PENDAHULUAN
1
2
kegiatan belajar belum menyentuh domain afektif dan psikomotor. Masalah lain yang
muncul selain hal tersebut yaitu kenyataan lain di lapangan bahwa hampir semua
guru IPA SMP masih belum menerapkan pembelajaran IPA terpadu dengan berbagai
alasan, alasan yang sering dikemukakan oleh para guru adalah keterbatasan waktu,
sarana, lingkungan belajar, dan jumlah peserta didik per kelas yang terlalu banyak.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional
pasal 39 ayat 2 menyatakan bahwa pendidik khususnya guru merupakan tenaga
professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran
serta menilai hasil pembeajaran. Agar dapat merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran serta menilai hasil pembelajaran dengan baik, seorang guru harus
memiliki pengetahuan tentang isi materi pelajaran (content) serta memiliki
kemampuan dalam mengajar (pedagogy). Ball, Thames, & Phelps (2008) menyatakan
bahwa seorang guru harus mempunyai pengetahuan deklaratif tentang content dan
pedagogy karena mengajar adalah sebuah profesi. Pengetahuan dan kemampuan guru
tentang content dan Pedagogy tersebut diimplementasikan pada saat perencanaan
pembelajaraan. Seorang guru sebaiknya memiliki kemampuan merencanakan
pembelajaran dalam sebuah pengemasan materi bidang studi. Pengemasan materi
itulah yang dinamakan Subject Specific Pedagogy (SSP). SSP diartikan sebagai
perangkat mengajar yang spesifik pada subjek materi tertentu berkaitan dengan
penggunaan srategi, pendekatan, model, media, cara penilaian, bahan ajar dan lain
sebagainya. Subject Spesific Paedagogy yaitu perangkat pembelajaran meliputi
silabus, RPP, media pembelajaran dan penilaian.
Pada guided inquiry siswa diberikan kesempatan untuk merumuskan
prosedur, menganalisis hasil dan mengambil kesimpulan secara mandiri, sedangkan
dalam hal menentukan topik, pertanyaan dan bahan penunjang, guru hanya berperan
sebagai fasilitator dan pembimbing. Sebagaimana diungkapkan Llewellyn (2011:18)
peran guru dalam guided inquiry yaitu sebagai fasilitator dan memberikan bimbingan
ketika siswa bertanya tetapi tidak memberikan jawaban langsung yang ditanyakan
oleh siswa. Tahap pembelajaran dalam model guided inquiry menggambarkan
4
kegiatan yang harus dilakukan oleh guru dan siswa dari awal hingga akhir
pembelajaran. Paul (2007: 66) menjelaskan langkah-langkah metode inquiry yaitu
diawali dari identifikasi dan klarifikasi persoalan, membuat hipotesis, mengumpulkan
data, menganalisis data, dan mengambil kesimpulan. Dari uraian tersebut, jelas
bahwa sintaks model guided inquiry meliputi orientasi masalah, merumuskan
masalah, mengajukan hipotesis, merancang percobaan, melakukan percobaan,
menganalisis data dan membuat kesimpulan.
Mc Bride, Bhatti, Hanna & Feinberg (2004) menjelaskan bahwa
mengajarkan sains melalui inquiry dapat melibatkan siswa dalam proses sains dan
mengembangkan keterampilan yang digunakan ilmuwan untuk mempelajari dunia
serta membantu siswa menerapkan keterampilan ini dalam mempelajari konsep sains.
Siswa dibantu untuk belajar dan menerapkan proses dengan merancang penyelidikan
yang terpusat pada masalah untuk mempelajari konsep sains yang spesifik.
Keterampilan yang dimaksud adalah keterampilan proses sains. Rendahnya hasil
belajar IPA di SMP juga mengindikasikan rendahnya keterampilan proses sains.
Harlen (1999) menjelaskan bahwa keterampilan proses sains memiliki peranan yang
sangat penting dalam pengembangan pengetahuan (kognitif).
Keterampilan proses sains adalah sejumlah keterampilan untuk mengkaji
fenomena alam dengan cara tertentu untuk memperoleh ilmu dan pengembangan ilmu
(Bundu, 2006). Akinbobola & Afolabi (2010) menjelaskan bahwa keterampilan
proses sains adalah keterampilan kognitif dan psikomotor yang digunakan dalam
menyelesaikan masalah. Keterampilan proses sains adalah keterampilan yang
ilmuwan gunakan dalam mengidentifikasi masalah, menyelidiki, mengumpulkan
data, mentransformasi, mengintepretasi dan mengkomunikasikan. Pembelajaran IPA
terpadu harus dikemas dengan basis pembelajaran Keterampilan Proses Sains agar
pembelajaran dapat berlangsung efektif dengan hasil yang memuaskan. Dari uraian
diatas, sintaks yang dimiliki oleh guided inquiry memiliki kesesuaian dengan
keterampilan proses sains yaitu menekankan pada proses penyelidikan dengan dasar
metode ilmiah. Peserta didik dilatih untuk mengembangkan keterampilan
5
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian dan pengembangan ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana tahapan pengembangan Subject Spesific Paedagogy IPA
terpadu meliputi silabus, RPP, Materi, Modul, dan perangkat penilaian?
2. Bagaimana kualitas Subject Spesific Paedagogy IPA terpadu meliputi
silabus, RPP, Materi, Modul, dan perangkat penilaian?
3. Bagaimana efektifitas Subject Spesific Paedagogy IPA terpadu meliputi
silabus, RPP, Materi, Modul, dan perangkat penilaian?
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian dan pegembangan ini diharapkan dapat memberi
manfaat sebgai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Perangkat Subject Spesific Paedogogy yang dikembangkan dapat
memberikan kontribusi terhadap kemajuan penelitian tentang perangkat
Subject Spesific Paedogogy.
b. Perangkat Subject Spesific Paedogogy yang dikembangkan dapat menjadi
bahan pembanding, pertimbangan dan pengembangan bagi penelitian
dimasa yang akan datang dalam bidang dan permasalahan sejenis atau
bersangkutan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
1) Siswa dapat dipacu untuk meningkatkan keterampilan proses sains.
2) Siswa mendapatkan gambaran tentang pemahamannya terhadap
materi IPA terpadu.
b. Bagi Guru
1) Guru dapat dipacu untuk mengembangkan Subject Spesific
Paedogogy IPA terpadu berbasis inkuiri terbimbing untuk
meningkatkan keterampilan proses sains.
2) Sebagai alternatif dalam menyusun dan menggunakan pembelajaran
untuk menunjang proses pemelajaran IPA terpadu di SMP.
c. Bagi Peneliti
1) Menambah pengalaman tentang penelitian dan pengembangan
Subject Spesific Paedogogy IPA terpadu berbasis inkuiri terbimbing
untuk meningkatkan keterampilan proses sains.
2) Sarana aplikasi ilmu yang telah diperoleh selama kuliah.
E. Spesifikasi Produk
Produk SSP (Subject Spesific Paedogogy) IPA terpadu berbasis inkuiri
terbimbing yang dikembangkan untuk meningkatkan Keterampilan Proses Sains
memenuhi spesifikasi sebagai berikut:
7
1. SSP (Subject Spesific Paedogogy) IPA terpadu berbasis inkuiri terbimbing yang
dikembangkan untuk mengukur Keterampilan Proses Sains ditunjukkan untuk
guru IPA SMP/MTS kelas VII.
2. SSP (Subject Spesific Paedagogy) meliputi silabus, RPP, Materi, Modul, dan
perangkat penilaian pada pembelajaran IPA terpadu di SMP.
3. SSP (Subject Spesific Paedogogy) IPA terpadu menggunakan model inkuiri
terbimbing.
4. Materi SSP (Subject Spesific Paedagogy) yang dikembangkan memuat tema IPA
Terpadu yaitu Pemanasan Global (Global Warming)
5. Media pembelajaran dalam SSP (Subject Spesific Paedagogy) yang
dikembangkan adalah Modul.
G. Definisi Istilah
1. Subject Specific Pedagogy
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
1. Kajian Pustaka
1. Pembelajaran IPA
IPA adalah sebuah proses memperoleh kebenaran tentang fakta dan
fenomena alam yang meliputi aspek biologi, fisis dan khemis. Sedangkan hakikat IPA
dapat dipandang sebagai sikap, proses, produk serta aplikasi pengetahuan dalam
kehidupan sehari-hari yang keseluruhannya saling terkait secara erat.
kategori.
Penerapan Graded Response Model tersebut akan berpengaruh terhadap skor
yang diperoleh siswa sebagai berikut:
Tabel 2.2. Skoring pada Soal Two-tier
No Aspek Penilaian Skor
1 Tidak memilih jawaban dan alasan (TJ) 0
2 Jawaban salah-alasan salah (SS) 1
13
9. Pemanasan Global
A. Pengertian Pemanasan Global
Pemanasan global adalah kenaikan suhu permukaan bumi yan disebabkan
oleh peningkatan keluaran (emisi) gas rumah kaca, seperti; karbondioksida,
metana, dinitro oksida, hidrofluorokarbon, perfluorokarbon, dan sulfur
heksafluorida di atmosfer. Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu
isu lingkungan utama yang dihadapi dunia saat ini.
B. Proses Pemanasan Global
Ketika sinar matahari memasuki atmosfir bumi, sinar matahari tersebut
harus melalui lapisan gas rumah kaca. Setelah mencapai seluruh permukaan bumi,
tumbuhan, tanah, air, dan komponen ekosistem lainnya menyerap energi dari sinar
matahari tersebut. Sisanya akan dipantulkan kembali ke atmosfir. Sebagian energi
dikembalikan ke angkasa, tetapi sebagian lagi terperangkap oleh gas rumah kaca di
atmosfir dan dikembalikan ke bumi sehingga dikenal dengan nama efek rumah
kaca (green house effect). Efek rumah kaca dapat mengakibatkan mencairnya
bongkah-bongkah es di kutub. Bila dibiarkan terus-menerus permukaan air laut
akan naik yang menyebabkan tenggelamnya pulau-pulau kecil dan daerah tepi
pantai.
C. Penyebab
Berikut ini beberapa hal-hal yang menyebabkan pemanasan global, antara
lain:
1) Polusi Karbondioksida Dari Pembangkit Listrik Bahan Bakar Fosil
2) Polusi Karbondioksida Dari Pembakaran Bensin Untuk Transportasi.
3) Gas Metana Dari Peternakan & Pertanian.
4) Aktivitas Penebangan Pohon
5) Penggunaan Pupuk Kimia Yang Berlebihan
D. Dampak
Dampak yang muncul dari pemanasan global antara lain:
15
1) Mencairnya Es di Kutub
2) Meningkatnya Level Permukaan Laut
3) Perubahan Iklim yang Makin Ekstrim
4) Gelombang Panas yang Makin Meningkat
5) Habisnya Gletser sebagai Sumber Air Bersih
6) Menurunnya Produksi Pertanian Akibat Gagal Panen
7) Makhluk Hidup Terancam Kepunahan
8) Krisis Air Bersih
E. Cara menanggulangi
Ada beberapa cara ampuh mengurangi dan mengatasi pemanasan global
yaitu :
1. Program Menanam Pohon 7. Membershkan Lampu
2. Kurangi Bangunan Rumah Kaca 8. Kurangi penggunaan AC
3. Cerdas Dalam Berkendara 9. Jemur pakaian diluar
4. Hemat Listrik 10. Kurangi penggunaan plastik
5. Saluran Ventilasi Rumah 11. Mencegah Ilegal loging
6. Hemat penggunaan kertas (bahan bakunya berasal dari kayu).
3. Kerangka Berpikir
Melalui penelitian pengembangan Subject Spesific Paedagogy yaitu perangkat
pembelajaran meliputi silabus, RPP, Modul dan perangkat penilaian pada
pembelajaran IPA terpadu di SMP diharapkan akan dapat menjadi pembaharu bagi
guru-guru IPA dalam mengembangan perangkat pembelajarannya. Subject Spesific
18
Paedagogy IPA terpadu ini akan dikemas menjadi sebuah buku yang dapat
dipergunakan oleh guru-guru IPA SMP dalam mengelola pembelajaran IPA terpadu.
Untuk menghasilkan suatu tes item yang baik, maka soal tes tersebut perlu
disusun berdasarkan kualitas validitas, reliabilitas, daya pembeda, tingkat kesukaran
dan indeks pengecoh. Dari penjelasan ini, maka instrument penilaian untuk mengukur
Keterampilan Proses Sains dalam bentuk Testlet pada siswa SMP kelas VII yang
dikembangkan dapat dikatakan baik berdasarkan kriteria validitas, reliabilitas, daya
pembeda, tingkat kesukaran dan indeks pengecoh.
Penerapan model inkuiri terbimbing disertai dengan pengembangan Subject
Specific Pedagogy (SSP) diharapkan dapat mengukur keterampilan proses sains dan
meningkatkan kualitas pembelajaran IPA terpadu SMP kelas VII.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian pengembangan yang bertujuan
menghasilkan Subject Spesific Paedagogy yaitu perangkat pembelajaran meliputi
silabus, RPP, media pembelajaran (Modul) dan perangkat penilaian yang berbasis
inkuiri terbimbing pada pembelajaran IPA terpadu untuk meningkatkan keterampilan
proses sains di SMPN karanganyar. Model pengembangan dalam penelitian ini
diadaptasi dari model pengembangan Borg & Gall.
B. Prosedur Penelitian
1. Model Pengembangan
Penelitian ini akan menggunakan model pengembangan yang diadaptasi dari
model pengembangan Borg & Gall dengan tahap sebagai berikut:
Tahap I : Studi Pendahuluan
19
Abdi, Ali. (2014). The effect of inquiry-based learning method on students academic
achievement in science course. Universal Journal of Educational
Research. 2(1), 37-41.
Adodo, S.O. (2013). Effect of two-tier multiple choice diagnostic assessment items on
students learning outcome in basic science technology (BST). Academic
Journal of Interdisciplinary Studies. 2(2), pp 201-210.
Aiken, L. R. (1985). Three Coefficient for Analyzing the Reliability and Validity of
Ratings. Educational and Psychological Measurement, 45.
Akinbobola, A.O., & Afolabi, F. (2010). Analysis of science process skills in West
African senior secondary school certificate physics practical examinations
in Nigeria. American Eurasian Journal of Scientific Research, 5(4), pp
234-240.
Amri, S. & Ahmadi K. I. (2010). Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam
Kelas. Jakarta: Prestasi Pustaka Raya.
Arifin, Z. (2013). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Asrori, M. (2009). Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana Prima.
Aunurrahman. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta: BSNP
Balai Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum (BPPPK). (2006). Buram
Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Ball, D., Thames, M. & Phelps, G. (2008). Content knowledge for teaching what
make it special. Journal of Teacher education, 59(5), 389-407.
Bundu, P. (2006). Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam
Pembelajaran Sains SD. Jakarta: Depdiknas.
23
Karsil, F & Sahin, C. (2009). Developing Worksheet Based on Science Process Skills:
Factors Affecting Solubility. Asia-Pacific Forum on Science Learning
and Teaching 10.1.
Kuthlthau, C., C. (2010). Guided Inquiry: Learning in the 21 st Century. School
Libraries Worldwide. 16(1), pp 17-28.
Llewellyn, D. (2011). Defferentiated Science Inquiry. California: Corwin A SAGE.
Maedor, G. (2010). Inquiry Physics: A Modified Learning Cycle Curriculum.
Mc Bride, J. W., Bhatti, M.I, Hanna, A. M., & Feinberg. (2004). Using an inquiry
approach to teach science to secondary school sciens teachers. Physics
Education, 39 (1), pp 1-6.
Mulyasa, E. (2006). Kurikulum yang Disempurnakan Pengembangan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya.
Musclich, M. (2007). KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual.
Jakarta: PT. Bumi Angkasa.
Osborne & Dillon. (2008). Science Education in Europe: Critical Reflection. A
Report to the Nuffield Foundation. London: Kings Collage.
Opara & Oguzor. (2011). Inquiry Instructional Method and the Scholl Science
Curriculum. Maxwellsci. 3. pp 188-198.
Poedjiaji, A. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan: Pendidikan Sains. Jakarta: Tim
Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI.
Poedjiaji, A. (2010). Sains Teknologi Masyarakat: Model Pembelajaran Kontekstual
Bermuatan Nilai. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Prastowo, A. (2011). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta:
DIVA Press.
Prawirohartono. (1989). Belajar IPA. Bandung: Alfabeta.
Roestiyah. (2001). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Rustaman, A. (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: Jurusan
Pendidikan Biologi.
Sanjaya, W. (2009). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Semiawan, C. (1992). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Shahali, E., H., M., & Halim, L. (2010). Development and validation of a test of
integrated science process skills. Elsavier Procedia Sosial and
Behavioral Sciences 9, 142-146.
25