Anda di halaman 1dari 26

Nama : Tika Dwi Yanti

Nim : 836986359

A. Rangkuman Karakteristik Pembelajaran IPA


Istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal juga dengan istilah sains.
Kata sains ini berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang berarti ”saya tahu”. Dalam
bahasa Inggris, kata sains berasal dari kata science yang berarti ”pengetahuan”. Science
kemudian berkembang menjadi social sarcience (IPS) dan natural science yang dalam
Bahasa Indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan alam (IPA). Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang
terorganisasi tentang alam sekitarnya, yang diperoleh dari pengalaman melalui
serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan, dan pengujian gagasan-
gagasan.
1. Tujuan Pelajaran IPA:

Pelajaran IPA bukanlah suatu ilmu yang haras diterima dan dihafalkan oleh anak
anak, tetapi suatu alat untuk mengaktifkan anak-anak kepada sesuatu tujuan yang
tertentu.

Proses perolehan materi pelajaran IPA tidak hanya sebatas menghafalkan
pendapat-pendapat para ahli-ahli, namun harus diperoleh dengan cara praktik
sehingga dapat merangsang siswa mengadakan penyelidikan masalah-masalah yang
berhubungan dengan materi pelajaran.
Menurut Kurikulum Pendidikan Dasar (Depdikbud, 1994:81), tujuan mata pelajaran
1) Siswa memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan
sehari-hari.
2) Siswa memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan dan
gagasan tentang ajaran sekitarnya,
3) Siswa mempunyai minat untuk mengenal dan mempelajari benda-benda serta
kejadian di lingkungan sekitar.
4) Siswa bersikap ingin tahu, tekun, terbuka, kritis, mawas diri, bertanggung jawab,
bekerja sama dan mandiri.
5) Siswa mampu menerapkan berbagai konsep IPA untuk menjelaskan gejala-gejala
alam dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari
6) Siswa mampu menggunakan teknologi sederhana yang berguna untuk
memecahkan suatu masalah yang ditemukan dalam kehidupan seharihan.
7) Siswa mengenal dan memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar, sehingga
menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan Yang Maha Esa.

IPA dapat diartikan secara berbeda menurut sudut pandang yang


dipergunakan. IPA sering didefinisikan sebagai kumpulan informasi ilmiah. Ada ilmuwan
yang memandang IPA sebagai suatu metode untuk menguji hipotesis. Sedangkan seorang
filsuf memandangnya sebagai cara bertanya tentang kebenaran dari apa yang kita ketahui.
Para ilmuwan IPA dalam mempelajari gejala alam, menggunakan proses dan sikap
ilmiah. Proses ilmiah yang dimaksud misalnya melalui pengamatan, eksperimen, dan
analisis yang bersifat rasional. Sikap ilmiah contohnya adalah objektif dan jujur dalam
mengumpulkan data yang diperoleh. Dengan menggunakan proses dan sikap ilmiah itu
scientist memperoleh penemuan penemuan atau produk yang berupa fakta, konsep,
prinsip, dan teori.
Carin (1993) menyatakan bahwa IPA sebagai produk atau isi mencakup fakta,
konsep, prinsip, hukum-hukum, dan teori IPA. Jadi pada hakikatnya IPA terdiri dari tiga
komponen, yaitu sikap ilmiah, proses ilmiah, dan produk ilmiah. Hal ini berarti bahwa
IPA tidak hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau berbagai macam fakta yang
dihapal, IPA juga merupakan kegiatan atau proses aktif menggunakan pikiran dalam
mempelajari gejala-gejala alam yang belum dapat direnungkan. IPA menggunakan apa
yang telah diketahui sebagai batu loncatan untuk memahami apa yang belum diketahui.
Suatu masalah IPA yang telah dirumuskan dan kemudian berhasil dipecahkan akan
memungkinkan IPA untuk berkembang secara dinamis, sehingga kumpulan pengetahuan
sebagai produk juga bertambah.
Sedangkan menurut Trowbridge dan Bybee (1990) IPA merupakan
representasi dari suatu hubungan dinamis yang mencakup tiga faktor utama, yaitu: “the
extent body of scientific knowledge, the values of science, and the methods and processes
of science“. Pandangan ini lebih luas jika dibandingkan dengan pengertian IPA yang
dikemukakan Hungerford dan Volk (1990), karena Trowbridge dan Bybee (1990) selain
memandang IPA sebagai suatu proses dan metode (methods and processes) serta produk-
produk (body of scientific knowledge), juga melihat bahwa IPA mengandung nilai-nilai
(values). IPA adalah sekumpulan nilai-nilai dan prinsip yang dapat menjadi petunjuk
pengembangan kurikulum dalam IPA (Gill, 1991).
2. Karakteristik Pembelajaran IPA
IPA merupakan cabang pengetahuan yang dibangun berdasarkan pengamatan
dan klasifikasi data, dan biasanya disusun dan diverifikasi dalam hukum-hukum yang
bersifat kuantitatif, yang melibatkan aplikasi penalaran matematis dan analisis data
terhadap gejala-gejala alam. Dengan demikian, pada hakikatnya IPA merupakan ilmu
pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan
hukum yang teruji kebenarannya dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode
ilmiah
1) IPA mempunyai nilai ilmiah artinya kebenaran dalam IPA dapat dibuktikan lagi
oleh semua orang dengan menggunakan metode ilmiah dan prosedur seperti yang
dilakukan terdahulu oleh penemunya.
2) IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dan
dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam
3) IPA merupakan pengetahuan teoritis.
4) Teori IPA diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan
melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori,
eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang
satu dengan cara yang lain
5) IPA merupakan suatu rangkaian konsep yang saling berkaitan dengan bagan-bagan
konsep yang telah berkembang sebagai suatu hasil eksperimen dan observasi, yang
bermanfaat untuk eksperimentasi dan observasi lebih lanjut
6) IPA meliputi empat unsur, yaitu produk, proses, aplikasi dan sikap.
3. Kesimpulan
Kemampuan dalam IPA yaitu
 Kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati,
 Kemampuan untuk memprediksi apa yang belum diamati, dankemampuan untuk
menguji tindak lanjut hasil eksperimen,
 Dikembangkannyasikap ilmiah. Kegiatan pembelajaran IPA mencakup
pengembangan kemampuandalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban ,
memahami jawaban, menyempurnakan jawaban tentang “apa”, “mengapa”, dan
“bagaimana ” tentang gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara–
cara sistematis yangakan diterapkan dalam lingkungan dan teknologi. Kegiatan
tersebut dikenal dengankegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode ilmiah.
Karakteristik atau cirri-ciri, yaitu holistic, bermakna, otentik dan aktif.Teknologi tepat
guna adalah teknologi yang menggunakan sumber daya yang adauntuk memecahkan
masalah yang dihadapi/ada secara berdayaguna atau untuk pelaksanaan berhasilguna atau
untuk pelaksanaan tugas sehari--hari menjadi lebihmudah, murah dan sederhana

