Anda di halaman 1dari 36

PROPOSAL PENELITIAN

PRAKTIKUM IPA
“PENGAWETAN MAKANAN PADA TELUR ”

OLEH :

KELOMPOK 4
BAIQ USWATUL KHASANAH (I2E017003)
INTAN PERMATASARI (I2E017006)
MINASARI (I2E017017)
SYAMSUL HAKIM (I2E017029)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MATARAM
2017

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang tiada hentinya memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada manusia yang selalu bersyukur kehadirat-Nya dan
atas kehendak-Nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Shalawat
dan salam selalu tercurahkan untuk Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah
membawa umat manusia ke jalan yang benar dan diridhoi oleh Allah SWT, yaitu
Addinul Islam.
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata
kuliah praktikum IPA Magister Pendidikan IPA Universitas Mataram. Dalam
penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan beberapa pihak.
Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan
terimakasih yang sedalam-dalamnya.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan
laporanini. Semoga Tuhan memberikan imbalan atas segala bantuan yang telah
diberikan. Amin.

Mataram, Desember 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ......................................................................... ..................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................... .................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................... ................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. ................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................. .................... v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... .................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................ .................... 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... .................... 3
C. Tujuan ........................................................................................ .................... 3
D. Manfaat ....................................................................................... .................... 4
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................... .................... 5
A. Pengertian dan Struktur Telur ..................................................... .................... 5
B. Komponen Nutrisi Telur ............................................................. .................... 8
C. Penurununan Kualitas Telur ........................................................ .................... 9
D. Penurunan Berat Telur ................................................................ .................. 10
E. Telur Itik...................................................................................... .................. 10
F. Pengasinan Telur ......................................................................... .................. 11
G. Perubahan Kimia Telur saat Proses Pengasinan ......................... .................. 14
H. Daun Jambu biji .......................................................................... ......................
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................... .................. 17
A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan ................................................. .................. 17
B. Alat dan Bahan ............................................................................ .................. 17
C. Cara Kerja ................................................................................... .................. 18
D. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... .................. 18
E. Teknik Analisa Data .................................................................... .................. 19
1. Uji Sifat Fisika dan Organoleptik Telur Asin ....................... .................. 19
2. Uji Sifat Kimia Telur Asin .................................................... .................. 19
DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Gambar Struktur Telur ........................................................... .................... 8

iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tabel Komponen Nutrisi Telur ................................................. .................... 9
Tabel 2 Tabel Komposisi Kimia Telur Itik Segar dengan Telur Itik yang Diasin ..... 14
Tabel 3 Tabel Uji Organoleptik Telur Asin ............................................ .................. 19

v
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telur adalah produk peternakan yang kaya gizi dan sangat dibutuhkan
oleh tubuh karena merupakan sumber protein, lemak, dan mineral yang murah
dan dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat. Telur merupakan produk
asal hewan yang memiliki kandungan zat gizi yang lengkap, kandungan
porteinnya yang tinggi menjadikan telur sebagai sumber protein hewani penting
selain daging, ikan dan susu. Telur mengandung protein bermutu tinggi karena
mengandung asam amino esensial lengkap sehingga telur dijadikan patokan
dalam menentukan mutu protein berbagai bahan pangan (Suprapti 2006). Telur
biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali
vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), dan juga vitamin yang larut air
(thiamin, riboflavin, asam pantotenat, niasin, asam folat dan vitamin B12)
(Muchtadi dan Sugiyono 1992 dalam Bagus, Made, 2015).
Di Indonesia ketersediaan telur sangat melimpah dan tidak dipengaruhi
oleh musim sehingga sangat mudah didapatkan. Harga telur yang relatif
terjangkau oleh masyarakat menyebabkan telur dikonsumsi diseluruh lapisan
masyarakat untuk dijadikan sumber protein yang murah dan mudah didapatkan.
Akan tetapi disamping memiliki beberapa keunggulan, telur juga memiliki
kelemahan yaitu mempunyai sifat mudah rusak. Kerusakan tersebut diantaranya
kerusakan fisik, kimia, dan biologi. Kerusakan fisik diantaranya yaitu perubahan
berat telur, warna, ukuran dan permukaaan kulit menjadi berbintik-bintik.
Kerusakan kimia meliputi perubahan pH isi telur dan perubahan struktur gel
putih telur, sedangkan kerusakan biologi yaitu pembusukan yang disebabkan
oleh mikroba (Hessy, Hajrawati. Likadja 2012).
Telur merupakan bahan pangan yang mudah terkontaminasi mikroba baik
langsung atau tidak langsung dengan sumber-sumber pencemaran mikroba yang
berasal dari tanah, udara, air dan debu. Kontaminasi pada umumnya berasal dari
jerami tempat bertelur, tanah, udara, dan kotoran unggas. Telur jika di simpan

1
pada suhu ruang hanya tahan 10-14 hari, setelah waktu tersebut telur mengalami
perubahan-perubahan seperti terjadinya penguapan kadar air melalui pori kulit
telur yang mengakibatkan penurunan berat telur, perubahan komposisi kimia dan
terjadinya pengenceran isi telur (Stenly, Ketut, dan Djoko, 2014).
Untuk mengantisipasi penurunan kualitas telur pasca panen tersebut,
maka diperlukan suatu teknologi pengawetan. Pengawetan sangat penting untuk
menambah daya simpan telur dan mempertahankan kualitas telur, pengawetan
yang digunakan merupakan pengawetan alami serta aman. Tujuan utama dari
pengawetan telur ini adalah untuk mencegah penguapan air serta menghambat
terlepasnya CO2 dari dalam isi telur dan menghambat aktifitas dan
perkembangbiakan mikroba, sehingga diharapkan dapat mempertahankan mutu
dari telur serta memperpanjang masa penyimpanan telur. Bentuk olahan telur
yang sampai sekarang paling dikenal dan paling digemari oleh masyarakat
Indonesia adalah telur asin.
Telur asin merupakan salah satu produk pengawetan telur dari kerusakan
telur selama penyimpanan dengan cara penggaraman. Tujuan utama dari proses
pengasinan telur ini adalah untuk memperpanjang masa simpan telur. Hal
tersebut dapat terjadi dikarenakan metode pengasinan pada telur dapat
memperlambat reaksi metabolisme pada pertumbuhan mikroorganisme penyebab
kerusakan atau kebusukan pada telur tersebut. Garam merupakan faktor utama
dalam proses pengasinan telur berfungsi sebagai bahan pengawet untuk
mencegah pembusukan telur, sehingga meningkatkan daya simpannya. Semakin
tinggi kadar garam yang diberikan dalam proses pengasinan telur maka semakin
meningkatkan daya simpannya (Saliem, dkk dalam Amir, Sirajudin, dan Jafar
2014).
Di samping menghasilkan rasa asin yang khas pada telur, penambahan
garam dapur (NaCl) juga bersifat bakteriostatik dan bakterisidal. Ini disebabkan
natrium dari garam dapat menaikkan tekanan osmotik yang menyebabkan
plasmolisa pada sel mikroba, mengurangi kelarutan oksigen yang dibutuhkan
oleh mikroba, serta menghambat aktivitas enzim proteolitik yang berperan pada

