Anda di halaman 1dari 20

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
2.1.1.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau
Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris ‘ science’. Kata ‘science’ itu sendiri
merupakan singkatan dari kata “natural science”. Natural artinya alamiah,
berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya adalah pengetahuan. Jadi Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) atau science dapat disebut sebagai ilmu yang mempelajari
tentang alam atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.
Menurut Ahmad Susanto (2013:167) IPA adalah usaha manusia dalam
memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta
menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan
suatu kesimpulan.
Trianto (2012:136) menyatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang
sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala – gejala alam, lahir dan
berkembang melalui metode ilmiah, seperti observasi dan eksperimen, serta menuntut
sikap ilmiah, seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya.
Abdullah Aly dan Eny Rahma (2011:18) IPA adalah suatu pengetahuan teoritis
yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu melakukan
observasi eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi
dan demikian seterusnya kait-mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, dapat disimpulkan
bahwa IPA merupakan suatu ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pengamatan yang
tepat pada gejala-gejala alam yang didapatkan dengan cara observasi maupun
eksperimen sehingga menciptakan sikap rasa ingin tahu, ilmiah, terbuka dan jujur.

8
9

2.1.1.2 Tujuan IPA


Tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar menurut Trianto (2012:142) antara
lain:
a. Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan
bagaimana bersikap.
b. Menanamkan sikap hidup ilmiah.
c. Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan.
d. Mendidik siswa untuk menangani, mengetahui cara kerja serta menghargai para
ilmuwan penemunya.
e. Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan
permasalahan.
Berdasarkan tujuan IPA yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran IPA tidak hanya dimaksudkan agar siswa dapat menguasai materi
pelajaran. Lebih jauh dari pada itu, pembelajaran IPA mempunyai beberapa tujuan
yang hendak dicapai yaitu membentuk sikap ilmiah, menerapkan metode ilmiah
untuk memecahkan berbagai permasalahan, serta untuk meningkatkan keimanan dan
mewujudkan rasa syukur kepada Tuhan atas keindahan alam yang telah Tuhan
berikan.
Oleh karena itu, saat melaksanakan pembelajaran IPA guru tidak hanya
memperhatikan bagaimana caranya agar siswa mengusai materi pelajaran. Guru juga
harus mampu mengarahkan proses pembelajaran agar dapat mencapai berbagai tujuan
IPA di atas. Hal ini akan sangat menentukan berhasil atau tidaknya pendidikan IPA di
SD.

2.1.1.3 Karakteristik IPA


Karakteristik IPA menurut Jacobson dan Bergman dalam (Ahmad Susanto,
2013:170) yaitu:
a. IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori.
10

b. Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental, serta mencermati fenomena alam,
termasuk juga penerapannya.
c. Sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam menyingkap rahasia
alam.
d. IPA tidak dapat membuktikan semua akan tetapi hanya sebagian atau beberapa
saja.
e. Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat objektif.
Berdasarkan karakteristik IPA di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran IPA berdasarkan pada prinsip-prinsip dan proses yang dapat
menumbuhkan sikap ilmiah siswa terhadap konsep-konsep IPA. Oleh karena itu,
pembelajaran IPA di sekolah dasar dilakukan dengan penyelidikan sederhana dan
bukan hafalan terhadap kumpulan konsep IPA. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut
maka siswa dalam pembelajarn IPA akan mendapat pengalaman melalui pengamatan
langsung, diskusi, dan penyelidikan sederhana. Pembelajaran yang demikian dapat
menumbuhkan sikap ilmiah siswa dengan cara merumuskan masalah, menarik
kesimpulan, sehingga mampu berfikir kritis melalui pembelajaran IPA.

2.1.1.4 Ruang Lingkup IPA


Ruang lingkup IPA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006)
secara garis besar terdiri dari aspek-aspek berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan;
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan
pesawat sederhana
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit
lainnya.
Berdasarkan aspek-aspek tersebut dapat digambarkan secara spiral, yang artinya
setiap bahan ajar disemua tingkat kelas disajikan ke dalam materi yang berbeda,
11

semakin tinggi tingkat kelasnya semakin dalam pula tingkat bahasa dan materi yang
diajarkan. Dalam standar isi telah disebutkan beberapa Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar yang harus dicapai siswa dalam proses belajar. Dengan adanya SK
dan KD yang telah ditetapkan dalam standar isi , maka guru harus menyajikan bahan
ajar yang sesuai dengan SK dan KD yang telah ditetapkan tersebut. Setelah guru
memahami SK dan KD guru kemudian menjabarkannya kedalam indikator dan tujuan
pembelajaran yang pada akhirnya akan dijadikan sebagai pedoman dalam
menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.