B. Rangkuman Karakteristik Pembelajaran IPS


1. Hakekat Pembelajaran IPS di SD
Hakekat IPS adalah sebagai pengetahuan yang akan membina para generasi muda
belajar kearah positif yakni mengadakan perubahan-perubahan sesuai kondisi yang
diinginkan oleh dunia modern atau sesuai daya kreasi pembangunan serta prinsip-prinsip
dasar dan sistem nilai yang dianut masyarakat serta membina kehidupan masa depan
masyarakat secara lebih cemerlang da lebih baik untuk kelak diwariska kepada
keturunannya secara lebih baik. Di Indonesia sendiri pendidikan IPS SD didalam
kurikulum pertama kali digunakan tahun 1975. Pada kurikulum sekolah dasar 1968 belum
mumcul istilah ilmu pengetahuan sosial pada mata pelajaran namun disebut ilmu bumi,
sejarah, kewarganegaraan. Sebelum 1975 Indonesia dikenal dengan beberapa istilah Civics
dalam kurikulum 1962, pendidikan kewaarganegaraan dalam kurikulum 1968. Hamid
Hasan (1990) mengemukakan dalam kurikulum IPS SD. Pertama, kelompok yang
menghubungkan Pendidikan IPS dengan ilmu-ilmu sosial. Kelompok ini dapat dibagi
menjadi tiga aliran :
1) Aliran yang berpendapat IPS adalah ilmi-ilmu sosial, karena itu sekolah mengajarkan
sejarah, geografi, politik, ekonomi dan lainnya.
2) Aliran yang berpendapat IPS merupakan fusi dan berbagai disiplin sosial sehingga
tidak lagi dikenal adanya batas –batas dari setiap disiplin ilmu.
3) Aliran yang menginginkanIPS sebagai disiplin khusus dengan tokohnya Jarome S.
Bruner seorang ahli psikologi perkembangan da psikologi belajar kognitif.
Kedua adalah kelompok yang mengaggap IPS tidak perlu merupakan sesuatu yang
berhubungan dengan ilmu sosial bisa juga dijadikan sumber. Secara akademis, IPS erat
kali hubungannya dengan ilmu sosial. Ilmu sosial merupakan ilmu pengetahuan yang
membahas hubngn manusia dengan masyarakat dan juga membahas tingkah laku
manusia. Sementara itu, Depdikbud (1993: 1) mengatakan bahwa Ilmu pengetahuan
Sosial adalah mata pelajaran yang memepelajari kehidupan sosial yang didasarkan bahan
kajian geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, sosial, dan tata Negara. IPS
menggambarkan interaksi individu atau kelompok dalam masyarakat bak dalam
lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Interaksi antar individu dalamdalam ruag lingkup
lingkunga dmula dari yang tekecil, misalkan keluarga, tetangga, rukun tetangga,
desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, Negara di dunia.
IPS lebih menekankan pada aspek pendidikan dari pada concept transfer. Artinya
penekana dalam pembelajaran IPS bukan haya pada cara siswa mampu menghafal konsep,
dan fakta semata-mata, melankan cara-cara guru mampu mengembangkan iklim
pendidikan yang memungkinkan siswa memperoleh pemahamann yang komprehensif
mengenai materi yang dibelajarkan, dan serta melatih sikap nilai, moral dan keterampilan-
keterampilan, sosial yag dimiliki secara optimal

