Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

                Pembelajaran IPA harus diajarkan baik sebagai produk maupun sebagai proses.
Produk IPA terdiri atas fakta, konsep, prinsip, prosedur,  teori, hukum dan postulat. Semua itu
merupakan produk yang diperoleh melalui serangkaian proses penemuan ilmiah melalui
metoda ilmiah yang didasari oleh sikap ilmiah (Trianto, 2010: 8).Kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa masih banyak guru yang mengajarkan IPA hanya sebatas IPA sebagai
produk. Siswa jarang diajak untuk melakukan pembelajaran sebagai proses sehingga siswa
kerap kali mempelajari IPA sebatas teori dan hukum-hukum, serta postulat-postulat dalam
IPA. Pembelajaran hanya berorientasi pada hasil tes/ujian, pengalaman belajar yang diperoleh
di kelas tidak utuh dan tidak berorientasi pada tercapainya standar kompetensi dan
kompetensi dasar. Hal tersebut berdampak pada kurang optimalnya kemampuan siswa dalam
mengembangkan sikap ilmiah yang sangat diperlukan dalam setiap pembelajaran.

                Pembelajaran yang bersifat teacher centered, di mana guru hanya  meyampaikan


IPA sebagai produk dan peserta didik menghafal informasi faktual akan berdampak pada
kurang berkembangnya sikap ilmiah siswa. Hal ini dikarenakan peserta didik hanya
mempelajari IPA pada domain kognitif yang terendah, peserta didik tidak dibiasakan untuk
mengembangkan potensi berpikirnya, cara berpikir yang dikembangkan dalam kegiatan
belajar belum menyentuh domain afektif dan psikomotor.

                Hal yang sama juga terjadi di SD Negeri Tepung Sari Kecamatan Belitang,
Kabupaten OKU Timur, khususnya di kelas II. Pembelajaran IPA yang dilakukan guru masih
cenderung bersifat teacher-centered.  Siswa hanya didorong untuk belajar IPA dengan
menghafal teori dan konsep-konsep sehingga sikap ilmiah tidak berkembang secara optimal
yang pada gilirannya berakibat pada kurang optimalnya daya serap siswa terhadap materi
ajar.

                Daya serap siswa terhadap materi yang diajarkan bagi siswa kelas II pada semester
I masih belum optimal. Hal ini ditandai dengan rendahnya nilai rata-rata hasil belajar dan
tingkat ketuntasan belajar siswa pada materi tersebut.  Nilai rata-rata yang diperoleh siswa
baru mencapai 64.00. Nilai tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan KKM yang
ditetapkan, yaitu dengan KKM > 65.00. Ditinjau dari penguasaan penuh secara klasikal,

1
jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 65.00 baru mencapai
50.00% dari jumlah siswa yang ada. Hal ini diartikan bahwa dari sebanyak 10 orang siswa
kelas II yang ada, baru ada 8 orang siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar. Sisanya
sebanyak 5 orang siswa belum mencapai ketuntasan belajar.

                Berangkat dari kondisi tersebut, guru dirasa perlu untuk melakukan perbaikan
pembelajaran. Upaya perbaikan yang dilakukan adalah dengan mengaplisikan metode
demonstrasi dalam pembelajaran IPA. Langkah guru menerapkan metode demonstrasi
dilakukan dengan mengajak siswa mengamati secara langsung baik melalui percobaan
maupun visualisasi dengan perangkat multimedia..Penggunaan metode demonstrasi yang
digunakan guru diharapkan dapat membantu siswa membangun sikap ilmiah. Sikap ilmiah
yang tinggi merupakan salah satu pra-kondisi yang diperlukan dalam pembelajaran sains.
Dengan terbangunnya sikap ilmiah, maka hasil belajar sebagai dampak produk pembelajaran
akan semakin meningkat.

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang permasalahan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut ini:

1. Apakah penggunaan metode demonstrasi dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa


dalam pembelajaran IPA?
2. Apakah penggunaan metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar IPA bagi
siswa kelas II semester I SD Negeri Tepung Sari Kecamatan Belitang tahun pelajaran
2018/2019 ?

C. Tujuan Penelitian

Merujuk pada perumusan masalah di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah
sebagai berikut:

1. Untuk meningkatkan sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran IPA melalui penggunaan
metode demonstrasi.

2
2. Untuk meningkatkan hasil belajar IPA bagi siswa kelas II semester I SD Negeri
Tepung Sari Kecamatan Belitang tahun pelajaran 2018/2019 melalui penggunaan
metode demonstrasi.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat praktis maupun
teoretis. Manfaat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bagi Siswa

1. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi siswa untuk mengatasi permasalahan dalam
pembelajaran IPA.
2. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi siswa untuk meningkatkan sikap ilmiah
dalam pembelajaran.

2. Bagi Guru Kelas

1. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi guru sebagai tambahan wawasan tentang
penggunaan metode demonstrasi dalam pembelajaran.
2. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran yang dilakukan di kelas melalui peningkatan sikap ilmiah pada siswa
mereka.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun
secara terbimbing. IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta,
konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Selain itu IPA juga
merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam.

Dari istilah yang digunakan IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam berarti “Ilmu” tentang
“Pengetahuan Alam”. “Ilmu artinya suatu pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang benar
artinya pengetahuan yang dibenarkan menurut tolok ukur kebenaran ilmu, yaitu rasional dan
objektif. Rasional artinya masuk akal atau logis, diterima oleh akal sehat. Sedangkan objektif
artinya sesuai dengan objeknya, sesuai dengan kenyataan, atau sesuai dengan pengalaman
pengamatan melalui panca indera.