2.1.2 Model Pembelajaran Make A Match


2.1.2.1 Pengertian Model Make A Match
Salah satu model kooperatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan hasil
belajar siswa dalam kelas adalah model pembelajaran make a match. Penerapan
model pembelajaran make a match diperkenalkan oleh Lorna Curran pada tahun
(1994). Tujuan dari startegi ini antara lain pendalaman materi, penggalian materi, dan
edutainment. Salah satu keunggulan model ini adalah siswa mencari pasangan sambil
belajar menguasi suatu konsep atau topik dalam suasana belajar yang menyenangkan.
Miftahul Huda (2014: 135) make a match adalah salah satu model pembelajaran
dimana siswa mencari pasangan sambil mempelajari suatu konsep atau topik tertentu
dalam suasana yang menyenangkan. Model ini bisa diterapkan untuk semua mata
pelajaran dan tingkatan kelas.
Menurut Anita Lie (2002:55) make a match adalah teknik yang dikembangkan
Loma Curran(1994) teknik dimana siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai
suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini bisa
digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia”. Salah satu
keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu
konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan
dalam semua mata pelajaran dan untuk tingkat usia dan anak didik.
12

Rusman (2013:223) make a match merupakan suatu model yang dimulai dengan
teknik, yaitu siswa disuruh mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep
atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Salah satu keunggulan model ini
adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai konsep atau topik dalam
suasana yang menyenangkan.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, maka dapat disimpulkan
bahwa make a match merupakan model pembelajaran dengan menggunakan cara
mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep untuk menciptakan suasana
yang menyenangkan dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran make a match guru lebih berperan sebagai fasilitator dan ruangan
kelas juga perlu ditata sedemikian rupa, sehingga menunjang pembelajaran. Melalui
model pembelajaran make a match maka siswa lebih aktif untuk mengembangkan
kemampuan berpikir. Disamping itu make a match juga memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat serta berinteraksi dengan
siswa yang menjadikan aktif dalam kelas.
Hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan make
a match menurut Miftahul Huda (2013:251-252) adalah:
a. Membuat beberapa pertanyaan yang sesuai dengan materi yang dipelajari
kemudian menuliskannya dalam kartu – kartu pertanyaan.
b. Membuat kunci jawaban dari pertanyaan – pertanyaan yang telah dibuat dan
menuliskannya dalam kartu – kartu jawaban.
c. Membuat aturan yang berisi penghargaan bagi siswa yang berhasil dan sanksi
bagi siswa yang gagal (disini guru dapat membuat aturan ini bersama – sama
dengan siswa).
d. Menyediakan lembaran untuk mencatat pasangan – pasangan yang berhasil
sekaligus untuk penskoran presentasi.
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran menggunakan kartu berpasangan
ada 3 yaitu: (1) pendalaman materi, (2) penggalian materi, dan (3) untuk selingan.
Pengembangan model kartu berpasangan pada mulanya untuk pendalaman materi.
13

Siswa melatih penguasaan materi dengan cara memasangkan antara pertanyaan


dengan jawaban, tapi sebelumnya guru terlebih dahulu membekali siswa dengan
materi yang akan dilatihkan.

2.1.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Make A Match


Ada beberapa keunggulan dari model pembelajaran make a match seperti yang
dikemukakan oleh Anita Lie (2002:55) bahwa salah satu keunggulan make a match
adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik
dalam suasana yang menyenangkan dan dapat digunakan dalam semua mata pelajaran
dan untuk semua tingkatan usia. Sedangkan beberapa keunggulan make a match
menurut Miftahul Huda (2013:253) yaitu :
1) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik.
2) Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan.
3) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa.
4) Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.
5) Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.
Selain memiliki keunggulan, Miftahul Huda (2013:253-254) juga
mengungkapkan bahwa model pembelajaran make a match juga memiliki beberapa
kelemahan yaitu:
a. Jika tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang.
b. Banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya.
c. Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang kurang
memperhatikan pada saat presentasi pasangan.
d. Guru harus hati – hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa yang
tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu.
e. Jika model pembelajaran make a match digunakan terus menerus akan
menimbulkan kebosanan.
14