2. Tujuan Pembelajaran IPS di SD


Sama halnya tujua dalam bidang-bidang yang lain, tujuan pembelajaran IPS bertumpu
pada tujuan yang lebih tinggi. Secara hirarki, tujuan pendidikan nasional pada tataran
operasional dijabarkan dalam tujuan institusional tiap jenis dan jenjang pendidikan.
Selanjutnya pencapaian tujuan institusional ini secara praktis dijabarkan dalam tujuan
kurikulum atau tujuan pelajaran pada setiap bidang studi dalam kurikulum, termasuk
bidang studi IPS. Akhirnya tujuan kurikulum secara praktis operasional dijabarkan dalam
tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran.Ksasih mengemukakan bahwa tujuan
kurikuler IPS yang harus dicapai sekurang-kurannya meliputi hal-hal berikut:
1) Membekali peserta didik dengan pengetahuan sasial yang berguna dalam kehidupan
masyarakat, membekali peserta didik dengan kemampuan.
2) Membekali peserta didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan
masyarakat, membekali peserta didik dengan kemampuan. Mengidentifikasi,
menganalisa dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam
kehidupan di masyarakat.
3) Membekali peserta didik denga kemampuan berkomunikasi dengan sesame warga
masyarakat dan deangan berbagai bidang keilmuan serta berbagai keahlian.
4) Membekali peserta didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif, dan
keterampilan terhadap lingkungan hidup yang menjadi berbagai kehidupannya yang
tidak terpisah.
5) Membekali peserta didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan
keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan kehidupan,perkembangan masyarakat,
dan perkembangan ilmu dan teknolgi
Kelima tujuan di atas harus dicapai dalam pelaksanaan kurikulum IPS di
berbagai lembaga pendidikan dengan keluasan, kedalamam dan bobot yang sesuai dengan
jenis dan jenjang pendidikan yang dilaksanakan.
Tujuan pendidikan IPS dikembangkan atas dasar pemikiran bahwa pendidikan
IPS merupakan suatu disiplin ilmu. Leh karena itu pendidikan IPS harus mengacu pada
tujuan Pendidikan Nasional. Dengan demikian tujuan pendidikan IPS adalah
mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menguasai disiplin ilmu-ilmu sosial
untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih tinggi. Ada tiga aspek yang harus dituju
dalam pengembangan pendidikan IPS, yaitu aspek intelektual, kehidupan s0ail, dan
kehidupan individu. Pengembangan kemampuan intelektual lebih didasarkan pada
pengembangan disiplin ilmu itu sendiri serta pengembangan akademik dan thinking skill.
Tujuan intelektual berupaya untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami
disiplin ilmu sosial, kemampuan berpikir, kemampuan prosesual dalam mencari inf0rmasi
dan mengkomunikasikan hasil temuan. Pengembangan kehidupan sosial berkaitan dengan
pengembangan kemampuan dan tanggung jawab siswa sebagai anggota
masyarakat.Tujuan ini mengembangkan kemampuan seperti berkomunikasi, rasa tagging
jawab sebagai warga negara dan warga dunia,kemampuan berpartisipasi dalam kegiatan-
kegiatan kemasyarakatan dan bangsa. Termasuk dalam tujuan ini adalah pengembangan
pemahaman dan sikap positif siswa terhadap nilai, norma dan moral yang berlaku dalam
masyarakat.(sundawa 2006) Ada 3 kajian utama berkenan dengan dimensi tujuan
pembelajaran IPS SD ,yaitu:
a. Pengembangan kemampuan berpikir siswa
Pengembangan kemampuan intelektualadalah pengembangan kemampuan siswa dalam
berpikir tentang ilmu ilmu-ilmu social dan masalah-masalah kemasyarakatan. Undin S.
Winataputra (1996) mengemukakan bahwa dimensi intelektual merujuk pada ranah
kognitif terutama yang berbenan dengan proses berpikir atau pembelajaran yang
menyangkut proses kognitif bertaraf tinggi dari mulai kemampuan pemahaman sampai
evaluasi. S. Hamid Hasan (1998) menambahkan bahwa pada proses berpikir mencakup
pula kemampuan dalam mencari imformasi,mengolah imformasi dan
mengkomunikasikan temuan.
b. Pengembangan nilai dan etika social
S. Hamid Hasan (1996) mengartikan nilai sebagai sesuatu yang menjadi criteria suatu
tindakan,pendapat atau hasil kerja itu bagus /positif atau tidak bagus /negative. Frans
Von Magnis (1985) menyatakan bahwa etika adalah penyelidikan filsafat tentang
bidang moral ,ialah bidang yang mengenai kewajiban-kewajiban manusia serta tentang
yang baik dan yang buruk.
c. Pengembangan Tanggung Jawab dan partisipasi social
Dimensi yang ketiga dalam pembelajaran IPS adalah mengembangkan tanggung jawab
dan pastisipasi social yakni yang mengembangkan tujuan IPS dalam membentuk warga
Negara yang baik ,ialah warga Negara yang berpartisipasi aktif dalam kehidupan
masyarakat.

