumantri (1997: 1) manusia tergolong ke dalam homo sapiens, yaitu makhluk yang berpikir. Hampir tidak ada masalah yang menyangkut dengan aspek kehidupannya yang terlepas dari jangkauan pikiran. Berpikir merupakan ciri utama bagi manusia untuk membedakan dengan makluk lain. Maka dengan dasar berpikir, manusia dapat mengubah keadaan alam sejauh akal dapat memikirkannya. Berpikir merupakan proses bekerjanya akal, manusia dapat berpikir karena manusia berakal. Ciri utama dari berpikir adalah adanya abstraksi. Dalam arti yang luas, berpikir adalah bergaul dengan abstraksi-abstraksi, sedangkan dalam arti yang sempit berpikir adalah mencari hubungan atau pertalian antara abstraksi-abstraksi (Puswanti, 1992: 44). Berpikir secara ilmiah adalah upaya untuk menemukan kenyataan dan ide yang belum diketahui sebelumnya. Ilmu merupakan proses kegiatan mencari pengetahuan melalui pengamatan berdasarkan teori dan/atau generalisasi. Ilmu berusaha memahami alam sebagaimana adanya dan

selanjutnya hasil kegiatan keilmuan merupakan alat untuk meramalkan dan mengendalikan gejala alam. Adapun pengetahuan adalah keseluruhan hal yang diketahui, yang membentuk persepsi tentang kebenaran atau fakta. Ilmu adalah bagian dari pengetahuan, sebaliknya setiap pengetahuan belum tentu ilmu. Untuk itu, terdapat syarat-syarat yang membedakan ilmu (science) dengan pengetahuan (knowledge), yaitu ilmu harus ada obyeknya, terminologinya, metodologinya, filosofinya, dan teorinya yang khas. Di samping itu, ilmu juga harus memiliki objek, metode, sistematika, dan mesti bersifat universal. Dalam menghadapi bermacam masalah kehidupan di dunia ini, manusia akan menampilkan berbagai alat untuk mengatasi masalahnya. Alat dalam hal ini adalah pikiran atau akal yang berfungsi di dalam pembahasaannya secara filosofis tentang masalah yang dihadapi. Pikiran atau akal yang digunakan mengatasi masalah ini senantiasa bersifat ilmiah. Jadi, pikiran itu harus mempunyai kerangka berpikir ilmiah karena tidak semua berpikir itu bisa diartikan berpikir secara ilmiah. Dalam hal ini, berpikir ilmiah itu mengandung khasiat-khasiat tertentu, yaitu mengabsahir pokok persoalan, bertanya terus sampai batas terakhir yang beralasan dan berelasi (sistem).

2.2 Sarana Berpikir Ilmiah. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuhnya. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula. Oleh sebab itulah, kita mempelajari sarana-sarana berpikir ilmiah ini seyogyanya kita telah menguasai langkah-langkah dalam kegiatan tersebut. Dengan jalan ini, kita akan sampai pada hakikat sarana yang sebenarnya, sebab sarana merupakan alat yang membantu dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan kata lain, sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah secara menyeluruh. Dalam proses pendidikan, sarana berpikir ilmiah ini merupakan bidang studi tersendiri. Dalam hal ini kita harus memperhatikan 2 hal, yaitu sebagai berikut. 1. Sarana ilmiah bukan merupakan kumpulan ilmu, dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Seperti diketahui, salah satu di antara ciri-ciri ilmu umpamanya adalah penggunaan induksi dan deduksi dalam mendapatkan pengetahuan. Sarana berpikir ilmiah tidak mempergunakan cara ini dalam

mendapatkan pengetahuannya. Secara lebih jelas dapat dikatakan bahwa ilmu mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuaannya yang berbeda dengan sarana berpikir ilmiah. 2. Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan kita untuk menelaah ilmu secara baik. Tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk dapat memecahkan masalah kita sehari-hari. Dalam hal ini, maka sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang ilmu untuk mengembangkan materi pengetahuaannya berdasarkan metode ilmiah. Jelaslah bahwa mengapa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuaannya, sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah dan bahkan merupakan ilmu tersendiri. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dan untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Dilihat dari pola berpikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan induktif. Untuk itu, penalaran ilmiah menyandarkan diri pada proses logika deduktif dan induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif ini, sedangkan statistik mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Proses pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakikatnya merupakan pengumpulan fakta untuk menolak atau menerima hipotesis yang diajukan. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berpikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah.