Pengetahuan alam sudah jelas artinya adalah pengetahuan tentang alam semesta dengan
segala isinya.  Menurut Nash (Djojosoediro, 2008: 7) menWeruan bahwa “Science is away of
looking at the world”. Nash menyatakan bahwa IPA itu suatu cara atau metode untuk
mengamati alam. Cara IPA mengamati dunia itu bersifat analitis , lengkap, cermat, serta
menghubungkan antara satu fenomena dengan fenomena lain sehingga keseluruhannya
membentuk satu perspektif yang baru tentang objek yang diamatinya itu. Menurut Rom Harre
(Djojosoediro, 2008: 9) IPA adalah kumpulan teori yang telah diuji kebenarannya, yang
menjelaskan tentang pola-pola yang penting yaitu pertama, bahwa IPA suatu kumpulan
pengetahuan yang berupa teori-teori, kedua bahwa teori-teori itu  berfungsi untuk
menjelaskan gejala alam. Menurut Susilowati (2013: 3) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau
science itu secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini, ilmu yang mempelajari
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.  

Berdasarkan beberapa pendapat diatas memang benar bahwa IPA merupakan ilmu teoritis
yang muncul dan didasarkan atas pengamatan percobaan-percobaan terhadap gejala alam dan
lingkungan. Mata pelajaran IPA berfungsi untuk memberikan pengetahuan tentang
lingkungan alam, mengembangkan keterampilan wawasan dan kesadaran teknologi dalam
kaitan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.  

4
Sikap menurut Gagne (Annie, 2005: 25) adalah suatu kondisi yang internal. Sikap
mempengaruhi pilihan untuk bertindak. Kecenderungan untuk memilih obyek terdapat pada
diri pembelajar, bukan kinerja yang spesifik. Sikap merupakan kecenderungan pembelajaran
untuk memilih sesuatu. Efek sikap ini dapat diamati dalam reaksi pembelajar (positif atau
negatif).

Sikap juga merupakan salah satu dari enam faktor yang memotivasi belajar. Sikap dalam hal
ini adalah suatu kombinasi, informasi, dan emosi yang dihasilkan di dalam predisposisi untuk
merespon orang, kelompok, gagasan, peristiwa, atau obyek tertentu secara menyenangkan
atau tidak menyenangkan.

Sikap ilmiah menurut pendapat Harlen (Anwar, 2009: 108) adalah suatu sikap yang
menerima pendapat orang lain dengan baik dan benar yang tidak mengenal putus asa serta
dengan ketekunan juga keterbukaan.  Sikap ilmiah merupakan sikap yang harus ada pada diri
seorang ilmuwan atau akademisi ketika menghadapi persoalan-persoalan ilmiah untuk dapat
melalui proses penelitian yang baik dan hasil yang baik pula.  Sikap ilmiah ini perlu
dibiasakan dalam berbagai forum ilmiah, misalnya dalam seminar, diskusi, loka karya,
sarasehan, dan penulisan karya ilmiah.

B. Pengertian Pembelajaran Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi menurut Sudjana (2010:83) didefinisikan bahwa metode demonstrasi


adalah suatu metode mengajar memperlihatkan bagaimana jalannya suatu proses terjadinya
sesuatu. Oleh karena itu metode  demonstrasi merupakan  metode mengajar yang sangat
efektif, sebab membantu para peserta didik untuk mencari jawaban segan usaha sendiri
berdasarkan fakta yang dilihat.

Metode demonstrasi menurut Sagala (2011: 210) dikatakan bahwa metode demonstrasi
adalah pertunjukkan tentang suatu proses atau benda sampai pada penampilan tingkah laku
yang dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami oleh peserta didik secara nyata atau
tiruan. Peragaan suatu proses dapat dilakukan oleh guru sendiri atau dibantu beberapa peserta
didik dapat pula dilakukan oleh sekelompok peserta didik. Metode ini dapat membantu
pelajaran IPA menjadi lebih jelas dan lebih konkrit, sehingga diharapkan peserta didik
menjadi lebih mudah memahaminya.

5
Berdasarkan uraian dan definisi di atas, dapat dipahami bahwa  metode demonstrasi adalah
dimana seorang guru ataupun peserta didik memperagakan langsung suatu hal yang
kemudian diikuti oleh peserta didik sehingga ilmu atau ketrampilan yang didemonstrasikan
lebih dapat bermakna dalam ingatan masing-masing peserta didik.

C. Tujuan Metode Demonstrasi

Tujuan pokok penggunaan metode demonstrasi  adalah untuk memperjelas pengertian


konsep, dan memperlihatkan (meneladani) cara melakukan sesuatu atau proses terjadinya
sesuatu. Ditinjau dari sudut tujuan penggunaannya dapat dikatakan bahwa metode
demonstrasi bukan metode yang dapat diimplementasikan dalam proses belajar mengajar
secara independen.  Melihat kenyataan tersebut, maka metode demonstrasi ini tepat
digunakan apabila bertujuan untuk: 1) Memberikan ketrampilan tertentu; 2) Penjelasan sebab
penggunaan bahasa lebih terbatas; dan 3) Menghindari verbalisme, menbantu peserta didik
dalam memahami dengan jelas, jalannya suatu proses dengan penuh perhatian sebab lebih
menarik.

Menurut Sagala (2011: 211) tujuan pengajaran menggunakan metode demonstrasi adalah
untuk memperlihatkan proses terjadinya suatu peristiwa sesuai materi ajar, cara
pencapaiannya, dan kemudahan untuk dipahami oleh siswa dalam pengajaran kelas. Dengan
melihat uraian di atas metode demonstrasi bertujuan untuk memberikan gambaran tentang
proses terjadinya suatu peristiwa sesuai dengan materi ajar agar peserta didik dengan mudah
untuk memahaminya.

D. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan hasil identifikasi, dapat diketahui bahwa pembelajaran IPA bagi siswa kelas II
semester I di SD Negeri Gedung Rejo Kecamatan Belitang tahun pelajaran 2017/2018 kurang
optimal. Hal ini khususnya terjadi dalam pembelajaran IPA. Kurang optimalnya
pembelajaran IPA di kelas II tersebut ditandai dengan hasil belajar yang diperoleh siswa. Hal
ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa yang baru mencapai
61.54. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan KKM yang ditetapkan sekolah
dengan KKM > 65.00. Atas dasar hal ini, maka siswa kelas II dianggap belum mencapai
ketuntasan belajar dalam pembelajaran IPA”.

6
Ditinjau dari penguasaan penuh secara klasikal, tingkat ketuntasan belajar siswa di kelas II
tersebut baru mencapai 61.54%. Hal ini diartikan bahwa dari 10 orang siswa yang ada, baru
ada 8 orang siswa yang sudah memperoleh nilai > 65.00. Sisanya sebanyak 5 orang siswa
masih memperoleh nilai < 65.00. Rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa tersebut tidak
terlepas dari kurangnya sikap ilmiah pada siswa.

Berangkat dari kondisi tersbut, guru perlu melakukan perbaikan untuk meningkatkan sikap
ilmiah pada siswa. Dengan meningkatnya sikap ilmiah siswa, maka hasil belajar yang
diperoleh secara otomatis akan meningkat. Upaya perbaikan yang dilakukan guru adalah
dengan menggunakan pembelajaran metode demonstrasi guna menyampaikan materi
“Perkembangbiakan tumbuhan” kepada siswa. Dengan cara ini, siswa akan belajar IPA baik
sebagai proses maupun sebagai produk.

Kerangka pemikiran tersebut selanjutnya dapat disajikan ke dalam diagram berikut ini.

Gambar 1 Diagram Kerangka Pemikiran

E. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, selanjutnya dapat dirumuskan
hipotesis tindakan sebagai berikut:

1. Penggunaan metode demonstrasi dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa dalam


pembelajaran IPA.
2. Penggunaan metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar IPA bagi siswa
kelas II semester I SD Negeri Tepung Sari Kecamatan Belitang tahun pelajaran
2018/2019.

7
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kelas II semester I SD Negeri Tepung Sari Kecamatan Belitang


tahun pelajaran 2018/2019. Pemilihan lokasi dilandasi adanya pertimbangan bahwa peneliti
adalah guru di sekolah tersebut sehingga memudahkan dalam pelaksanaan
penelitian.Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas II  semester I SD Negeri Tepung Sari
Kecamatan Belitang tahun pelajaran 2018/2019 yang terdiri dari 10 orang siswa. Pemilihan
subjek dilandasi adanya alasan bahwa siswa kelas II belum mencapai ketuntasan belajar
dalam pembelajaran IPA .

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa sikap ilmiah siswa dan hasil belajar
siswa dalam pembelajaran IPA. Berdasarkan jenis data tersebut, maka data dalam penelitian
ini dikumpulkan dari berbagai sumber meliputi:

1. Informan atau nara sumber, yaitu siswa dan guru kelas II semester I SD Tepung Sari
Kecamatan Belitang tahun pelajaran 2018/2019.
2. Tempat atau lokasi berlangsungnya proses pembelajaran IPA; dan
3. Dokumen atau arsip yang antara lain berupa kurikulum, rencana pelaksanaan
pembelajaran, dan buku penilaian.

B. Prosedur Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), oleh karenanya penelitian ini
tidak direncanakan sejak awal, tetapi baru direncanakan setelah hasil dari proses belajar
mengajar dirasakan adanya masalah (kurang memuaskan). Penelitian ini dilakukan 2
(dua) siklus. Masing-masing siklus terdiri dari 4 kegiatan yaitu :
1. Perencanaan tindakan
2. Pelaksanaan tindakan
3. Observasi tindakan
4. Refleksi tindakan.

8
Pada akhir setiap siklus peserta didik diberi tes hasil belajar untuk mengetahui
peningkatkan hasil belajar. Siklus lanjutan direncanakan berdasarkan refleksi dari siklus
sebelumnya yang merupakan perlakuan modifikasi menuju ke arah pencapaian hasil
yang lebih baik.

1. Perencanaan tindakan
 Menyiapkan aspek tingkah laku/tujuan sesuai indikator pencapaian untuk
dipecahkan siswa melalui observasi.
 Siswa mengamati media yang diberikan guru sesuai dengan materi pembelajaran.
 Siswa mencari informasi soal dan jawaban secara kelompok.
 Guru membantu siswa yang kesulitan mencari informasi untuk membuktikan
jawaban sementara.
 Siswa mengindentifikasi beberapa jawaban untuk ditulis pada lembar kerja dan
menarik kesimpulan.
 Menyiapkan lembar observasi untuk memantau kegiatan siswa.
 Menyiapkan soal tes tertulis untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah
tindakan.
 Menganalisis hasil belajar untuk mengetahui tingkat ketuntasan belajar sesuai
KKM.
2. Implementasi Tindakan
Pada tahap ini dilakukan pembelajaran penerapan model pembelajaran tanya jawab
dengan variasi media pembelajaran sebanyak 2 kali siklus untuk masing-masing
pokok bahasan/sub materi pokok. Masing-masing siklus terdiri dari 1 pertemuan (2
x 35) menit atau dengan waktu 70 menit.

