Anda di halaman 1dari 17

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA di SD
IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik dan dalam
penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya
tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah
dan sikap ilmiah. Wahyana (dalam Trianto 2010: 136). Pendidikan IPA diharapkan
dapat dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan
alam sekitar, serta adanya kemajuan pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari.
Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pegetahuan atau
sains yang semula berasal dari bahasa Inggris „scince’, Trianto (2010: 136). Kata
„science‟ sendiri berasal dari kata dalam Bahasa Latin „scientia‟ yang berarti tahu.
Menurut (Trianto 2010: 136) dalam perkembangannya science sering diterjemahkan
sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) saja. Walaupun pengertian
ini kurang pas dan bertentangan dengan etimologi.
Sejalan dengan laksmi Prihantoro ( dalam Trianto 2010:137) Mengatakan
bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai
produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan
konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk
mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk produk sains, dan
sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberikan
bagi kehidupan.
Berdasarkan pengertian diatas, pada hakekatnya IPA merupakan program
untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, sikap dan nilai-nilai ilmiah
pada siswa serta salah satu mata pelajaran yang menuntut keterlibatan siswa secara
aktif.

8
9

2.1.2 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor


22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI), Ruang Lingkup bahan kajian Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut.
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya
dan pesawat sederhana
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
Berhubung penulis mengadakan penelitian di kelas IV, maka ruang lingkup
pelajaran IPA yang dikaji adalah salah satu konsep dari konsep-konsep yang dibahas
di kelas tersebut, yang meliputi sebagai berikut::

1. Rangka manusia
2. Alat indera manusia
3. Bagian tumbuhan dan fungsinya
4. Penggolongan hewan
5. Daur hidup hewan
6. Hubungan antara makhluk hidup dan lingkungan
7. Sifat dan perubahan wujud benda
8. Gaya
9. Berbagai bentuk energi dan penggunaannya
10. Perubahan kenampakan permukaan bumi dan benda langit
11. Perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan
12. Hubungan sumber daya alam, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengajaran


IPA mempunyai tujuan untuk menanamkan sikap ilmiah pada siswa dan nilai positif
melalui proses IPA dalam memecahkan masalah. Siswa akan selalu tertarik dengan
lingkungan dan siswa akan mengenal serta dapat memanfaatkan lingkungan sebagai
sumber ilmu dan sumber belajar. Demikian juga dalam diri siswa akan dapat
10

mengembangkan pikiran melalui lingkungan yang banyak memberikan pengalaman


terhadap diri siswa dengan cara berinteraksi langsung dan dapat dirasakan siswa.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar disusun sebagai landasan
pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut diatas. Selain itu
dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan ide atau
gagasan dengan menggunakan ide atau gagasan dengan menggunakan symbol, tabel,
diagram, dan media lain. Kompetensi dasar ini merupakan standar minimum yang
secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan
kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada
pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan
pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata
pelajaran IPA yang ditujukan bagi siswa kelas 4 SDN Sidorejo Lor 05 disajikan
melalui tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
IPA Kelas IV Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

7. Memahami gaya
dapat 7.1 Menyimpulkan hasil percobaan
mengubah gerak dan atau bahwa gaya (dorongan atau
bentuk suatu benda tarikan) dapat mengubah
gerak suatu benda

2.1.3 Tujuan Pembelajaran IPA di SD

Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis


kompetensi Menurut Depdiknas (dalam Trianto 2014:138) adalah sebagai berikut:
11

1. Menanam keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa


2. Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah
3. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi
4. Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di dalam masyarakat dan
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Upaya terpenting yang bertujuan memperoleh keberhasilan proses belajar IPA


siswa yang optimal yaitu :

1. Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.


2. Menuntaskan hasil belajar siswa secara serentak.
3. Mencegah terjadinya miskonsepsi.
4. Lebih memperdalam konsep pengertian dan fakta yang di pelajari.
5. Mengembangkan pengetahuan teori, kemudian mengkaitkan dengan
kehidupan.
6. Memecahkan berbagai permasalahan dalam kehidupan.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22


Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI), Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
di Sekolah Dasar (SD) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa


berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam
12

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya


sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

2.1.4 Pengertian Belajar dan Hasil Belajar

Belajar dalam idealisme berarti kegiatan psiko-fisik-sosial menuju ke


perkembangan pribadi seutuhnya. Namun, realitas yang dipahami oleh sebagian besar
masyarakat tidaklah demikian. Belajar dianggapnya property sekolah. Kegiatan
belajar selalu dikaitkan dengan tugas-tugas sekolah. Sebagian besar masyarakat
menganggap belajar di sekolah adalah usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan.
Anggapan tersebut tidak seluruhnya salah, sebab seperti dikatakan Reber, belajar
adalah the proces of acquiring knowledge. Belajar adalah proses mendapatkan
pengetahuan.