2
proses penguraian protein (Dwidjoseputro, 2009). Jenis mikroba yang
mengontaminasi telur biasanya adalah bakteri salmonella, selain bakteri lain
seperti Escheria coli (E. coli) yang lazim tumbuh di mana-mana dan berasal dari
tempat peternakan unggas. Masuknya mikroba tersebut terjadi bila terdapat
keretakan pada kulit telur, atau tidak ada lagi lapisan tipis yang melindungi pori-
pori kulit telur (Muslim, 1992 dalam Yuniati 2013). Selain dengan cara
pengggaraman atau pengasinan, pengawetan telur juga dapat dilakukan dengan
penambahan daun ekstrak jambu biji. Dengan cara ini maka telur akan semakin
awet dan memiiki daya simpan yang lebih lama bila dibandingkan dengan
pengasinan saja. Hal tersebut disebabkan karena dalam ekstrak daun jambu biji
terdapat kandungan tanin yang berfungsi sebagai pengawet telur asin. Pengasinan
yang disertai dengan penambahan tanin juga dapat mencegah penguapan air pada
penguapan air pada telur serta mencegah masuknya bakteri, seperti penelitian
yang sudah dilakukan oleh Tri Yuliyanto (2011) yang menyatakan bahwa
ekstrak jambu biji mempunyai antibakteri yang paling baik jika dibandingkan
dengan ekstrak daun salam maupun ekstrak teh hijau. Hal tersebut terbukti
dengan jumlah total bakteri yang dihasilkan paling sedikit yaitu sebanyak 2,4 x
107 cfu/g.
Telur yang umum digunakan pada pembuatan telur asin adalah telur itik,
karena pori-pori kulitnya lebih besar, sehingga garam dan ekstrak daun jambu
biji lebih mudah masuk kedalam telur ketika proses pembuatan telur asin. Di
samping itu masyarakat kurang menyukai telur itik, karena bau amisnya lebih
tajam dibandingkan dengan telur unggas lainnya. Pada pembuatan telur asin,
telur baluti adonan garam dan abu gosok yang dilarutkan dengan ekstrak daun
jambu biji. Hal tersebut dikarenakan abu gosok merupakan media pembuatan
telur asin yang mudah didapat dan harganya murah. Dengan dilakukan
pengawetan telur asin ini, diharapkan kualitas telur dapat bertahan dalam kurun
waktu yang relative lama, sehingga tidak mengganggu distribusi dalam proses
penjualannya serta tidak mengurangi kandungan nilai gizi dari telur tersebut.

3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat
diambil adalah sebagai berikut :
1. Apakah ada pengaruh penambahan konsentrasi ekstrak daun jambu biji
terhadap kualitas organoleptik (rasa, aroma, warna putih dan kuning telur)
telur asin ?
2. Bagaimana pengaruh penambahan konsentrasi ekstrak daun jambu biji
terhadap kadar abu dan kadar air telur asin ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari proyek ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi ekstrak daun jambu biji
terhadap kualitas organoleptik (rasa, aroma, warna putih dan kuning telur)
telur asin.
2. Untuk mengatahui pengaruh penambahan konsentrasi ekstrak daun jambu biji
terhadap kadar abu dan kadar air telur asin.
D. Manfaat
Adapun manfaat dari proyek praktikum IPA ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui bagaimana cara pengawetan telur asin dalam menjaga kualitas
(bau, rasa, dan daya simpan) serta kualitas kadar bahan makanan yang
terkandung di dalam telur itik.
2. Proyek ini diharapkan dapat memberi wawasan khususnya kepada penulis
tentang pengawetan telur itik

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian dan Struktur Telur
1. Pengertian Telur

4
Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang dibutuhkan
oleh tubuh, dan mengandung asam amino esensial yang lengkap. Telur
banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena mudah diolah, harganya murah,
dan memiliki kandungan zat yang sempurna. Telur adalah salah satu bahan
makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan dan susu. Umumnya
telur yang dikonsumsi berasal dari jenis-jenis unggas, seperti ayam dan
bebek. Telur merupakan bahan makanan yang sangat akrab dengan
kehidupan kita sehari-hari. Telur sebagai sumber protein mempunyai banyak
keunggulan antara lain, kandungan asam amino paling lengkap dibandingkan
bahan makanan lain seperti ikan, daging, ayam, tahu, tempe, dan lain- lain.
Telur mempunyai citarasa yang enak sehingga digemari oleh banyak orang
(Suryani, 2015).
Telur juga berfungsi dalam aneka ragam pengolahan bahan makanan.
Selain itu, telur termasuk bahan makanan sumber protein yang relatif murah
dan mudah ditemukan. Kualitas telur dapat dilihat dari karakteristik telur
seperti kebersihan, kesegaran, berat telur, kualitas cangkang telur, indeks
kuning telur, indeks albumin, dan komposisi kimia telur (Dinni,dkk 2016).
Berdasarkan asalnya, telur terbagi menjadi dua yakni telur yang berasal dari
unggas dan non unggas. Telur yang berasal dari unggas adalah telur ayam
negeri, telur ayam kampung, telur bebek, telur burung onta, telur burung emu
dan telur angsa. Sedangkan telur yang berasal dari non unggas, seperti telur
penyu dan telur ikan salmon (Anonim, 2013).

2. Struktur Telur
Pada dasarnya struktur sebuah telur terdiri dari sel yang hidup (untuk
telur fertil) yang dikelilingi oleh kuning telur sebagai cadangan makanan yang
terbesar. Kedua komponen itu dikelilingi oleh putih telur yang mempunyai
kandungan air tinggi, bersifat elastis, dan dapat menyerap goncangan yang
mungkin dapat terjadi pada telur tersebut (Kurtini et al., 2014). Adapun
struktur dari telur terbagi menjadi 5, yaitu sebagai berikut :

5
a) Kerabang telur
Kerabang telur merupakan bagian terluar yang membungkus isi telur
dan berfungsi mengurangi kerusakan fisik maupun biologis, serta
dilengkapi dengan pori-pori kerabang yang berguna untuk pertukaran gas
dari dalam dan luar kerabang telur. Kerabang telur memiliki sifat keras,
halus, dilapisi kapur dan terikat kuat pada bagian luar dari lapisan membran
kulit luar. Faktor yang memengaruhi ketebalan kerabang telur antara lain
adalah kandungan Ca, semakin rendah kandungan Ca pada kerabang telur
kualitas kerabang semakin menurun dan kerabang telur semakin tipis
(Kurtini dan Riyanti, 2008).
Pada kerabang dengan permukaan agak berbintik-bintik terdapat
pori-pori yang berfungsi untuk pertukaran gas. Kerabang telur yang tipis
relative berpori lebih banyak dan besar, sehingga mempercepat turunnya
kualitas telur yang terjadi akibat penguapan. Pada permukaan luar kerabang
terdapat lapisan kukutikula, yang merupakan pembungkus telur paling luar.
Jumlah mikroba pada kerabang telur sekitar 102-107 koloni/g. Beberapa
mikroorganisme yang mungkin terdapat pada kerabang telur adalah
Salmonella, Campylobacter, dan Listeria. Salmonella merupakan penetrasi
utama yang mengontaminasi telur dan produk olahan telur. Salmonella bisa
ditemukan dalam saluran pencernaan unggas juga pada saluran telur
(Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, 2011).
Faktor nutrisi utama yang berhubungan dengan kualitas kerabang
adalah kalsium, phosfor, dan vitamin D. Kalsium merupakan nutrien
terpenting dalam pembentukan kerabang. Beberapa faktor yang dapat
menyebabkan masalah mutu kerabang telur antara lain genetik, umur
unggas, suhu lingkungan tinggi, makanan dan penyakit. Umur unggas
berpengaruh pada pembentukan kerabang telur. Umur unggas yang
semakin tua akan mengalami penipisan kerabang karena fungsi reproduksi
unggas tersebut mengalami penurunan akibat bertambahnya umur
b) Selaput kerabang luar dan dalam