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan tahapan sebagai berikut :


Tahap Waktu
No Kegiatan Pembelajaran
Pembelajaran (Menit)
Guru menjelaskan tentang materi bahasan,
tujuan pembelajaran dan kegiatan yang akan
1 Orientasi 5
dilakukan baik secara individu maupun
kelompok.
2 Pre tes 5 Guru memberikan beberapa pertanyaan
kepada siswa secara lisan sebagai penjajakan
pengetahuan tentang materi akan

9
disampaikan.
Secara kelompok siswa mengerjakan tugas
diskusi yang diberikan guru, yaitu mengamati
3 Eksplorasi 35 contoh dari media pembelajaran yang
diberikan guru, kemudian dituliskan pada
lembar tugas kelompok.
Setelah selesai, masing-masing kelompok
4 Produk ide 10 menyampaikan hasil temuanya, dan
kelompok lain diminta untuk mengkritisi.
Dilakukan pos tes secara individual untuk
mengetahui pemahaman siswa terhadap
5 Evaluasi/penutup 10
materi melalui penggunaan metode tanya
jawab dengan variasi media pembelajaran.

3. Observasi dan interpretasi


Observasi dan inpretasi dilaksanakan untuk memantau proses pembelajaran yang
direncanakan sebagai tindakan perbaikan. Dampak dan proses yang diamati
diinterpretasikan, selanjutnya digunakan untuk menentukan langkah-langkah
perbaikan. Untuk mengukur keberhasilan ada 2 jenis data yang dikumpulkan, yaitu :
a. Kualitas kerja siswa.
Untuk mengetahui aktivitas siswa digunakan lembar observasi, kriteria penilaian
dipakai untuk menunjukkan ada atau tidaknya perubahan tentang aktivitas pada
saat pembelajaran.
b. Hasil belajar siswa diukur dari ulangan (tes).

4. Analisis dan refleksi

Dalam analisa dan refleksi, data yang telah terkumpul dari hasil pengamatan dan tes
dibedakan menjadi dua macam, yaitu kualitas kerja siswa dan hasil belajar siswa. Hasil kerja
siswa setiap siklus dianalisis, untuk mengetahui berapa nilai masing-masing siswa dan tingkat
ketuntasan belajar setelah diberikan tindakan lebih tinggi dari pada keadaan awal, apakah ada
peningkatan setelah penerapan metode pembelajaran tanya jawab dengan variasi media
pembelajaran. Sebaliknya apabila tidak ada peningkatan atau peningkatan kecil maka perlu
dilakukan revisi kelemahannya dan dilakukan perbaikan untuk penyempurnaan pelaksanaan
tindakan siklus berikutnya.

10
C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui teknik observasi, teknik tes, dan analisis
dokumen.Adapun jenis tes dalam penelitian adalah tes prestasi belajar, dan tes kecerdasan.
Teknik tes dilakukan untuk mengumpulkan data hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA.
Pengamatan atau  observasi adalah proses pengambilan data dalam penelitian di mana
peneliti atau pengamat melihat situasi penelitian. Observasi sangat sesuai digunakan dalam
penelitian yang berhubungan denganh kondisi/interaksi belajar mengajar, tingkah laku, dan
interaksi kelompok. Sedangkan teknik dokumen dilakukan untuk mengkaji kurikulum,
rencana pelaksanaan pembelajaran, dan buku penilaian yang dilakukan guru dalam
pembelajaran IPA bagi siswa kelas II semester I SD Negeri Tepung Sari Kecamatan Belitang
tahun pelajaran 2018/2019.

Data yang diperoleh dalam penelitian perlu diperiksa validitasnya sehingga data dapat
dipertanggungjawabkan dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam penarikan kesimpulan.
Teknik yang digunakan dalam pemeriksaan validitas data antara lain adalah menggunakan
teknik triangulasi, dan memperpanjang masa pengamatan.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif –
kuantitatif. Analisis data secara kualitatif digunakan untuk menganalisis data kualitatif,
seperti hasil observasi dan studi dokumentasi. Tahapan analisis data deskriptif kualitatif
terdiri dari: pemaparan data, reduksi (data yang sudah ada di cek dan dicatat kembali),
kategorisasi (data dipilah-pilah), penafsiran dan penyimpulan.Analisis data deskriptif
kuantitatif digunakan untuk menganalisa data kuantitatif, seperti hasil tes.  Data kuantitatif
berupa nilai hasil belajar siswa yang didapat dengan menggunakan teknik analisis statistik
deskriptif misalnya, mencari nilai rerata (Arikunto, 2010: 189).

Indikator keberhasilan dalam penelitian ini terdiri dari indikator sikap ilmiah dan hasil
belajar. Atas dasar hal tersebut, maka indikator kinerja penelitian dapat dikemukakan sebagai
berikut ini:

1. Pembelajaran dianggap berhasil apabila jumlah siswa dengan sikap ilmiah kategori
ilmiah dan cukup ilmiah > 80.00% dari jumlah siswa.
2. Siswa dianggap sudah mencapai ketuntasan belajar dalam pembelajaran IPA ” apabila
sudah memperoleh nilai hasil belajar mencapai KKM yang ditetapkan dengan KKM
> 65.00.

11
3. Siswa secara klasikal dianggap sudah mencapai ketuntasan belajar dalam
pembelajaran IPA apabila sudah memperoleh nilai rata-rata hasil belajar mencapai
KKM yang ditetapkan dengan KKM  > 65.00.
4. Pembelajaran dianggap berhasil apabila jumlah siswa yang sudah mencapai
ketuntasan belajar dengan KKM  > 65.00 sudah mencapai > 80.00% dari jumlah
siswa.

