Anda di halaman 1dari 20

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


Adapun pengertian IPA dan pembelajaran IPA di SD adalah sebagai
berikut.
2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Ilmu Pengetahuan Alam menurut Wahyana (dalam Trianto, 2010:136)
adalah ”suatu kumpulan pengetahuan tersusun sistematik, dan dalam
penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya
tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode
ilmiah dan sikap ilmiah.” Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah pengetahuan yang
tersusun sistematis dari kumpulan gejala alam dengan adanya metode ilmiah dan
sikap ilmiah berupa fakta.
Menurut Sapriati, dkk (2008:5.11) Ilmu pengetahuan Alam (IPA) adalah
pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah yang menghasilkan suatu
pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi secara logis sistematis
tentang alam sekitar.
Menurut Rustaman, dkk (2008:1.5) IPA adalah ”produk, proses dan
penerapannya (teknologi), termasuk sikap dan nilai yang terdapat di dalamnya.
Produk IPA terdiri dari fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori dapat melalui
proses sains, yaitu melalui metode-metode sains atau metode ilmiah (scientific
methods), bekerja ilmiah (scientific inquiry).”Jadi, IPA adalah proses sains
dengan metode dan bekerja ilmiah yang menghasilkan suatu produk berupa fakta,
konsep, prinsip, hukum dan teori.
Ilmu pengetahuan Alam (IPA) dalam BNSP (2006:161) merupakan ilmu
pengetahuan yang berkaitan erat dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-
fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi merupakan suatu penemuan.
Jadi, berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa IPA
adalah hasil kegiatan manusia yang berupa kumpulan pengetahuan, gagasan,

6
7

konsep yang sistematis melalui metode ilmiah dan bekerja ilmiah dan merupakan
suatu penemuan dimana produk IPA terdiri dari fakta, konsep, prinsip, hukum dan
teori.

2.1.2 Pembelajaran IPA di SD


Menurut Hamalik (2011:70) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang
tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan
prosedur yang saling mempengaruhi mencapi tujuan pembelajaran.
Menurut aliran behavioristik (dalam Hamdani, 2011:23) pembelajaran
adalah usaha guru dalam membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan
menyediakan lingkungan atau stimulus. Sedangkan aliran kognitif, pembelajaran
adalah cara guru untuk memberikan kesempatan kepada anak didik dalam berpikir
agar mengenal dan memahami sesuatu yang sedang dipelajari.
Pembelajaran menurut Sanjaya (2006:101) adalah suatu proses
penambahan informasi dan kemampuan/ kompetensi baru. Dimana ketika seorang
guru dalam berpikir untuk menyampaikan kompetensi apa yang harus dimiliki
oleh siswa, maka pada saat itu juga seorang guru berpikir strategi apa yang harus
dilakukan dalam kegiatan pembelajaran agar semua itu dapat tercapai secara
efektif dan efisien.
Jadi, pembelajaran dapat disimpulkan bahwa suatu proses untuk mencapai
tujuan pembelajaran dengan menggunakan strategi apa yang tepat untuk
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengenal dan memahami apa yang
sedang dipelajari pada saat kegiatan belajar mengajar.
Hakikat pembelajaran IPA di SD menurut Trianto (2010:141) adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala dengan proses ilmiah yang dibangun
atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yaitu berupa
tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori. Dimana IPA
dipahami sebagai ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah
observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui
eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep.
8

Pembelajaran IPA di SD dalam BNSP (2006:161) menekankan pada


pemberian pengalaman secara langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa
agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Dimana pembelajaran
IPA sebaiknya dilaksanakan secara Inquiry ilmiah (scientific Inquiry) untuk
menumbuhkan kemapuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta
mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup.
Pembelajaran IPA di SD yang dikutip oleh Tisno Hadisubroto dalam
(Samatowa, 2011: 5), Piaget mengatakan bahwa ”pengalaman langsung yang
memegang peranan penting sebagai pendorong lajunya perkembangan kognitif
anak. Pengalaman langsung anak yang terjadi secara spontan dari kecil (sejak
lahir) sampai berumur 12 tahun. Efesiensi pengalaman langsung pada anak
tergantung pada konsistensi antara hubungan metode dan objek dengan tingkat
perkembangan kognitif anak.” Sedangkan menurut Alverman dalam (Samatowa:
2011: 9) pembelajaran IPA menjadi berarti bila IPA diajarkan sedemikian,
sehingga anak menjalani suatu proses perubahan konsepsi. Jadi, dengan umur 12
tahun adalah masa dimana siswa mengalami tahap perkembangan kongkrit yaitu
dari memperoleh pengalaman langsung apa yang telah dialami yang mendorong
perkembangan kognitif pada anak.
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran IPA di SD adalah kegiatan pembelajaran yang mempelajari gejala-
gejala dengan proses ilmiah, untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja,
dan bersikap ilmiah yang diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam BNSP (2006:162)
tujuan pembelajaran IPA di SD/MI adalah sebagai berikut.
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha
Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam
ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep
IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran
tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara
IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
9