3. Karakteristik Pembelajaran IPS di SD


Karakteristik pembelajaran pembelajaran IPS dapat dilihat dari materi dan strategi
penyampaiannya.
1) Materi IPS Mempelajari IPS
Pada hakekatnya adalah menelaah interaksi antara individu dan masyrakat dengan
lingkungan (fisik dan social budaya). Materi IPS digali dari segala aspek kehidupan
praktis sehari-hari di masyarakat. Ada 5 macam sumber materi IPS antara lain
2. Strategi Pembelajaran IPS

Strategi penyampaian pengajaran IPs, sebagaian besar adalah didasarkan pada suatu
tradisi, yaitu materi disusun dalam urutan: anak (diri sendiri), keluarga
masyarakat/tetangga, kota, region, negara, dan dunia. Tipe kurikulum seperti ini
disebut "The Wedining Horizon or Expanding Enviroment Curriculum" (Mukminan,
1996:5). Adapun kriteria keserasian bersekolah adalah sebagai berikut :

Menurut jean piagiet usia siswa SD (7-12 tahun) ada pada stadium operasional
konfrik . oleh karena itu guru harus mampu merancang pembelajaran yang dapat
membangkitkan siswa misalnya, penggalang waktu belajar tidak terlalu panajang dan yang
tidak kalah pentngnya sajian harus dibuat menarik bagi siswa . ciri utama atau
karakteristik pembelajaran ilmu pengatahuan social menurut kokasih (dalam suprya, DKK
2006 : 8) :

Karakteristik mata pembelajaran IPS berbeda dengan disiplin ilmu lain yang bersifat
monolitik. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai disiplin
ilmu-ilmu sosial

seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Rumusan
Ilmu Pengetahuan Sosial berdasarkan realitas dan fenomena sosial melalui pendekatan
interdisipliner.

Geografi, sejarah, dan antropologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan
yang tinggi. Pembelajaran geografi memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan
dengan

wilayah-wilayah, sedangkan sejarah memberikan wawasan berkenaan dengan


peristiwa-peristiwa dari berbagai periode. Antropologi meliputi studi-studi komparatif
yang berkenaan dengan nilai-nilai, kepercayaan, struktur sosial, aktivitas-aktivitas
ekonomi, organisasi politik, ekspresi-ekspresi dan spiritual, teknologi, dan benda-benda
budaya dari budaya-budaya terpilih. Ilmu politik dan ekonomi tergolong ke dalam ilmu-
ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan
keputusan. Sosiologi dan psikologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti
konsep peran, kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial. Secara intensif
konsep-konsep seperti ini digunakan ilmu-ilmu sosial dan studi-studi sosial.

Dari paparan materi diatas maka kami dapat simpulkan bahwa, IPS eseumlah
mata p sejbgai mata pelajarab yang merupakan perpaduan dari sejumlah mata pelajaran
sosial yang
mengajarkan pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan kepada siswa untuk memahami
lingkungan dan masalah-masalah sosial disekitarnya, serta sebagai bekal untuk melajutka
pendidikan ke jenjag yag lebih tinggi. Yang bertujuan pendidikan IPS adalah
mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menguasai disiplin ilmu-ilmu sosial
untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih tinggi.

C. Rangkuman Karakteristik Pembelajaran MATEMATIKA

Matematika sekolah adalah matematika yang telah dipilah-pilah dan


disesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual siswa, serta digunakan sebagai salah
satu sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir bagi para siswa. Ada sedikit
perbedaan antara matematika sebagai ilmu dengan matematika sekolah. Perbedaan itu
dalam bentuk penyajian, pola pikir, keterbatasan semesta, dan tingkat keabstrakan
(Sumardyono, 1994: 43-44).