D. Jadwal Penelitian

Bulan
No. Jadwal kegiatan
Agustus September Oktober
I PERENCANAAN
1 Mengumpulkan data awal 
2 Penyusunan silabus pembelajaran 
3 Penyusunan rencana pembelajaran 
4 Penyusunan instrumen penilaian 
II PELAKSANAAN
1 Pelaksanaan tindakan siklus 1 
2 Observasi dan monitoring 
3 Refleksi siklus 1 
4 Perencanaan tindakan siklus 2 
5 Pelaksanaan tindakan siklus 2 
6 Observasi dan monitoring 
7 Refleksi siklus 2 
8 Perencanaan tindakan siklus 3 
9 Pelaksanaan tindakan siklus 3 
10 Observasi dan monitoring 
11 Refleksi siklus 3 
12 Analisa data 
13 Penyusunan laporan 
14 Siminar perbaikan laporan 
15 Penggandaan 
BAB IV
LAPORAN HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Kondisi Awal (Pra siklus)

Sikap ilmiah siswa pada kondisi awal dapat diketahui dari hasil pengamatan yang dilakukan
terhadap 8 aspek sikap ilmiah. Ke delapan aspek tersebut terdiri dari aspek-aspek: 1) sikap
ingin tahu; 2) sikap respek terhadap data; 3) sikap berpikir kritis; 4) sikap penemuan dan
kreativitas; 5) sikap berpikir terbuka; 6) sikap ketekunan; 7) sikap peka terhadap lingkungan;

12
dan 8) sikap kerjasama.Skoring diberikan dengan rentang skor antara 1 – 4. Dengan demikian
maka skor yang diperoleh siswa adalah antara 8 – 32. Hasil skoring selanjutnya
diklasifikasikan ke dalam 3 kategori sikap, yaitu kategori ilmiah, cukup ilmiah, dan kurang
ilmiah.

        Berdasarkan hasil pengamatan terhadap sikap ilmiah siswa pada kondisi awal, dapat
diketahui bahwa skor rata-rata sikap ilmiah siswa adalah sebesar 17.23 atau termasuk ke
dalam kategori sikap kurang ilmiah. Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat diketahui
bahwa siswa dengan sikap kategori ilmiah adalah sebanyak 2 orang atau 15.38%. Jumlah
siswa dengan sikap kategori cukup ilmiah adalah sebanyak 5 orang atau 38.46%. Jumlah
siswa dengan sikap kategori kurang ilmiah adalah sebanyak 6 orang atau 46.15%.

Data sikap ilmiah siswa berdasarkan kategori selanjutnya dapat disajikan ke dalam diagram
berikut ini.

Gambar 3 Diagram Sikap Ilmiah Siswa Kondisi Awal

Berdasarkan data hasil tes ulangan harian yang dijadikan sebagai identifikasi kondisi awal
pembelajaran IPA, menunjukkan bahwa nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 75.00 dan
nilai terendah adalah 60.00. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah sebesar 64.62.  Hasil
tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang diperoleh siswa sebesar 64.62 < KKM yang
ditetapkan dengan KKM > 65.00. Atas dasar hal tersebut siswa secara klasikal dianggap
belum mencapai ketuntasan belajar.

Ditinjau dari ketuntasan belajar, dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang sudah mencapai
ketuntasan belajar dengan KKM > 60.00 adalah 15 orang siswa atau 60 % dari 25 jumlah

13
siswa. Sedangkan jumlah siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar adalah 10 orang
siswa atau 40 %. Berdasarkan hal tersebut, maka secara klasikal siswa kelas II semester I
tahun pelajaran 2017/2018 SD Negeri Gedung Rejo Kecamatan Belitang Kabupaten OKU
Timur belum mencapai ketuntasan belajar dalam pembelajaran IPA. Data ketuntasan belajar
siswa pada kondisi awal dapat disajikan ke dalam tabel berikut:

Tabel 6 : Data Ketuntasan Belajar Siswa pada Kondisi Awal (Pra Siklus)

No. Ketuntasan Jumlah Prosen (%)


1 Tuntas 15 60 %
2 Belum Tuntas 10 40 %
Jumlah 25 100.00%
Nilai Rata-rata 64,0

Berangkat dari kondisi tersebut maka diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan sikap
ilmiah siswa dalam pembelajaran. Langkah tersebut adalah dengan menerapkan pembelajaran
dengan metode demonstrasi. Melalui penerapan pembelajaran dengan metode demonstrasi
tersebut diharapkan sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran semakin meningkat. Hal ini pada
gilirannya dapat meningkatkan hasil belajar siswa berupa meningkatnya penguasaan siswa
terhadap materi pembelajaran. Data tingkat ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal
selanjutnya dapat disajikan ke dalam diagram sebagai berikut:

Gambar 4 Diagram Ketuntasan Belajar Siswa Kondisi Awal (Pra Siklus)

2. Deskripsi Tindakan Siklus I

14
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap sikap ilmiah siswa pada tindakan Siklus I, dapat
diketahui bahwa skor rata-rata sikap ilmiah siswa adalah sebesar 20.00 atau termasuk ke
dalam kategori sikap cukup ilmiah.  Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat diketahui
bahwa siswa dengan sikap kategori ilmiah adalah sebanyak 4 orang atau 30,77%. Jumlah
siswa dengan sikap kategori cukup ilmiah adalah sebanyak 6 orang atau 46,15%. Jumlah
siswa dengan sikap kategori kurang ilmiah adalah sebanyak 3 orang atau 23,08%. Data sikap
ilmiah siswa berdasarkan kategori selanjutnya dapat disajikan ke dalam diagram berikut ini.

Gambar 5 Diagram Sikap Ilmiah Siswa Tindakan Siklus I

Berdasarkan data hasil tes yang dilakukan pada akhir tindakan Siklus I, dapat diketahui
bahwa nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 90.00 dan nilai terendah adalah 60.00. Nilai
rata-rata yang diperoleh siswa adalah sebesar 67.69.  Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai
rata-rata yang diperoleh siswa sebesar 69.6 > KKM yang ditetapkan dengan KKM > 65.00.
Atas dasar hal tersebut siswa secara klasikal dianggap sudah mencapai ketuntasan belajar.