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam


sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam
memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam BNSP (2006:162)


ruang lingkup pembelajaran IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai
berikut.
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan Interaksinya dengan lingkungan, serta
kesehatan.
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat
dan gas.
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,
listrik, cahaya dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan
benda-benda langit lainnya.

Berdasarkan penjabaran di atas, penulis mengambil materi yang


tercantum di dalam Silabus untuk mata pelajaran IPA adalah sebagai berikut.

Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar


7. Memahami perubahan yang 7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis
terjadi di alam dan tanah.
hubungannya dengan 7.3 Mendeskripsikan struktur
penggunaan sumber daya bumi.
alam.
10

2.2 Metode Discovery


Metode menurut Hamalik (2011: 26) adalah cara yang digunakan oleh
guru dalam menyampaikan materi pelajaran untuk mencapai tujuan kurikulum
yaitu terlaksananya kegiatan guru dan kegiatan siswa dalam proses pembelajaran.
Metode pembelajaran menurut Yamin (2010:145) adalah cara menyajikan,
menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan kepada siswa dalam materi
pelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Anitah (2008:5.4) metode pembelajaran adalah salah satu upaya
yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran maupun dalam upaya membentuk kemampuan siswa dengan
metode atau cara mengajar yang efektif.
Menurut Hamdani (2011:80) metode pembelajaran adalah cara yang
digunakan oleh guru dalam menyampaikan pelajaran kepada siswa, karena
penyampaian pelajaran itu berlangsung dalam interaksi edukatif.
Jadi, dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode
pembelajaran adalah suatu cara yang di gunakan oleh guru dalam menyampaikan
materi pelajaran dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Dimana dalam memilih suatu metode pembelajaran hendaknya
sesuai dengan kemampuan siswa dan disesuaikan dengan bahan pengajaran yang
akan diajarkan.
Menurut John M.Echol dan Hasan Sadili (dalam Illahi, 2012:29) discover
berarti menemukan, sedangkan discovery adalah penemuan. Sedangkan menurut
Hamalik (dalam Illahi, 2012:29) menyatakan bahwa metode discovery adalah
suatu proses pembelajaran dimana anak didik diberikan suatu persoalan untuk di
pecahkan yang menekankan pada mental intelektual, dimana siswa dapat
menemukan suatu konsep yang dapat diterapkan di lapangan. Sedangkan menurut
Siregar (dalam Illahi, 2012:30) metode discovery adalah proses pembelajaran
dimana siswa diharapkan untuk menemukan sesuatu yang baru dalam kegiatan
belajar mengajar.
Menurut Illahi (2012:33) metode discovery merupakan salah satu metode
yang memungkinkan anak didik untuk terlibat langsung di dalam suatu proses
11

kegiatan pembelajaran sehingga anak didik mampu berpikir untuk menemukan


suatu konsep atau teori yang sedang dipelajari.
Menurut Sund (dalam Roestiyah, 2008:20) metode discovery adalah proses
mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip.
Sedangkan menurut Bruner (dalam Sapriati, 2008:1.27) di dalam pembelajaran
IPA dengan menggunakan metode discovery, tujuan pembelajaran penemuan ini
bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja melainkan untuk memberikan
motivasi kepada siswa, melatih kemapuan berfikir intelektual, dan merangsang
keingintahuan siswa. Adapun tiga ciri utama pembelajaran penemuan ini adalah
1) Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. 2) Peran guru adalah sebagai
seorang petunjuk (guide) dan pengaruh bagi siswanya yang mencari informasi. 3)
Umumnya dalam proses pembelajaran digunakan barang-barang nyata.
Dari pengertian menurut beberapa ahli diatas maka dapat disimpulkan
bahwa metode discovery adalah suatu metode penemuan yang melibatkan siswa
di dalam proses belajar mengajar dimana siswa dapat termotivasi dan merangsang
keingintahuan siswa dalam pembelajaran sehingga siswa dapat memperoleh
pengetahuan langsung dari apa yang siswa alami sendiri.