2.2.1 Fungsi Sarana Berpikir Ilmiah Sarana ilmiah mempunyai fungsi yang khas, sebagai alat bantu untuk mencapai tujuan dalam kaitan kegiatan ilmiah secara keseluruhan. Sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang pengetahuan untuk mengembangkan

materi pengetahuannya pada dasarnya ada tiga, yaitu sebagai berikut. 1. Bahasa ilmiah Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah. Yang dimaksud bahasa di sini ialah bahasa ilmiah yang merupakan sarana komunikasi ilmiah yang ditujukan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan dengan syarat-syarat (1) bebas dari unsur emotif, (2) reproduktif, (3) obyektif, dan (4) eksplisit. Bahasa pada hakikatnya mempunyai dua fungsi utama yakni, pertama, sebagai sarana komunikasi antar manusia, dan kedua, sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang mempergunakan bahasa tersebut. Bahasa adalah unsur yang berpadu dengan unsur-unsur lain di dalam jaringan kebudayaan. Pada waktu yang sama bahasa merupakan sarana pengungkapan nilai-nilai budaya, pikiran, dan nilainilai kehidupan kemasyarakatan. Oleh karena itu, kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebahasaan harus merupakan bagian yang integral dari kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebudayaan. Perkembangan kebudayaan Indonesia ke arah peradaban modern sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut adanya perkembangan cara berpikir yang ditandai oleh kecermatan, ketepatan, dan kesanggupan menyatakan isi pikiran secara eksplisit. Ciri-ciri cara berpikir dan mengungkapkan isi pikiran ini harus dipenuhi oleh bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi dan sebagai sarana berpikir ilmiah dalam hubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta modernisasi masyarakat Indonesia. Selain itu, mutu dan kemampuan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi keagamaan perlu pula ditingkatkan. Bahasa Indonesia harus dibina dan dikembangkan sedemikian' rupa sehingga ia memiliki kesanggupan menyatakan dengan tegas, jelas, dan eksplisit konsep-konsep yang rumit dan abstrak serta hubungan antara konsep-konsep itu satu sama lain. Untuk mencapai tujuan ini harus dijaga agar senantiasa terdapat keseimbangan antara kesanggupan bahasa Indonesia berfungsi sebagai sarana komunikasi ilmiah dan identitasnya sebagai bahasa nasional Indonesia. 2. Matematika dan logika Matematika dan logika mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif sehingga mudah diikuti dan dilacak kembali kebenarannya. Matematika adalah pengetahuan sebagai sarana berpikir deduktif sifat (1) jelas, spesifik, dan