2.1.2.3 Langkah-Langkah Pembelajaran Make A Match


Sintak pembelajaran make a match menurut Miftahul Huda (2013 : 252) dapat
dilihat pada langkah – langkah kegiatan pembelajaran berikut ini:
1) Guru menyampaikan materi atau memberi tugas pada siswa untuk mempelajari
materi di rumah.
2) Siswa dibagi kedalam 2 kelompok, misalnya kelompok A dan kelompok B.
Kedua kelompok diminta untuk berhadap – hadapan.
3) Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban
kepada kelompok B.
4) Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mencari / mencocokkan
kartu yang dipegang dengan kartu kelompok lain. Guru juga perlu
menyampaikan batasan maksimum waktu yang ia berikan kepada mereka.
5) Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari pasangannya di
kelompok B. Jika mereka sudah menemukan pasangannya masing – masing,
guru meminta mereka melaporkan diri kepadanya. Guru mencatat mereka pada
kertas yang sudah dipersiapkan.
6) Jika waktu sudah habis, mereka harus diberitahu bahwa waktu sudah habis.
Siswa yang belum menemukan pasangan diminta untuk berkumpul tersendiri.
7) Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan siswa yang
tidak mendapat pasangan memperhatikan dan memberikan tanggapan apakah
pasangan itu cocok atau tidak.
8) Guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan pertanyaan dari
jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi.
9) Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya sampai seluruh
pasangan melakukan presentasi.
Anita Lie (2002:55-56) berpendapat bahwa langkah – langkah pembelajaran
make a match adalah:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang
mungkin cocok untuk sesi review.
15

2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.


3. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan
kartunya.
4. Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang memegang kartu
yang cocok.
Agus Suprijono (2009:94) menyatakan bahwa langkah – langkah pembelajaran
make a match adalah:
1. Guru membagi komunitas kelas menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama
merupakan kelompok pembawa kartu berisi pertanyaan. Kelompok ke dua adalah
kelompok pembawa kartu berisi jawaban. Kelompok ke tiga adalah kelompok
penilai.
2. Aturlah posisi kelompok – kelompok tersebut berbentuk huruf U. Upayakan
kelompok pertama dan kelompok ke dua berjajar saling berhadapan.
3. Jika masing – masing kelompok sudah berada di posisi yang telah ditentukan,
maka guru membunyikan peluit sebagai tanda agar kelompok pertama maupun
kelompok ke dua saling bergerak untuk mencari pasangan pertanyaan jawaban
yang cocok.
4. Pasangan – pasangan yang sudah terbentuk wajib menunjukkan pertanyaan –
jawaban kepada kelompok penilai.
5. Kelompok penilai kemudian membaca apakah pasangan pertanyaan jawaban itu
cocok.
6. Setelah penilaian dilakukan, aturlah sedemikian rupa kelompok pertama dan
kelompok ke dua bersatu kemudian memposisikan dirinya menjadi kelompok
penilai. Sementara kelompok penilai pada sesi pertama tersebut di atas dipecah
menjadi dua, sebagian memegang kartu pertanyaan, sebagian lagi memegang
kartu jawaban.
7. Permainan diulang sampai semua siswa pernah memposisikan dirinya menjadi
kelompok pertama, ke dua, maupun kelompok penilai.
16

Berdasarkan langkah – langkah pembelajaran make a match yang telah


dikemukakan oleh para ahli, maka penulis dapat menyimpulkan langkah – langkah
pembelajaran make a match dalam kegiatan pembelajaran IPA di kelas yang disajikan
dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.1
Sintak Pembelajaran Make A Match
Langkah – langkah Kegiatan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Kegiatan Awal Melakukan 1. Melakukan 1. Memperhatikan
kegiatan kegiatan apersepsi dan menanggapi
apersepsi dan dengan tanya apersepsi yang
menyampaikan jawab untuk dilakukan guru
tujuan menuju materi dengan
pembelajaran. yang akan melakukan
disampaikan. tanya jawab.
2. Menyampaikan 2. Menyimak
tujuan tujuan
pembelajaran pembelajaran
yang akan yang
dicapai. disampaikan
oleh guru.
Kegiatan Inti Guru 1. Menyampaikan 1. Memperhatikan
1. Menyajikan menyampai- materi kepada penjelasan dari
informasi kan materi siswa guru.
dilengkapi 2. Melakukan tanya 2. Mengajukan
dengan alat jawab dengan pertanyaan yang
peraga dan siswa tentang berhubungan
melakukan materi yang dengan materi.
tanya jawab disampaikan. 3. Menjawab
dengan siswa. pertanyaan yang
diajukan oleh
guru.

