Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PEMURNIAN MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KOMBINASI


ARANG AKTIF DARI SABUT KELAPA DAN AMPAS TEBU SEBAGAI
ABSORBEN

Oleh:
KELOMPOK IV

P. AYU SUCI LESTARI (FISIKA) (FISIKA)


MINASARI (KIMIA)
NURUL IHSANI (BIOLOGI)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPA


PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MATARAM
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah tentang “Pemurnian Minyak Jelantah dengan Kombinasi
Arang Aktif Sabut Kelapa dan Ampas Tebu sebagai Absorben” dengan tepat
waktu. Ucapan terimakasih penulis pada Ibu Dr. Yayuk Andayani, M.Si selaku
Dosen mata kuliah IPA Terpadu yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan mengenai pemanfaatan cangkang telur
sebagai penjernihan air. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang dibuat
untuk masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
dipahami oleh pembaca.

Mataram, Sepetember 2017

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................... 3
1.3 Ruang Lingkup Masalah ........................................................... 3
BAB II ANALISA SISTEM DAN PERMASALAHAN ........................ 4
2.1 permasalahn yang dihadapi Dilapangan ....................................
2.2 Analisa Sistem Berdasarkan Aspek Kimia................................ 5
2.3 Analisa Sistem Berdasrkan Aspek Biologi ............................... 7
2.4 Analisa Sistem Berdasarkan Aspek Fisika ................................ 8
BAB III METODELOGI PROYEK ....................................................... 10
3.1 Alat dan Bahan .......................................................................... 10
3.2 Cara Kerja ................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 11
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rumus struktur dari minyak jelantah ................................... ........


