KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA di SD
IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik dan dalam
penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya
tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah
dan sikap ilmiah. Wahyana (dalam Trianto 2010: 136). Pendidikan IPA diharapkan
dapat dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan
alam sekitar, serta adanya kemajuan pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari.
Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pegetahuan atau
sains yang semula berasal dari bahasa Inggris „scince’, Trianto (2010: 136). Kata
„science‟ sendiri berasal dari kata dalam Bahasa Latin „scientia‟ yang berarti tahu.
Menurut (Trianto 2010: 136) dalam perkembangannya science sering diterjemahkan
sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) saja. Walaupun pengertian
ini kurang pas dan bertentangan dengan etimologi.
Sejalan dengan laksmi Prihantoro ( dalam Trianto 2010:137) Mengatakan
bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai
produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan
konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk
mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk produk sains, dan
sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberikan
bagi kehidupan.
Berdasarkan pengertian diatas, pada hakekatnya IPA merupakan program
untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, sikap dan nilai-nilai ilmiah
pada siswa serta salah satu mata pelajaran yang menuntut keterlibatan siswa secara
aktif.
8
9
1. Rangka manusia
2. Alat indera manusia
3. Bagian tumbuhan dan fungsinya
4. Penggolongan hewan
5. Daur hidup hewan
6. Hubungan antara makhluk hidup dan lingkungan
7. Sifat dan perubahan wujud benda
8. Gaya
9. Berbagai bentuk energi dan penggunaannya
10. Perubahan kenampakan permukaan bumi dan benda langit
11. Perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan
12. Hubungan sumber daya alam, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
IPA Kelas IV Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
7. Memahami gaya
dapat 7.1 Menyimpulkan hasil percobaan
mengubah gerak dan atau bahwa gaya (dorongan atau
bentuk suatu benda tarikan) dapat mengubah
gerak suatu benda
Pendapat beberapa para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah perubahan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
14
pengalaman belajarnya dari hal yang tidak tahu menjadi tahu. Hasil belajar digunakan
oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan
pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan
diiringi oleh perubahan tingkah laku.
Menurut peneliti hasil belajar yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran
yang berupa data angka (hasil tes) maupun proses belajar. Hasil belajar diperoleh
pada kegiatan akhir yang diisi dengan pemberian evaluasi terhadap siswa dan
dilakukan di dalam kelas. Pengambilan hasil belajar digunakan sebagai tolok ukur
keberhasilan belajar dan menunjukkan kompetensi siswa melalui pengadaan tes bagi
siswa.
Hasil belajar merupakan tingkat kemampuan yang bisa dicapai oleh murid
dalam mengikuti proses belajar mengajar, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu
interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Hasil belajar bersifat kuantitatif, melalui
pengukuran. Pengukuran menurut Wardani NS, dkk (2012: 47) adalah kegiatan atau
upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau
peristiwa. Pengukuran juga dapat diartikan penetapan angka dengan cara yang
sistematik untuk menyatakan keadaan individu. Wardani NS, dkk (2012:48) Dalam
melakukan pengukuran diperlukan alat ukur yang disebut dengan instrumen.
Penggunaan instrumen ini tergantung dari teknik pengumpulan datanya. Teknik
penilaian dan bentuk instrumen secara rinci disajikan dalam tabel 2.2 berikut:
15
Tabel 2.2
Teknik Penilaian dan Bentuk
Instrumen Teknik Penilaian Bentuk Instrumen
• Tes tertulis • Tes pilihan: pilihan ganda,
benar salah, menjodohkan, dan
lain-lain.
• Tes isian: isian singkat, dan
uraian.
• Tes lisan • Daftar pertanyaan
• Tes praktik (tes kinerja) • Tes identifikasi
• Tes simulasi
• Penugasan individual • Pekerjaan rumah
atau kelompok • Projek
• Penilaian portofolio • Lembar penilaian portofolio
• Jurnal • Buku catatan jurnal
• Penilaian diri • Kuisioner/lembar catatan diri
• Penilaian antar teman • Lembar penilaian antar teman
Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think pair share ) merupakan salah
satu model pembelajaran kooperatif yang mampu mengubah asumsi bahwa metode
resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok secara
keseluruhan. Karakteristik model TPS (Think pair share ) siswa dibimbing secara
mandiri, berpasangan, dan saling berbagi untuk menyelesaikan permasalahan. Model
Think Pair Share (TPS) merupakan teknik pembelajaran dalam pembelajaran
kooperatif yang pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman pada tahun 1981. TPS
merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola
17
interaksi siswa. Teknik ini menghendaki siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja
sama saling membantu dengan siswa lain dalam suatu kelompok kecil. Dengan
metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa yang maju dan membagikan
hasilnya untuk seluruh kelas, teknik Think Pair Share memberi sedikitnya delapan
kali kesempatan lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan
partisipasi mereka kepada orang lain.
Menurut Suprijono (2011 : 91) membuat langkah-langkah Think Pair Share,
pertama Thinking, pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan pertanyaan
atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipirkan oleh peserta didik. Guru memberi
kesempatan kepada mereka memikirkan jawabannya. Kedua adalah Pairing, pada
tahap ini guru meminta peserta didik berpasangan-pasangan. Beri kesempatan
kepada pasangan-pasanagan itu untuk berdiskusi. Diharapakan diskusi ini dapat
memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkannya dengan pasangannya.
Ketiga adalah Sharing, hasil diskusi dari tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan
dengan pasangan seluruh kelas. Diharapakn terjadi tanya jawab yang mendorong
pada pengonstruksian pengetahuan secara interaktif.
Penutup
Kelebihan metode pembelajaran TPS menurut Lie (2008: 58), keunggulan Think
Pair Share (TPS) adalah: (1) meningkatkan kemandirian siswa; (2) meningkatkan
partisipasi siswa untuk menyumbangkan pemikiran karena leluasa dalam
mengungkapkan pendapatnya; dan (3) melatih kecepatan berpikir siswa. Adapun
kelemahan model pembelajaran koperatif tipe Think Pair Share adalah sangat sulit
diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah dan waktu yang
terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang terbentuk banyak
Menurut Lie (2008: 58), kekurangan dari kelompok berpasangan (kelompok
yang terdiri dari 2 orang siswa) adalah:
Kelompok yang melapor banyak dan perlu dimonitor,
1. Lebih sedikit ide yang muncul,
2. Tidak ada penengah jika terjadi perselisihan dalam kelompok.
hasil jawabannya kepada teman sekelas untuk dapat didiskusikan dan dicari
pemecahannya bersama-sama sehingga terbentuk suatu konsep.
Think Pair Share membantu menstrukturkan diskusi. Siswa mengikuti proses
yang telah tertentu sehingga membatasi kesempatan berfikirnya yang melantur dan
tingkah lakunya menyimpang karena mereka harus berfikir dan melaporkan hasil
pemikirannya ke mitranya. Think Pair Share meningkatkan partisipasi siswa dan
meningkatkan banyaknya informasi yang diingat siswa. Dengan Think Pair Share
siswa belajar dari satu sama lain dan berupaya bertukar ide dalam konteks yang tidak
mendebarkan hati sebelum mengemukakan idenya ke dalam kelompok yang lebih
besar. Rasa percaya diri siswa meningkat dan semua siswa mempunyai kesempatan
berpartisipasi di kelas karena sudah memikirkan jawaban atas pertanyaan guru, tidak
seperti biasanya hanya siswa siswa tertentu saja yang menjawab.
siswa dapat mengalami peningkatan dari 35% pada siklus I menjadi 95% pada
siklus II.
Sri Yulikah (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Aktivitas
dan Hasil Belajar matematika melalui model pembelajaran Think Pairs and
Share siswa kelas V SDN Trangkil 05 semester I Tahun 2012/2113” dapat
meningkatkan ketuntasan siswa dari 25% mencapai 90%.
Persamaan dari hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang
akan dilakukan peneliti.
a. Persamaaan penelitian 1,2 dan 3 dengan penelitian yang akan dilakukan
dengan peneliti,pertama model yang digunakan sama yaitu model TPS, kedua
penelitian dilakukan pada semester II
Selanjutnya berikut merupakan perbedaan dari hasil penelitian yang relevan
dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti
a. Perbedaan hasil penelitian 1, 2 dan 3 dengan penelitian yang akan dilakukan
dengan peneliti,pertama kelas yang diteliti berbeda yaitu pada penelitian 1,2
dan 3 melakukan peneltian di kelas V. Kedua mata pelajaran yang berbeda
yaitu metematika ,ketiga sekolah yang berbeda yang menjadi tempat pemelitin
, keempat tahun ajaran dilaksanakan penelitian.
Dari tiga penelitian terdahulu membuktikan bahwa model kooperative tipe
TPS (Think Pair Share) dapat membantu proses pembelajaran untuk meningkatkan
aktifitas dan Hasil belajar matematika siswa. Mengacu pada penelitian terdahulu,
maka peneliti ingin melakukan penelitian lagi dengan menggunakan model yang
pembelajaran yang sama. Meskipun demikian, terdapat beberapa perbedaan antara
penelitian yang dilakukan kali ini, dengan penelitian-penelitian terdahulu. Peneliti
menduga dapat meningkatkan hasil belajar yang berimplikasi pada nilai rata rata
belajar siswa, kedua subyek penelitian.
Pada penelitian terdahulu subyek penelitiannya adalah siswa sekolah yang
berbeda. Penulis beranggapan bahwa perbedaan subyek didik, merupakan faktor lain
21
yang akan mempengaruhi hasil belajar. Situasi sekolah yang berbeda, fasilitas yang
berbeda, tantangan masyarakat yang berbeda, demikian juga pola asuh dari orang tua
yang berbeda karena budaya yang berbeda tentu berkontribusi terhadap hasil belajar
siswa juga. Karena itu, dengan memilih subyek penelitian yaitu siswa kelas IV SDN
Sidorejo Lor 05 Kota Salatiga, peneliti bermaksud melihat efektivitas penerapan
model pembelajaran dalam meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Artinya, jika
model ini efektif, maka model ini akan menjadi rujukan bagi sekolah bersangkutan,
maupun sekolah yang berbeda, karena terbukti teruji pada sekolah yang tentu saja
memiliki situasi yang berbeda-beda.
Kerangka berpikir dalam penelitian dapat di lihat pada skema di bawah ini:
Tindakan
Siklus II peningkatan hasil
Tuntas ≥ KKM
Melalui pembelajaran kooperatif tipe TPS hasil belajar siswa tuntas dalam pembelajaran IPA
Kondisi akhir
dapat meningkatkan hasil belajar IPA Siswa Kelas IV SDN Sidorejo Lor