6
Selaput kerabang dalam lebih tipis dati selaput kerabang luar dan
keduanya mempunyai ketebalan 0,01-0,02 mm. Pada ujung telur yang
tumpu, keduanya selaput terpisah dan membuat rongga.
c) Albumen (putih telur)
Putih telur terdapat diantara kulit telur. Berat putih telur sekitar 60%
dari jumlah seluruh telur. Bagian putih telur sering disebut albumin, berasal
dari kata albus yang artinya putih. Albumen terdiri 4 lapisan paling dalam
lapisan tipis dan encer atau lapisan chalaziferous lapisan ini berhubungan
dengan selaput vitelina, lapisan luar yang tipis dan encer, yang
mengelilingi lapisan kental. Paling luar adalah lapisan tipis dan encer. Air
dan protein merupakan komponen terbesar penyusun putih telur. Secara
struktural putih telur terdiri dari empat lapisan yakni albumen encer dalam,
albumen encer luar, albumen kental dan lapisan khalaza.
Albumin mengandung lebih dari 50 % protein telur. Putih telur
mengandung protein yang lebih tinggi, sedangkan kuning telur kaya akan
vitamin dibandingkan putih telur, terutama vitamin A. Vitamin di dalam
kuning telur umumnya bersifat larut dalam lemak. Salah satu keunggulan
protein telur dibandingkan dengan protein hewani lainnya adalah daya
cernanya yang sangat tinggi. Artinya, setiap gram protein yang masuk akan
dicerna di dalam tubuh secara sempurna
d) Struktur keruh berserat yang terdapat pada kedua ujung kuning telur yang
disebut khalaza dan berfungsi untuk menjaga kekokohan kuning telur saat
proses pembentukan telur
e) Kuning telur
Kuning telur merupakan bagian yang paling penting pada isi telur,
pada bagian inilah terdapat embrio dan tempat tumbuh embrio hewan
khususnya pada telur yang dibuahi. Kuning telur memiliki komposisi yang
lengkap dibandingkan putih telur. Komposisi gizi kuning telur terdiri dari
air, protein, karbohidrat, mineral, lemak, dan vitamin yang terdiri dari
latebra, diskus terminalis, cincin atau lingkaran konsentris dengan warna

7
gelap dan terang, di kelilingi oleh selaput vitelina. Kuning telur kaya akan
vitamin dibandingkan putih telur, terutama vitamin A. Vitamin di dalam
kuning telur umumnya bersifat larut dalam lemak. Salah satu keunggulan
protein telur dibandingkan dengan protein hewani lainnya adalah daya
cernanya yang sangat tinggi. Artinya, setiap gram protein yang masuk akan
dicerna di dalam tubuh secara sempurna (Suryani, 2015). Struktur telur
dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini !

Gambar 1 Struktur telur


B. Komponen Nutrisi Telur
Telur dari berbagai jenis unggas memiliki fungsi yang sama, yaitu
menyediakan kebutuhan hidup mahluk baru. Oleh sebab itu komposisi telur-telur
unggas tersebut hampir sama. Perbedaan komposisi kimia antar spesies terutama
terletak pada jumlah dan proporsi zat-zat yang dikandungnya, yang umumnya
dipengaruhi oleh keturunan, makanan dan lingkungannya. Pada umumnya telur
mengandung komponen utama yang terdiri atas air, protein, lemak, karbohidrat,
vitamin dan mineral (Koswara, 2009). Komponen nutrisi telur dapat dilihat pada
tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1 Komponen Nutrisi Telur


Komposisi Telur ayam Telur bebek (Itik)
Kalori (Kal) 162,00 189,00
Protein (g) 12,80 13,10
Lemak (g) 11,50 14,30

8
Hidrat Arang (g) 0,70 0,80
Kalsium (mg) 54,00 56,00
Fosfor (mg) 180,00 175,00
Besi (mg) 2,70 2,80
Vitamin A (S.I) 900,00 1230,00
Vitamin B1(mg) 0,10 0,18
Air (g) 74,00 70,80

C. Penurunan Kualitas Telur


Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan telur diantaranya adalah
suhu, kelembaban dan mikroorganisme. Kerusakan telur selama penyimpanan
biasanya ditandai dengan membesarnya kantong udara, pengenceran putih telur
dan lemahnya selaput kuning telur sehingga kuning telur memipih dan pecah,
kuning telur menjadi bercampur dengan putih telur. Telur dapat mengalami
kerusakan fisik maupun kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri.
Bakteri dapat masuk ke dalam telur melalui pori-pori yang terdapat pada kulit
telur, baik melalui air, udara, maupun kotoran ayam Jumlah bakteri dalam telur
makin meningkat sejalan dengan lamanya penyimpanan. Bakteri akan
mendegradasi dan menghancurkan senyawa-senyawa yang ada di dalam telur
menjadi senyawa berbau khas yang mencirikan kerusakan telur (Sudaryani,
2003). Tanda-tanda kerusakan yang sering terjadi pada telur sebagai berikut :
1. Perubahan fisik, yaitu penurunan berat, pembesaran kantung udara di dalam
2. telur, pengenceran putih dan kuning telur.
3. Timbulnya bau busuk karena pertumbuhan bakteri pembusuk.
4. Timbulnya bintik-bintik berwarna karena pertumbuhan bakteri pembentuk
warna, yaitu bintik-bintik hijau, hitam, dan merah.
5. Bulukan, disebabkan oleh pertumbuhan kapang perusak telur
Kerusakan pada telur umumnya disebabkan oleh bakteri yang masuk
melalui kulit yang retak atau menembus kulit ketika lapisan tipis protein yang
menutupi kulit telur telah rusak. Telur yang telah terkontaminasi oleh bakteri
biasanya akan mudah mengalami kerusakan. (Koswara, 2009).
D. Penurunan Berat Telur