Gambar 2. Reaksi hidrolisis minyak jelantah ...................... ...........................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minyak goreng memang sulit dipisahkan dari kehidupan masyarakat.
Makanan yang digoreng biasanya lebih lezat dan gurih, tanpa membutuhkan
tambahan bumbu bermacam-macam. Dengan demikian, menggoreng adalah
cara yang paling praktis untuk memasak. Minyak goreng berfungsi sebagai
pengantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan
pangan. Minyak goreng biasanya bisa digunakan hingga 3-4 kali
penggorengan (Winarno 1992). Setelah penggorengan berkali-kali, asam
lemak yang terkandung dalam minyak akan semakin jenuh. Penggunaan
minyak goreng secara kontinyu dan berulang-ulang pada suhu tinggi (160-
180oC) disertai adanya kontak dengan udara dan air pada proses
penggorengan akan mengakibatkan terjadinya reaksi degradasi yang komplek
dalam minyak dan menghasilkan berbagai senyawa hasil reaksi. Suhu yang
semakin tinggi dan semakin lama pemanasan, kadar asam lemak jenuh akan
semakin naik. Reaksi degradasi ini menurunkan kualitas minyak dan akhirnya
minyak tidak dapat dipakai lagi dan harus dibuang (Maskan, 2003). Minyak
goreng juga mengalami perubahan warna dari kuning menjadi warna gelap.
Produk reaksi degradasi yang terdapat dalam minyak ini juga akan
menurunkan kualitas bahan pangan yang digoreng dan menimbulkan
pengaruh buruk bagi kesehatan.
Perubahan sifat ini menjadikan minyak goreng tersebut tidak layak
lagi digunakan sebagai bahan makanan. Dengan demikian minyak yang
seperti ini dapat dikatakan telah rusak dan berbahaya bagi kesehatan atau
biasa disebut dengan minyak jelantah. Walaupun menimbulkan dampak yang
negatif, penggunaan jelantah, atau minyak goreng yang telah digunakan lebih
dari sekali untuk menggoreng (minyak goreng bekas), adalah hal yang biasa
di masyarakat. Sebagian orang berpendapat makanan yang dicampur jelantah
lebih sedap. Sebagian lagi karena keterdesakan ekonomi, apalagi masa-masa
krisis seperti sekarang ini.
Sebenarnya, minyak goreng bekas dapat dimanfaatkan kembali
dengan proses pemurnian yang selanjutnya dapat diolah menjadi bahan baku
industri non pangan (Naomi, 2013). Upaya untuk menghasilkan bahan
pangan yang berkualitas serta pertimbangan dari segi ekonomi, memacu
minat penelitian untuk pemurnian minyak goreng bekas agar minyak dapat
dipakai kembali tanpa mengurangi kualitas bahan yang digoreng. Pemurnian
minyak goreng bekas merupakan pemisahan produk reaksi degradasi dari
minyak. Beberapa cara dapat dilakukan untuk pemurnian minyak goreng
bekas, salah satunya adalah pemurnian dengan menggunakan adsorben.
Penggunaan adsorben merupakan metode alternatif dalam pengolahan
limbah. Metode ini efektif dan murah karena dapat memanfaatkan produk
samping atau limbah pertanian. Saat ini diperlukan adanya pengembangan
proses teknologi untuk pemanfaatan limbah pertanian yang ada. Beberapa
produk samping pertanian yang berpotensi sebagai adsorben diantaranya
yaitu ampas tebu dan arang aktif dari sabut kelapa.
Hajar, dkk (2016), telah melakukan penelitian mengenai pemurnian
minyak jelantah dengan proses adsorpsi menggunakan ampas tebu sebagai
adsorben. Pemurnian ini dilakukan dengan menambahkan sebanyak 5 gram
ampas tebu, kemudian dicampurkan ke dalam minyak goreng bekas yang
telah disiapkan sebanyak 100 ml. Bubuk ampas tebu yang sudah bercampur
dengan minyak goreng bekas dilakukan perendaman dengan variasi waktu 0,
24, 48 dan 72 jam. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan menunjukan
sampel sabun padat yang diuji memenuhi standar SNI NO 06-3532-1994
yang telah ditetapkan. Namun,kadar air pada sabun padat masih kurang baik
karena melebihi batas maksimal SNI.
Selain penelitian yang dilakukan oleh Ramdja dkk, Yustinah, dkk
(2016) juga telah melakukan penelitian sebelumnya mengunakan arang aktif
untuk pemurnian minyak sawit bekas. Pemurnian minyak bekas
menggunakan adsorben arang aktif dari sabut kelapa dapat menurunkan
bilangan peroksisa dalam minyak tersebut. Bilangan peroksida sebelum
proses adsorbsi adalah 12,87 meq/kg. Setelah proses adsorbsi turun menjadi
1,99 meq/kg pada massa arang aktif 10 gram.
Arang aktif dari sabut kelapa dan ampas tebu mampu menurunkan
konsentrasi berbagai polutan karena memiliki daya adsorpsi dan luas
permukaan yang baik (Pujiyanto, 2010). Menurut Khan (2003) dalam Suyati
(2005), semakin besar luas permukaan dan volume total pori, maka jari-jari
rerata pori akan semakin kecil sehingga sangat baik dijadikan sebagai
adsorben. Berdasarkan latar belakang tersebut, pada penelitian ini akan
dilakukan pemurnian minyak goreng jelantah menggunakan kombinasi arang