Ditinjau dari ketuntasan belajar, dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang sudah mencapai
ketuntasan belajar dengan KKM > 65.00 adalah 20 orang siswa atau 80 % dari jumlah siswa.
Sedangkan jumlah siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar adalah 5 orang siswa atau
20 %. Berdasarkan hal tersebut, maka indikator penguasaan penuh secara klasikal, berupa
tercapainya > 80.00% jumlah siswa  sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM >
60.00 belum tercapai.Data ketuntasan belajar siswa pada tindakan Siklus I dapat disajikan ke
dalam tabel berikut:

Tabel 10 : Data Ketuntasan Belajar Siswa pada Tindakan Siklus I

15
No. Ketuntasan Jumlah Prosentase (%)
1 Tuntas 20 80 %
2 Belum Tuntas 5 20 %
Jumlah 25 100.00%
Nilai Rata-rata 69.6

Berangkat dari kondisi tersebut maka diperlukan perbaikan tindkan pembelajaran pada siklus
berikutnya.Langkah tersebut adalah dengan memperkecil anggota kelompok dari 5 menjadi 2
orang pada tindakan siklus berikutnya. Melalui penerapan pembelajaran dengan metode
demonstrasi tersebut diharapkan sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran semakin meningkat.
Hal ini pada gilirannya dapat meningkatkan hasil belajar siswa berupa penguasaan siswa
terhadap materi pembelajaran.Data tingkat ketuntasan belajar siswa pada tindakan Siklus I
selanjutnya dapat disajikan ke dalam diagram sebagai berikut:

Gambar 6 : Diagram Ketuntasan Belajar Siswa Tindakan Siklus I

Berdasarkan hasil-hasil tersebut di atas, selanjutnya dapat diperoleh hasil refleksi tindakan
pembelajaran Siklus I sebagai berikut: 1) Penggunaan pembelajaran metode demonstrasi pada
tindakan Siklus I dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran IPA. Hal ini
diindikasikan dengan meningkatnya jumlah siswa dengan sikap kategori ilmiah dan cukup
ilmiah dari sebesar 53.85% pada kondisi awal meningkat menjadi 76.92% pada tindakan
Siklus I. 2)Penggunaan pembelajaran metode demonstrasi pada tindakan Siklus I dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata

16
hasil belajar dan tingkat ketuntasan belajar siswa. Nilai rata-rata hasil belajar siswa
mengalami peningkatan dari 64.62 pada kondisi awal menjadi 67.69 pada akhir tindakan
pembelajaran Siklus I. Ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari 38.46% pada
kondisi awal meningkat menjadi 76.92% pada akhir tindakan Siklus I. 3)Hal-hal yang masih
belum berhasil dalam pembelajaran tindakan Siklus I adalah sebagai berikut: (a)
pembelajaran belum bergeser dari pola pembelajaran berpusat guru ke arah pembelajaran
berpusat siswa; (b) Indikator penguasaan penuh berupa tercapainya ketuntasan belajar sebesar
> 80.00% belum tercapai, yaitu baru mencapai 76.92%. Atas dasar hal tersebut maka
diperlukan adanya beberapa perbaikan yang dilakukan pada tindakan Siklus II.

3. Deskripsi Tindakan Siklus II

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap sikap ilmiah siswa pada tindakan Siklus II, dapat
diketahui bahwa skor rata-rata sikap ilmiah siswa adalah sebesar 23.60 atau termasuk ke
dalam kategori sikap cukup ilmiah. Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat diketahui
bahwa siswa dengan sikap kategori ilmiah adalah sebanyak 7 orang atau 53.85%. Jumlah
siswa dengan sikap kategori cukup ilmiah adalah sebanyak 5 orang atau 38.46%. Jumlah
siswa dengan sikap kategori kurang ilmiah adalah sebanyak 1 orang atau 7.69%.

Data sikap ilmiah siswa berdasarkan kategori selanjutnya dapat disajikan ke dalam diagram
berikut ini.

17
Gambar 7 Diagram Sikap Ilmiah Siswa Tindakan Siklus II

Berdasarkan data hasil tes yang dilakukan pada akhir tindakan Siklus I, dapat diketahui
bahwa nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 90.00 dan nilai terendah adalah 65.00. Nilai
rata-rata yang diperoleh siswa adalah sebesar 73.08.  Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai
rata-rata yang diperoleh siswa sebesar 73.08 > KKM yang ditetapkan dengan KKM > 65.00.
Atas dasar hal tersebut siswa secara klasikal dianggap sudah mencapai ketuntasan belajar.

Ditinjau dari ketuntasan belajar, dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang sudah mencapai
ketuntasan belajar dengan KKM > 65.00 adalah 13 orang siswa atau 100.00% dari jumlah
siswa. Sedangkan jumlah siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar sudah tidak ada.
Berdasarkan hal tersebut, maka indikator penguasaan penuh secara klasikal, berupa
tercapainya > 80.00% jumlah siswa  sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM >
65.00 sudah terlampaui.Data ketuntasan belajar siswa pada tindakan Siklus II dapat disajikan
ke dalam tabel berikut:

Tabel 14 : Data Ketuntasan Belajar Siswa pada Tindakan Siklus II

No. Ketuntasan Jumlah Prosesntase (%)


1 Tuntas 24 96 %
2 Belum Tuntas 1 4%
Jumlah 25 100.00%
Nilai Rata-rata 80.0

18
Berangkat dari kondisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perbaikan pembelajaran yang
dilakukan guru pada tindakan Siklus II berhasil meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini
ditunjukkan dengan terlampauinya indikator keberhasilan tindakan berupa nilai rata-rata dan
ketuntasan belajar siswa.Data tingkat ketuntasan belajar siswa pada tindakan Siklus II
selanjutnya dapat disajikan ke dalam diagram sebagai berikut:

Gambar 8 : Diagram Ketuntasan Belajar Siswa Tindakan Siklus II

Hasil refleksi tindakan pembelajaran Siklus II dapat dikemukakan sebagai berikut: 1)