2.Mengorganisir Guru membagi 1. Menjelaskan 1. Baris menurut


peserta didik ke kelompok langkah-langkah kelompok masing
dalam tim – tim belajar secara permainan make a – masing dan
belajar heterogen. match berhadap-
2. Mengelompokkan hadapan dengan
siswa ke dalam 2 kelompok lain.
kelompok, yakni 2. Masing-masing
kelompok A dan siswa menerima
17

kelompok B. satu kartu.


3. Membagi kartu
pertanyaan kepada
kelompok A dan
kartu jawaban
kepada kelompok
B
3. Permainan make Guru 1. Meminta semua 1. Mencari kartu
a match memberikan anggota kelompok pasangan
instruksi agar A untuk mencari berdasarkan
kelompok yang pasangannya di waktu yang telah
mendapatkan kelompok B ditentukan.
kartu soal dengan waktu
mencari yang sudah
pasangan ditetapkan.
berupa kartu 2. Mengawasi
jawaban, dan aktivitas siswa dan
yang memberikan
mendapatkan bantuan pada
kartu jawaban siswa selama
mencari melakukan
pasangan permainan.
berupa kartu
soal yang
sesuai.
4. Presentasi Pasangan yang 1 Memanggil masing 1. Membacakan
dipanggil urut – masing pasangan kartu soal dan
berdasarkan untuk melakukan kartu jawaban
nomor kartu presentasi. dari
soal yang pasangannya
diterima. masing -
masing.
5.Mengevaluasi Mengoreksi 1.Memberikan 1. Memberikan
apakah masing kesempatan pada tanggapan
– masing siswa untuk tentang
pasangan memberikan kecocokan kartu
sudah benar tanggapan dari pasangan
dan sesuai atau mengenai yang sedang
belum. kecocokan kartu melakukan
pasangan siswa presentasi.
yang sedang 2. Memperhatikan
melakukan konfirmasi yang
18

presentasi. diberikan oleh


2.Memberikan guru.
konfirmasi tentang
kebenaran dan
kecocokan
pertanyaan dan
jawaban dari
pasangan yang
melakukan
presentasi.
Kegiatan Akhir
1.Membuat Menarik Membimbing siswa Membuat
kesimpulan kesimpulan untuk membuat kesimpulan
dari materi kesimpulan. bersama guru.
yang baru saja
dipelajari.

2.. Refleksi Refleksi Menanamkan nilai Membacakan pesan


berupa moral pada siswa. moral yang terdapat
penanaman dalam kartu.
nilai moral.

2.1.3 Hasil Belajar


Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan (Agus Supridjono, 2009:5). Hasil belajar
mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap
hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam
upaya mencapai tujuan belajar melalui kegiatan belajar.
Menurut Ahmad Susanto (2013:5) hasil belajar adalah kemampuan yang
diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan
suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan
peilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan
intruksional, biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Anak yang berhasil dalam
belajar adalah berhasil mencapi tujuan- tujuan pembelajaran atau tujuan intruksional.
19

Dimyati dan Mudjiono (2013:20) hasil belajar merupakan suatu puncak proses
belajar. Hasil belajar tersebut terjadi berkat evalusi guru. Hasil belajar dapat berupa
dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi
guru dan siswa. Tujuan pendidikan bersifat ideal, sedangkan hasil belajar bersifat
aktual. Hasil belajar merupakan realisasi tercapainya tujuan pendidikan, sehingga
hasil belajar yang diukur sangat tergantung kepada tujuan pendidikannya.
Menurut Nana Sudjana (2004:39) menyatakan bahwa hasil belajar yang dicapai
siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni:
1. Faktor dari dalam diri siswa itu, seperti kemampuan, motivasi belajar, minat dan
perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik
dan psikis.
2. Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan.
Lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah
ialah kualitas pengajaran.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2013:251) hasil belajar merupakan hal yang
dapat dipandang dari dua sisi :
1. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang
lebih baik bila dibandingkan pada saat pra belajar.
2. Dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan perubahan tingkah laku pada siswa yang meliputi pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang merupakan hasil dari aktivitas atau kegiatan belajar guna
mencapai sebuah tujuan pendidikan.
Hasil belajar dalam penelitian ini diukur dengan memberikan soal tes kepada
siswa. Tes pada umunya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa,
terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai
dengan tujuan pendidikan dan pengajaran.
Menurut Sudjana (2014:35) tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-
pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam
20

bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk
perbuatan (tes tindakan).
Ada dua tes yang digunakan dalam mengukur hasil belajar siswa meliputi:
1. Tes Uraian
Tes uraian atau disebut juga dengan essay examination, merupakan alat penilaian
hasil belajar yang sudah lama digunakan. Tes uraian terdiri dari uraian bebas,
uraian terbatas, dan uraian terstruktur. Tes uraian menuntut kemampuan siswa
dalam hal mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. Hal itu
merupakan kekuatan atau kelebihan tes esai dari alat penilaian lainnya.
Menurut Sudjana (2014:35) kelebihan tes uraian antara lain adalah:
a. Dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi.
b. Dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan,
dengan baik dan benar sesuai kaidah-kaidah bahasa.
c. Dapat melatih kemampuan berpikir teratur atau penalaran, yakni berpikir
logis, analitis dan sistematis.
d. Mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah (problem solving).
e. Adanya keuntungan teknis seperti mudah membuat soalnya sehingga tanpa
memakan waktu yang lama, guru dapat secara langsung melihat proses
berpikir siswa.
Adapun kelemahan dari tes uraian antara lain sebagai berikut:
a. Sampel tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak mungkin dapat semua
bahan yang telah diberikan, tidak seperti pada tes objektif yang dapat
menanyakan banyak hal melalui sejumlah pertanyaan.
b. Sifatnya sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat
pertanyaan, maupun dalam cara memeriksanya. Guru bisa saja bertanya
tentang hal-hal yang menarik baginya, dan jawabannya juga berdasarkan apa
yang dikehendaki.
21

c. Tes ini biasanya kurang reliabel, mengungkap aspek yang terbatas,


pemeriksaannya memerlukan waktu lama sehingga tidak praktis bagi kelas
yang jumlah siswanya relatif besar.
2. Tes Objektif
Soal-soal bentuk objektif banyak digunakan dalam menilai hasil belajar. Hal ini
disebabkan antara lain oleh luasnya bahan pelajaran yang dapat dicakup dalam
tes dan mudahnya menilai jawaban yang diberikan. Beberapa bentuk tes objektif,
yakni jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan dan pilihan ganda.
a. Kebaikan dari tes objektif yaitu:
 Soal dapat disusun dengan mudah.
 Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cepat.
 Penilaian dapat dilakukan dapat dilakukan dengan cepat dan objektif.
b. Kelemahan dari tes objektif yaitu:
 Kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi.
 Proses berpikir siswa tidak dapat dilihat dengan nyata.
Pada penelitian ini dalam mengukur hasil belajar siswa, guru memberikan soal
tes yang berbentuk pilihan ganda yaitu dimana siswa mempunyai tugas untuk
memilih satu jawaban yang benar atau paling tepat. Selain mengukur hasil belajar
siswa dari ranah kognitif, hasil belajar siswa dapat diukur melalui ranah psikomotor
dan afektifnya. Untuk mengukur hasil belajar ranah psikomotorik dapat diukur
melalui tes tindakan (perbuatan). Ada beberapa bentuk cara pengukuran untuk
menilai hasil belajar ranah psikomotorik.
Bentuk-bentuk penilaian hasil belajar ranah psikomotorik antara lain: penilaian
unjuk kerja, penilaian produk, penilaian proyek dan portofolio. Sedangkan hasil
belajar ranah afektif (sikap) dapat dilakukan dengan beberapa cara atau teknik.
Teknik-teknik tersebut antara lain: observasi perilaku, pertanyaan langsung dan
laporan pribadi. Dalam penelitian ini peneliti mengukur hasil belajar siswa dalam
ranah kognitif dan ranah afektif yaitu dengan tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda
dan observasi.
22