Gagne (dalam Agus Suprijono, 2009 : 2) menyatakan, bahwa belajar adalah


disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan
disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan sesorang secara
alamiah.

Menurut Baharuddin (2015:14) dalam bukunya Teori Belajar dan


Pembelajaran. Menjelaskan “Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang
untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau
pengalaman-pengalaman.

Harold Spears (dalam Agus Suprijono, 2009) mengemukankan, learning is to


observe, to read, to imitate, to try something thenselves, to listen, to follow direction.
(Dengan kata lain, bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba
sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu).
13

Sedangkan Purwanto ( 2014 : 85) mengatakan bahwa belajar merupakan


perubahan yang terjadi melalui pelatihan dan pengalaman, dalam arti perubahan-
perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap
sebagai hasil belajar; seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada anak bayi.

Pendapat para ahli di atas tentang pengertian belajar dapat di simpulkan


bahwa, belajar merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang secara sadar untuk
melakukan perubahan tingkah laku. Dari belajar sesorang dapat mengetahui sesuatu
yang pada dasarnya belum mereka ketahui. Belajar merupakan proses dari tidak tahu
menjadi tahu.

2.1.5 Pengertian Hasil Belajar

Menurut (Sudjana, 2008 : 22 ) Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan


yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Indikator kualitas
dan kuantitas pengetahuan yang dikuasai anak didik dalam proses belajar mengajar
disebut juga dengan hasil belajar.

Menurut Purwanto ( 2014 : 85) hasil belajar merupakan suatu perubahan


dalam tingkah laku, di mana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang
lebih baik, tetapi ada juga kemungkinan mengarah kepada tingkah yang lebih buruk.

Sedangkan menurut Hamalik (2001: 103) hasil belajar ialah penguasan


pelajaran, keterampilan-keterampilan belajar dan bekerja. Pengenalan dalam hal-hal
tersebut penting artinya bagi guru, oleh sebab dalam pengenalan ini guru dapat
membantu/ mendiagnosis kesulitan belajar siswa, dapat memperkirakan hasil dan
kemajuan belajar selanjutnya (pada kelas-kelas berikutnya), kendatipun hasil-hasil
tersebut dapatt saja berbeda dan bervariasi sehubungan dengan keadaan motivasi,
kematangan, dan penyesuaian sosial.

Pendapat beberapa para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah perubahan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
14

pengalaman belajarnya dari hal yang tidak tahu menjadi tahu. Hasil belajar digunakan
oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan
pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan
diiringi oleh perubahan tingkah laku.

Menurut peneliti hasil belajar yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran
yang berupa data angka (hasil tes) maupun proses belajar. Hasil belajar diperoleh
pada kegiatan akhir yang diisi dengan pemberian evaluasi terhadap siswa dan
dilakukan di dalam kelas. Pengambilan hasil belajar digunakan sebagai tolok ukur
keberhasilan belajar dan menunjukkan kompetensi siswa melalui pengadaan tes bagi
siswa.

Hasil belajar merupakan tingkat kemampuan yang bisa dicapai oleh murid
dalam mengikuti proses belajar mengajar, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu
interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Hasil belajar bersifat kuantitatif, melalui
pengukuran. Pengukuran menurut Wardani NS, dkk (2012: 47) adalah kegiatan atau
upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau
peristiwa. Pengukuran juga dapat diartikan penetapan angka dengan cara yang
sistematik untuk menyatakan keadaan individu. Wardani NS, dkk (2012:48) Dalam
melakukan pengukuran diperlukan alat ukur yang disebut dengan instrumen.
Penggunaan instrumen ini tergantung dari teknik pengumpulan datanya. Teknik
penilaian dan bentuk instrumen secara rinci disajikan dalam tabel 2.2 berikut:
15

Tabel 2.2
Teknik Penilaian dan Bentuk
Instrumen Teknik Penilaian Bentuk Instrumen
• Tes tertulis • Tes pilihan: pilihan ganda,
benar salah, menjodohkan, dan
lain-lain.
• Tes isian: isian singkat, dan
uraian.
• Tes lisan • Daftar pertanyaan
• Tes praktik (tes kinerja) • Tes identifikasi
• Tes simulasi
• Penugasan individual • Pekerjaan rumah
atau kelompok • Projek
• Penilaian portofolio • Lembar penilaian portofolio
• Jurnal • Buku catatan jurnal
• Penilaian diri • Kuisioner/lembar catatan diri
• Penilaian antar teman • Lembar penilaian antar teman

Teknik pengukuran menurut Wardani Naniek Sulistya (2012,141) dibedakan


menjadi tiga yakni tes tertulis, tes lisan dan tes perbuatan. Menurut Endang Poerwanti
(2008:4-9) jenis-jenis tes adalah sebagai berikut:
 Jenis tes berdasarkan cara
mengerjakan. Tes Tertulis
Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal maupun
jawabannya.
 Tes Lisan
Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response), semuanya dalam
bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki rambu-rambu
penyelenggaraan tes yang baku, karena itu, hasil dari tes lisan biasanya tidak menjadi
informasi pokok tetapi pelengkap dari instrumen asesmen yang lain.
16

 Tes Unjuk Kerja


Pada tes ini peserta didik diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator
pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor.
2. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya
a. Tes esei (essay-type test)
Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan gagasan-
gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakannya dalam
bentuk tulisan.
b. Tes jawaban pendek
Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes diminta
menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi memberikan
jawabanjawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-kata lepas
maupun angka-angka.
c. Tes objektif
Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi diperlukan untuk menjawab tes
yang telah tersedia. Oleh karenanya sering pula disebut dengan istilah tes pilihan
jawaban (selected response test).

2.2 Model Kooperatif Tipe Think Pair Share

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think pair share ) merupakan salah
satu model pembelajaran kooperatif yang mampu mengubah asumsi bahwa metode
resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok secara
keseluruhan. Karakteristik model TPS (Think pair share ) siswa dibimbing secara
mandiri, berpasangan, dan saling berbagi untuk menyelesaikan permasalahan. Model
Think Pair Share (TPS) merupakan teknik pembelajaran dalam pembelajaran
kooperatif yang pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman pada tahun 1981. TPS
merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola
17

interaksi siswa. Teknik ini menghendaki siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja
sama saling membantu dengan siswa lain dalam suatu kelompok kecil. Dengan
metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa yang maju dan membagikan
hasilnya untuk seluruh kelas, teknik Think Pair Share memberi sedikitnya delapan
kali kesempatan lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan
partisipasi mereka kepada orang lain.
Menurut Suprijono (2011 : 91) membuat langkah-langkah Think Pair Share,
pertama Thinking, pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan pertanyaan
atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipirkan oleh peserta didik. Guru memberi
kesempatan kepada mereka memikirkan jawabannya. Kedua adalah Pairing, pada
tahap ini guru meminta peserta didik berpasangan-pasangan. Beri kesempatan
kepada pasangan-pasanagan itu untuk berdiskusi. Diharapakan diskusi ini dapat
memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkannya dengan pasangannya.
Ketiga adalah Sharing, hasil diskusi dari tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan
dengan pasangan seluruh kelas. Diharapakn terjadi tanya jawab yang mendorong
pada pengonstruksian pengetahuan secara interaktif.

Langkah-langkah yang di lakukan dalam model kooperative learning tipe Think


Pair Share (Depdiknas, 2008):
 Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang akan dicapai.
 Peserta didik diminta untuk berpikir tentang materi atau permasalahan yang
disampaikan guru.
 Peserta didik diminta berpasangan dan mengemukakan hasil pemikiran
masing-masing.
 Guru memimpin pleno kecil dan masing-masing kelompok mengemukakan
hasil diskusinya.
 Berawal dari hal tersebut guru mengarahkan pembicaraan pada pokok
permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan oleh siswa.
 Guru memberi kesimpulan
18

 Penutup
Kelebihan metode pembelajaran TPS menurut Lie (2008: 58), keunggulan Think
Pair Share (TPS) adalah: (1) meningkatkan kemandirian siswa; (2) meningkatkan
partisipasi siswa untuk menyumbangkan pemikiran karena leluasa dalam
mengungkapkan pendapatnya; dan (3) melatih kecepatan berpikir siswa. Adapun
kelemahan model pembelajaran koperatif tipe Think Pair Share adalah sangat sulit
diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah dan waktu yang
terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang terbentuk banyak
Menurut Lie (2008: 58), kekurangan dari kelompok berpasangan (kelompok
yang terdiri dari 2 orang siswa) adalah:
Kelompok yang melapor banyak dan perlu dimonitor,
1. Lebih sedikit ide yang muncul,
2. Tidak ada penengah jika terjadi perselisihan dalam kelompok.