aktif dari sabut kelapa dan ampas tebu sabagai absorben.
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
kombinasi arang aktif dari sabut kelapa dan ampas tebu sebagai absorben
terhadap kecepatan pemurnian minyak jelantah yang meliputi penurunan
Bilangan Peroksida (PV) dan warna gelap minyak goreng jelantah.
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Dari rumusan masalah diatas, maka ruang lingkup penelitian ini diantaranya
meliputi :
1. Minyak jelantah adalah minyak goreng yang sudah digunakan beberapa
kali pemakaian oleh konsumen. Selain warnanya yang tidak menarik dan
berbau tengik, dan mempunyai potensi besar dalam membahayakan
kesehatan tubuh
2. Arang aktif adalah bahan yang mengandung karbon baik organik atau
anorganik yang diproses sedemikian rupa sehingga memiliki daya
serap/adsorpsi yang tinggi terhadap bahan yang berbentuk larutan atau
uap.
3. Ampas tebu sisa pembuangan kulit tebu yang merupakan absorben bahan
alami yang komponen utama penyusunannya adalah serat yang
didalamnya terkandung gugus selulosa, poliosa seperti hemiselulosa,
lignoselulosa dan lignin mempunyai kemampuan penyerapan yang baik.
4. Bilangan peroksida Menurut Ketaren (1986) bilangan peroksida
merupakan suatu nilai untuk menentukan derajat kerusakan minyak. Pada
umumnya asam lemak bersifat semakin reaktif terhadap oksigen dengan
bertambahnya jumlah ikatan rangkap. Ikatan rangkap pada asam lemak
tak jenuh karena oksigen membentuk peroksida sehingga bilangan
peroksida dapat dinyatakan sebagai angka oksidasi.
BAB II
ANALISA SISTEM DAN PERMASALAHAN
2.1 Permasalahan yang Ditemukan Dilapangan
Salah satu kebutuhan penting yang diperlukan oleh masyarakat Indonesia
adalah minyak goreng. Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah
dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak selain
memberikan nilai kalori paling besar diantara zat gizi lainnya juga dapat
memberikan rasa gurih, tekstur dan penampakan bahan pangan menjadi lebih
menarik, serta permukaan yang kering (Dewi dan Hidajati, 2012). Minyak
merupakan medium penggoreng bahan pangan yang banyak dikonsumsi
masyarakat luas. Banyaknya permintaan akan bahan pangan digoreng merupakan
suatu bukti yang nyata mengenai betapa besarnya jumlah bahan pangan digoreng
yang dikonsumsi manusia oleh lapisan masyarakat dari segala tingkat usia
(Ketaren, 2005). Minyak goreng juga membuat makanan menjadi renyah, kering,
dan berwarna keemasan/kecoklatan, akan tetapi jika minyak goreng digunakan
secara berulang kali akan membahayakan kesehatan. Minyak goreng yang telah
digunakan berulang-ulang akan mengalami penurunan kualitas yang ditandai
dengan perubahan warna menjadi gelap, aroma menjadi kurang enak, kadar asam
lemak bebas dan bilangan peroksida yang tinggi (Rahayu, 2014).
Biasanya kita melihat banyak orang di sekitar pinggiran jalan (pedagang
kaki lima) yang menggunakan minyak goreng bekas pakai atau yang sering
disebut dengan minyak jelantah. Apabila minyak goreng bekas pakai yang mereka
gunakan sudah keruh dan banyak ampasnya, maka para pedangang kaki lima akan
mencampur minyak goreng bekas pakai lama dengan minyak goreng yang baru,
sehingga minyak goreng bekas pakai terlihat lebih jernih. Bahkan di beberapa
tempat, para pedagang kaki lima memberikan plastik ke dalam minyak goreng
bekas pakainya yang berguna untuk menggurihkan makanan yang mereka goreng.
Minyak goreng yang sudah kotor memiliki banyak ampas dapat menimbulkan
penyakit bagi orang yang mengkonsumsinya, tetapi para pedagang kaki lima tidak
memikirkan akibat dari penggunaan minyak goreng bekas tersebut, mereka hanya
memikirkan keuntungan yang akan mereka dapatkan. Hal ini banyak kita jumpai
di kota-kot besar di negara kita. Hal ini juga sudah seharusnya menjadi perhatian
kita dan mencari solusi yang tidak merugikan siapapun.
Dengan adanya beberapa masalah diatas, sebenarnya minyak goreng bekas
dapat dimanfaatkan kembali dengan proses pemurnian yang selanjutnya dapat
diolah menjadi bahan baku industri non pangan (Naomi, 2013) dan juga dapat
bernilai ekonomis serta merupakan salah satu solusi mengurangi minyak goreng
bekas. Sehingga para pedagang kaki lima dan ibu rumah tangga tidak perlu
membuang minyak goreng bekas pakai yang masih bisa dijernihkan dengan
menggunakan arang aktif dari sabut kelapa dan ampas tebu sebagai absorben. Hal
ini tentu saja sangat mudah dilakukan oleh para pedagang gorengan dan ibu
rumah tangga mengingat kedua absorben sangat mudah ditemukan. Selain itu
juga, sudah tidak asing lagi bagi masyarakat indonesia, mungkin di setiap tempat
kita dapat melihat sabut kelapa dan ampas tebu yang terbuang percuma, sehingga
bisa digunakan untuk menjernihkan minyak goreng bekas pakai goreng bekas.