2.1.4 Hubungan Pembelajaran Make A Match Terhadap Hasil Belajar IPA


Pembelajaran make a match lebih mengutamakan kerja sama dalam
menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan dalam
rangka mencapai tujuan pembelajarannnya. Dalam penerapan pembelajaran make a
match diperoleh beberapa temuan bahwa make a match dapat memupuk kerjasama
siswa dalam proses pembelajaran khususnya dalam menjawab pertanyaan dengan
mencocokkan kartu yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik
dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan
siswa tampak sekali pada saat siswa mencari pasangan kartunya masing – masing.
Selain siswa dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajari dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, siswa dapat melatih dirinya untuk
berfikir aktif dengan menemukan suatu jawaban. Dengan melihat keunggulan dari
model maka a match, maka peneliti bermaksud untuk menerapkan model tersebut
dalam pembelajaran IPA yang bertujuan untuk membangkitkan kerjasama di antara
siswa serta mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan sehingga hasil belajar
siswa khususnya pada mata pelajaran IPA meningkat.
Pembelajaran IPA itu sendiri bertujuan untuk menanamkan sikap ilmiah, rasa
ingin tahu dan memberikan ilmu pengetahuan tentang gejala – gejala alam pada
siswa. Hal ini sesuai dengan materi yang akan diajarkan mengenai Peristiwa Alam
dan Sumber Daya Alam. Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model
maka e match dimana guru akan membagi kartu soal dan jawaban yang berisi materi
tentang peristiwa alam dan sumber daya alam dan diharapkan melalui model ini siswa
akan lebih aktif , tidak bosan dan lebih mudah dalam memahami materi yang
diajarkan. Pada model make a match kartu soal yang berisi clue tentang isi jawaban
sedangkan kartu jawaban berisi kalimat atau gambar yang menunjukkan isi dari clue
soal. Dengan model make a match yang berbentuk kartu soal dan jawaban siswa
diharapkan dapat lebih antusias dan tertarik untuk mengikuti pembelajaran sehingga
secara tidak langsung siswa dapat memahami materi melalui permainan yang
dilakukan dan berdampak positif bagi peningkatan hasil belajar siswa.
23

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan


Suratman (2012) dalam skripsi yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar
IPA melalui Pendekatan Make a Match pada Siswa Kelas V SDN Timbang 01
Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
penerapan model make a match dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V.
Terbukti pada hasil belajar siklus I persentase ketuntasan hasil belajar siswa 70,59%
dengan 12 siswa yang mengalami tuntas belajar dan 5 siswa atau 29,41% siswa yang
belum tuntas. Pada siklus II ketuntasan hasil belajar siswa meningkat menjadi 100%
atau 17 siswa sudah tuntas.
Astuti, Ria Yuni (2012) dalam skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan
Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match
Siswa Kelas V SD Negeri 1 Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Semester
Genap Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan
hasil belajar IPA pada siswa kelas V. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan nilai
siswa dari kondisi awal, siklus I dan siklus II. Pada saat kondisi awal terdapat 5 siswa
yang tuntas dalam KKM atau sebesar 41,7% dan yang belum tuntas terdapat 7 siswa
atau sebesar 58,3%. Pada siklus I terdapat 9 siswa yang tuntas dalam KKM atau
sebesar 75%, dan yang belum tuntas terdapat 3 siswa atau sebesar 25%, sedangkan
pada siklus II terdapat 12 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 100%, dan
yang belum tuntas dalam belajar terdapat 0 siswa atau sebesar 0 %. Dari analisis data
tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V.
Pada penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan terdapat
persamaan dan perbedaan. Persamaannya dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti sebelumnya adalah penerapan model pembelajaran maka a match untuk
meningkatkan hasil belajar, sedangkan perbedaannya terletak pada lokasi penelitian
karakteristik siswa dan model kartu yang digunakan dalam permainan make a match.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, melalui penelitian tindakan kelas peneliti
24

