Anda di halaman 1dari 29

1

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA KELAS IV


TENTANG PERUBAHAN WUJUD BENDA DENGAN
MENGGUNAKANPENDEKATAN CTL DI SDN WATU DERU
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Oleh:
VENANSIUS NANDUS - NIM: 824414341
nanduswatuderu@gmail.com
14desember1989

ABSTRAK

Karya ilmiah ini berfokus pada masalah pembelajaran IPA, yaitu
apakah pendekatan CTL dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa
kelas IV SDN Watu Deru? Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk
mendeskripsikan pengaruh menggunakan pendekatan CTL terhadap
peningkatan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SDN Watu Deru tahun
pelajaran 2013/2014. Untuk mendapat data yang dibutuhkan dalam
pengkajian, penulis menggunakan dua teknik, yaitu tes dan observasi.
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif
kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penerapan pendekatan CTL dalam pembelajaran IPA kelas IV SDN
Watu Deru sangat cocok karena terjadi perubahan yang sangat
signifikan, baik dari segi keaktifan siswa maupun dari segi hasil
belajar. Semangat belajar siswa dari siklus ke siklus semakin
meningkat, dari kategori CUKUP pada siklus I menjadi SANGAT
BAIK pada siklus II. Demikianpun nilai rata-rata postes siswa
mengalami peningkatan dari 63,80 pada siklus I menjadi 71,12 pada
sikus II. Dilihat dari ketuntasan belajar secara klasikal mengalami
peningkatan yang sangat tajam, yaitu dari 37,50% pada prasiklus
menjadi 62,50% pada siklus I, dan terus meningkat menjadi 100%
pada siklus II. Oleh karena itu penulis menyarankan bahwa agar guru
IPA yang ingin siswanya mengalami peningkatan hasil belajar wajib
menggunakan pendekatan CTL.

Kata kunci: wujud benda, pendekatan CTL, dan hasil belajar


2



I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.1.1 Identifikasi Masalah
Ilmu pengetahuan alam (IPA) pada hakikatnya merupakan ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan cara mencaritahu tentang alam
secara sistematis. IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan yang
berupa fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat
menjadi wahana bagi peserta didik untuk memelajari diri sendiri dan
alam sekitar serta prospek pengembangan dan penerapan dalam
kehidupan sehari-hari.
Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar
menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA
diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta
didilk untuk memeroleh pemahaman yang lebih mendalam tentang
alam sekitar. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar
tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI
diharapkan ada penekanan salingtemas (sains, lingkungan, teknologi,
dan masyarakat) yang diharapkan pada pengalaman belajar untuk
merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA
dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Pemahaman terhadap
hakikat IPA sangat memengaruhi apa yang diajarkan dan bagaimana
strategi pembelajaran yang akan digunakan untuk membelajarkan mata
pelajaran IPA, khususnya di tingkat sekolah dasar (SD). IPA
merupakan sekumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis
dengan menekankan pendekatan yang berorientasi keterampilan proses
dan produk. Pembelajaran IPA sangat memengaruhi kehidupan siswa
yang cenderung mengarahkan siswa menjadi pemikir (Ilmuwan),
3



melatih siswa mengerjakan seperti apa yang dikerjakan ilmuwan dan
berpikir seperti ilmuwan.
Penerapan pembelajaran IPA di setiap sekolah sangat
bervariasi. Hal ini disebabkan oleh guru-guru khususnya guru IPA
memiliki persepktif yang berbeda tentang hakikat pembelajaran IPA
yang sebenarnya. Banyak guru belum secara tepat memilih dan
menggunakan model pembelajaran yang efektif yang bisa
membangkitkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Dalam
hal ini siswa merasa jenuh dan bosan dengan metode mengajar guru
yang monoton.
Berdasarkan data pratindakan (prasiklus) guru atau pengajar
kurang menggunakan media atau alat peraga selama proses belajar
mengajar, guru masih menggunakan paradigma lama, yaitu siswa
diperlakukan sebagai objek belajar sehingga hanya guru saja yang aktif
dalam proses belajar mengajar, metode yang digunakan guru kurang
efektif atau tidak menggunakan metode yang bervariasi sehingga hasil
belajar siswa sangat merosot.
Berdasarkan tes awal yang dilakukan dapat diketahui bahwa
dari 16 orang siswa yang mengikuti pembelajaran hanya 6 orang atau
37,5% yang berhasil. Ini berarti kegiatan belajar mengajar mengalami
kegagalan.
1.1.2 Analisis Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraikan pada latar
belakang dapat dianalisis bahwa terdapat dua penyebab rendahnya
hasil belajar siswa, yaitu: guru belum menggunakan pendekatan
pembelajaran yang sesuai dan siswa kurang terlibat aktif dalam
kegiatan pembelajaran.
1.1.3 Alternatif dan Perioritas Pemecahan Masalah
Berdasarkan masalah-masalah di atas penulis mencoba mencari
solusi dengan menerapkan salah satu pendekatan pembelajaran yang
4