informatif, (2) tidak menimbulkan konotasi emosional, dan (3) kuantitatif. Di samping itu, matematika merupakan alat yang memungkinkan ditemukannya serta dikomunikasikannya kebenaran ilmiah lewat berbagai disiplin keilmuan. Matematika dan logika sebagai sarana berpikir deduktif mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Logika lebih sederhana penalarannya, sedang matematika sudah jauh lebih terperinci. 3. Statistika Mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif untuk mencari konsep-konsep yang berlaku umum. Statistika ialah pengetahuan sebagai sarana berpikir induktif yang bersifat (1) dapat digunakan untuk menguji tingkat ketelitian, dan (2) untuk menentukan hubungan kausalitas antar faktor terkait Statistika merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara mendapatkan data, menganalisis dan menyajikan data serta mendapatkan suatu simpulan yang sah secara ilmiah. Statistika digolongkan di luar ilmu tetapi merupakan salah satu unsur dari empat sarana pengembangan ilmu, yaitu bahasa, logika, matematika, serta statistika sendiri. Statistika merupakan sarana berpikir yang didasari oleh logika berpikir induktif. Dalam perkembangannya, statistika mulai berkembang pesat sejak tahun 1900-an ditandai dengan ditemukannya dasar teori statistika secara matematis oleh R.A. Fisher. Statistika sangat berperan dalam perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam penelitian. Dari penelitianlah ditemukan teori-teori baru. Sasaran utama dari mempelajari statistika adalah menggugah untuk memikirkan secara jelas prosedur pengumpulan data dan membuat interpretasi dari data tersebut menggunakan teknik statistika yang banyak digunakan dalam penelitian. Sejalan dengan pentingnya statistika dalam penelitian, ke depan, persaingan dunia modern ditentukan oleh Hak Patent dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Tak luput dalam persaingan itu, Universitas Jember pun mempersiapkan diri menuju/menjadi Research University. Riset telah menjadi (satu-satunya) kekuatan utama sebuah perguruan tinggi. Ketajaman riset harus didukung oleh cara berpikir ilmiah metodologis, data yang berkualitas dan ketajaman analisis kuantitatif-kualitatif, serta penarikan simpulan yang sah (inferensia) yang hampir seluruhnya terangkum dalam statistika. Pada zaman sekarang ini patut dijadikan salah satu sarana berpikir ilmiah adalah alat telekomunikasi seperti halnya komputer, karena didalam komputer semua dapat diakses, dan

semua dijawab dan semuanya ada, sesuai dengan apa yang kita inginkan. Jadi, jika komputer dimasukan kedalam katregori ini maka wajar-wajar saja.

2.3 Logika dalam Berpikir Ilmiah Logika berasal dari kata Yunani kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut denganlogike episteme (latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal. Nama logika untuk pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke-1 sebelum masehi), tetapi masih dalam arti seni berdebat. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah masehi) adalah orang yang pertama kali menggunakan kata logika dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita. Logika sebagai cabang filsafat adalah cabang filsafat tentang berpikir. Logika membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar dengan aturan-aturan tersebut dapat mengambil kesimpulan yang benar. Dengan mengetahui cara atau aturan-aturan tersebut dapat menghindarkan diri dari kesalahan dalam mengambil keputusan. Logika sama tuanya dengan umur manusia, sebab sejak manusia itu ada, manusia sudah berpikir, manusia berpikir sebenarnya logika itu telah ada. Hanya saja logika itu dinamakan logika naturalis, sebab berdasarkan kodrat dan fitrah manusia saja. Manusia walaupun belum mempelajari hukum-hukum akal dan kaidah-kaidah ilmiah, namun praktis sudah dapat berpikir dengan teratur. Akan tetapi, bila manusia memikirkan persoalanpersoalan yang lebih sulit maka seringlah dia tersesat. Misalnya, ada dua berita yang bertentangan mutlak, sedang kedua-duanya menganggap dirinya benar. Dapatlah kedua-duanya dibenarkan semua? Untuk menolong manusia jangan tersesat dirumuskan pengetahuan logika. Logika rumusan inilah yang digunakan logika artificialis.

2.3.1 Macam-macam logika

1.

Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus

sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir. 2. Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Logika ilmiah menjadi

ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.

2.3.2 Cara-cara Berpikir Logis dalam Rangka Mendapatkan Pengetahuan Baru yang Benar a. Penalaran deduktif (rasionalisme)

Penalaran Deduktif adalah cara berfikir yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus, dengan demikian kegiatan berfikir yang berlawanan dengan induksi. Penarikan kesimpulan secara deduktif ini menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Silogisme terdiri atas dua pernyataan dan sebuah kesimpulan. Kedua pernyataan itu disebut premis mayor dan premis minor. Sedangkan simpulan diperoleh dengan penalaran deduktif dari kedua premis tersebut. Misalnya, (1) Semua kendaraan bermesin menggunakan bahan bakar bensin. (2) Motor adalah kendaraan bermesin. Jadi, dapat disimpulkan motor juga menggunakan bahan bakar bensin. Simpulan yang diambil dalam penalaran deduktif ini hanya benar, bila kedua premis yang digunakan benar dan cara menarik simpulannya juga benar. Jika salah satu saja dari ketiga hal ini salah, berarti simpulan yang diambil juga tidak benar. Penalaran deduktif merupakan salah satu cara berpikir logis dan analitis, berkat pengamatan yang semakain sestimatis dan kritis, serta makin bertambahnya pengetahuan yang diperoleh, lambat laun manusia berusaha menjawab masalah dengan cara rasional dengan meninggalkan cara irasional atau mitos. Pemecahan secara rasional berarti menggunakan rasio (daya pikir) dalam usaha memperoleh pengetahuan yang benar. Paham yang mendasarkan rasio untuk memperoleh kebenaran itu disebut paham rasionalisme. Dalam menyusun pengetahuan kaum rasionalis sering menggunakan penalaran deduktif.