menerapkan model pembelajaran make a match dengan tujuan meningkatkan hasil


belajar IPA melalui kegiatan mencari pasangan sehingga siswa dapat belajar dalam
suasana yang menyenangkan.
Berdasarkan hasil analisis terhadap kedua penelitian sebelumnya dimana model
make a match yang menggunakan kartu soal dan jawaban lebih cenderung monoton,
kurang variatif dan kurang jelas maksud dari masing-masing kartu baik kartu soal
maupun jawaban. Dengan melihat kekurangan dari penelitian sebelumnya, maka
peneliti akan memberikan suatu variasi baru yang bertujuan untuk meningkatkan
ketertarikan dan pemahaman siswa terhadap suatu materi melalui permainan mencari
pasangan atau make a match. Dengan melakukan kegiatan mencari pasangan melalui
kartu soal dan jawaban diharapkan siswa lebih tertarik mengikuti pelajaran sehingga
hasil belajar pada mata pelajaran tersebut dapat meningkat. Penelitian yang akan
dilakukan yaitu menggunakan model make a match dimana pembelajarannya
menggunakan kartu soal dan jawaban yang divariasikan dengan sebuah gambar yang
bertujuan untuk menarik antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran, selain itu
dapat menambah kejelasan siswa dalam memahami materi yang disajikan melalui
permainan maka a match.
Kelebihan pada penelitian ini yaitu dalam pembelajarannya peneliti akan
menggunakan model make match yang tidak hanya menggunakan kartu soal dan
jawaban saja melainkan akan divariasikan dengan gambar – gambar yang
menggambarkan jawaban dari soal tersebut. Hal ini diharapkan dapat lebih
memberikan ketertarikan siswa untuk lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran.
Selain itu, dengan menggunakan kartu soal dan jawaban yang divariasaikan dengan
gambar diharapkan akan membuat siswa lebih jelas dalam memahami materi yang
disajikan dalam permainan make a match yang berbentuk soal maupun jawaban.
25

2.3 Kerangka Berpikir


Pada tahap awal sebelum guru menggunakan model pembelajaran make a match
hasil belajar IPA siswa kelas V di SDN Bugel 01 Salatiga masih rendah. Dengan
adanya hasil belajar tersebut peneliti berupaya untuk meningkatkan hasil belajar
dengan melakukan inovasi dengan menggunakan model-model yang variatif dalam
proses pembelajaran yaitu salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran
make a match .
Adapaun langkah pembelajaran dengan menggunakan model make a match
adalah sebagai berikut:
1. Pada kegiatan awal pembelajaran guru memberikan apersepsi dan
menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
2. Pada kegiatan inti guru menyampaiakan informasi. Informasi ini berisi
materi yang akan diajarkan yang dimana dalam penyampaian materi
dilengkapi dengan alat peraga dan dilakukan tanya jawab.
3. Guru mengorganisasi siswa ke dalam tim-tim belajar dimana guru membagi
kelompok belajar secara heterogen.
4. Guru memberikan permaian make a match. Pada kegiatan ini guru akan
memberikan intruksi agar kelompok yang mendaptkan kartu soal mencari
pasangan berupa kartu jawaban, dan yang mendapatkan kartu jawaban
mencari pasangan berupa kartu soal yang sesuai.
5. Presentasi. Dalam kegiatan presentasi pasangan akan dipanggil urut
berdasarkan nomer kartu soal yang diterima.
6. Mengevaluasi. Guru dan siswa mengoreksi secara bersama-sama apakah
masing-masing sudah benar dan sesuai atau belum.
7. Membuat kesimpulan. Guru bersama siswa membuat kesimpulan atas materi
yang sudah dipelajari bersama.
8. Guru memberikan refleksi berupa penanaman nilai moral terhadap siswa.
Adapun untuk lebih jelasnya dapat dilihat bagan kerangka berfikir dibawah ini.
26

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Model Make A Match

GURU SISWA YANG


PROSES Belum menggunakan DITELITI
PEMBELAJARAN model pembelajaran Hasil belajar
namun menggunakan siswa rendah.
metode ceramah saja Di bawah KKM
≥70

Pembelajaran dengan
menggunakan model SIKLUS I.
pembelajaran make a match Dengan
1. Apersepsi dan menggunakan
penyampaian tujuan model
pembalajaran. pembelajaran
2. Guru menyampaikan make a match
materi menggunakan
media dan melakukan
TINDAKAN tanya jawab
3. Mengorganisasi siswa Ada
menjadi tim belajar peningkatan
4. Permainan make a tapi belum
match tuntas
( guru memberi intruksi
pada siswa untuk
mencari pasangan sesuai
dengan soal maupun
SIKLUS II
jawabannya)
Perbaikan
5. Presentasi
proses
6. Evaluasi
pembelajaran
7. Membuat kesimpulan siklus II
8. Refleksi dengan make a
match

Kondisi akhir Hasil Belajar meningkat dengan


baik dan tuntas sebanyak 100%
27

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka, kajian hasil penelitian yang relevan dan kerangka
berpikir maka dirumuskan suatu hipotesis bahwa penerapan model pembelajaran
make a match dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V semester II SDN
Bugel 01 Salatiga tahun pelajaran 2014/2015

Anda mungkin juga menyukai