membangkitkan gairah belajar siswa, yaitu pendekatan CTL. Menurut
Wina Sanjaya (2006: 355) pendekatan CTL adalah suatu strategi
pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara
penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkanya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam kehidupan mereka.
Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian
dalam rangka perbaikan pembelajaran dengan judul: Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas IV tentang Perubahan
Wujud Benda dengan Menggunakan Pendekatan CTL di SDN
Watu Deru Tahun Pelajaran 2013/2014
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di
atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut: Apakah pendekatan CTL dapat meningkatkan hasil belajar
IPA siswa kelas IV SDN Watu Deru?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan pengaruh menggunakan pendekatan CTL
terhadap peningkatan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SDN Watu
Deru tahun pelajaran 2013/2014.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Siswa
Menjadikan pembelajaran IPA yang lebih efisien dan efektif
serta dapat membangun daya pikir kritis siswa.
1.4.2 Bagi Guru/Peneliti
1. Terlatih untuk berpikir kritis dalam memecahkan kesulitan
belajar siswa.
2. Sebagai penunjang bagi guru sekolah dasar (SD) agar
memanfaatkan segala alat peraga dan sumber belajar serta
5



memilih pendekatan yang sesuai, khususnya pendekatan
CTL untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam
pembelajaran IPA.
1.4.3 Bagi Sekolah
1. Meningkatkan kualitas pembelajaran di SDN Watu Deru
terutama pada mata pelajaran IPA.
2. Sebagai referensi bagi sekolah untuk menggunakan
pendekatan CTL pada setiap kegiatan pembelajaran.

II. KAJIAN TEORI
2.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
2.1.1 Pengertian IPA
Secara umum, istilah IPA memiliki arti sebagai ilmu
pengetahuan. Oleh karana itu, IPA didefenisikan sebagai kumpulan
pengetahuan yang tersusun secara sistematis. IPA mencakup ilmu
pengetahuan sosial dan ilmu pengetahuan alam. Secara khusus istilah
IPA dimaknai sebagai ilmu pengetahuan alam Natural Science
(Lusut, 2010: 11).
Pengertian IPA sebagai ilmu pengetahuan alam sangatlah
beragam. Ditinjau dari fisiknya, IPA adalah ilmu pengetahuan yang
objek telaahannya adalah alam dengan segala isinya. Jika dilihat dari
namanya, IPA diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang memelajari
tentang sebab dari kejadian-kejadian yang terjadi di alam.
Berikut adalah beberapa pengertian IPA menurut berbagai
pendapat para ahli. Athur A. Carin dan Robert B. Sun (dalam
Winataputra, dkk, 199: 22) mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan
yang sistematis atau tersusun secara teratur, berlaku umum, dan berupa
data kumpulan hasil observasi dan eksperimen.
Menurut Collekte (dalam Wahyu, 2010: 16) IPA dapat
diartikan dalam tiga bagian, yaitu: IPA sebagai cara untuk berpikir,
6



IPA sebagai suatu cara penyelidikan, IPA sebagai kumpulan
pengetahuan. Lebih lanjut Bronowski (dalam Mariana dan Paraginda,
2009: 10) menyatakan IPA adalah organisasi pengetahuan dengan satu
cara tertentu berupa penjelasan lebih lanjut, mengenai hal-hal yang
tersembunyi yang ada di alam.
Menurut Davis (dalam Mariana dan Paraginda, 2009: 10) IPA
sebagai suatu struktur yang dibangun dari fakta. Sejalan dengan, itu
Calmers (dalam Mariana dan Paraginda, 2009: 11) menjelaskan bahwa
IPA didasari oleh hal-hal yang dilihat, didengar, dan diraba. Sehingga
pendapat atau pikiran imajinasi tidak dapat dikatakan sebagai IPA
karena IPA bersifat objektif yang dapat dibuktikan.
Conan (dalam Mariana dan Paraginda, 2009: 10)
menambahkan bahwa IPA merupakan rangkaian konsep dan skema
konseptual yang saling berhubungan yang dikembangkan dari hasil
eksperimentasi dan observasi berikutnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat diartikan bahwa IPA
merupakan pengetahuan yang dibangun dari fakta, yang tersusun
secara sistematis/teratur, berlaku umum, bersifat objektif yang dapat
dibuktikan, yang dikembangkan dari hasil eksperimentasi dan
observasi.
2.1.2 Fungsi Pembelajaran IPA di SD
Menurut Undang-Undang Pendidikan Dasar dan Menengah
(2004: 4) ada beberapa fungsi pembelajaran IPA di SD, antara lain:
1. Lingkungan buatan dalam kaitannya dengan pemanfaatannya bagi
memberikan pengetahuan tentang berbagai jenis dan peran dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Mengembangkan keterampilan proses
3. Keterampilan proses adalah keterampilan fisik maupun mental
yang akan diperlukan untuk memeroleh pengetahuan di bidang IPA
maupun untuk pengembangannya. Beberapa contoh keterampilan
7