2.2 Analisa Sistem Berdasarkan Aspek Kimia

. Minyak goreng yang digunakan untuk memasak biasanya terbuat dari


minyak nabati yang sudah dimurnikan melalui tahapan degumming,
netralisasi, bleaching dan deodorisasi untuk menghilangkan bau dan rasa
yang tidak diinginkan. Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair pada
suhu kamar, karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh dengan
titik cair rendah (Ketaren,1986). Umumnya, minyak goreng (nabati)
mengandung asam lemak jenuh yang bervariasi. Asam lemak jenuh
berpotensi meningkatkan kolestrol darah, sedangkan asam lemak tak jenuh
dapat menurunkan kolestrol darah.
Sebagian besar masyarakat menggunakan minyak goreng secara
berulang-ulang sebagai alasan ekonomis dimana minyak yang digunakan
untuk menggoreng mengalami penurunan mutu atau lain kadar air, kadar
asam lemak bebas, angka peroksida, bilangan iodine, warna dan viskositasnya
(Mujadin, dkk 2014). Pengotor minyak goreng berasal dari pemanasan
minyak yang berlebih dan debu-debu dalam krecek atau bahan yang digoreng
hancur/gosong dapat juga menjadi pengotor.
Minyak goreng yang telah dipakai (minyak jelantah) akan menjadi
barang buangan atau limbah dari rumah tangga dan pabrik industri
penggorengan, jika tidak didaur ulang akan menjadi limbah yang
mencemari lingkungan. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang
telah digunakan beberapa kali. Minyak jelantah masih memiliki asam
lemak dalam bentuk terikat dalam trigliserida sama halnya dengan minyak
goreng yang belum digunakan, tetapi dalam minyak goreng bekas
mengandung senyawa-senyawa hasil dekomposisi minyak. Rumus struktur
dari minyak jelantah dapat dilihat pada gambar 1 sebagai berikut :

Gambar 1. Rumus struktur dari minyak jelantah


Adapun sifat-sifat kimia dari minyak jelantah (Ketaren, 2005) adalah
sebagai berikut :
1. Hidrolisa, dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam
lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat menyebabkan
kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air
dalam minyak tersebut. Reaksi hidrolisis adalah sebagai berikut :

Gambar 2. Reaksi hidrolisis minyak jelantah


2. Oksidasi, proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara
sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi akan
mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak.
3. Hidrogenasi, proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan ikatan
rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak.
4. Esterifikasi, proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam
lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Dengan menggunakan
prinsip reaksi ini hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak yang
menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai panjang
yang bersifat tidak menguap.

Untuk mengurangi resiko kesehatan akibat pemakaian minyak


jelantah perlu dilakukan upaya pengolahan minyak bekas untuk
meningkatkan kualitasnya. Upaya pengolahan minyak jelantah (minyak
goreng bekas) dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan
cara adsorpsi. Proses adsorpsi dapat terjadi adanya gaya tarik atom atau
molekul pada permukaan padatan yang tidak seimbang. Gaya ini
menyebabkan padatan cendrung menarik molekul-molekul yang lainnya
bersentuhan dengan permukaan padatan, baik fasa gas atau fasa larutan ke
dalam permukaannya. Akibatnya, konsentrasi molekul pada permukaan
menjadi lebih besar dari pada dalam fasa gas atau zat terlarut dalam
larutan. Proses adsorpsi dipengaruhi oleh banyak proton dalam larutan
yang berkompetisi dengan kandungan zat padat pada permukaan adsorben,
jumlah proton (H+) melimpah, mengakibatkan peluang terjadinya pengikat
kandungan zat padat oleh adsorben relatif kecil atau efisiensi
penyerapannya menurun.