2.2.1 Langkah-langkah Metode Discovery


Menurut Sund (dalam Roestiyah, 2008:20) langkah metode discovery
adalah berupa mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat
dugaan, menjelaskan, mengukur, dan membuat kesimpulan.
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam metode discovery menurut
Illahi (2012:83) adalah 1) Adanya suatu masalah yang harus dipecahkan. 2)
Sesuai dengan tingkat kemampuan kognitif anak didik. 3) Konsep atau prinsip
yang dikemukakan harus secara jelas. 4) Harus tersedia alat dan bahan yang
diperlukan suasana harus diatur sedemikian rupa. 5) Guru kelas memberi
kesempatan anak didik untuk mengumpulkan data. 6) Harus dapat memberikan
jawaban secara tepat sesuai dengan data yang diperlukan.
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam metode discovery menurut
Gilstrap ( dalam Suryosubroto, 2009:183-184) adalah sebagai berikut.
12

1. Mengamati/menilai kebutuhan dan minat siswa untuk


digunakan sebagai dasar dalam menentukan tujuan yang nyata.
2. Seleksi pendahuluan atas dasar kebutuhan dan minat siswa,
prinsip-prinsip, generalisasi, pengertian dalam hubungannya
dengan apa yang akan dipelajari.
3. Mengatur susunan kelas sedemikian rupa sehingga
memudahkan terlibatnya arus bebas pikiran siswa.
4. Berkomunikasi dengan siswa untuk membantu menjelaskan
peranan.
5. Menyiapkan suatu situasi yang mengandung masalah untuk
dipecahkan.
6. Mengecek pengertian siswa tentang masalah untuk merangsang
minat belajarnya.
7. Menyediakan berbagai alat peraga untuk kepentingan
pelaksanaan pembelajaran.
8. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan dan
bekerja dengan data.
9. Mempersilahkan siswa mengumpulkan dan mengatur data
sesuai dengan kecepatannya sendiri.
10. Memberi kesempatan kepada siswa melanjutkan pengalaman
belajarnya, walaupun sebagian atas tanggung jawabnya sendiri.
11. Memberi jawaban dengan cepat dan tepat sesuai dengan data
dan informasi bila ditanya dan diperlukan siswa dalam
kelangsungan kegiatannya.
12. Memimpin analisisnya sendiri melalui percakapan dan
eksplorasinya sendiri dengan pertanyaan yang mengarahkan
dan mengidentifikasi proses.
13. Mengajarkan ketrampilan untuk belajar dengan penemuan yang
diidentifikasi oleh kebutuhan siswa.
14. Merangsang interaksi siswa dengan siswa, misalnya
merundingkan strategi penemuan, mendiskusikan hipotesis dan
data yang terkumpul.
15. Mengajukan pertanyaan tingkat tinggi maupun pertanyaan
tingkat yang sederhana.
16. Bersikap membantu jawaban siswa, ide siswa, pandangan dan
tafsiran yang berbeda. Bukan menilai secara kritis tetapi
membantu menarik kesimpulan yang benar.
17. Membesarkan siswa untuk memperkuat pernyataannya dengan
alasan dan fakta.
18. Memuji siswa yang giat dalam proses penemuan.
19. Membantu siswa menulis atau merumuskan prinsip, aturan ide,
generalisasi atau pengertian yang menjadi pusat dari masalah
semula dan yang telah ditemukan melalui strategi penemuan.
20. Mengecek apakah siswa menggunakan apa yang telah
ditemukannya, misalnya teori atau teknik, dalam situasi
13

berikutnya, yaitu situasi dimana siswa bebas menentukan


pendekatannya.

Langkah-langkah metode discovery menurut Suchman,R (dalam


Suryosubroto, 2009:184-185) adalah sebagai berikut.
1. Identifikasi kebutuhan siswa.
2. Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian
konsep dan generalisasi yang akan dipelajari.
3. Seleksi bahan dan probelama atau tugas-tugas.
4. Membantu memperjelas.
a. Tugas / problema yang akan dipelajar.
b. Peranan masing-masing siswa.
5. Mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan.
6. Mencek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan
dipecahkan dan tugas-tugas siswa.
7. Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan.
8. Membantu siswa dengan informasi/data, jika diperlukan oleh
siswa.
9. Memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan
yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses.
10. Merangsang terjadinya interaksi antarsiswa dengan siswa.
11. Memuji dan membesarkan siswa yang bergiat dalam proses
penemuan.
12. Membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi
atas hasil penemuannya.