9
Telur yang baru saja keluar dari badan induk umumnya masih baik. Akan
tetapi, beberapa lama kemudian mutu telur dapat menjadi rendah. Penyusutan
berat telur disebabkan oleh terjadinya penguapan air selama penyimpanan,
terutama pada bagian putih telur dan sebagian kecil oleh penguapan gas-gas
seperti CO2, NH3, N2 dan H2S akibat degradasi komponen organik telur.
Kehilangan berat adalah salah satu perubahan yang nyata selama
penyimpanandan berkorelasi hampir linier terhadap waktu di bawah kondisi
lingkungan yang konstan. Kecepatan penurunan berat telur dapat diperbesar pada
suhu dan kelembapan yang relatif tinggi. Kehilangan berat sebagian besar
disebabkan oleh penguapan air, terutama pada bagian putih telur, dan sebagian
kecil oleh penguapan gas-gas seperti CO2, NH3, N2, dan sedikit H2S akibat
degradasi komponen organik telur (Kurtini et al., 2014).
Penurunan berat telur dapat dipengaruhi oleh keadaan awal telur tersebut.
Telur yang lebih besar akan mengalami penurunan berat lebih besar daripada
telur yang beratnya kecil. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jumlah pori-pori
kerabang telur, perbedaan luas permukaan tempat udara bergerak, dan ketebalan
kerabang telur. Ukuran telur terdiri dari ukuran kecil yaitu dengan bobot telur
kurang dari 47,2 g, ukuran medium dengan bobot telur 47,2-54,2 g, ukuran besar
dengan bobot telur 54,4-61,4 g dan ukuran jumbo dengan bobot telur lebih dari
61,5 g. Pada umur 25-30 minggu, ayam banyak menghasilkan telur dengan
ukuran medium (Kurtini et al., 2014).
E. Telur Itik
Telur itik secara umum lebih besar dibandingkan dengan telur ayam dan
cangkangnya pun lebih tebal. Keadaan ini berkaitan dengan adanya perbedaan
dalam hal ukuran saluran reproduksi betina (oviduk). Oviduk fungsional pada itik
dewasa, panjang sekitar 45-47 cm sedangkan pada ayam 72 cm. Jangka waktu
yang dibutuhkan untuk pembentukan sebutir telur yang sempurna berbeda
dengan ayam yaitu memerlukan waktu 25,4 jam sedangkan pada itik adalah 24 –
24,4 jam. Berat telur dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti genetik, umur, tingkat
dewasa kelamin, obat-obatan, penyakit, umur telur dan kandungan gizi pakan. Ia

10
menambahkan bahwa faktor terpenting dalam pakan yang mempengaruhi berat
telur adalah protein dan asam amino, karena kurang lebih 50% dari berat kering
telur adalah protein. Penurunan berat telur dapat disebabkan difisiensi asam
amino dan asam linoleat (Arigandono, 1997).
Sistem peternakan itik yang berbeda menyebabkan perbedaan kualitas
telur yang dihasilkan. Pada sistem peternakan intensif, itik dikandangkan dengan
segala kebutuhannya dipenuhi dan dilayani oleh peternak. Pemberian pakan yang
terprogram ditambah dengan pemberian vitamin dan suplemen akan sangat
berpengaruh terhadap kualitas telur yang dihasilkan. Pada sistem pemeliharaan
terkurung basah, saat itik dilepas di area kandang maka itik akan mencari
makanannya sendiri yang ada di dalam kolam atau yang dibawa aliran sungai.
Sumber pakan diperoleh dari lingkungan sawah dan sungai berupa serangga,
keong, katak kecil dan sebagainya (Susilorini dkk., 2008). Perbedaan sistem
peternakan itik, tentunya akan menghasilkan kualitas telur yang berbeda.

F. Pengasinan Telur
1. Pengertian Pengasinan
Pengasinan telur adalah salah satu cara pengawetan yang banyak
dilakukan oleh masyarakat. Tujuan dari proses pengasinan ini adalah untuk
mencegah kerusakan dan kebusukan telur serta memberi cita rasa khas dari
telur. Selain itu juga pengasinan banyak menghasilkan keuntungan antara lain
mudah untuk dilakukan, biayanya murah, praktis, serta dapat meningkatkan
kesukaan konsumen. Telur asin merupakan salah satu produk pengawetan
telur dari kerusakan telur selama penyimpanan dengan cara penggaraman.
Tujuan utama dari proses pengasinan telur ini adalah untuk memperpanjang
masa simpan telur. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan metode
pengasinan pada telur dapat memperlambat reaksi metabolisme pada
pertumbuhan mikroorganisme penyebab kerusakan atau kebusukan pada telur
tersebut. Garam merupakan faktor utama dalam proses pengasinan telur
berfungsi sebagai bahan pengawet untuk mencegah pembusukan telur,

11
sehingga meningkatkan daya simpannya. Semakin tinggi kadar garam yang
diberikan dalam proses pengasinan telur maka semakin meningkatkan daya
simpannya (Saliem, dkk dalam Amir, Sirajudin, dan Jafar 2014).
Berdasarkan metode pengolahannya, ada dua metode yang digunakan
yaitu perendaman dengan menggunakan larutan garam jenuh dan pembalutan
dengan mencampur garam, serbuk bata merah atau abu gosok. Pembuatan
telur asin dengan menggunakan metode pembalutan dengan campuran garam
dan abu gosok sangat mudah dan praktis. Di samping menghasilkan rasa asin
yang khas pada telur, penambahan garam dapur (NaCl) juga bersifat
bakteriostatik dan bakterisidal. Ini disebabkan natrium dari garam dapat
menaikkan tekanan osmotik yang menyebabkan plasmolisa pada sel mikroba,
mengurangi kelarutan oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba, serta
menghambat aktivitas enzim proteolitik yang berperan pada proses
penguraian protein (Dwidjoseputro, 2009). Jenis mikroba yang
mengontaminasi telur biasanya adalah bakteri salmonella, selain bakteri lain
seperti Escheria coli (E.coli) yang lazim tumbuh di mana-mana dan berasal
dari tempat peternakan unggas. Masuknya mikroba tersebut terjadi bila
terdapat keretakan pada kulit telur, atau tidak ada lagi lapisan tipis yang
melindungi pori-pori kulit telur (Muslim, 1992 dalam Yuniati 2013).
2. Proses Pengasinan Telur
Membran vitelin adalah salah satu bagian dari kuning telur yang amat
penting selama proses pengasinan karena mendorong air keluar dari kuning
telur dan mencegah air masuk, mendorong NaCl masuk kedalam kuning telur
dan mencegah NaCl keluar. Struktur telur memperlihatkan adanya lapisan-
lapisan pada telur, sehingga pada telur yang diasinkan, garam akan masuk
secara bertahap dari putih telur ke kuning telur. Pengasinan merupakan
proses penetrasi garam ke dalam bahan yang diasin dengan cara difusi setelah
garam mengion menjadi Na+ dan Cl-. Penambahan garam dalam jumlah
tertentu pada suatu bahan pangan dapat mengawetkan bahan pangan tersebut.
Hal ini disebabkan adanya kenaikan tekanan osmotik yang menyebabkan