2.2 Analisa Sistem dari Aspek Biologi


Perubahan sifat kimia dan fisika dari minyak goreng akibat
menggunakan energi panas menimbulkan berbagai perubahan yang terjadi
pada minyak dan menghasilkan komponen flavor. Lamanya penggunaan
minyak goreng dapat berpengaruh pada nilai gizi yang terkandung di
dalamnya yang berdampak pada kesehatan tubuh karena minyak mengalami
kerusakan akibat terjadinya proses hidrolisis, oksidasi, polimerisasi, dan
reaksi pencoklatan saat proses penggorengan. Proses oksidasi dan
polimerisasi merusak sebagian vitamin dan asam lemak esensial dalam
minyak sehingga dapat mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai
macam penyakit, seperti diare, pengendapan lemak dalam pembuluh darah,
dan kanker (Ketaren, 1986).
Kerusakan minyak goreng mempengaruhi kualitas dan nilai gizi. Selain
warnanya yang tidak menarik dan berbau tengik, minyak jelantah
mengandung radikal bebas yang setiap saat siap untuk mengoksidasi organ
tubuh secara perlahan. Minyak jelantah kaya akan asam lemak bebas. Terlalu
sering mengkonsumsi minyak jelantah dapat meningkatkan potensi kanker
didalam tubuh. Menurut para ahli kesehatan, minyak goreng hanya boleh
digunakan dua sampai empat kali untuk menggoreng. Untuk mengurangi
resiko kesehatan akibat pemakaian minyak jelantah perlu dilakukan upaya
pengolahan minyak bekas untuk meningkatkan kualitasnya. Upaya
pengolahan minyak jelantah (minyak goreng bekas) dapat dilakukan dengan
berbagai cara, salah satunya dengan cara adsorpsi. Adsorpsi dipilih karena
mudah dalam pelaksanaan dan ekonomis . Adsorpsi merupakan suatu proses
penyerapan oleh padatan tertentu terhadap zat tertentu yang terjadi pada
permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada
permukaan zat padat tanpa meresap kedalam (Atkins, 1999). Bahan alami
yang banyak terdapat dalam limbah pertanian atau industri merupakan potensi
adsorben murah, diantaranya adalah ampas tebu dan karbon aktif dari sabut
kelapa. Sabut kelapa dan ampas tebu merupakan limbah hasil pertanian yang
banyak dijumpai dan tersedia di Indonesia. Sabut kelapa mengandung ± 43 %
sellulose, sedangkan ampas tebu mengandung ± 44,7 % sellulose
(Palungkun, 2001). Serbuk sabut dan ampas tebu dengan komponen
selulosanya merupakan zat padat kasar yang polar. Selulosa ini memiliki
afinitas yang besar terhadap zat terlarut yang polar apalagi bila kepolaran
pelarutnya lebih rendah dan secara alami memberi struktur berpori sehingga
kedua bahan tersebut dapat digunakan sebagai media adsorpsi.
2.3 Analisa Sistem dari Aspek Fisika
Proses penggorengan memungkinkan makanan menyerap sejumlah
minyak. Penyerapan minyak oleh produk goreng dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya : 1) suhu dan waktu yang berbanding lurus dengan
peningkatan jumlah minyak yang diserap oleh produk goreng, 2) air yang
terkandung dalam bahan pangan yang akan tergantikan oleh minyak selama
proses penggorengan, dan 3) kualitas minyak yang digunakan. Jenis bahan
pangan yang digoreng pun akan mempengaruhi penyerapan minyak. Produk
goreng yang berasal dari bahan pangan nabati dan mengandung pati akan
menyerap minyak lebih banyak dari pada bahan pangan hewani. Parameter
kualitas minyak meliputi sifat fisik dan kimia. Sifat fisik minyak meliputi
massa jenis, warna, bau, kelarutan, titik cair, titik didih, titik pelunakan,
slipping point, shot melting point, bobot jenis, viskositas, indeks bias, titik
kekeruhan, titik asap, titik nyala dan titik api (Ketaren, 2005).
1. Suhu
Suhu selama reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada
rentangsuhu 30 - 65°C dan dijaga selama proses, tergantung dari jenis
minyak yang digunakan. Dalam proses transesterifikasi perubahan suhu
reaksi menyebabkan gerakan molekul semakin cepat (tumbukan antara
molekul pereaksi meningkat) atau energi yang dimiliki molekul bisa
mengatasi energi aktivasi dengan kata lain perubahan suhu akan
mempengaruhi probabilitas /peluang molekul dengan energi yang sama
atau lebih tinggi dari energi aktivasi. Suhu mempengahuhi viskositas dan
densitas, semakin tinggi suhu menyebabkan gerakan molekul semakin
cepat atau energi kinetik yang dimiliki molekul-molekul pereaksi semakin
besar sehingga tumbukan antara molekul pereaksi juga meningkat.
2. Viskositas
Viskositas merupakan suatu angka yang menyatakan besarnya
perlawanan dari suatu bahan cair untuk mengalir atau ukuran besarnya
tahanan geser dari suatu bahan cair. Makin tinggi viskositasnya, makin
kental dan semakin sukar mengalir. Temperatur atau suhu mempengaruhi
viskositas suatu fluida. Semakin besar temperatur fluida, maka semakin
kecil pula viskositas (Mujadini, 2014). Dengan kata lain temperatur fluida
berbanding terbalik dengan viskositas. Berdasarkan hukum Stokes,
kecepatan terminal (bola jatuh) berbanding terbalik dengan viskositas, dan
berbanding lurus dengan temperatur. Ditunjukkan pula dengan Hukum
Maxwell-Boltzmann hubungan antara viskositas dan temperatur
diformulasikan sebagai berikut
Ea
η = Ae RT
Dimana:
η = Viskositas
A = tetapan cairan
Ea = Energi ambang permol