Penggunaan pembelajaran metode demonstrasi pada tindakan Siklus I dapat meningkatkan
sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran IPA. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya
jumlah siswa dengan sikap kategori ilmiah dan cukup ilmiah dari sebesar 60 % pada kondisi
awal meningkat menjadi 80 % pada tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 90.00%
pada tindakan Siklus II. 2) Penggunaan pembelajaran metode demonstrasi pada tindakan
Siklus I dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya
nilai rata-rata hasil belajar dan tingkat ketuntasan belajar siswa. Nilai rata-rata hasil belajar
siswa mengalami peningkatan dari 64.0 pada kondisi awal menjadi 69,6 pada akhir tindakan
pembelajaran Siklus I, kemudian meningkat menjadi 80,0 pada akhir tindakan pembelajaran
Siklus II. Ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari 38.46% pada kondisi awal
meningkat menjadi 76.92% pada akhir tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi

19
100.00% pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II. 3) Hal-hal yang masih belum berhasil
dalam pembelajaran tindakan Siklus I berupa indikator penguasaan penuh dengan tingkat
ketuntasan belajar siswa > 80.00%, sudah tercapai pada tindakan Siklus II yaitu dengan
tercapainya ketuntasan kelas sebesar 100.00% dari jumlah siswa. Atas dasar hal tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran metode demonstrasi  berhasil meningkatkan
hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA materi “Perkembangbiakan Tumbuhan” bagi
siswa kelas II  semester I SD Negeri Tepung Sari Kecamatan Belitang tahun pelajaran
2018/2019.

B. Pembahasan Dari Setiap Siklus

Hipotesis tindakan yang menyebutkan bahwa “Penggunaan metode demonstrasi dapat


meningkatkan sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran IPA” terbukti kebenarannya. Hal ini
ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah siswa dengan sikap ilmiah kategori ilmiah dan
cukup ilmiah pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.Hasil pengamatan pada kondisi awal
menunjukkan bahwa sikap ilmiah siswa cukup rendah. Hal ini diindikasikan dengan
banyaknya siswa dengan sikap ilmiah kategori ilmiah dan cukup ilmiah baru mencapai
53.85%.

Berangkat dari kondisi tersebut, guru melakukan perbaikan pembelajaran dengan menerapkan
metode demonstrasi dalam pembelajaran IPA materi “Perkembangbiakan Tumbuhan”.
Langkah perbaikan yang dilakukan guru pada tindakan Siklus I berhasil meningkatkan sikap
ilmiah siswa. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya jumlah siswa dengan sikap ilmiah
kategori ilmiah dan cukup ilmiah dari sebesar 53.85% pada kondisi awal, meningkat menjadi
76.92% pada tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 90.00% pada tindakan Siklus
II.Peningkatan sikap ilmiah pada setiap siklus tindakan yang dilakukan dapat disajikan ke
dalam tabel berikut:

Tabel 15 : Peningkatan Sikap Ilmiah Siswa dari Kondisi Awal hingga Tindakan Siklus II

Kondisi Awal Siklus I Siklus II


No. Kategori Sikap
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. Tuntas 15 60 % 20 80 % 24 96 %
2. Tidak Tuntas 10 40 % 5 20 % 1 4%
3. Keaktifan 4 16 % 9 36 % 15 60 %
Jumlah 25 100.00 25 100.00 25 100.00

20
         Peningkatan sikap ilmiah pada tabel di atas, selanjutnya dapat disajikan ke dalam
diagram berikut ini.

Gambar 9 Diagram Peningkatan Sikap Ilmiah Siswa dari Kondisi Awal hingga Tindakan
Siklus II

Pembelajaran metode demonstrasi dapat meningkatkan prestasi belajar IPA pada siswa kelas
II semester I SD Negeri Tepung Sari Kecamatan Belitang tahun pelajaran 2018/2019. Hal ini
ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa dan
tingkat ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan. Nilai rata-rata
hasil belajar siswa pada kondisi awal adalah sebesar 64.62 atau di bawah KKM yang
ditetapkan dengan KKM > 65.00. Hal tersebut mendorong untuk perlunya dilaksanakan
perbaikan pembelajaran, yaitu melalui pembelajaran metode demonstrasi.

Perbaikan pembelajaran yang dilakukan guru cukup efektif dalam meningkatkan hasil belajar
siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh
siswa dan tingkat ketuntasan belajar siswa. Nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa
pada akhir tindakan Siklus I mengalami peningkatan dibandingkan dengan hasil belajar pada
kondisi awal, yaitu meningkat dari 64.0 menjadi 69.6 Tingkat ketuntasan belajar siswa
mengalami peningkatan dari 80,0 % pada kondisi awal, meningkat menjadi sebesar 60 %
pada akhir tindakan Siklus I.

21
Peningkatan hasil belajar yang diperoleh pada tindakan Siklus I dipandang belum optimal
sehingga guru melakukan perbaikan pada tindakan Siklus II. Perbaikan yang dilakukan
adalah dengan memperbanyak jumlah kelompok sehingga anggota masing-masing kelompok
menjadi lebih sedikit. Perubahan tersebut mendorong siswa lebih aktif dalam proses
pembelajaran.

Perbaikan yang dilakukan guru berdampak positif dengan meningkatnya nilai rata-rata dan
ketuntasan belajar siswa pada tindakan Siklus II. Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada akhir
tindakan Siklus II mengalami peningkatan dibandingkan dengan nilai rata-rata pada akhir
tindakan Siklus I, yaitu meningkat dari 69.6 menjadi 80. Tingkat ketuntasan belajar siswa
mengalami peningkatan dari 94 % pada akhir tindakan Siklus I, meningkat menjadi sebesar
100.00% pada akhir tindakan Siklus II. Atas dasar hal tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa metode demonstrasi dapat meningkatkan prestasi belajar IPA pada siswa kelas II
semester I SD Negeri Tepung Sari Kecamatan Belitang tahun pelajaran 2018/2019.