12
plasmolisis sel mikroba yaitu sel mengalami dehidrasi atau keluarnya cairan
dari sel dan plasmolisis sel terhadap CO2. Penambahan garam juga akan
mengurangi oksigen terlarut, menghambat kerja enzim, dan menurunkan
aktivitas air (aw atau kandungan air bebas dalam bahan pangan). Proses
pengasinan yang berhasil dengan baik ditentukan oleh karakteristik telur asin
yang dihasilkan. Telur asin tersebut bersifat stabil, aroma dan rasa telurnya
terasa nyata, penampakan putih dan kuning telurnya baik (Winarno dan
Koswara, 2002).
Garam yang digunakan dalam pengasinan adalah NaCl. Garam dapur
mengandung 91.62% NaCl, dan sisanya adalah Ca, Mg, dan Fe dalarn bentuk
garam klorida. Mekanisme yang terjadi adalah sebagai berikut : garam NaCl
di dalam larutan mengion menjadi Na+ dan Cl-. Kedua ion tersebut berdifusi
kedalam telur melalui lapisan kutikula, bunga karang, lapisan mamilari,
membran kulit telur, putih telur, membran vitelin, dan selanjutnya ke dalam
kuning telur. Telur yang direndam didalam larutan garam akan mengalami
osmosis karena telur tersebut ditempatkan ditempat/lingkungan yang
konsentrasinya lebih encer daripada di dalam telur (isi telur). Telur sebagai
sel tunggal yang terbungkus cangkang yang memiliki pori-pori dan
merupakan membran yang bersifat selektif membran, kuning telur sebagai
inti. Hal itu menyebabkan air garam masuk ke dalam telur melewati
membran/cangkang telur karena konsentrasi di dalam lebih tinggi daripada di
luar, sehingga telur menjadi asin. Hal ini juga sesuai dengan pengertian
osmosis yaitu proses perpindahan molekul-molekul zat terlarut dari
konsentrasi rendah (hipotonik) ke konsentrasi tinggi (hipertonik). Berikut
adalah tabel perubahan komposisi kimia telur itik segar dengan telur itik yang
diasin.
Tabel 2. Komposisi Kimia Telur Itik Segar dengan Telur Itik yang Diasin
Bahan Pangan Air (g) Protein Lemak Karbohidrat Ca Vit. A
( g) (g) (g) (mg) (SI)

13
Telur itik segar 0,8 13,1 14,3 0,8 56 1230

Telur itik 66,5 13,6 13,6 1,4 120 841


diasin
Sumber: Poedjiadi (1994 dalam Rizky 2009).
G. Jambu Biji
Klasifikasi dari tanaman jambi biji (Psidium guajava L.) menurut Benson
(1957) dalam adalah sebagai berikut :
Divisio : Spermatophyita
Subdivision : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Myrtales
Family : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L
Tanaman jambu biji mengandung zat psiditanin dan minyak atsiri eugenol
yang bermanfaat antara lain untuk pengobatan beberapa jenis penyakit. Bagian
daun, kulit akar maupun akar, dan buah yang masih muda berkhasiat obat bagi
penyakit disentri, diare, radang lambung, sariawan, dan keputihan (Rukmana,
1996).
Perendaman telur daun jambu biji dapat mempertahankan mutu telur
selama kurang lebih satu bulan. Telur yang telah direndam akan berubah
warnanya menjadi kecoklatan seperti telur pindang tetapi rasanya tidak
mengalami perubahan. Kandungan kimia daun jambu biji berupa tannin dapat
mengawetkan telur ayam ras ataupun telur itik. Tanin akan bereaksi dengan
protein yang terdapat dalam kulit telur yang mempunyai sifat menyerupai
kolagen kulit hewn sehingga terjadi proses penyawamakn kulit berupa endapan
berwarna cokelat yang dapat menutup pori-pori telur dan kulit telur tersebut
menjadi impermeable (tidak dapat tembus) terhadap gas dan udara. Pengawtan
telur dengan memanfaatkan daun jambu biji mempunyai biya pengolajan yang
murah dan mutu telur bertahan selama kurang lebih satu bulan ( Maryati dan
Karmila, 2008).

14
H. Tanin
Tannin merupakan substansi yang tersebar luas dalam tanaman seperti
daun, buah yang belum matang, batang, dan kulit kayu. Pada buah yang belum
matang, tannin digunakan sebagai energy dalam proses metebolisme dalam
mekanisme oksidasi tannin. Tannin yang dikatakan sebagai sumber asam pada
buah. Menurut Nadjeeb, 2010), sifat tannin antara lain :
1. Dalam air membentuk larutan koloidal yang bereaksi asam dan basa
2. Mengendapkan larutan gelatin dan larutan alkaloid
3. Tidak dapat mengkristal
4. Larutan alkali mampu mengoksidasi oksigen
5. Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa degan protein
tersebut sehingga tidka dpengaruhi oleh enzim preteolitik.
Sedangkan sifat kimia tannin adalah sebagai berkikut :
1. Merupakan senyawa konpleks dalam bentuk campuran folifenol yang sulit
dipisahkan sehingga sukar mengkristal
2. Tanin dapat diidentifikasi dangen kromatografi
3. Senyawa fenol dari tanin mempunyai sifat antiseptic dan pemberi warna
I. Perubahan Kimia Telur saat Proses Pengasinan

Adapun perubahan kimia pada telur yang terjadi akibat proses pengasinan
adalah sebagai berikut :
1. Denaturasi Protein
Denaturasi dapat diartikan sebagai suatu perubahan atau modifikasi
struktur sekunder, tersier, dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya
pemecahan ikatanikatan kovalen. Denaturasi protein dapat dilakukan dengan
berbagai cara yaitu oleh panas, pH, bahan kimia, gelombang suara, tekanan
yang tinggi dan mekanik. Senyawa kimia seperti urea dan garam dapat
memecah ikatan hidrogen yang akhirnya menyebabkan denaturasi protein.
Pemekaran atau pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan
membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipeptida. Selanjutnya akan

15
terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau yang
berdekatan. Bila unit ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein
tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid, maka protein tersebut mengalami
koagulasi. Apabila ikatan-ikatan antara gugus-gugus reaktif protein tersebut
menahan seluruh cairan, maka terbentuklah gel (Winarno, 1997).
2. Koagulasi
Perubahan struktur molekul protein telur adalah akibat dari hilangnya
kelarutan, dan pengentalan, atau perubahan dari bentuk cair (sol) menjadi
padat atau semi padat (gel) yang dapat disebabkan oleh pemanasan, perlakuan
mekanik, garam, asam, alkali, dan bahan alkali lain seperti urea. Perubahan
dari sol menjadi gel ini disebut koagulasi. Konsentrasi terbesar dalam lapisan
putih telur adalah ovomucin. Mucin berperan dalam proses koagulasi. Kalaza
mempunyai kandungan mucin yang tinggi dan mempunyai daya tahan
terhadap penggumpalan. Sebaliknya, kuning telur mengandung komponen
non protein yang merupakan subyek penggumpalan. Bila dalam suatu larutan
protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang, akibatnya
protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan protein ini disebut
sebagai salting out. Bila garam netral yang ditambahkan berkonsenterasi
tinggi, maka protein akan mengendap (Winarno, 1997).
3. Proses Kemasiran Telur
Telur itik yang diasinkan dengan garam akan mempunyai karakteristik
kuning telur yang diinginkan seperti : keluaran minyak, warna orange, dan
kemasiran yang lebih baik dibanding dengan pengasinan telur ayam.
Mayoritas lemak kuning telur adalah dalam bentuk low density lipoprotein
(LDL). Lemak yang muncul ke permukaan telur rebus yang belum diasin
hanya sedikit, sebaliknya lemak yang muncul ke permukaan telur yang sudah
diasin semakin besar. Hal ini terjadi karena selama pengasinan, low density
lipoprotein (LDL) kuning telur bereaksi dengan garam. Akibat reaksi tersebut
struktur low density lipoprotein (LDL) menjadi rusak, kemudian lemaknya