Penyajian Penyajian matematika tidak harus diawali dengan teorema atau


definisi, tetapi harus disesuaikan dengan taraf perkembangan berpikir siswa. Apalagi untuk
tingkat SD, mereka belum mampu seluruhnya berpikir deduktif dengan obyek yang
abstrak. Pendekatan yang induktif dan menggunakan obyek yang konkrit merupakan
sarana yang tepat untuk membelajarkan matematika, karena kemampuan berpikir siswa
Sekolah Dasar masih dalam tahap operasional konkrit. Suatu konsep diangkat melalui
manipulasi dan observasi terhadap obyek konkrit, kemudian dilakukan proses abstraksi
dan idealisasi. Jadi, penggunaan media/alat peraga untuk memahami suatu konsep atau
prinsip sangat penting dilakukan dalam proses pembelajaran matematika di SD.
Contohnya penyajian topik perkalian di SD. Pengertian perkalian seharusnya tidak
langsung menyajikan bentuk matematika, semisal 3 x 4 = 12. Penyajiannya akan lebih
mudah untuk dipahami oleh anak SD jika didahului dengan penjumlahan berulang melalui
alat peraga misalnya kelereng. Dengan peragaan tersebut, siswa mendapatkan pemahaman
bahwa walaupun 3 x 4 dan 4 x 3 bernilai sama-sama 12, tetapi makna perkaliannya
berbeda. Setelah siswa mengetahui makna perkalian, baru kemudian mereka menghafalkan
fakta dasar perkalian.
Pola Pikir Pembelajaran matematika di sekolah dapat menggunakan pola pikir
deduktif maupun pola pikir induktif. Hal ini dapat disesuaikan dengan topik bahasan dan
tingkat intelektual siswa. Sebagai kriteria umum, biasanya siswa di SD menggunakan
pendekatan induktif terlebih dahulu, sebab hal ini lebih memungkinkan siswa untuk
menangkap pengertian yang dimaksud. Contoh-contoh di atas dapat kita perhatikan.8

Semesta Pembicaraan Sesuai tingkat perkembangan intelektual siswa,


matematika yang disajikan dalam jenjang pendidikan juga menyesuaikan dalam
kekomplekan semestanya.
Semakin meningkat perkembangan intelektual siswa, maka semesta matematikanya
semakin diperluas. Contoh untuk siswa SD misalnya operasi bilangan bulat pada
kurikulum 2004 di SD dibatasi pada operasi penjumlahan dan pengurangan saja. Operasi
perkalian, pembagian, perpangkatan pada bilangan bulat tidak diberikan di SD.

Tingkat Keabstrakan Seperti penjelasan sebelumnya, tingkat keabstrakan


matematika juga menyesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual siswa. Di
sekolah dasar (SD), untuk memahami materi pelajaran dimungkinkan untuk
mengkonkretkan obyek-obyek matematika. Akan tetapi, hal ini berbeda untuk jenjang
sekolah yang lebih tinggi. Semakin tinggi jenjang sekolah, tingkat keabstrakannya semakin
tinggi pula. Contoh untuk tingkat SD yaitu saat pembelajaran fakta mengenai bilangan di
SD. Siswa tidak langsung diperkenalkan dengan simbol “1”, “2”, “3”, “4”, ... beserta
urutannya, tetapi dimulai dengan menggunakan benda-benda yang konkret dan
menyuguhkan sifat urutan/relasi sebagai sifat “lebih banyak” atau “kurang banyak”. Selain
karakteristik matematika di SD tersebut, kita juga perlu mengetahui tujuan pembelajaran
matematika yang tercantum pada Standar Isi SD/MI Kurikulum 2006. Tujuan yang
dimaksud adalah sebagai berikut.

Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan


mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam
pemecahan masalah.

Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan

matematika.

Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang


model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

Mengkomunkasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah.
Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki
rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet
dan percaya diri

dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006 : 417).

Adapun ruang lingkup materi atau bahan kajian matematika di SD/MI


mencakup

aspek-aspek berikut :
Bilangan

Geometri

Pengukuran

Pengolahan data

1. Karakteristik Pembelajaran MATEMATIKA


Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern yang mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan
daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi
dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika khususnya di bidang teori bilangan,
aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan menciptakan
teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Untuk
itu diperlukan pemahaman yang mendasar tentang fungsi dan tujuan pembelajaran
matematika khususnya di Sekolah Dasar yang akan mendasari perkembangan pemahaman
anak terhadap matematika.

Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang


abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya. Ini berarti bahwa belajar matematika
pada hakekatnya adalah belajar konsep, struktur konsep dan mencari hubungan antar
konsep dan strukturnya. Ciri khas matematika yang deduktif, aksiomatis ini harus
diketahui oleh guru sehingga mereka dapat mempelajari matematika dengan tepat, mulai
dari konsep-konsep sederhana sampai yang komplek.

Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006) mata pelajaran


Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar. Hal ini
dimaksudkan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut
diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan
memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak
pasti, dan kompetitif. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan
menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau
gagasan dengan menggunakan simbol,tabel, diagram, dan media lain. Hal senada juga
disampaikan oleh Muijs & Reynolds (2008) bahwa matematika merupakan “kendaraan”
utama untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis dan ketrampilan kognitif yang
lebih tinggi pada anak-anak.

D. Rangkuman Karakteristik Pembelajaran Bahasa Indonesia SD


Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik
secara lisan maupun tulis, sekaligus mengembangkan kemampuan beripikir kritis dan
kreatif. Peserta didik dimungkinkan untuk memperoleh kemampuan berbahasanya dari
bertanya, menjawab, menyanggah, dan beradu argumen dengan orang lain.

Sebagai alat ekspresi diri, bahasa Indonesia merupakan sarana untuk


mengungkapkan segala sesuatu yang ada dalam diri seseorang, baik berbentuk perasaan,
pikiran,
gagasan, dan keinginan yang dimilikinya. Begitu juga digunakan untuk menyatakan dan
memperkenalkan keberadaan diri seseorang kepada orang lain dalam berbagai tempat dan
situasi.

Kegiatan berbahasa Indonesia mencakup kegiatan produktif dan reseptif di


dalam empat aspek berbahasa, yakni mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Kemampuan berbahasa yang bersifat reseptif pada hakikatnya merupakan kemampuan
untuk memahami bahasa yang dituturkan oleh pihak lain. Pemahaman terhadap bahasa
yang dituturkan oleh pihak lain tersebut dapat melalui sarana bunyi atau sarana tulisan.
Pemahaman terhadap bahasa melalui sarana bunyi merupakan kegiatan menyimak dan
pemahaman terhadap bahasa penggunaan sarana tulisan merupakan kegiatan membaca.

Kegiatan reseptif membaca dan menyimak memiliki persamaan yaitu sama-


sama kegiatan dalam memahami informasi. Perbedaan dua kemampuan tersebut yaitu
terletak pada sarana yang digunakan yaitu sarana bunyi dan sarana tulisan. Mendengarkan
adalah keterampilan memahami bahasa lisan yang bersifat reseptif. Berbicara adalah
keterampilan bahasa lisan yang bersifat produktif, baik yang interaktif, semi interaktif, dan
noninteraktif. Adapun menulis adalah keterampilan produktif dengan menggunakan
tulisan. Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang paling rumit di antara jenis-jenis
keterampilan berbahasa lainnya, karena menulis bukanlah sekadar menyalin kata-kata dan
kalimat-kalimat, melainkan juga mengembangkan dan menuangkan pikiran-pikiran dalam
suatu struktur tulisan yang teratur.

Kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, inovatif, dan bahkan inventif peserta
didik perlu secara sengaja dibina dan dikembangkan. Untuk melakukan hal itu, mata
pelajaran bahasa Indonesia menjadi wadah strategi.

Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan


emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua
bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya,
budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi
dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta
menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan


peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik
secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan
manusia Indonesia.
Bredekamp (1987:3) menyatakan bahwa anak berkembang pada semua aspek
perkembangannya baik fisik, emosional, sosial, dan kognitif. Tidak ada jalan lain kecuali
guru harus memiliki tanggungjawab dan perhatian penuh bagi keutuhan perkembangan
anak.

Sehubungan dengan itu Goodman dalam Akhadiah menyatakan bahwa

a. belajar bahasa lebih mudah terjadi jika bahasa itu disajikan secara holistik nyata,
relevan,bermakna, serta fungsional jika bahasa itu disajikan dalam konteks dan dipilih
peserta didik untuk digunakan,

b. belajar bahasa adalah belajar bagaimana mengungkapkan maksud sesuai dengan


konteks lingkungan orang tua, kerabat, dan kebudayaan terdapat interdependensi antara
perkembangan kognitif dan perkembangan kemampuan bahasa yang meliputi pikiran
bergantung kepada bahasa dan bahasa bergantung kepada pikiran (Akhadiah, 1994:10-
11).