b.

Penalaran Induktif (empirisme)

Penganut empirme mengembangkan pengetahuan bedasarkan pengalaman konkret. Mereka menganggap bahwa pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang diperoleh langsung dari pengalaman nyata. Penganut ini menyusun pengetauan menggunakan penalaran induktif. Penalaran induktif adalah cara berpikir untuk menarik simpulan yang bersifat umum dari pengamatan atas gejala-gejala yang bersifat khusus. Penalaran ini diawali dari kenyataankenyataan yang bersifat khusus dan terbatas lalu diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Misalnya, dari pengamatan atas logam besi, tembaga, alumunium dan sebagainya, jika dipanaskan akan mengembang (bertambah panjang). Dari sini dapat disimpulkan secara umum bahwa semua logam jika dipanaskan akan bertambah panjang.

c.

Analogi

Analogi adalah cara berpikir dengan cara membuktikan dengan hal yang serupa dan sudah diketahui sebelumnya. Di sini penyimpulan dilakukan secara tidak langsung, tetapi dicari suatu media atau penghubung yang mempunyai persamaan dan keserupaan dengan apa yang akan dibuktikan.

d.

Komparasi

Komparasi adalah cara berpikir dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang mempunyai kesamaan apa yang dipikirkan. Dasar pemikiran ini sama dengan analogi, yaitu tidak langsung, tetapi penekanan pemikirannya ditujukan pada kesepadanan bukan pada perbedaannya.

2.3.3 Kegunaan logika Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri. Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis

Perbedaan IPA klasik dan Mdern


a) IPA Klasik Ditinjau dari klasik sendiri, dapat diartikan bahwa yang klasik umumnya bersifat tradisional, berdasarkan pengalaman, kebiasaan atau naluri semata, meskipun ada kreasi namun hanya merupakan tiruan dari keadaan sekitar. IPA Klasik secara umum, sebagai contoh dapat digambarkan dalam pembuatan tempe dan ragi tape. Meskipun hanya didasarkan pengalaman, tanpa disadari para pembuatan tempe dan ragi tape telah berkecimpung dalam mikrobiologi, mikrologi, dan ilmu fisika yang mendasarinya. b) IPA Modern IPA Modern muncul berdasarkan penelitian maupun pengujian dan telah diadakan pembaharuan yang berkaitan dengan berbagai disiplin ilmu yang ada. Proses canning, pengalengan ikan, buahbuahan, dan sebagainya yang berkaitan dengan fisika, kimia, biologi, biokimia, dan sebagainya merupakan hasil perkembangan IPA Modern. IPA Modern diperoleh atas dasar penelitian dengan menggunakan metode ilmiah disertai pengujian berulang kali, sehingga diperoleh ilmu yang mantap, baik untuk terapan maupun ilmu murni. Contoh kegiatan IPA Modern dalam kaitannya dengan alam lingkungan, misalnya untuk menciptakan suasana bersih, timbul pemikiran untuk memanfaatkan sampah organik, seperti jerami, sisa tanaman dan kotoran hewan yang diproses dengan bantuan bakteri dalam kondisi tertentu, sehingga menghasilkan gas CO2, CH4, dan gas H2S yang ternyata dapat dimanfaatkan sebagai pengganti bahan bakar dan sering disebut sebagai energi biogas.

Anda mungkin juga menyukai