16
menjadi bebas dan muncul ke permukaan (Chi dan Tseng, 1998 dalam Rizky
2009)
Selama pengasinan terjadi perpindahan air dari kuning telur menuju
putih telur. Dehidrasi selama pengasinan ini meningkatkan keluarnya minyak.
Besarnya minyak yang keluar seiring dengan pembentukan butiran-butiran
berpasir pada kuning telur. Padatan granul polihedral dijumpai pada telur yang
sudah diasin. Padatan granul polihedral ini semakin rapat seiring dengan
adanya dehidrasi selama pengasinan, ukuran granul juga menjadi lebih besar.
Pembesaran granul ini sebagai akibat masuknya air garam kedalam granul dan
reaksi garam dengan low density lipoprotein (LDL) didalam granul. Granul
polihedral inilah yang memberi kesan atau tekstur masir (Chi dan Tseng, 1998
dalam Rizky 2009 ).
Kemasiran kuning telur meningkat seiring dengan lamanya
pengasinan. Tekstur masir ini mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen
Warna kuning telur sebelum diasin adalah kuning, warna berubah menjadi
kuning kecoklatan, coklat tua, orange, atau kuning cerah setelah proses
pengasinan Perubahan warna kuning telur tersebut berhubungan dengan
hilangnya air dan sejumlah lemak yang menjadi bebas, pada kuning telur.
Kadar air mempengaruhi konsentrasi pigmen, sedangkan lemak bebas
mempengaruhi keluarnya pigmen (Chi dan Tseng, 1998 dalam Rizky 2009).

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Proyek

17
Proyek ini akan dilaksanakan mulai tanggal 2-13 Desember 2018,
bertempat dikediaman salah satu mahasiswa untuk penyimpanan pada saat proses
pengasinan dan perebusan telur.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a) Alat yang digunakan untuk proses pembuatan telur asin adalah ember
plastik, kompor atau alat pemanas, panci, alat pengaduk, toples, wadah
telur (eggtray), pisau, neraca, kain lap.
b) Peralatan untuk analisis kadar air yaitu oven, cawan, timbangan, dan
desikator.
c) Peralatan untuk analisis abu yaitu timbangan, cawan pengabuan, alat
bakar, dan tanur.
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam proyek ini adalah sebagai telur
itik sebanyak 30 butir, garam dapur, serbuk abu gosok dan air, daun jambu
biji,
C. Cara Kerja
1. Persiapan Telur itik
Telur itik sebanyak 30 butir dengan berat masing-masing telur beragam
dicuci dan dibersihkan dari kotoran yang melekat. Kemudian telur
dikeringkan menggunakan lap agar proses dapat berjalan lebih cepat.
Seluruh permukaan telur diamplas secara merata agar pori-porinya terbuka.
2. Proses pembuatan ekstrak daun jambu biji
Konsentrasi ekstrak jambu biji yang digunakan dalam pengawetan telur ini
adalah 10%, 20%, dan 30%. Dalam pembuatan ekstrak jambu biji tersebut,
bahan yang digunakan adalah 100, 200 dan 300 gram daun jambu biji dan
direbus dalam air sebanyak 1 liter selama 10 menit sampai warna air menjadi
kecoklatan.
3. Proses pengasinan

18
Proses selanjutnya membuat adonan pengasin, yaitu dengan membuat
campuran abu gosok dan garam dengan perbandingan 3:1 kemudian
ditambahkan air sampai berbentuk pasta. Setelah adonan pengasin tercampur
rata, setiap telur dibungkus dengan adonan secara merata dengan tebal ±2
mm. Kemudian telur disimpan dalam ember plastik dengan lama
penyimpanan 10 hari. Setelah selesai telur dibersihkan dan direndam dalam
ekstrak jambu biji selam 2 hari, dipastikan telur tetap dalam keadaan utuh
dan bagus.
D. Teknik Pengumpulan Data
Parameter yang diamati setelah proses pengasinan adalah sifat fisik, sifat
kimia, dan sifat organoleptik telur asin. Sifat fisik yang diamati adalah tingkat
kemasiran kuning telur asin. Sifat kimia yang dianalisis adalah kadar air, kadar
abu dari bagian putih telur asin. Sifat organoleptik yang diamati meliputi rasa
asin putih telur, aroma dan tekstur masir kuning telur. Pengamatan terhadap
kesukaan telur asin dilakukan dengan membelah telur asin menjadi 2 bagian.
Pengamatan terhadap kesukaan rasa asin putih telur dilakukan dengan mencicipi
bagian tersebut. Pengamatan terhadap kesukaan tekstur masir pada kuning telur
dilakukan dengan mencicipi bagian kuning telur. Antara pengamatan rasa asin
putih telur dengan rasa tekstur masir kuning telur, indra pengecap dinetralkan
dengan mengkonsumsi seiris kecil buah mentimun.
E. Teknik Analisa Data
1. Uji Sifat Fisik dan Organoleptik Telur Asin
Penilaian organoleptik bertujuan untuk mengetahui penerimaan panelis
terhadap suatu produk yang dihasilkan. Uji sifat fisik dan uji organoleptik
yang dilakukan dalam proyek ini adalah uji hedonic dengan jumlah panelis
sebanyak 30 orang. Skala hedonic yang dipakai adalah 6 skala hedonic yang
terdiri atas amat sangat suka (6), sangat suka (5), suka (4), agak suka (3),
netral (2) dan tidak suka (1) (Betty Tjuju, 2008:115). Parameter yang diujikan
meliputi bau telur asin, rasa asin putih telur dan rasa masirdan asin kuning
telur. Hasil yang diperoleh disajikan pada Tabel 3 di bawah ini.

19
Tabel 3 Tabel Uji Organoleptik Telur Asin
Lama Parameter organoleptik telur asin
penyimpanan Bau telur Rasa asin Tekstur masir Rasa asin
telur asin putih telur kuning telur kuning telur
10 hari
12 hari
14 hari

Keterangan skala Hedonik :


Amat sangat suka =6
Sangat suka =5
Suka =4
Agak suka =3
Netral =2
Tidak suka =1

2. Uji Sifat Kimia Telur Asin


Peubah yang diamati pada uji sifat kimia telur asin ini meliputi kandungan
gizi telur asin dari telur itik yang diasinkan selama 10 hari, 12 hari, dan 14
hari. Kandungan gizi yang diuji meliputi kadar air, abu, protein kasar, lemak
kasar, dan kalsium. Pengukuran kadar kadar air, abu, protein kasar, serat
kasar, lemak kasar, dan kalsium telur asin dilakukan pada bagian putihnya.
a) Kadar air
Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Sebanyak 2
gram sampel ditimbang dalam cawan yang sebelumnya telah ditimbang
dan diketahui bobotnya. Sampel telur kemudian dikeringkan kedalam
oven bersuhu 105 ºC selama 5 jam, selanjutnya didinginkan didalam
desikator dan ditimbang sampai bobotnya konstan.
Bobot awal – bobot akhir
Perhitungan kadar air (%) = x 100%
Bobot awal

b) Kadar Abu (AOAC, 1984)

20
Kadar abu ditentukan menurut metode gravimetri. Sampel
sebanyak 5 gram yang telah dihaluskan ditimbang dalam cawan
pengabuan yang telah diketahui beratnya. Sampel tersebut kemudian
dibakar sampai asapnya habis. Setelah itu dimasukkan kedalam tanur
(600 ºC) selama 3 jam atau sampai terbentuk abu dengan berat yang tetap.
Kadar abu adalah rasio berat abu dengan berat sampel basah.