R = konstanta Boltzmann= 1.380 6488 x 10-23 J/Ok
T = temperatur (Kelvin)
3. Densitas (Massa Jenis)
Salah satu parameter kualitas minyak ialah densitas (massa jenis).
Densitas adalah jumlah zat yang terkandung dalam suatu unit volume.
Densitas suatu bahan tidak sama pada setiap bagiannya tergantung pada
faktor lingkungan seperti suhu dan tekanan. Massa jenis minyak goreng
yang baik ialah 860 – 910 kg/m3. Minyak goreng yang belum dipakai
memiliki massa jenis yang lebih besar dibandingkan minyak goreng bekas
atau minyak jelantah. Hal ini dikarenakan minyak goreng yang sudah
mengalami pemanasan mengakibatkan ikatan antar molekulnya berkurang
dan menyebabkan kerapatan minyak berkurang. Hal tersebut berbeda
dengan minyak goreng yang belum dipakai tidak mengalami pemanasan
sehingga molekul - molekulnya tidak mengalami perenggangan dan nilai
kerapatan yang lebih besar.
4. Warna
Warna, terdiri dari dua golongan : golongan pertama yaitu zat warna
alamiah, yaitu secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung
minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstrasi. Zat warna
tersebut antara lain α dan β karoten (berwarna kuning), xantofil (berwarna
kuning kecoklatan), klorofil (berwarna kehijauan) dan antosyanin (berwarna
kemerahan). Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil degradasi zat warna
alamiah, yaitu warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap
tokoferol (vitamin E), warna cokelat disebabkan oleh bahan untuk membuat
minyak yang telah busuk atau rusak, warna kuning umumnya terjadi pada
minyak tidak jenuh.
5. Kelarutan
Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor
oil), dan minyak sedikit larut dalam alkohol, etil eter, karbon disulfida dan
pelarut-pelarut halogen.
6. Titik cair
Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair dengan tepat pada
suatu nilai temperatur tertentu. Polymorphism adalah keadaan dimana terdapat
lebih dari satu bentuk kristal.
7. Titik didih
Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin meningkat dengan
bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.
8. Titik lunak
Titik lunak (softening point), dimaksudkan untuk identifikasi minyak
tersebut.
9. Sliping point,
Sliping point, digunakan untuk pengenalan minyak serta pengaruh
kehadiran komponen-komponennya.
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dilaksanakan di
laboratorium Kimia Universitas negeri Mataram.
3.1 Alat dan Bahan
 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian meliputi : magnetik stirer,
beker gelas, erlenmeyer, spatula, kertas saring, corong pemisah, neraca
analitik, dan gelas ukur, oven.
 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah minyak
jelantah, ampas tebu, arang sabut kelapa, NAOH, HCL, KOH, aquadest.
3.2 Cara Kerja
a. Persiapan bahan untuk Absorben
Persiapan untuk ampas tebu
Ampas tebu diperoleh dari pedagang penjual es tebu yang ada di kota
Mataram.Sisa-sisa penggilingan sari tebu dicuci hingga bersih lalu
dikeringkan dibawah terik matahari. Selanjutnya ampas tebu yang
telah dikeringkan dihaluskan dan diayak hingga didapatkan bubuk
ampas tebu
Persiapan untuk arang aktif sabut kelapa
1. Adsorben dihilangkan ligninnya
Serbuk sabut dan tempurung kelapa sebanyak 50 gram ditambah
larutan NaOH dan didiamkan beberapa saat. Selanjutnya
ditambahkan larutan HCl untuk menetralkannya. Larutan disaring
kemudian adsorben dicuci dengan aquadest kemudian dikeringkan
dalam oven pada suhu 110 ºC selama 2 jam (Rahayu, 2014).
2. Adsorben diarangkan
Bahan adsorben 100 gram dimasukkan ke dalam kaleng yang
dilubangi sisi-sisi sampingnya kemudian ditutup lalu dibakar
hingga menjadi arang. Arang yang diperoleh dibagi menjadi dua,
separuhnya disisihkan dan separuhnya lagi diaktivasi.
3. Adsorben dibakar dengan furnace pada suhu 400 ºC
Bahan adsorben 100 gram diletakkan dalam cawan porselen
kemudian dibakar dalam furnace pada suhu 400 °C.
4. Aktifasi adsorben
Adsorben yang telah diarangkan/dibakar dengan furnace diaktivasi
dengan cara direndam dalam larutan KOH. Selanjutnya disaring
dan dicuci dengan aquadest, kemnudia dikeringkan dalam oven
pada suhu 110 °C sampai berat konstan.
b. Persiapan Bahan Minyak Jelantah
Minyak jelantah disaring dengan kain tipis atau kertas saring untuk
menghilangkan kotoran yang berupa padatan atau remah-remah. Setelah itu
dianalisis kandungan asam lemak bebas (FFA) bilangan peroksidanya, dan
kejernihan warnanya.
c. Uji kemampuan adsorben
1. Bubuk ampas tebu dan arang sabut kelapa yang dihasilkan ditimbang
masing-masing dengan massa 5; 10 dan 15 g Bubuk ampas tebu
tersebut dimasukkan masing-masing ke dalam gelas ukur.
2. Minyak jelantah yang telah ditambah adsorben dari sabut kelapa dan
ampas tebu kelapa (sesuai dengan variabel adsorben) diaduk selama
30 menit pada suhu 75ºC. kemudian minyak disaring dan diambil
sampel untuk dianalisis kadar PV (bilangan peroksida), dan warnanya.
Prosedur ini diulang untuk variasi persiapan adsorben sabut dan
tempurung kelapa yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P.W., 1999, Kimia Fisika 2, Erlangga, Jakarta.

