KAJIAN PUSTAKA
8
9
b. Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental, serta mencermati fenomena alam,
termasuk juga penerapannya.
c. Sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam menyingkap rahasia
alam.
d. IPA tidak dapat membuktikan semua akan tetapi hanya sebagian atau beberapa
saja.
e. Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat objektif.
Berdasarkan karakteristik IPA di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran IPA berdasarkan pada prinsip-prinsip dan proses yang dapat
menumbuhkan sikap ilmiah siswa terhadap konsep-konsep IPA. Oleh karena itu,
pembelajaran IPA di sekolah dasar dilakukan dengan penyelidikan sederhana dan
bukan hafalan terhadap kumpulan konsep IPA. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut
maka siswa dalam pembelajarn IPA akan mendapat pengalaman melalui pengamatan
langsung, diskusi, dan penyelidikan sederhana. Pembelajaran yang demikian dapat
menumbuhkan sikap ilmiah siswa dengan cara merumuskan masalah, menarik
kesimpulan, sehingga mampu berfikir kritis melalui pembelajaran IPA.
semakin tinggi tingkat kelasnya semakin dalam pula tingkat bahasa dan materi yang
diajarkan. Dalam standar isi telah disebutkan beberapa Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar yang harus dicapai siswa dalam proses belajar. Dengan adanya SK
dan KD yang telah ditetapkan dalam standar isi , maka guru harus menyajikan bahan
ajar yang sesuai dengan SK dan KD yang telah ditetapkan tersebut. Setelah guru
memahami SK dan KD guru kemudian menjabarkannya kedalam indikator dan tujuan
pembelajaran yang pada akhirnya akan dijadikan sebagai pedoman dalam
menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.
Rusman (2013:223) make a match merupakan suatu model yang dimulai dengan
teknik, yaitu siswa disuruh mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep
atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Salah satu keunggulan model ini
adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai konsep atau topik dalam
suasana yang menyenangkan.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, maka dapat disimpulkan
bahwa make a match merupakan model pembelajaran dengan menggunakan cara
mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep untuk menciptakan suasana
yang menyenangkan dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran make a match guru lebih berperan sebagai fasilitator dan ruangan
kelas juga perlu ditata sedemikian rupa, sehingga menunjang pembelajaran. Melalui
model pembelajaran make a match maka siswa lebih aktif untuk mengembangkan
kemampuan berpikir. Disamping itu make a match juga memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat serta berinteraksi dengan
siswa yang menjadikan aktif dalam kelas.
Hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan make
a match menurut Miftahul Huda (2013:251-252) adalah:
a. Membuat beberapa pertanyaan yang sesuai dengan materi yang dipelajari
kemudian menuliskannya dalam kartu – kartu pertanyaan.
b. Membuat kunci jawaban dari pertanyaan – pertanyaan yang telah dibuat dan
menuliskannya dalam kartu – kartu jawaban.
c. Membuat aturan yang berisi penghargaan bagi siswa yang berhasil dan sanksi
bagi siswa yang gagal (disini guru dapat membuat aturan ini bersama – sama
dengan siswa).
d. Menyediakan lembaran untuk mencatat pasangan – pasangan yang berhasil
sekaligus untuk penskoran presentasi.
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran menggunakan kartu berpasangan
ada 3 yaitu: (1) pendalaman materi, (2) penggalian materi, dan (3) untuk selingan.
Pengembangan model kartu berpasangan pada mulanya untuk pendalaman materi.
13
Dimyati dan Mudjiono (2013:20) hasil belajar merupakan suatu puncak proses
belajar. Hasil belajar tersebut terjadi berkat evalusi guru. Hasil belajar dapat berupa
dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi
guru dan siswa. Tujuan pendidikan bersifat ideal, sedangkan hasil belajar bersifat
aktual. Hasil belajar merupakan realisasi tercapainya tujuan pendidikan, sehingga
hasil belajar yang diukur sangat tergantung kepada tujuan pendidikannya.
Menurut Nana Sudjana (2004:39) menyatakan bahwa hasil belajar yang dicapai
siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni:
1. Faktor dari dalam diri siswa itu, seperti kemampuan, motivasi belajar, minat dan
perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik
dan psikis.
2. Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan.
Lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah
ialah kualitas pengajaran.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2013:251) hasil belajar merupakan hal yang
dapat dipandang dari dua sisi :
1. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang
lebih baik bila dibandingkan pada saat pra belajar.
2. Dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan perubahan tingkah laku pada siswa yang meliputi pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang merupakan hasil dari aktivitas atau kegiatan belajar guna
mencapai sebuah tujuan pendidikan.
Hasil belajar dalam penelitian ini diukur dengan memberikan soal tes kepada
siswa. Tes pada umunya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa,
terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai
dengan tujuan pendidikan dan pengajaran.
Menurut Sudjana (2014:35) tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-
pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam
20
bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk
perbuatan (tes tindakan).
Ada dua tes yang digunakan dalam mengukur hasil belajar siswa meliputi:
1. Tes Uraian
Tes uraian atau disebut juga dengan essay examination, merupakan alat penilaian
hasil belajar yang sudah lama digunakan. Tes uraian terdiri dari uraian bebas,
uraian terbatas, dan uraian terstruktur. Tes uraian menuntut kemampuan siswa
dalam hal mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. Hal itu
merupakan kekuatan atau kelebihan tes esai dari alat penilaian lainnya.
Menurut Sudjana (2014:35) kelebihan tes uraian antara lain adalah:
a. Dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi.
b. Dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan,
dengan baik dan benar sesuai kaidah-kaidah bahasa.
c. Dapat melatih kemampuan berpikir teratur atau penalaran, yakni berpikir
logis, analitis dan sistematis.
d. Mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah (problem solving).
e. Adanya keuntungan teknis seperti mudah membuat soalnya sehingga tanpa
memakan waktu yang lama, guru dapat secara langsung melihat proses
berpikir siswa.
Adapun kelemahan dari tes uraian antara lain sebagai berikut:
a. Sampel tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak mungkin dapat semua
bahan yang telah diberikan, tidak seperti pada tes objektif yang dapat
menanyakan banyak hal melalui sejumlah pertanyaan.
b. Sifatnya sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat
pertanyaan, maupun dalam cara memeriksanya. Guru bisa saja bertanya
tentang hal-hal yang menarik baginya, dan jawabannya juga berdasarkan apa
yang dikehendaki.
21
Pembelajaran dengan
menggunakan model SIKLUS I.
pembelajaran make a match Dengan
1. Apersepsi dan menggunakan
penyampaian tujuan model
pembalajaran. pembelajaran
2. Guru menyampaikan make a match
materi menggunakan
media dan melakukan
TINDAKAN tanya jawab
3. Mengorganisasi siswa Ada
menjadi tim belajar peningkatan
4. Permainan make a tapi belum
match tuntas
( guru memberi intruksi
pada siswa untuk
mencari pasangan sesuai
dengan soal maupun
SIKLUS II
jawabannya)
Perbaikan
5. Presentasi
proses
6. Evaluasi
pembelajaran
7. Membuat kesimpulan siklus II
8. Refleksi dengan make a
match
Berdasarkan kajian pustaka, kajian hasil penelitian yang relevan dan kerangka
berpikir maka dirumuskan suatu hipotesis bahwa penerapan model pembelajaran
make a match dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V semester II SDN
Bugel 01 Salatiga tahun pelajaran 2014/2015