Dinyatakan pula bahwa sesuai dengan teori belajar, perkembangan kognitif serta
perkembangan bahasa pada anak usia lima sampai dengan delapan tahun atau anak kelas
awal SD mempunyai karakteristik sebagai berikut:

kemampuan kognitif dan bahasa anak usia tersebut telah memadai untuk belajar
dalam situasi yang lebih formal,

anak-anak seusia itu masih memandang sesuatu lebih sebagai keseluruhan

sesuatu lebih mudah mereka pahami jika diperoleh melalui interaksi sosial dengan
mengalaminya secara nyata dalam situasi yang menyenangkan,

situasi yang akrab, dilandasi penghargaan, pengertian, dan kasih sayang, serta
lingkungan belajar kondusif dan terencana sangat membantu proses belajar yang
efektif (Akhadiah,
1994: 8-5). Kenyataan itu menuntut agar guru sebagai pengelola pembelajaran dapat
menyediakan lingkungan belajar yang kondusif dan pendekatan pembelajaran yang
bermuatan keterkaitan atau keterpaduan sehingga membuat anak secara aktif terlibat

dalam proses pembelajaran dan pembuatan keputusan.

Senada dengan pendapat Goodman, Suriasumantri (1995:257) menyatakan


bahwa belajar bahasa akan lebih mudah jika pembelajaran bersifat holistik, realistik,
relevan, bermakna, dan fungsional, serta tidak lepas dari konteks pembicaraan. Pendekatan
pembelajaran terpadu dalam pengajaran bahasa sebenarnya dilandasi oleh pandangan
bahasa holistic (whole language) yang memperlakukan bahasa sebagai sesuatu yang bulat
dan utuh, dan dalam proses belajar sesuai dengan perkembangan peserta didik. Dalam
proses pembelajaran bahasa holistic guru menjadi model dalam berbahasa (membaca dan
menulis), serta bertindak sebagai fasilitator dan memberikan umpan balik yang positif.
Pembelajaran terpadu merupakan suatu aplikasi salah satu startegi
pembelajaran berdasarkan pendekatan kurikulum terpadu yang bertujuan untuk
menciptakan atau membuat proses pembelajaran secara relevan dan bermakna bagi anak
(Atkinson, 1989:9). Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam pembelajaran terpadu didasarkan
pada pendekatan inquiry, yaitu melibatkan peserta didik mulai dari merencanakan,
mengeksplorasi, dan brain storming dari peserta didik. Dengan pendekatan terpadu peserta
didik didorong untuk berani bekerja secara kelompok dan belajar dari hasil
pengalamannya sendiri. Collins dan Dixon (1991:6) menyatakan tentang pembelajaran
terpadu sebagai berikut: integrated learning occurs when an authentic event or
exploration of a topic in the driving force in the curriculum. Selanjutnya dijelaskan bahwa
dalam pelaksanaannya anak dapat diajak berpartisipasi aktif dalam mengeksplorasi topik
atau kejadian, peserta didik belajar proses dan isi (materi) lebih dari satu bidang studi pada
waktu yang sama.

1. Karakteristik Pembelajaran BAHASA INDONESIA SD

Pembelajaran Bahasa Indonesia mencakup aspek mendengarkan, berbicara,


membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut sebaiknya mendapat porsi yang seimbang.
Dalam pelaksanaanya sebaiknya dilaksanakan secara terpadu, misalnya:
mendengarkan —— menulis —— berdiskusi

mendengarkan —— bercakap-cakap —— membaca

bercakap-cakap —— menulis —— membaca

membaca —— berdiskusi —— memerankan

menulis —— melaporkan —— membahas

a. Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas-kelas rendah dalam pelaksanaannya

dipadukan atau dikaitkan dengan mata pelajaran lain seperti IPA, IPS, atau Matematika.
b. Dari berbagai pendapat para ahli dan rambu-rambu pembelajaran Bahasa
Indonesia
,

dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya di kelas-kelas


awal, harus mempertimbangkan asas keterkaitan atau keterpaduan sebagai pendekatan
pembelajaran sesuai dengan perkembangan anak sekolah dasar yang holistik yaitu
pendekatan pembelajaran terpadu.

c. Guru sebagai model dalam berbahasa (membaca dan menulis) selama proses
pembelajaran berlangsung serta bertindak sebagai fasilitator dan memberikan umpan
balik yang positif. Kualitas hasil pembelajaran Bahasa Indonesia dipengaruhi berbagai
faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah pendekatan dalam proses
pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Proses tersebut menyangkut materi ajar yang
digunakan, kegiatan guru dan peserta
didik, interaksi peserta didik dengan peserta didik, peserta didik dengan guru, dan
bahan ajar, alat dan lingkungan belajar serta cara dan alat evaluasi dan kesesuaian
dengan

kebutuhan perkembangan peserta didik itu sendiri.

a) Macam Tes Objektif

Jenis tes objektif yang banyak digunakan orang adalah tes jawaban benar -salah ( true-
false), pilihan ganda (multiple choise), isian (kompletion) dan penjodohan (matching)

Tes benar-salah

Bentuk tes terdiri dari sebuah pernyataan yang mempunyai dua kemungkinan benar
atau salah.