Langkah-langkah metode discovery menurut Hamalik (2011: 132) adalah


1) Menyajikan kesempatan-kesempatan kepada siswa untuk melakukan
tindakan/perbuatan dan mengamati konsekuensi dari tindakan tersebut. 2)
Menguji pemahaman siswa mengenai hubungan sebab akibat dengan cara
mempertanyakan atau mengamati reaksi-reaksi siswa, selanjutnya menyajikan
kesempatan-kesempatan lainnya. 3) Mempertanyakan atau mengamati kegiatan
selanjutnya, serta menguji susunan prinsip umum yang mendasari masalah yang
disajikan itu. 4) Penyajian berbagai kesempatan baru guna menerapkan hal yang
baru saja dipelajari ke dalam situasi atau masalah-masalah yang nyata.
Jadi, dari pendapat beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa langkah-
langkah metode discovery yaitu:
1. Memberikan masalah yang harus dipecahkan.
2. Konsep atau prinsip yang dikemukakan harus secara jelas.
14

3. Mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan untuk penemuan.


4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi melakukan
penemuan.
5. Mengamati kegiatan penemuan dan membantu analisis dengan pertanyaan
dengan mengarah pada proses penemuan.
6. Memuji siswa yang aktif dalam proses penemuan.
7. Membatu membuat kesimpulan.

2.2.2 Kelebihan Metode Discovery


Kelebihan metode discovery menurut Illahi (2012:70) adalah sebagai
berikut.
1. Dalam penyampaian materi menggunakan kegiatan dengan
pengalaman langsung.
2. Lebih realistis dan mempunyai makna.
3. Merupakan suatu model pemecahan masalah.
4. Dengan pengalaman langsung, maka kegiatan discovery akan lebih
mudah diserap oleh anak didik dalam memahami kondisi tertentu yang
berkenaan dengan aktivitas pembelajaran.
5. Banyak memberikan kesempatan bagi para anak didik untuk terlibat
langsung dalam kegiatan belajar.

Kelebihan metode discovery menurut Hamdani (2011:267) adalah sebagai


berikut.
1. Membangkitkan semangat belajar pada diri siswa.
2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju
sesuai dengan kemampuan siswa.
3. Membantu siswa mengembangkan, memperbanyak kesiapan serta
penguasaan keterampilan dalam proses kognitif.
4. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi.
15

Dari kelebihan di atas dapat disimpulkan bahwa metode discovery dalam


kegiatan pembelajaran dapat pengalaman langsung, mudah di serap oleh siswa,
menjadi bermakna, selain itu siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat
pribadi.

2.2.3 Kekurangan Metode Discovery


Kelemahan metode discovery menurut Illahi (2012:72) adalah sebagai
berikut.
1. Membutuhkan waktu yang lebih lama.
2. Kemampuan berfikir rasional masih terbatas.
3. Kesukaran dalam menggunakan faktor subjektifitas ini menimbulkan
kesukaran dalam memahami sesuatu yang berkenaan dengan pengajaran
discovery.
4. Faktor kebudayaan dan kebiasaan. Belajar discovery menurut kemandirian,
kepercayaan kepada dirinya sendiri, dan kebiasaan bertindak sebagai subyek.

Dengan kelemahan diatas maka cara yang dapat dilakukan dalam


penelitian ini untuk mengatasi kelemahan di atas adalah dengan merencanakan
kegiatan pembelajaran yang matang dengan metode discovery. Perencanaan
tersebut seperti memperhatikan alokasi waktu yang lebih diperhitungkan lagi yaitu
dengan memperhitungkan pembagian kegiatan dalam pembelajaran yaitu dengan
memfokuskan kegiatan eksplorasi pada pertemuan pertama, kegiatan elaborasi
untuk pertemuan kedua, dan yang terakhir adalah kegiatan evaluasi dimana setiap
siklus terdiri dari tiga kali pertemuan. Melakukan pemabagian kelompok terlebih
dahulu sebelum pembelajaran itu masuk ke tahap elaborasi, supaya di dalam
kegiatan inti lebih efektif. Pembagian kelompok ini dimaksudkan agar di dalam
kelompok terjadi hubungan saling bekerja sama, melakukan pengamatan dan
penemuan bersama-sama, sehingga anak akan menjalin hubungan yang positif di
dalam kelompok tersebut dan mengurangi rasa individualis.
16