W 2 W
Kadar abu (%) = x 100 %
W 1W
Keterangan :
W = Berat cawan kosong (g)
W1= Berat cawan dan sampel (g)
W2= Berat konstan cawan dan abu (g)

c) Kadar protein
Langkah-langkah analisis kadar Protein Kasar dengan menggunakan
Metode Kjeldhal-Mikro adalh sebagai berikut :
1) Sampel ditimbang sebanyak 0,05-0,1 gram, kemudian dimasukkan
kedalam labu Kjeldhal 30 ml.
2) Ditambahkan katalis (1,9 ± 0,1 g K2SO4, 40 ± 10 HgO, dan 2,0 ± 0,1
ml H2SO4) ditambahkan, juga 3–10 ml HCl 0,01 N atau 0,02 N
3) Dididihkan didalam pemanas Kjeldhal lengkap yang dihubungkan
dengan pengisap uap melalui aspirator sampai cairan menjadi jernih.
4) Labu didinginkan dan isinya dipindahkan kedalam alat destilasi. Labu
dicuci dan dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air dan air hasil pencucian
ini dipindahkan kedalam alat destilasi, kemudian ditambahkan 2-3
NaOH.
5) Labu Erlenmeyer 125ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes
indikator (campuran 2 bagian metil merah 0,2 % dalam alkohol dan 1
bagian metilen biru 0,2 % dalam alkohol) diletakkan dibawah
kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan
H3BO3

21
6) Larutan NaOH sebanyak 2-3 ml ditambahkan, kemudian dilakukan
destilasi sampai tertampung 50 ml larutan destilat (berwarna hijau)
didalam labu Erlenmeyer.
7) Tabung kondensor dibilas dengan air dan air bilasannya ditampung
didalam labu Erlenmeyer yang sama. Titrasi dilakukan dengan HCl
0,043664 N (0,382%), sampai terjadi perubahan warna menjadi ungu
(warna semula) dan dilakukan penetapan blanko.

Perhitungan kadar protein kasar dan protein sisa dilakukan dengan rumus :
(a - b) x 0,014 x N x c
% Protein = x 100%
Bobot sampel
Keterangan : a = milliliter titer
b = milliliter blanko
c = faktor konversi telur = 6,25

d) Lemak Kasar (Soxhlet) (SNI, 1992)


Langkah-langkah analisis kadar lemak kasar dengan menggunakan
Metode Soxhlet adalah sebagai berikut :
1) Pertama-tama sampel ditimbang sebanyak 1-2 gram. Sampel kemudian
dimasukkan kedalam selongsong kertas yang dilapisi kapas.
Sebelumnya selongsong harus disumbat dengan kapas, lalu
dikeringkan kedalam oven pada suhu tidak lebih dari 80 ºC selama
kurang lebih 1 jam.
2) Setelah 1 jam, dimasukkan kedalam alat Soxhlet yang telah
dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih yang telah
dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Ekstraksi dilakukan dengan
heksana selama kurang lebih 6 jam. Setelah itu ekstrak lemak
dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105 ºC. Apabila proses
pengovenan sudah selesai, sampel didinginkan, kemudian ditimbang.
Pengeringan diulangi hingga tercapai bobot tetap. Perhitungan :

22
W - W1 x 100 %
% Lemak = x 100%
W2
Keterangan :
W = Bobot contoh (gram)
W1 = Bobot lemak selama ekstraksi (gram)
W2 = Bobot labu lemak sesudah ekstraksi (gram)

e) Kadar Kalsium (Metode Titrasi KMnO4)


Prinsip : Kalsium diendapkan sebagai kalsium oksalat. Endapan
dilarutkan dalam H2SO4 encer panas dan dititrasi dengan KMnO4.
Langkah kerja untuk uji kadar kalsium adalah sebagai berikut :
1) Sebanyak 20 – 100 ml larutan abu hasil pengabuan kering dimasukkan
ke dalam gelas piala 250 ml, jika perlu ditambahkan 25 – 50 ml
akuades.
2) Selanjutnya 10 ml larutan amonium oksalat jenuh dan 2 tetes indikator
metil merah ditambahkan ke dalam larutan abu tersebut. Amonia encer
ditambahkan untuk membuat larutan menjadi sedikit basa, kemudian
kedalam larutan ditambahkan beberapa tetes asam asetat sampai warna
larutan merah muda (pH 5,0) dan bersifat sedikit asam.
3) Larutan dipanaskan sampai mendidih, kemudian didiamkan selama paling
tidak 4 jam atau semalam pada suhu kamar. Penyaringan dilakukan
dengan kertas saring Whatman No. 42 dan dilakukan pembilasan dengan
akuades sampai filtrate bebas oksalat (jika digunakan HCl dalam
pembuatan larutan abu, filtrat hasil saringan terakhir harus bebas Cl
dengan mengujinya menggunakan AgNO3).
4) Ujung kertas saring dilubangi dengan menggunakan batang gelas,
kemudian dilakukan pembilasan dan endapan dipindahkan dengan H2SO4
encer panas (1 + 4) ke dalam gelas piala bekas tempat mengendapkan
kalsium, kemudian dilakukan pembilasan satu kali lagi dengan air panas.
5) Masih dalam keadaan panas (70 – 80°C) dilakukan titrasi dengan larutan

23
KMnO4 0,01N sampai larutan berwarna merah jambu permanen yang
pertama. Kertas saring dimasukkan dan titrasi dilakukan sampai terjadi
warna merah jambu permanen yang kedua.