Contoh:
B – S bahasa Indonesia termasuk rumpun ustronesia (ingtan)

B- S kalimat ‘anak itu sellu pakai hem ‘ adalak kalimat gabung bertingkat bertingkat
dengan kalimat menduduki fungsi objek. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pembuatan

benar –salah.

Pernyataan jangan terlalu kompleks (berisi beberapa konsep sekaligus yang


mungkin kurang berkaitan).

Pernyataan jangan mengutip apa adanya ( kutipan secara verbatim )dari buku karena
akan menimbulkan kecenderungan siswa menghafalkan buku secara verbalistis.
Jumlah pernyataan yang benar dan yang salah haruus seimbang, separuh benar dan
separuh salah, untuk mengatasi adanya kemungkinan siswa yang hanya menjawab
benar

atau salah semua secara asal.


Kemungkinan jawaban benar dengan pola-pola tertentu harus dihindari, misalnya B-
SB-S-B-

S, BBSS-BB-SS, atau B semua kemudian S semua atau sebaliknya.

Penentuan skor siswa dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu dengan rumus
tanpa tebakan, S=R S: skor, dan R (right= jawaban betul). Jadi, untuk memperoleh skor
siswa kita hanya menghitung jumlah jawaban yang betul. Rumus tebakan, S=R-W
(wrong/jawaban salah). Jadi, kita menghitung jawaban betul kemudian dikurangi
jawaban yang salah. Kelebihan tes benar-sala

Baikuntukmengkur recall Dapat mencakup bahan yang luas Mudah untuk sekoring dan
mudah

menyusunnya Waktu yang digunakan untuk mengerjakan soal tidak lama Instrksi
mudah dipahami Kelemahan tes benar-salah Ada kemungkinan terjadi tebakan Untuk
mengukur hal-hal yang tes book Saran-saran penyusunn tes benar –salah Hindari
bentuk kalimat atau ungkapan seperti yang terdapat pada buku teks atau bacaan
Hindari penggunaan kalimat yang luas dan umum Usahakan jumlah soal yang benar
dan yang

salah seimbang

Tes pilihan ganda

Tes pilihan ganda merupakan suatu bentuk tes yang paling banyak dipergunakan dalam
dunia pendidikan.tes pilihan ganda terdiri atas sebuah pernyataan atau kalimat yang
belum lengkap yang kemudian diikuti oleh sejumlah pernyataan atau bentuk yang dapat
digunakan untuk melengkapinya dari sejumlah “pelengkap” tersebut, hanya satu yang
tepat, yang lain merupakan pengecoh ( distractors). Kelebihan dan kelemahan tes
objektif pilihan ganda tak berbeda halnya dengan kelebihan dan kelemahan tes objektif.
Hanya saja tes objektif pilihan ganda dapat digunakan untuk mengukur kemampuan
tingkat tinggi (pemahaman, analisis dan sintesis), yaitu dengan memberikan sebuah
pernyataan kasus, dan pilihan jawaban berupa pemecahan kasus tersebut.

Bentuk instrument perbuatan berbahasa untuk menilai keterampilan berbahasa siswa


lebih menitik beratkan aktifitas berbahasa lisan, yang antara lain ditengarai adanya
bentuk indicator : berpidato, bercerita, mengemukakan tugas, atau menceritakan
kembali secara lisan. Bentuk tes ini dapat berupa tugas berpidato, melakukan
wawancara, bercerita menceritakan kembali secara lisan.

Teknik Nontes dalam Penilaian Pembelajaran Bahasa


Indonesia Instrument nontes diantaranya dapat berupa
fortofolio

Fortofolio adalah kumpulan pekerjaan siswa, penilaian fortofolio pada dasarnya adalah
penilaian pada karya-karya siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Semua tugas
penulisan yang dikerjakan siswa dalam jangka waku tertentu. Misalnya satu semester
dikumpulkan lalu dilakukan penilaian. Sebagai mana ditunjukkan dalam tugas-tugas
menulis dan atau tes isai dalam penilaian hasil belajar Bahasa Indonesia. Siswa
diharapkan untuk berunjuk kerja secara aktif, produktif, lewat bahasa tulis. Kemampuan
menulis tersebut merupakan salah satu setandar kompetensi yang harus dimiliki oleh
siswa.
wawancara

Teknik wawancara diperlukan guru untuk tujuan mengungkapkan atau mengejar lebih
lanjut tentang hal-hal yang dirasa guru kerang jelas informasinya sebelum menentuknan
teknik dan alat penilaian penulis soal perlu menetapkan terlebih dahulu tujuan penilaian
dan KD yang hendak diukur. Setelah menentukan tujuan penilaian dan pokok bahasan
yang sangat penting, langkah berikutnya adalah menentukan jumlah soal setiap pokok
bahasan atau materi dan penyebaran soalnya . untuk mempermudah dalam
pelaksanaannya,

Anda mungkin juga menyukai