2.2.4 Sintaks Pembelajaran Metode Discovery


Pembelajaran dengan metode discovery ini terdiri dari 6 langkah utama
yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran dimana guru memberikan
simulasi sampai siswa dapat membuat kesimpulan sendiri. Berikut langkah-
langkah dijelaskan dalam tabel ( Illahi, 2012:87-88).

Tabel 2.2
Sintaks Metode Discovery

Tahapan Keterangan
Simulasi Guru mengajukan persoalan atau meminta anak didik untuk
membaca atau mendengarkan uraian yang memuat persoalan.
Perumusan Siswa diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai
masalah permasalahan.
Pengumpulan Siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan data dan
data informasi yang dibutuhkan, seperti membaca sumber bacaan,
mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan
uji coba,dll.
Pengolahan Informasi-informasi yang diperoleh siswa dari kegiatan
data pengumpulan data diklasifikasikan, dihitung dan ditafsirkan.
Pembuktian Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran atau informasi yang
ada, pertanyaan hipotesis yang dirumuskan sebaiknya dicek
terlebih dahulu, apakah bisa terjawab dan terbukti dengan baik
sehingga hasilnya akan memuaskan.
Generalisasi Dari semua kegiatan yang telah dilakukan, siswa diarahkan
untuk belajar menarik kesimpulan mengenai permasalahan yang
disajikan guru.

2.2.5 Penerapan Metode Discovery dalam Standar Proses (EEK)


Berdasarkan langkah-langkah di atas, penerapan pembelajaran IPA dengan
menggunakan metode discovery adalah sebagai berikut.
17

Tabel 2.3
Langkah-langkah Penerapan Metode Discovery

No. Tahap Kegiatan Keterangan


1. Pendahuluan 1. Guru menyampaikan salam.
2.Guru mengecek kehadiran siswa
(absensi).
3.Apersepsi dan motivasi kepada siswa.
4. Menyampaikan tujuan pembelajaran
yang ingin disampaikan.
2. Inti: 1. Guru menyampaikan garis besar materi
Eksplorasi yang akan disampaikan.
2. Guru bertanya jawab kepada siswa
tentang materi yang di ajarkan.
3. Guru membentuk kelompok yang
terdiri dari 4-5 siswa tiap kelompok.
Elaborasi 1. Memberikan masalah yang harus
dipecahkan (tentang topik yang akan
dibahas tiap pertemuan dari salah satu
seperti susunan tanah, jenis-jenis tanah,
struktur bumi dan matahari).
2. Konsep atau prinsip yang dikemukakan
harus secara jelas kepada siswa.
3. Mempersiapkan setting kelas dan alat-
alat yang diperlukan untuk penemuan.
4. Memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berdiskusi melakukan penemuan.
5. Mengamati kegiatan penemuan dan
membantu analisis dengan pertanyaan
dengan mengarah pada proses
penemuan.
6. Memuji siswa yang aktif dalam proses
penemuan
Konfirmasi 1. Mempresentasikan hasil jawaban tiap
kelompok ke depan kelas.
2. Tanya jawab tentang materi yang belum
dipahami.
3. Guru dan siswa bersama-sama
menyimpulkan pembelajaran yang telah
dilakukan.
3. Penutup Memberikan soal evaluasi.
18

2.3 Hasil Belajar


Adapun pengertian belajar dan hasil belajar adalah sebagai berikut.
2.3.1 Belajar
Belajar menurut Hamalik (2011:36) adalah merupakan suatu proses, suatu
kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan
tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu
penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Menurut Anitah (2008:2.9) belajar adalah suatu proses menambah dan
mengumpulkan pengetahuan yaitu berupa penguasaaan pengetahuan sebanyak-
banyaknya untuk menjadi cerdas, sedangkan sikap dan keterampilan di abaikan.
Menurut Hilgard (dalam Sri Anitah, 2008:2.9) belajar adalah merupakan
suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui latihan. Perubahan
tingkah laku ini disebabkan karena adanya suatu dukungan dari lingkungan yang
positif yang menyebabkan terjadinya interaksi edukatif.
Menuurt Hamdani (2011: 21-22) belajar adalah suatu perubahan tingkah
laku atau penampilan, yaitu dengan serangkaian kegiatan seperti dengan
membaca, mengamati, mendengarkan, meniru. Belajar akan lebih baik jika subjek
atau anak didik belajar mengalami atau melakukannya sendiri.
Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan
suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh bukan hanya menghafal, akan
tetapi mengalami sendiri apa yang telah dilihat, didengar, ditiru melalui interaksi
dengan lingkungan.

2.3.2 Hasil Belajar


Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:250) hasil belajar dapat dilihat dari
sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan suatu
perkembangan mental anak pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik yang
menjadi lebih baik dibandingkan sebelum siswa belajar. Pada sisi guru, hasil
belajar merupakan terselesaikannya bahan pelajaran dalam suatu kegiatan
pembelajaran. Hasil belajar menurut Mulyasa (2008:212) merupakan suatu
prestasi belajar peserta didik secara keseluruhan yang menjadi tolok ukur
19

keberhasilan dan derajat perubahan perilaku yang belangsung selama proses


pembelajaran.
Hasil belajar menurut Anitah,dkk (2008: 2.19) merupakan kumpulan dari
suatu proses pembelajaran yang telah dilakukan dalam belajar. Dimana hasil
belajar berupa suatu perubahan tingkah laku, atau perolehan perilaku yang baru
dari siswa yang bersifat menetap, fungsional, positif, dan disadari. Romizoswki
(dalam Anitah, (2008:2.19)) menyebutkan dalam skema kemampuan yang dapat
menunjukkan hasil belajar yaitu: 1) keterampilan kognitif berkaitan dengan
kemampuan membuat keputusan memecahkan masalah dan berfikir logis; 2)
keterampilan psikomotorik berkaitan dengan kemampuan tindakan fisik dan
kegiatan perseptual; 3) keterampilan reaktif berkaitan dengan sikap,
kebijaksanaan, perasaan, dan self control; 4) keterampilan interaktif berkaitan
dengan kemampuan sosial dan kepemimpinan. Gagne (dalam Amalia,dkk,
2008:1.40) membagi hasil belajar menjadi lima macam yaitu informasi verbal
( verbal information),keterampilan intelektual (intellectual skills), strategi kognitif
(cognitive strategies), sikap (attitudes), dan keterampilan motoris (motor skills).
Aspek perilaku menurut Bloom dalam (Suparman, 2012:133-145) dalam
yang menunjukkan hasil belajar, mencakup aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Aspek kognitif berkenaan dengan ingatan atau pengenalan terhadap
pengetahuan dan pengembangan kemampuan intelektual dan kemampuan berfikir.
Aspek afektif berkenaan dengan sikap atau tingkah laku dan aspek prikomotorik
berkenaan dengan otot, keterampilan motorik, atau gerak yang membutuhkan
koordinasi otot.
Dari penjelasan beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan hasil belajar
adalah suatu proses yang telah dilakukan dalam belajar yang mempengaruhi
perubahan tingkah laku dilihat dari tingkat perkembangan mental pada ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik yang lebih baik.

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar


Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Anitah (2008:2.7)
adalah:
20

a. Faktor dari dalam (intern) yang berpengaruh terhadap hasil belajar adalah
kecakapan, minat, bakat, usaha, motivasi, perhatian, kelemahan dan kesehatan,
serta kebiasaan siswa.
b. Faktor dari luar (ekstern) diri siswa yang mempengaruhi hasil belajar
diantaranya adalah lingkungan fisik dan non fisik ( termasuk suasanan kelas
dalam belajar, seperti riang gembira, menyenangkan), lingkungan sosial
budaya, lingkungan keluarga, program sekolah (temasuk dukungan komite),
guru, pelaksana pembelajaran, dan teman sekolah. Guru merupakan faktor
yang paling berpengaruh terhadap proses maupun hasil belajar, karena guru
merupakan sutradara di dalam kelas.

2.3.4 Mengukur Hasil Belajar


Cara mengukur hasil belajar adalah dengan melakukan evaluasi hasil
belajar. Evaluasi hasil belajar menurut Hamalik (2011: 159) adalah keseluruhan
kegiatan pengukuran dari pengumpulan dan informasi, pengolahan, penafsiran,
dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang
dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan hasil belajar dalam upaya untuk
mencapai suatu tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Prosedur yang dilakukan dalam mengukur hasil belajar menurut Hamalik
(20011:163-170) adalah sebagai berikut.
a. Persiapan
Pada tahap ini, guru menyusun kisi-kisi. Melalui instrument evaluasi yang
direvisi terus sesuai dengan kebutuhan proses belajar mengajar. Menurut
Purwanto (2010:57) Instrumen adalah alat ukur yang digunakan untuk
mengukur dalam rangka pengumpulan data. Dalam penyusunan kisi-kisi
langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1) Menetapkan ruang lingkup materi pelajaran yang akan diujikan
berdasarkan pokok bahasan.
2) Merumuskan tujuan pengajaran khusus sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
21

3) Menetapkan jumlah butir soal berdasarkan tujuan/ranah, yang disusun dan


tersebar secara proporsional.
4) Mengidentifikasi bentuk-bentuk soal berupa tes objektif atau bentuk essay.
5) Menentapkan proporsi tingkat kesulitan butir-butir soal yang mencakup
keseluruhan perangkat instrument penelitian.
b. Penyusunan alat ukur yang dibagi menjadi dua jenis yaitu penilaian dengan tes
dan non tes. Menurut Purwanto (2010: 56) Tes merupakan alat ukur
pengumpulan data yang mendorong peserta memberikan penampilan
maksimal. Sedangkan non tes merupakan alat ukur yang mendorong peserta
untuk melaporkan keadaan dirinya dengan respon yang jujur sesuai dengan
pikiran dan perasaan.
c. Pelaksanaan pengukuran, yaitu dirancang dengan model desain evaluasi
adalah dengan evaluasi sumatif, evaluasi formatif, evaluasi reflektif, dan
kombinasi ketiga model. Di dalam penelitian inti evaluasi yang digunakan
adalah dengan evaluasi formatif yaitu suatu bentuk pelaksanaan evaluasi yang
dilakukan selama berlangsungnya program dan kegiatan pembelajaran.
Evaluasi ini bertujuan untuk memperoleh informasi balikan terhadap proses
belajar mengajar.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa untuk melihat hasil
belajar siswa adalah dengan melakukan evaluasi hasil belajar. Evaluasi hasil
belajar merupakan alat untuk mengukur keberhasilan siswa dengan adanya
evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan ketika berakhirnya kegiatan
pembelajaran. Sebelum melakukan evaluasi formatif, guru membuat kisi-kisi soal
yang digunakan untuk menguji tingkat keberhasilan dalam suatu pelajaran setelah
di ajarkan. Tes penilaian yang digunakan ada dua macam yaitu tes dan non tes.

2.4 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan


Lisa Saputri (2012) dalam studi eksperimental yaitu “Pengaruh
Penggunaan Metode Discovery pada Pelajaran IPA Pokok Bahasan Bunyi
Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Kristen Satya Wacana Salatiga
semester II tahun Pelajaran 2011/2012”. Dalam penelitian ini, kelas IV B sebagai
22

kelas eksperimen dengan jumlah siswa 29 anak dan kelas IV A sebagai kelas
kontrol dengan jumlah siswa 28 anak. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
dengan menggunakan metode discovery berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Hal ini ditunjukkan pada hasil akhir nilai rata-rata sebesar 75,19. Sedangkan
dengan menggunakan metode konvensional nilai rata-ratanya hanya sebesar
67,81. Jadi kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa dengan menggunakan
metode discovery pada mata pelajaran IPA berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa kelas IV SD Kristen Satya Wacana Salatiga Semester II Tahun Palajaran
2011/2012.
Dwijaya Putri Iriany (2012) dalam Penelitian Tindakan Kelas yaitu “
Penggunaan Media Gambar dalam Penerapan Metode Discovery untuk
Meningkatkan Hasil Belajar IPA siswa kelas III SD Negeri 3 Purwodadi
Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Semester 1 Tahun Pelajaran
2011/2012. Pada PTK ini dilakukan 2 siklus dengan subyek penelitian yang terdiri
dari 46 siswa. Dapat dilihat dari meningkatnya ketuntasan klasikal hasil belajar
siswa. Sebelum diberikannya tindakan ketuntasan belajar siswa dalam kelas tidak
lebih dari 52% atau 24 siswa. Setelah diberikannya tindakan dengan penggunaan
media gambar dalam penerapan metode discovery pada siklus I ketuntasan siswa
meningkat menjadi 74 % atau 34 siswa, pada siklus II ketuntasan klasikal belajar
siswa meningkat mencapai 89% atau 41 siswa. Hal ini menunjukkan bahwa
metode discovery dapat meningkatkan hasil belajar IPA.
Dari kajian yang relevan di atas dapat diketahui bahwa di dalam penelitian
dari Lisa Saputri dan Dwija Putri Iriany sama-sama menggunakan metode
discovery seperti yang akan dilakukan oleh peneliti. Dalam penelitian Lisa Saputri
di dalam pembelajaran dengan menggunakan metode discovery siswa melakukan
percobaan tentang bunyi, sedangkan dari penelitian Dwija Putri Iriany dalam
pembelajarannya menggunakan media gambar sebagai media dalam proses belajar
mengajar dengan pokok bahasan pertumbuhan dan perubahan manusia. Dimana
kegiatan pembelajarannya hanya sekedar mengamati dan menganalisis.
Sedangkan dalam pembelajaran yang akan dilakukan oleh peneliti sendiri adalah
sama menggunakan metode discovery dalam pembelajarannya tetapi media yang
23

digunakan berbeda yaitu berupa tanah, telur rebus dan bola tiruan matahari. Pada
pembelajaran ini siswa diharapkan dapat mengerti apa yang yang sedang
dipelajari yaitu dengan melakukan percobaan dan pengamatan langsung dari apa
yang telah dipelajari. Sehingga, siswa dengan mengamati sendiri apa yang sedang
dipelajari dengan menggunakan metode discovery dapat meningkatkan hasil
belajar IPA pada siswa kelas 5 di SD Negeri Kradenan 01 seperti pada penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya yaitu penelitian dari Lisa Saputri dan Dwija
Putri Iriany.

2.5 Kerangka Pikir


Dengan melihat hasil belajar siswa yang masih di bawah nilai KKM ≥ 70,
peneliti menggunakan menggunakan metode discovery di dalam pembelajaran.
Metode discovery bertujuan agar siswa terlibat langsung di dalam proses belajar
mengajar dimana siswa dapat termotivasi dan merangsang keingintahuan siswa
dalam pembelajaran sehingga siswa dapat memperoleh pengetahuan langsung dari
apa yang siswa alami sendiri. Karena pembelajaran IPA itu sendiri merupakan
kegiatan yang mempelajari gejala-gejala dengan proses ilmiah untuk
menumbuhkan kamampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah karena produk
IPA terdiri dari fakta, konsep prinsip, hukum dan teori berupa kumpulan
pengetahuan, gagasan, konsep dan merupakan suatu penemuan. Jadi, dari
pengertian IPA dengan metode discovery merupakan suatu pembelajaran dimana
siswa melakukan penemuan dari apa yang yang sedang dipelajarinya agar siswa
ikut aktif dan termotivasi di dalam pembelajaran, yang mengakibatkan siswa tidak
pasif, di dalam proses pembelajaran. Dengan siswa mengalami sendiri apa yang
sedang dipelajari, siswa akan mudah mengingatnya. Untuk mengetahui sejauh
mana siswa memahami apa yang sedang dipelajari adalah dengan melakukan tes
evaluasi yang diharapkan siswa mendapat hasil yang bagus yaitu mencapai nilai
batas tuntas KKM yang telah ditentukan yaitu ≥ 70. Adapun skema kerangka
berpikir sebagai berikut.
24

Skema Kerangka Pikir

Kondisi Awal Hasil belajarnya rendah dalam mata


pelajaran IPA dengan metode ceramah.

Penerapan metode discovery pada mata pelajaran IPA.


Tindakan

Siswa diberikan masalah dan diberi kesempatan untuk meng

Siswa ikut aktif dan termotivasi di dalam proses belajar men

Hasilbelajarmeningkatpadamata pelajaran IPA.


Kondisi Akhir

Gambar 2.1
Kerangka
Pikir
25

2.6 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka dirumuskan suatu hipotesis.
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Dengan menggunakan metode discovery pada mata pelajaran IPA dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas 5 SD Negeri Kradenan 01 Kecamatan
Kaliwungu Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun 2012/2013.
b. Dengan menerapkan langkah-langkah metode discovery pada mata pelajaran
IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 5 SD Negeri Kradenan 01
Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun 2012/2013.

Anda mungkin juga menyukai