Adapun rumus perhitungan kadar Ca dalam sampel sebagai berikut:


ml titrasi x 0,2 x total volume larutan abu
mgCa/100g sampel = x 100
volume larutan abu x berat sampel
Jika normalitas KMnO4 tidak sama dengan 0,01 N, maka :
ml titrasi x N.KmnO4 x 20 x volume total larutan abu
mgCa/100g sampel = x 100
volume larutan abu x berat sampel

24
BAB IV
PEMBAHASAN
Pengasinan telur adalah salah satu cara pengawetan yang banyak dilakukan
oleh masyarakat. Tujuan dari proses pengasinan ini adalah untuk mencegah
kerusakan dan kebusukan telur serta memberi cita rasa khas dari telur. Selain itu juga
pengasinan banyak menghasilkan keuntungan antara lain mudah untuk dilakukan,
biayanya murah, praktis, serta dapat meningkatkan kesukaan konsumen. Telur yang
direndam didalam larutan garam akan mengalami osmosis karena telur tersebut
ditempatkan ditempat/lingkungan yang konsentrasinya lebih encer daripada di dalam
telur (isi telur). Telur sebagai sel tunggal yang terbungkus cangkang yang memiliki
pori-pori dan merupakan membran yang bersifat selektif membran, kuning telur
sebagai inti. Hal itu menyebabkan garam yang dilarutkan dalam ekstrak daun jambu
biji masuk ke dalam telur melewati membran/cangkang telur karena konsentrasi di
dalam lebih tinggi daripada di luar, sehingga telur menjadi asin. Hal ini juga sesuai
dengan pengertian osmosis yaitu proses perpindahan molekul-molekul zat terlarut
dari konsentrasi rendah (hipotonik) ke konsentrasi tinggi (hipertonik)
Telur banyak mengandung protein yang merupakan zat yang dibutuhkan
bakteri untukpertumbuhan. Bakteri dalam makanan dapat menyebabkan perubahan
warna, bau, rasa, dan aroma sehingga makanan tidak layak untuk dikonsumsi. Bakteri
yang sering terdapat pada telur adalah pseudomonas. Selain itu ada juga bakteri
alkaligenesis, Proteus, Achetobakter, Escherchia, Enterebactere,dan Flafobacterium.
Menurut Rajayu dalam (2011), bakteri golongan Pseodomonas merupakan bakteri
pertama yang masuk dan berkembang dalam telur karena kemampuannya untuk
bergerak dan menembus lapisan-lapisan penghambat telur, melepaskan senyawa
berfloresensi yang bersaing mengikat dan melepas logam dari konal-bumin.
Pada proses pengasinan, garam yang ditambahkan berfungsi sebagai
penghambat pertumbuhan bakteri. Proses pengasinan telur dengan penambahan
ekstrak daun jambu biji akan menghasilkan telur yang lebih awet. Hal tersebut
dilakukan karena pada ekstrak daun jambu biji banyak mengandung tanin. Tanin
dapat mencegah penguapan air pada telur serta menegah masuknya bakteri bakteri

25
maupun kapang pada telur. Tanin juga bersifat menyamak kulit telur sehingga
memperpanjang umur simpan telur. Penambahan tanin tersebut dapat menyebabkan
fase adaptasi mikroorganisme terhadap substrat akan lebih panjang, pertumbuhan
kecepatan mikroorganisme diperlambat, serta fase kematian sel mikroorganisme akan
lebih cepat. Hal tersebut disebabkan karena telur mengalami dua kali pengawetan
sehingga jumlahl sel jasad renik didalam telur akan berkurang (2011). Pada penelitian
ini, telur yang baluti adonan garam dan abu gosok yang dilarutkan dalam ekstrak
daun jambu biji dengan konsentrasi pelarutnya yaitu 5%, 10%, dan 15% disimpan
selam 8 hari. Setelah itu kemudian direbus, dan dilakukan uji sensoris produk.
Uji sensoris suatu produk memiliki arti penting yang berkaitan dengan
penerimaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Uji sensoris pada penelitian
ini menggunakan uji kesukaan (uji organoleptik) dengan menggunakan panelis
sebanyak 27 orang. Parameter yang digunakan untuk diuji kesukaan ini meliputi
warna bagian dalam telur, Aroma, rasa, dan tekstur.
1. Warna bagian dalam telur
Warna penting bagi banyak makanan. Bersama-sam dengan rasa, aroma, dan
tekstur, warna memegang peran penting dalam penerimaan bagi masyarakat.
Selain itu, warna juga memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam
makanan. Dalam uji organoleptik ini, parameter warna yang diamati adalah warna
telur bagian dalam. Berdasarkan analis menggunakan Annova…..
2. Aroma
Aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan. Aroma makanan
lebih banyak melibatakan panca indera hidung dan tidak melibatkan panca indera
penglihatan.berdasarkan analisa, hasil uji organoleptik menunjukkan aroma telur
asin yang paling disukai adalah……
3. Rasa
Rasa berbeda dengan aroma, dan lebih banyak melibatkan panca indera pengecap.
Secara umum, rasa ada empat macam, yaitu manis, pahit, masam, dan asin. Telur
asin mempunyai rasa khas yaitu asin yang disebabkan kerena penggaraman.

26
Berdasarkan analisa data, hasil uji organoleptik menunjukkan rasa yang paling
disukai rasa telur asin yang dilarutkan
4. Tekstur
Tekstur suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan
tersebut.

27
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

28
DAFTAR PUSTAKA

Amir, S. Sirajuddin, S. Jafar, N. 2014. Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama


Penyimpanan terhadap Kandungan Protein dan Kadar Garam Telur.
Makassar. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin.

Anggorodi, R,. 1997. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Anonim. 2013. Berbagai Jenis Telur. http://www.kulinologi.co.id. diakses pada


tanggal 23 November 2017.

Bagus, I, N, S. Made, L, S. Analisis Nilai Gizi Telur Itik Asin Yang Dibuat dengan
Media Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) Selama Masa
Pemeraman. Denpasar. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
Buletin Veteriner Udayana Volume 7 No. 2 ISSN: 2085-2495.

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. 2011. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Dinni, D, A, B. Rusdi. Mardiah, A. 2016. Penetapan Kadar Protein Dalam Telur


Unggas Melalui Analisis Nitrogen Menggunakan Metode Kjeldahl. Padang.
Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang. Jurnal Farmasi Higea. Vol. 8,
No. 2.

Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Hajrawati. Likadja, J, C. Hessy. 2012. Pengaruh Lama Perendaman Ekstrak Kulit


Buah Kakao dan Lama Penyimpanan terhadap Daya Awet Telur Ayam Ras.
Makassar. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Telur (Teori dan Praktek).


eBookPangan.com. diakses pada tanggal 23 November 2017

Kurtini, T. dan Riyanti. 2008. Teknologi Penetasan Unggas. Universitas Lampung.


Bandar Lampung.

Kurtini, T. K. Nova, dan D. Septinova. 2014. Produksi Ternak Unggas. Anugrah


Utama Raharja (AURA). Bandar Lampung

Rizki, T, M, G. 2009. Kandungan Beta Karoten dan Nilai Gizi Telur Asin dari Itik
yang Mendapat Pakan Limbah Udang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

29
Stenly, R, T. Ketut, I, S,. Djoko, R. 2014. Pengawetan Telur Ayam Ras dengan
Pencelupan dalam Ekstrak Air Kulit Manggis pada Suhu Ruang. Denpasar.
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Indonesia Medicus
Veterinus 3(4) : 310-316 ISSN : 2301-7848.

Sudaryani. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suryani, R. (2015). Beternak puyuh di pekarangan tanpa bau. Yogyakarta:


ARCITRA.

Yuniati, H. 2013. Efek Penggunaan Abu Gosok dan Serbuk Bata Merah pada
Pembuatan Telur Asin terhadap Kandungan Mikroba dalam Telur. Volume 34
No 2 : 131-137.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia. Jakarta.
eBookPangan.com. diakses pada tanggal 24 November 2017

30

Anda mungkin juga menyukai