Hajar, E. W.I, dkk. 2016 Proses Pemurnian Minyak Jelantah Menggunakan


Ampas Tebu untuk Pembuatan Sabun Padat. Jurnal Integrasi Proses, Vol. 6
No.2, (Desember 2016), hal 57 - 63

Ketaren, S. 2005. Pengantar Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan lemak Pangan. Jakarta:


Penerbit Universitas Indonesia.

Mujadini, A, dkk. Pengujian Kualitas Minyak Goreng Berulang Menggunakan


Metoda Uji Viskositas dan Perubahan Fisis. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri
Sains dan Teknologi, Vol . 2, No. 4, September 2014

Naomi, P, dkk. Pembuatan Sabun Lunak dari Minyak Goreng Bekas ditinjau dari
Kinetika Reaksi Kimia. Jurnal Teknik Kimia, vol. 2 no. 19, (April 2013),
hal 42

Palungkun, R. 2001. Aneka Produk Olahan Kelapa. Cetakan VIII. Jakarta:


Swadaya.

Rahayu, L.K, dkk., Potensi Sabut Dan Tempurung Kelapa Sebagai Adsorben
Untuk Meregenerasi Minyak Jelantah. Momentum Vol. 10, No. 1, April
2014, Hal. 47-53. Fakultas Teknik-Universitas Wahid Hasyim Semarang
ISSN 0216-7395

Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi, cetakan ke-5 Jakarta: P.T. Gramedia
Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai