Anda di halaman 1dari 18

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


2.1.1. Pengertian Model Pembelajaran
Model dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai
pedoman dalam melakukan kegiatan. Model mengajar dapat dipahami sebagai
kerangka konsptual yang mendeskripsikan dan melukiskan prosedur yang
sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk
mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan
para guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran (Sagala 2008).
Model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang
memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan
model itu (Suprijono 2009). Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai
pola yang digunakan sebagai pedoman untuk penyusunan kurikulum, mengatur
materi, dan memberi petunjuk kepada guru di dalam merencanakan pembelajaran
di kelas maupun tutorial.
Joyce dan Weil (dalam Sagala 2008) menambahkan bahwa model mengajar
adalah suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan
kurikulum, kursus-kursus, buku-buku pelajaran, buku-buku kerja, program
multimedia dan bantuan belajar melalui komputer.
Dari penjelasan model pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa,
model pembelajaran adalah menggambarkan penyelenggaraan proses belajar
mengajar dari awal hingga akhir yang tersusun secara sistematis dengan prosedur
yang berbeda.
2.1.2. Teori IPA
Menurut Djojosoediro (2007:3) istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA
dikenal juga dengan istilah sains. Kata sains berasal dari bahasa Latin scientia
yang berarti “saya tahu”. Dalam bahasa Inggris, kata sains berasal dari kata
Science yang berarti “pengetahuan”. Science kemudian berkembang menjadi
social science yang dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan Ilmu Pengetahuan

6
7

Sosial (IPS) dan natural science yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Dalam kamus Fowler (1951) dalam Djojosoediro
(2011:3), natural science didefinisikan sebagai: systematic and formulated
knowledge dealing with material fenomena and based mainly on observation and
induction. Dalam pengertian bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai: ilmu
pengetahuan alam adalah pengetahuan yang sistematis dan disusun dengan
menghubungkan gejala-gejala alam yang bersifat kebendaan dan didasarkan pada
hasil pengamatan indeks.
Dari pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa IPA adalah ilmu
pengetahuan yang sistematis dengan menghubungkan gejala-gejala alam yang
bersifat kebendaan, melalui kegiatan eksperimen ataupun hasil tanggapan pikiran
manusia atas gejala yang terjadi di alam.

2.1.3. Hakikat IPA


Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran wajib di sekolah. IPA
merupakan mata pelajaran yang berhubungan dengan fenomena yang terjadi di
alam. Dengan mempelajari seluk beluk alam dan fenomenanya siswa diharapkan
mampu memahami manfaat alam dalam kehidupan sehari-hari dan dapat
bermanfaat bagi siswa dalam menjalani kehidupannya.
Menurut Depdiknas (2006:443) IPA berkaitan dengan bagaimana siswa
mencari tahu fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
sekumpulan pengetahuan yang harus dihafal siswa, melainkan siswa harus
memiliki kemampuan proses penemuan.
IPA pada hakikatnya bermula dari rasa keingintahuan manusia secara
kodrati terhadap apa yang ada di sekelilingnya (alam). Secara khusus, siswa di
sekolah juga memiliki rasa ingin tahu tentang fenomena alam yang seharusnya
diarahkan dengan benar oleh guru supaya berlangsung secara sistematis dan tidak
terjadi miskonsepsi. Penggalian keingian tahuan siswa ini dapat dilakukan dengan
berbagai metode, diantaranya: metode eksperimen, demonstrasi, membaca artikel
8

fisis, mendeskripsikan fenomena alam yang ada di sekitarnya, dan lain-lain


dengan tujuan siswa dapat menemukan konsep dan pola sendiri secara konstruktif.
Hakikat IPA mencakup tiga aspek yaitu proses, produk, dan sikap. IPA
sebagai proses berarti IPA diperoleh melalui kegiatan mengamati, eksperimen,
berteori, menggeneralisasi, dan sebagainya. IPA sebagai produk artinya
mempelajari konsep, hukum, azas, prinsip dan teori. IPA sebagai sikap artinya
dalam pembelajaran IPA dapat dikembangkan sikap ingin tahu, terbuka, jujur,
teliti, kerjasama, dan sebagainya. Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan
bahwa hakikat IPA mencakup tiga aspek dalam IPA yaitu proses, produk, dan
sikap.

2.1.4. Tujuan Pembelajaran IPA


Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 mengemukakan tujuan
pembelajaran IPA sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan YME berdasarkan
keberadaan, keindahan, dan keteraturan ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi
dan masyarakat.
4. Mengembangkan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan
masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran dalam berperan serta dalam memelihara,
menjaga, melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dengan segala
keteraturan sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.
9

2.1.5. Fungsi Pembelajaran IPA di SD


Mengacu pada KTSP 2006 dinyatakan bahwa mata pelajaran IPA berfungsi
untuk :
1. Memberikan pengetahuan tentang berbagai jenis dan perangai lingkungan
alam dan lingkungan buatan dalam kaitannya dengan pemanfaatannya bagi
kehidupan sehari. Berbagai masalah yang dapat diperoleh dari lingkungan
buatan misalnya pada lingkungan rumah.
2. Mengembangkan ketrampilan proses. Ketrampilan proses ialah
ketrampilan fisik maupun mental untuk memperoleh pengetahuan di
bidang IPA maupun untuk pengembangannya. Dengan ketrampilan ini
diharapkan siswa akan mengembangkan pengetahuannya sesuai dengan
karakter IPA. Beberapa contoh ketrampilan yang diharapkan pada siswa
ialah ketrampilan-ketrampilan: (1) mengamati; (2) menggolong-
golongkan; (3) menerapkan konsep; (4) meramalkan; (5) menafsirkan; (6)
menggunakan alat; (7) berkomunikasi; (8) mengajukan pertanyaan; (9)
merencanakan penelitian atau percobaan. Ketrampilan tersebut hanya akan
berkembang pada siswa jika siswa mempunyai kesempatan untuk
melaksanakannya di dalam kegiatan belajar mengajar.
a. Mengembangkan wawasan, sikap dan nilai-nilai yang berguna bagi
siswa untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari.
Memperluas pandangan (wawasan) terhadap alam secara benar sesuai
dengan sifat alamnya, misalnya gejala alam yang dapat diterangkan
secara rasional, pohon yang besar mempunyai sifat yang sama
dengan pohon-pohon lainnya yang sering kita tebang. Dari segi IPA
tidak ada pohon yang berkeramat, semuanya mempunyai unsur-unsur
yang membangunnya dapat dianalisis secara ilmiah. Sikap peduli
terhadap lingkungan, tanggap terhadap perubahan lingkungan, sikap
obyektif dan terbuka merupakan tugas pengajaran IPA untuk
dikembangkannya. Nilai-nilai yang dapat dikembangkan melalui
pengajaran IPA misalnya rasa cinta lingkungan, rasa cinta terhadap
10

sesama makhluk hidup, menghormati hak asasi manusia, dan


sebagainya.
b. Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan
yang saling mempengaruhi antara IPA dan teknologi dengan keadaan
lingkungan dan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.
Kesadaran akan keterkaitan antara kemajuan IPA dengan teknologi
hanya akan dikenal jika pengajaran IPA selalu disajikan dengan
mengkaitkannya aplikasi IPA dengan kehidupan sehari-hari.
c. Mengembangkan kemampuan untuk menerapkan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK), serta ketrampilan yang berguna dalam
kehidupan sehari-hari maupun melanjutkan pendidikannya ke tingkat
pendidikan yang lebih tinggi.
2.2. Model Quantum Learning
2.2.1. Pengertian Model Quantum Learning
Pembelajaran Quantum merupakan terjemahan dari bahasa asing yaitu
Quantum Learning. “Quantum Learning adalah kiat, petunjuk, strategi dan
seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta
membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat”
Bobbi De Porter & Mike Hernacki (2011:16). Kata lain quantum learning ialah
pengajaran yang dapat mengubah suasana belajar yang menyenangkan serta
mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan
bermanfaat bagi mereka sendiri dan orang lain.
Dengan demikian, pembelajaran Quantum dapat dikatakan sebagai model
pembelajaran yang menekankan untuk memberikan manfaat yang bermakna serta
menekankan pada tingkat kesenangan dari peserta didik.
2.2.2. Tujuan Quantum Learning
Menurut Bobbi De Porter & Mike Hernacki (2011:12) adapun tujuan dari
Quantum Learning adalah sebagai berikut:
a. Untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif.
b. Untuk menciptakan proses belajar yang menyenangkan.
11

c. Untuk menyesuaikan kemampuan otak dengan apa yang dibutuhkan


oleh otak.
d. Untuk membantu meningkatkan keberhasilan hidup.
e. Untuk membantu mempercepat dalam pembelajaran.
f. Dapat menumbuhkan sikap positif, motivasi, kepercayaan diri, serta
dalam keterampilan belajar seumur hidup.
Tujuan di atas mengindikasikan bahwa pembelajaran quantum mengharapkan
perubahan dari berbagai bidang mulai dari lingkungan belajar yaitu kelas, materi
pembelajaran yang menyenangkan, menyeimbangkan kemampuan otak kiri dan
otak kanan, serta mengefisienkan waktu pembelajaran.
Menurut Kompasiana (2010). Lingkungan belajar dalam pembelajaran
quantum terdiri dari lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro
adalah tempat siswa melakukan proses belajar, bekerja, dan berkreasi. Lebih
khusus lagi perhatian pada penataan meja, kursi, dan belajar yang teratur.
Lingkungan makro yaitu dunia luas, artinya siswa diminta untuk menciptakan
kondisi ruang belajar di masyarakat. Mereka diminta berinteraksi sosial ke
lingkungan masyarakat yang diminatinya, sehingga kelak dapat berhubungan
secara aktif dengan masyarakat.
Selain itu, Bobbi De Porter (2004:14) menyatakan mengenai lingkungan
dalam konteks panggung belajar. “Lingkungan yaitu cara guru dalam menata
ruang kelas, pencahayaan warna, pengaturan meja dan kursi, tanaman, musik, dan
semua hal yang mendukung proses belajar”.
Jadi, dapat dikatakan bahwa pembelajaran quantum sangat memperhatikan
pengkondisian suatu kelas sebagai lingkungan belajar dari peserta didik
mengingat model pembelajaran quantum merupakan adaptasi dari model
pembelajaran yang diterapkan di luar negeri.
2.2.3. Karakteristik Quantum Learning
Menurut De Porter (2004:18-19), model Quantum Learning mempunyai
beberapa karakterisik, diantaranya sebagai berikut:
a. Pembelajaran quantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika
Quantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep quantum dipakai.
12

b. Pembelajaran quantum berupaya memadukan (mengintegrasikan),


menyinergikan, dan mengkolaborasikan faktor potensi diri manusia
selaku pembelajar dengan lingkungan (fisik dan mental) sebagai konteks
pembelajaran.
c. Pembelajaran quantum memusatkan perhatian pada interaksi yang
bermutu dan bermakna, bukan sekedar transaksi makna.
d. Pembelajaran quantum sangat menekankan pada pemercepatan
pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi.
e. Pembelajaran quantum sangat menentukan kealamiahan dan kewajaran
proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan yang dibuat-
buat.
f. Pembelajaran quantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai
bagian penting proses pembelajaran.
2.2.4. Keunggulan dan Kelemahan Model Quantum Learning
Bobbi De Porter & Mike Hernacki (2011:18-19) dalam bukunya yang
berjudul ”Quantum Learning” juga menjelaskan mengenai keunggulan dan
kelemahan dari Quantum Learning, yaitu sebagai berikut:
1. Keunggulan
a. Pembelajaran quantum menekankan perkembangan akademis dan
keterampilan.
b. Model pembelajaran quantum lebih santai dan menyenangkan, sebab
proses belajar diiringi dengan musik.
c. Penyajian materi pembelajaran yang secara alamiah merupakan proses
belajar yang paling baik, yaitu terjadi ketika siswa telah mendapatkan
dan mengalami informasi sebelum mereka memperoleh penjelasan
untuk apa yang mereka pelajari.
d. Pada pembelajaran quantum objek yang menjadi tujuan utama adalah
siswa.
e. Model pembelajaran quantum dapat memadukan antara berbagai sugesti
positif dan interaksinya dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi
proses dan hasil belajar seseorang.
13

2. Kelemahan
a. Membutuhkan pengalaman yang nyata.
b. Memerlukan dan menuntut keahlian dan keterampilan guru lebih
khusus.
c. Memerlukan proses perancangan dan persiapan pembelajaran yang
cukup matang dan terencana dengan cara yang lebih baik.
d. Adanya keterbatasan sumber belajar, alat peraga, alat belajar, dan
menuntut situasi dan kondisi serta waktu yang lebih banyak.
e. Kesulitan mengidentifikasi keterampilan siswa.
Berdasarkan pemaparan keunggulan dan kelemahan pembelajaran quantum
sangat memperhatikan keaktifan serta kreatifitas yang dapat dicapai oleh peserta
didik. Pembelajaran quantum mengarahkan seorang guru menjadi guru yang
“baik”. baik dalam arti bahwa guru memiliki ide-ide kreatif dalam memberikan
proses pembelajaran, mengetahui dengan baik tingkat kemampuan siswa.
2.2.5. Prinsip Model Quantum Learning
Adapun prinsip-prinsip Quantum Learning, adalah sebagai berikut:
1. Prinsip utama pembelajaran quantum berbunyi : Bawalah Dunia Mereka
(Pembelajar) ke dalam Dunia Kita (Pengajar), dan Antarkan Dunia Kita
(Pengajar) ke dalam Dunia Mereka (Pembelajar).
2. Dalam pembelajaran quantum juga berlaku prinsip bahwa proses
pembelajaran merupakan permainan orchestra simfoni.
3. Prinsip-prinsip dasar ini ada lima macam berikut ini :
a. Ketahuilah bahwa segalanya berbicara, dalam pembelajaran quantum,
segala sesuatu mulai lingkungan pembelajaran sampai dengan bahasa
tubuh pengajar, penataan ruang sampai guru, mulai kertas yang
dibagikan oleh pengajar sampai dengan rancangan pembelajaran,
semuanya mengirim pesan tentang pembelajaran.
b. Ketahuilah bahwa segalanya bertujuan, semua yang terjadi dalam
proses pengubahan energi menjadi cahaya mempunyai tujuan.
c. Sadarilah bahwa pengalaman mendahului penamaan. Poses
pembelajaran paling baik terjadi ketika pembelajar telah mengalami
14

informasi sebelum mereka memperoleh makna untuk apa yang


mereka pelajari.
d. Akuilah setiap usaha yang dilakukan dalam Pembelajaran atau belajar
selalu mengandung risiko besar.
e. Sadarilah bahwa sesuatu yang layak dipelajari layak pula dirayakan.
Segala sesuatu dipelajari sudah pasti layak pula dirayakan
keberhasilannya.
f. Dalam pembelajaran quantum juga berlaku prinsip bahwa
pembelajaran lurus berdampak bagi terbentuknya keunggulan Bobbi
De Porter (2004:6-7). Dengan kata lain pembelajaran perlu diartikan
sebagai pembentukan keunggulan. Oleh karena itu, keunggulan ini
bahkan telah dipandang sebagai jantung fondasi pembelajaran
Quantum.
Selain membahas mengenai prinsip model Quantum Learning, Bobbi De
Porter & Mike Hernacki (2011:76) juga berpendapat mengenai 7 (tujuh) kunci
keunggulan yang diyakini dalam pembelajaran quantum yaitu sebagai berikut:
1. Teraplah hidup dalam integritas. Dalam pembelajaran, bersikaplah apa
adanya, tulus, dan menyeluruh yang lahir ketika nilai-nilai dan perilaku
kita menyatu.
2. Akuilah kegagalan dapat membawa kesuksesan. Dalam pembelajaran, kita
harus mengerti dan mengakui bahwa kesalahan atau kegagalan dapat
memberikan informasi kepada kita yang diperlukan untuk belajar lebih
lanjut sehingga kita dapat berhasil.
3. Berbicaralah dengan niat baik. Dalam pembelajaran, perlu dikembangkan
keterampilan berbicara dalam arti positif dan bertanggung jawab atas
komunikasi yang jujur dan langsung.
4. Tegaskanlah komitmen baik pengajar maupun pembelajar harus mengikuti
visi-misi tanpa ragu-ragu, tetap pada rel yang telah ditetapkan.
5. Jadilah Pemilik dalam pembelajaran, tanpa tanggung jawab tidak mungkin
terjadi pembelajaran yang bermakna dan bermutu.
15

6. Tetaplah lentur pertahanan kemampuan untuk mengubah yang sedang


dilakukan untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Pembelajar lebih-
lebih, harus pandai-pandai membaca lingkungan dan suasana, dan harus
pandai-pandai mengubah lingkungan dan suasana bilamana diperlukan.
7. Pertahankanlah keseimbangan pertahanan jiwa, tubuh, emosi, dan
semangat dalam satu kesatuan dan kesejajaran agar proses dan hasil
pembelajaran efektif dan optimal.
Adapun manfaat yang dapat di peroleh dari Quantum Learning menurut
Bobbi De Porter & Mike Hernacki (2011:13) diantaranya:
1. Sikap positif
2. Motivasi
3. Keterampilan belajar seumur hidup
4. Kepercayaan diri
5. Sukses
2.2.6. Langkah Model Quantum Learning
Langkah model Quantum Learning yang dikenal dengan sebutan TANDUR
Bobbi De Porter (2004:10) adalah sebagai berikut:
1. Tumbuhkan minat dengan menciptakan suasana belajar yang
menggembirakan dengan menggunakan perumpamaan, permainan, tebak
kata, bernyanyi, serta dengan memuaskan “Apakah Manfaatnya BagiKu”
(AMBAK), dan manfaatkan kehidupan belajar.
2. Alami dan ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat
dimengerti semua pelajar.
3. Namai sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi, sebuah
“masukan”.
4. Demonstrasikan sediakan kesempatan bagi pelajar untuk “menunjukkan
bahwa mereka tahu”.
5. Ulangi dengan tunjukkan pelajar cara-cara mengulang materi dan
menegaskan, “Aku tahu bahwa aku memang tahu ini”.
6. Rayakan dengan pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan
pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Perayaan dalam
16

pembelajaran quantum sangat diutamakan atau sangat penting. Perayaan


dapat membangun keinginan untuk sukses dalam pembelajaran. Menurut
Bobbi De Porter (2004:31-34), terdapat beberapa bentuk perayaan
menyenangkan yang biasa digunakan yaitu:
a. Tepuk Tangan Teknik ini terbukti tidak pernah gagal memberikan
inspirasi.
b. Hore! Hore! Hore!
Cara ini sangat mengasyikkan jika dilakukan “bergelombang” ke
seluruh ruangan. Caranya adalah guru memberikan aba-aba, semua
orang atau siswa melompat berdiri dan berteriak senyaring
mungkin, “Hore, Hore, Hore!” sambil mengayunkan tangan ke
depan dan ke atas.
c. Wussss
Jika diberi aba-aba, semua orang bertepuk tangan tiga kali secara
serentak, lalu mengirimkan segenap energi positif mereka kepada
orang yang dituju. Cara melakukannya adalah setelah bertepuk,
tangan mendorong kearah orang tersebut sambil berteriak
“Wusssss”.
d. Jentikan Jari
Jika guru atau pengajar memerlukan pengakuan yang tenang,
daripada tepuk tangan, gunakan jentikan jari berkesinambungan.
e. Poster Umum
Mengakui individu atau seluruh kelas, misalnya “Kelas Lima The
Best!.
f. Catatan Pribadi
Sampaikan kepada siswa secara perseorangan untuk mengakui
usaha keras, sumbangan pada kelas, perilaku atau tindakan yang
baik hati.
g. Persekongkolan
Mengakui seseorang secara tak terduga. Misalnya seluruh kelas
dapat bersekongkol untuk mengakui kelas lain dengan cara
17

memasang poster positif (atau surat) misterius yang bertuliskan hal-


hal seperti “Kelas V hebat lho!”.
h. Kejutan
Kejutan harus terjadi secara acak. Kejutan bukan merupakan hadiah
yang diharapkan oleh siswa. Jadikan kejutan tetap sebagai kejutan!.

2.3. Hakikat Hasil Belajar


2.3.1. Pengertian Belajar
Menurut Slameto (2010:2), belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi
dengan lingkungannya.
Djamarah (2008:2), menjelaskan bahwa belajar adalah aktivitas yang
dilakukan individu secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari apa yang
telah dipelajari dan sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan sekitarnya.
Dari kedua pendapat di atas, maka dapat dipahami bahwa belajar adalah
suatu aktivitas yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan
seperti perubahan pengetahuan, sikap dan tingkahlakunya, kecakapannya dan
aspek lain yang ada pada diri individu.
2.3.2. Pengertian Hasil Belajar
Sudjana (2005:3) mengatakan bahwa hasil belajar ialah perubahan
tingkahlaku yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik yang
dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Semua perubahan dari
proses belajar merupakan suatu hasil belajar dan mengakibatkan manusia berubah
dalam sikap dan tingkahlakunya.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan hasil belajar adalah hasil yang
dicapai oleh seorang siswa setelah melakukan suatu usaha untuk memenuhi
kebutuhannya. Usaha tersebut dipengaruhi kondisi dan situasi tertentu, yaitu
pendidikan dan latihan dalam suatu jenjang pendidikan. Pengukuran prestasi
belajar dapat dilakukan dengan tes dan evaluasi. Evaluasi dilakukan untuk
18

mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa. Untuk melakukan evaluasi


diperlukan adanya evaluasi yang objektif, menyeluruh dan berkesinambungan.
2.3.3. Ciri-ciri Hasil Belajar
Menurut Dimyati (2003:8) menyatakan bahwa “ciri-ciri hasil belajar setelah
terjadinya perubahan pada seseorang yang belajar, ia mengalami perubahan dari
belum mampu menjadi mampu atau dari belum tahu menjadi tahu”. Ciri-ciri hasil
belajar dapat dilihat dari berbagai hal antara lain sebagai berikut:
1. Adanya kemampuan peserta didik yang mencakup dua pokok masalah
antara lain:
a. Ulangan sebagai usaha untuk memelihara pontinuitas antar bahan
mengajar yang telah diajarkan dengan bahan baru.
b. Ulangan dalam arti penilaian diberikan setelah satuan bahan
pengajaran telah selesai diberikan dengan tujuan untuk menilai
prestasi belajar siswa, dan fungsi untuk memperbaiki proses belajar
mengajar.
2. Adanya minat, perhatian, dan motivasi belajar.
Jadi ciri-ciri hasil belajar adalah adanya perubahan pada diri siswa dalam
ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

2.3.4. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar


Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Slameto
(2010:54) mengemukakan bahwa ada berbagai faktor yang mempengaruhi hasil
belajar, namun dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari dalam individu yang
sedang belajar. Adapun faktor - faktor internal antara lain:
a. Faktor jasmaniah, faktor kesehatan, cacat tubuh.
b. Faktor psikologis, intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, dan
factor kematangan.
c. Faktor kelelahan
19

2. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar diri individu,
seperti:
a. Keluarga, yaitu cara orang tua mendidik, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, rasa
pengertian orangtua, dan latar belakang kebudayaan.
b. Faktor sekolah, metode belajar, perubahan kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi sesama siswa, disiplin yang diterapkan di
sekolah, sarana dan prasarana sekolah, kebiasaan belajar dan tugas
rumah.
c. Faktor masyarakat, keadaan siswa dalam masyarakat, teman
bergaul siswa, bentuk kehidupan masyarakat.
Hampir senada dengan pemikiran Slameto, Muhibbin Syah (2002:132),
memaparkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dibedakan menjadi
tiga yaitu:
1. Faktor internal (faktor-faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik),
diantaranya:
a. Aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) diantaranya kondisi
kesehatan, daya pendengaran dan penglihatan, dan sebagainya.
b. Aspek psikologis yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas
perolehan pembelajaran peserta didik, di antaranya yaitu kondisi
rohani peserta didik, tingkat kecerdasan/intelegensi, sikap, bakat,
minat, dan motivasi peserta didik.
2. Faktor Eksternal (faktor-faktor yang berasal dari luar diri peserta
didik),diantaranya:
a. Lingkungan sosial, seperti para guru, staff administrasi, dan teman-
teman sekelas, masyarakat, tetanga, teman bermain, orangtua dan
keluarga peserta didik itu sendiri.
b. Lingkungan non sosial, seperti gedung sekolah dan letaknya, rumah
tempat keluarga peserta didik dan letaknya, alat-alat belajar,
keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan peserta didik.
20

3. Faktor Pendekatan Belajar, dapat dipahami sebagai cara atau strategi yang
digunakan peserta didik dalam menunjang efektivitas belajar dan efisiensi
proses pembelajaran materi tertentu.
Dari kedua pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil belajar siswa terdiri dari tiga faktor yaitu faktor internal
atau faktor dari dalam diri siswa yang meliputi kecerdasan, minat atau disebut
sebagai faktor psikologis dan faktor jasmaniah seperti kesehatan siswa, cacat
tubuh dan kelelahan. Kedua yaitu faktor eksternal atau faktor yang berasal dari
luar diri siswa yaitu lingkungan sekitar siswa seperti lingkungan keluarga,
sekolah, teman sebaya, masyarakat dan faktor iklim, waktu dan tempat, musim
dan iklim, dan ketiga faktor pendekatan belajar yaitu cara atau strategi yang
digunakan peserta didik dalam menunjang efektivitas belajar dan efisiensi proses
pembelajaran tertentu.
2.4. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Isna Noor Izzati pada tahun 2008 pada
siswa Kelas IV di SDN Banyuputih O4 Jepara dengan judul “Peningkatan Hasil
Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Quantum”. Berdasarkan hasil penelitian
penerapan Model Pembelajaran Quantum pada siswa kelas IV SDN Banyuputih
04 Tahun ajaran 2008 / 2009. Penelitian ini dilakukan dengan tiga siklus. Pada
siklus I Proses pembelajaran disampaikan dengan strategi dan terencana dimulai
dari kegiatan awal, inti dan penutup. Kegiatan ini terfokus mengaktifkan siswa
mulai dari memperhatikan penjelasan, melakukan pengamatan dan percobaan
untuk memperoleh kesimpulan, mendemonstrasikan, tugas kelompok, berdiskusi,
tugas individual yang diakhiri. Siklus II merupakan lanjutan dari siklus
sebelumnya untuk memantapkan dan mencapai tujuan penelitian. Pembelajaran
yang disampaikan tentang sumber energi bunyi, penggolongan bunyi berdasarkan
frekuensi, membedakan perambatan bunyi melalui benda padat, cair, dan gas.
Kegiatan belajar mengajar disampaikan dengan strategi terencana sebagaimana
siklus I dan kegiatan pembelajaran dilaksanakan lebih optimal. Hasil siklus II
menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa yaitu nilai rata-rata siswa 7,33,
siswa belajar tuntas mencapai 96,67% dan hanya 1 siswa yang memperoleh nilai
21

di bawah batas nilai ketuntasan. Siklus III merupakan lanjutan dari siklus II untuk
memantapkan dan dapat membuktikan apakah pembelajaran quantum dalam
pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pada siklus ini siswa
mencoba membuat model hasil karya yang merupakan sumber bunyi yaitu
terompet. Siswa membawa sendiri alat dan bahan yang diperlukan, peneliti hanya
sebagai pemandu. Hasil siklus III menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa
yaitu siswa belajar tuntas 100%, rata-rata nilai siswa 8,4 dan hanya ada 1 siswa
memperoleh nilai pas pada batas nilai ketuntasan yaitu 60.
Dari perolehan ini dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran
quantum dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA pada
siswa kelas IV SDN Banyuputih 04 Jepara baik dilihat dari aspek kognitif, afektif
dan psikomotoriknya. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kelas terjadi
peningkatan yaitu pada tes awal sebesar 5,50, siklus I 6,47; dan pada siklus II 7,33
dan pada siklus III naik menjadi 8,4. Untuk siswa tuntas belajar (nilai ketuntasan
60) pada tes awal 43,33%, tes siklus I 80% setelah dilakukan refleksi terdapat 6
siswa yang tidak tuntas (nilai ulangan dibawah 60), namun secara keseluruhan
sudah meningkat hasil belajarnya bila dilihat dari presentase ketuntasan siswa,
dan pada tes siklus II menjadi 96,67% setelah dilakukan refleksi III semua siswa
sudah mencapai ketuntasan. Hal ini terbukti dari kenaikan nilai rata-rata yang ada
di dalam kelas.
2.5. Kerangka Berpikir
Penerapan Model Quantum Learning dalam pembelajaran ilmu pengetahuan
alam (IPA) lebih memberi peluang kepada siswa untuk berpartisipasi aktif dalam
proses belajar. Model Pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk memperoleh
pengalaman belajar yang lebih bermakna sehingga mereka dapat memperoleh
informasi dan menyimpannya dalam memori (pikiran) jangka panjang mereka.
Hal ini secara tidak langsung berdampak pula terhadap perolehan atau hasil
belajar siswa. Di samping itu, penerapan Model Pembelajaran quantum dalam
pembelajaran IPA dapat lebih menarik perhatian siswa selama proses belajar,
karena pembelajaran quantum memungkinkan siswa untuk belajar yang meriah
dengan segala nuansanya, yang menyertakan segala kaitan, interaksi dan
22

perbedaan yang memaksimalkan momen belajar, serta berfokus pada hubungan


yang dinamis dalam lingkungan kelas, sehingga mampu membangkitkan
interaksi-interaksi yang mendirikan landasan dalam kerangka untuk belajar. Ini
berarti pula dengan penggunaan model pembelajaran quantum dalam
pembelajaran IPA akan memperjelas materi yang disajikan guru dan dapat
mempermudah membantu siswa untuk memahami materi pelajaran yang
dipelajarinya.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penerapan model pembelajaran
quantum dalam pengelolaan proses pembelajaran IPA, cenderung akan
meningkatkan hasil belajar siswa dengan maksimal. Karena diterapkan dalam
pelaksanaan pembelajaran maka desain kerangka pikirnya adalah sebagai berikut:

Gambar 2.5 Kerangka Fikir

a. Pembelajaran lebih berpusat


pada guru.
Kondisi b. Siswa enggan belajar IPA. Hasil belajar IPA
c. Siswa pasif. siswa rendah.
Awal
d. Hasil belajar IPA siswa
rendah.

Tindakan Guru menerapkan model


 Keterampilan akademis
Quantum Learning dengan
Tandur:  Santai dan menyenangkan
Tumbuhkan  Pembelajaran secara alami
 Alami  Objek utama adalah siswa
 Namai  Sikap positif
 Demonstrasikan
Kondisi
 Ulangi
Akhir  Rayakan

a. Pembelajaran berpusat
pada siswa
b. Siswa tertarik belajar IPA
c. Siswa aktif
d. Hasil belajar IPA siswa
meningkat.
23

2.6. Hipotesis Tindakan


Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis
tindakan dalam penelitian ini adalah diduga Model Quantum Learning dapat
meningkatkan hasil belajar tentang materi Pesawat Sederhana dan Sifat-sifat
Cahaya pada siswa kelas V SD Negeri Kauman Kidul Salatiga Semester II Tahun
Pelajaran 2013/2014.

Anda mungkin juga menyukai