Peningkatan nilai rata-rata hasil belajar siswa dari kondisi awal hingga akhir tindakan
pembelajaran Siklus II dapat disajikan ke dalam tabel berikut.

Tabel 16 : Prestasi Belajar Siswa dari Kondisi Awal hingga Akhir Tindakan Siklus II

Kondisi Awal Siklus I Siklus II


No. Ketuntasan Belajar
Jmlh % Jmlh % Jmlh %
1. Tuntas 8 61,54 10 76.92 13 100.00
2. Belum Tuntas 5 38.46 3 23.08 0 0.00
Jumlah 13 100.00 13 100.00 13 100.00
Nilai Rata-rata 64.62 67.69 73.08
Nilai Tertinggi 75.00 80.00 90.00
Nilai Rata-rata 60.00 60.00 65.00

Data peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran IPA dari kondisi awal hingga
akhir tindakan Siklus II pada tabel di atas selanjutnya dapat disajikan ke dalam diagram
sebagai berikut.

22
Gambar 10 Diagram Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa dari Kondisi Awal hingga Akhir
Tindakan Siklus II

Peningkatan nilai hasil belajar siswa dari kondisi awal hingga akhir tindakan pembelajaran
Siklus II pada tabel di atas selanjutnya dapat disajikan ke dalam diagram sebagai berikut.

Gambar 11 Diagram Peningkatan Nilai Hasil Belajar Siswa dari Kondisi Awal hingga Akhir
Tindakan Siklus II

23
Hasil-hasil tersebut di atas menunjukkan bahwa pembelajaran metode demonstrasi yang
dilakukan oleh guru dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Peningkatan prestasi belajar
tersebut dikaitkan dengan adanya penciptaan suasana belajar yang menyenangkan sehingga
pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Pembelajaran yang dilakukan oleh guru tersebut memungkinkan siswa dan guru sama-sama
aktif terlibat dalam pembelajaran. Guru mengupayakan cara kreatif untuk melibatkan siswa
dalam proses pembelajaran. Siswa juga didorong agar kreatif berinteraksi dengan teman,
guru, materi pelajaran dan segala alat bantu belajar, sehingga hasil pembelajaran meningkat.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan temuan-temuan penelitian dan analisis, maka selanjutnya dapat diperoleh


kesimpulan sebagai berikut.

1. Hipotesis tindakan yang menyebutkan bahwa “Penggunaan metode demonstrasi dapat


meningkatkan sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran IPA” terbukti kebenarannya. Hal
ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah siswa dengan sikap ilmiah kategori ilmiah
dan cukup ilmiah pada setiap siklus tindakan yang dilakukan..
2. Hipotesis tindakan yang menyebutkan bahwa “Penggunaan metode demonstrasi dapat
meningkatkan hasil belajar IPA bagi siswa kelas II semester I SD Negeri Tepung Sari
Kecamatan Belitang tahun pelajaran 2018/2019” terbukti kebenarannya. Hal ini
ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa dan
tingkat ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.

24
3. Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari 64.0 pada kondisi awal
menjadi 69.6 pada akhir tindakan pembelajaran Siklus I, kemudian meningkat menjadi 80
pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II.
4. Ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari 60 % pada kondisi awal
meningkat menjadi 80 % pada akhir tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 95
% pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut.

1. Bagi Siswa
Siswa disarankan untuk mengembangkan sikap ilmiah secara optimal sehingga hasil
belajar semakin meningkat.
2. Bagi Guru Kelas
Guru kelas disarankan untuk mau menggunakan metode pembelajaran yang inovatif guna
memberikan pengalaman belajar yang baru bagi siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Al,Muhammad. 2010. Strategi Belajar Mengajar.Bandung: CV Maulana.

Anni, Catharina Tri. 2005. Psikologi Pendidikan. Semarang : UPT MKK UNNES.

Anwar, Herson. 2009. “Penilaian Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains”. Jurnal Pelangi
Ilmu Vol. 2 No. 5, Mei 2009, hal. 103-114.

Arifin .2011. Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar baru

Arikunto, Suharsimi. 2010. Penelitian Tindakan: untuk Guru, Kepala Sekolah & Pengawas.
Yogyakarta: Aditya Media.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, S.B. 2010. Psikologi Belajar. Rineka Cipta: Jakarta.

Djojosoediro, Wasih. 2008. Hakikat IPA dan Pembelajaran IPA di SD. Bandung: UPI.

Indrawati dan Setiawan. 2009. Keterampilan Proses Sains. Bandung: Pusat Pengembangan
Penataran Guru Ilmu Pengetahuan Alam.

25
Iskandar, Yul. 2004. Tes, Bakat, Minat, Sikap dan Personality MMPI-DG, Jakarta: Yayasan
Darma Graha.

Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Radjawali Press.

Sadiman, Arief S. 2009. Media pendidikan: pengeratian, pengembangan,


dan pemanfaatannya. Jakarta: Cv. Rajawali.

Sagala, S. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta: Bandung.

Soetriono, Rita Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Andi
Offset.

Sudjana, Nana. 2012. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Susilowati. 2013. “Integrated Science Worksheet Pembelajaran IPA SMP Dalam Kurikulum


2013” Makalah. Disampaikan dalam PPM “Diklat Pengembangan Student
Worksheet ntegrated Science bagi Guru SMP/MTs di Kabupaten Sleman”
Tanggal 24 Agustus 2013.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana.

Winkel. 2012. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Wiriaatmadja. 2006. Metode Penelitian.Bandung. PT. Remaja Rosdakarya Offset

26

Anda mungkin juga menyukai