2.3 Pembelajaran IPA di SD Dengan Menggunakan Model TPS


Model kooperative tipe TPS (Think Pair Share) berkorelasi dengan partisipasi
dan prestasi belajar IPA? Menjawab pertanyaan ini, maka perlu untuk melihat
bagaimana sesungguhnya manfaat model kooperative tipe TPS (Think Pair Share)
itu sendiri. Berdasarkan pada paparan teoritis dan sintaks model kooperative tipe TPS
(Think Pair Share) di atas, tampak bahwa model TPS merupakan salah satu strategi
dalam pembelajaran koperatif yang dapat memberikan waktu kepada siswa untuk
berpikir sehingga strategi ini punya potensi kuat untuk memberdayakan kemampuan
berpikir siswa. Peningkatan kemampuan berpikir siswa akan meningkatkan hasil
belajar atau prestasi belajar siswa dan kecakapan akademiknya.
Siswa dilatih bernalar dan dapat berpikir kritis untuk memecahkan masalah yang
diberikan oleh guru. Guru juga memberikan kesempatan siswa untuk menjawab
dengan asumsi pemikirannya sendiri, kemudian berpasangan untuk mendiskusikan
19

hasil jawabannya kepada teman sekelas untuk dapat didiskusikan dan dicari
pemecahannya bersama-sama sehingga terbentuk suatu konsep.
Think Pair Share membantu menstrukturkan diskusi. Siswa mengikuti proses
yang telah tertentu sehingga membatasi kesempatan berfikirnya yang melantur dan
tingkah lakunya menyimpang karena mereka harus berfikir dan melaporkan hasil
pemikirannya ke mitranya. Think Pair Share meningkatkan partisipasi siswa dan
meningkatkan banyaknya informasi yang diingat siswa. Dengan Think Pair Share
siswa belajar dari satu sama lain dan berupaya bertukar ide dalam konteks yang tidak
mendebarkan hati sebelum mengemukakan idenya ke dalam kelompok yang lebih
besar. Rasa percaya diri siswa meningkat dan semua siswa mempunyai kesempatan
berpartisipasi di kelas karena sudah memikirkan jawaban atas pertanyaan guru, tidak
seperti biasanya hanya siswa siswa tertentu saja yang menjawab.

2.4 Hasil Penelitian yang Relevan


Dari penerapan model kooperative tipe TPS (Think Pair Share) terbukti hasil
belajar siswa meningkat,dengan adanya kerjasama antar siswa dengan pasangan
masing-masing akan menambah pemahamannya terhadap materi operasi hitung
bilangan bulat seperti yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya sebagai
berikut:
 Sri Hartuti (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “ Peningkatan hasil
belajar matematika melalui model pembelajaran Think Pairs and Share pada
siswa kelas V SDN Karangwage 02 Kecamatan Trangkil Kabupaten Pati
semester I Tahun Pelajaran 2009/2010” prosentase ketuntasan siswa dapat
mengalami peningkatan dari 25% pada siklus I menjadi 95% pada siklus II.
 Jumadi (2011) dalam penelitiannya yang berjudul dalam penelitiannya yang
berjudul “ Peningkatan hasil belajar matematika melalui model pembelajaran
Think Pairs and Share pada siswa kelas V SDN Kajar 01 Kecamatan Trangkil
Kabupaten Pati semester I Tahun Pelajaran 2011/2012” prosentase ketuntasan
20

siswa dapat mengalami peningkatan dari 35% pada siklus I menjadi 95% pada
siklus II.
 Sri Yulikah (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Aktivitas
dan Hasil Belajar matematika melalui model pembelajaran Think Pairs and
Share siswa kelas V SDN Trangkil 05 semester I Tahun 2012/2113” dapat
meningkatkan ketuntasan siswa dari 25% mencapai 90%.
Persamaan dari hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang
akan dilakukan peneliti.
a. Persamaaan penelitian 1,2 dan 3 dengan penelitian yang akan dilakukan
dengan peneliti,pertama model yang digunakan sama yaitu model TPS, kedua
penelitian dilakukan pada semester II
Selanjutnya berikut merupakan perbedaan dari hasil penelitian yang relevan
dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti
a. Perbedaan hasil penelitian 1, 2 dan 3 dengan penelitian yang akan dilakukan
dengan peneliti,pertama kelas yang diteliti berbeda yaitu pada penelitian 1,2
dan 3 melakukan peneltian di kelas V. Kedua mata pelajaran yang berbeda
yaitu metematika ,ketiga sekolah yang berbeda yang menjadi tempat pemelitin
, keempat tahun ajaran dilaksanakan penelitian.
Dari tiga penelitian terdahulu membuktikan bahwa model kooperative tipe
TPS (Think Pair Share) dapat membantu proses pembelajaran untuk meningkatkan
aktifitas dan Hasil belajar matematika siswa. Mengacu pada penelitian terdahulu,
maka peneliti ingin melakukan penelitian lagi dengan menggunakan model yang
pembelajaran yang sama. Meskipun demikian, terdapat beberapa perbedaan antara
penelitian yang dilakukan kali ini, dengan penelitian-penelitian terdahulu. Peneliti
menduga dapat meningkatkan hasil belajar yang berimplikasi pada nilai rata rata
belajar siswa, kedua subyek penelitian.
Pada penelitian terdahulu subyek penelitiannya adalah siswa sekolah yang
berbeda. Penulis beranggapan bahwa perbedaan subyek didik, merupakan faktor lain
21

yang akan mempengaruhi hasil belajar. Situasi sekolah yang berbeda, fasilitas yang
berbeda, tantangan masyarakat yang berbeda, demikian juga pola asuh dari orang tua
yang berbeda karena budaya yang berbeda tentu berkontribusi terhadap hasil belajar
siswa juga. Karena itu, dengan memilih subyek penelitian yaitu siswa kelas IV SDN
Sidorejo Lor 05 Kota Salatiga, peneliti bermaksud melihat efektivitas penerapan
model pembelajaran dalam meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Artinya, jika
model ini efektif, maka model ini akan menjadi rujukan bagi sekolah bersangkutan,
maupun sekolah yang berbeda, karena terbukti teruji pada sekolah yang tentu saja
memiliki situasi yang berbeda-beda.

2.5 Kerangka Pikir


Pada tahap awal sebelum guru menggunakan model kooperative tipe TPS (Think
Pair Share) hasil belajar IPA siswa kelas IV SD N Sidorejo Lor 5 Salatiga masih
rendah. Dengan rendahnya hasil belajar IPA tersebut, guru berupaya meningkatkan
hasil belajar IPA dengan inovasi pembelajaran yang dilakukan adalah mengemas
pembelajarannya menggunakan Model kooperative tipe TPS (Think Pair Share).
Model kooperative tipe TPS (Think Pair Share) yang dilakukan peneliti terdiri
dari dua siklus.
Berdasarkan landasan teoritis maka dirumuskan kerangka pemikiran
sebagaiberikut:
 Penerapan Model kooperative tipe TPS (Think Pair Share) diharapkan siswa
mampu menguasai materi mengajarkan pasangannya yang kurang mampu
untuk memahami materi pelajaran.
 Dari proses pembelajaran Think Pair Share diharapkan ada kerjasama antar
siswa dengan pasangannya dan dapat diadakan sharing antar pasangan
dalam kelompok.
22

 Dengan adanya kerjasama yang efektif diharapkan dapat meningkatkan


pemahaman dan hasil belajar siswa pada materi gaya dapat mengubah
gerak dan atau bentuk suatu benda.
23

Kerangka berpikir dalam penelitian dapat di lihat pada skema di bawah ini:

Hasil belajar siswa belum mencapai KKM 70


Guru belum
Kondisi awal menggunakan model T P S

Langkah - langkah model TPS


Guru menyampaikan inti materi Siklus I ada peningkatan hasil sebagian belum
siswa diminta untuk berpikir tentang materi atau permasalahan yang disampaikan guru.
tuntas
siswadiminta berpasangan dan mengemukakan hasil pemikiran masing- masing kemudian siswa bergabung
masing-masing kelompok mengemukakan hasil diskusinya, guru mengarahkan pembicaraan pada pokok per
Guru memberi kesimpulan

Tindakan
Siklus II peningkatan hasil
Tuntas ≥ KKM

Melalui pembelajaran kooperatif tipe TPS hasil belajar siswa tuntas dalam pembelajaran IPA

Kondisi akhir

Gambar Hasil Belajar IPA


Kerangka Berpikir Peningkatan
Melalui Model Kooperative Tipe TPS (Think Pair Share)
24

2.6 Hipotesis Tindakan


Berdasarkan kajian teori dari kerangka pikir di atas dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut: Melalui Model kooperative tipe TPS (Think Pair Share)

dapat meningkatkan hasil belajar IPA Siswa Kelas IV SDN Sidorejo Lor

05 Semester 2 Tahun Ajaran 2015/2016.

Anda mungkin juga menyukai