yang diharapkan berkembang pada siswa adalah keterampilan
mengamati, menggolongkan, menerapkan konsep, meramalkan,
menafsirkan, menggunakan alat, berkomunikasi, dan mengajukan
pertanyaan.
4. Mengembangkan wawasan sikap dan nilai-nilai yang berguna bagi
siswa untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari.
5. Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan
yang saling memengaruhi antara kemajuan sains dan teknologi
dengan keadaan lingkungan dan pemanfaatan bagi kehidupan
sehari-hari.
6. Mengembangkan kemampuan untuk menerapkan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta keterampilan yang berguna dalam
kehidupan sehari-hari maupun untuk melanjutkan pendidikannya
ke tingkat yang lebih lanjut.
2.1.3 Tujuan Pembelajaran IPA di SD
Adapun yang menjadi tujuan pembelajaran IPA dalam
kehidupan sehari-hari adalah:
1. Menambah pengetahuan dan konsep-konsep IPA yang bermanfaat
dalam kehidupan sehari-hari.
2. Menambah rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap teknologi dan
IPA.
3. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecah masalah, dan membuat keputusan.
4. Ikut serta memelihara,menjaga dan melestarikan lingkungan alam
5. Mengembangkan kesadaran akan adanya hubungan yang saling
memengaruhi antara IPA, lingkungan teknologi dan masyarakat.
6. Menjaga alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan
Tuhan
2.1.4 Prinsip Pembelajaran IPA
8



Agar pembelajaran IPA di SD efektif atau dapat mencapai hasil
yang memuaskan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Proses Berpikir
Pembelajaran dimulai dengan satu fenomena atau fakta yang dapat
menyebabkan siswa berpikir. Proses berpikir hanya akan terjadi
apabila terdapat ketidakselarasan antara struktur kognitif siswa
dengan pengalaman baru yang diperolehnya.
2. Kreativitas
Kreativitas dapat dilihat dari kemampuan siswa melakukan
berbagai alternatif penyelesaian masalah. Untuk mengembangkan
kreativitas ini siswa hendaknya diberi kebebasan untuk
menentukan pilihan sesuai dengan pendapatnya.
3. Pengalaman Siswa
Bahan yang disajikan hendaknya akrab dengan pengalaman siswa
4. Pembentukan Konsep
Konsep yang dimiliki siswa adalah hasil bentukannya sendiri.
Konsep yang melekat pada dirinya adalah hasil interaksi struktur
kognitif siswa dalam pengalaman baru, ini berarti dalam diri siswa
terjadi proses belajar.
2.1.5 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA SD
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan yaitu manusia,
hewan, tumbuhan, dan interaksinya.
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: benda
cair, benda padat, dan gas.
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas,
magnet, listrik, dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi: bumi, tata surya, dan
benda-benda langit lainnya.
2.2 Hakikat Pendekatan Contectual Teaching Learning (CTL)
9



Ada kecendrungan untuk kembali pada pemikiran bahwa anak
akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah.
Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajari
bukan mengetahuinya.
Menurut Nurhadi dan Senduk (200: 1) pendekatan CTL
merupakan konsep belajar yang membantu guru yang mengaitkan
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna
bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk
kegiatan siswa, bekerja dan mengalami, bukan mentransferkan
pengetahuan dari guru ke siswa. Dalam kelas kontekstual, tugas guru
adalah membantu siswa untuk mencapai tujuannya. Artinya guru harus
lebih banyak menggunakan metode pembelajaran dari pada memberi
informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah team yang
bekerjasama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa. Sesuatu
datang dari diri siswa sendiri, bukan apa yang dikatakan guru. Bila
pendekatan CTL ditetapkan dengan benar diharapkan siswa akan
terlatih apa yang diperoleh di kelas dengan kehidupan dunia nyata
yang ada di lingkungannya. Untuk itu, guru perlu memahami konsep
pendekatan CTL terlebih dahulu dan dapat menerapkanya dengan
benar. Agar siswa belajar lebih efektif, guru perlu mendapat informasi
tentang konsep-konsep pendekatan CTL dan penerapannya. Dengan
pendekatan CTL siswa dibantu menguasai kompetensi yang
dipersyaratkan dan pengetahuan yang mereka harapkan harus dapat
dipraktikkan. Dengan demikian siswa belajar di sekolah tidak semata-
mata agar dapat mengerjakan soal-soal ulangan atau ujian dengan baik
dan benar, tetapi dalam pembelajaran kontekstual guru bukanlah
seorang yang paling tahu, guru layak untuk mendengarkan siswa-
10



siswanya. Guru adalah seorang pendamping siswa dalam pencapaian
kompetensi dasar.
Dengan demikian, pendekatan CTL dapat dikatakan sebagai
sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang mengakui dan
menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan. Melalui hubungan di
dalam dan di luar kelas, suatu pendekatan pembelajaran kontekstual
menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa
menyajikan suatu konsep yang mengaktifkan materi pelajaran yang
dipelajari bagi siswa. Dengan konteks di mana materi tersebut
digunakan, serta berhubungan bagaimana seorang belajar atau gaya
belajar siswa. Kontekstual memberikan arti relevansi atau manfaat
penuh terhadap belajar.
2.2.1 Pengertian Pendekatan CTL
Berikut dikemukakan beberapa pendapat para ahli tentang
pendekatan CTL. Menurut Wina Sanjaya (2006: 355) pendekatan CTL
adalah suatu strategi pembelajaran yang menekan pada proses
keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang
dipelajari dan menghubungkanya dengan situasi kehidupan nyata
sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam kehidupan
mereka. Lebih lanjut, Jhonson (dalam Rusman, 2010: 96) mengatakan
pendekatan CTL adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk
menyusun pola-pola yang mewujudkan makna.
Sejalan dengan Jhonson, Elane (dalam Rusman, 2000: 96)
mengatakan pendekatan CTL adalah suatu sistem pembelajaran yang
cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan
muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa.
Lebih jauh, Nurhadi (dalam Rusman, 2010: 96) mengatakan bahwa
pendekatan CTL adalah konsep belajar yang dapat membantu guru
mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
11



dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat.
Pendapat semakin mengerucut ketika Keneth (dalam Rusman,
2010: 97) mendefinisikan pendekatan CTL sebagai pembelajaran yang
memungkinkan terjadinya proses belajar di mana siswa menggunakan
pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam berbagi konteks
dalam dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat
simulatif ataupun nyata, baik secara perorangan maupan kelompok.
2.2.2 Prinsip Penerapan Pendekatan CTL
Menurut Nurhadi dan Senduk (2003: 10) mengemukakan
beberapa prinsip pendekatan CTL antara lain:
1. Merencanakan pembelajaran sesuai kewajaran perkembangan
mental siswa. Hubungan antara isi kurikulum dan metode yang
digunakan untuk mengajar harus didasarkan pada kondisi
sosial, emosional, dan perkembangan intelektual siswa.
2. Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung.
Siswa saling belajar dari sesamanya di dalam kelompok-
kelompok kecil dan belajar bekerjasama dalam team lebih
besar. Kemampuan itu merupakan bentuk kerja sama yang
diperlukan oleh orang dewasa di tempat kerja dan konteks lain.
Jadi siswa diharapkan untuk berperan aktif.
3. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran
mandiri. Lingkungan yang mendukung pembelajaran yang
mandiri memiliki tiga karakteristik umum, yaitu: kesadaran
berpikir, penggunaan strategi, dan motivasi berkelanjutan.
Sementara itu guru juga harus menciptakan suatu lingkungan di
mana siswa dapat merefleksikan bagaimana mereka belajar,
menyelesaikan tugas-tugas sekolah, menghadapi hambatan, dan
bekerjasama secara harmonis dengan guru lainnya.
4. Memertimbangkan Keragaman Siswa
12



Di kelas guru harus mengajar siswa dengan berbagai
keragamannya, misalnya latar belakang suku bangsa, status
sosial ekonomi, dan berbagai kekurangan yang mungkin
mereka miliki. Dengan demikian diharapkan guru dapat
membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaranya.
2.2.3 Komponen Pembelajaran Pendekatan CTL
2.2.3.1 Kontruktivisme
1. Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman
baru berdasarkan pada pengetahuan awal.
2. Pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengonstruksi
bukan menerima pengetahuan.
2.2.3.2 Inquiri
1. Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
2. Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis.
2.2.3.3 Bertanya
1. Kegiatan guru mendorong, membimbing dan menilai
kemampuan berpikir siswa.
2. Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam
pembelajaran inquiri.
2.2.3.4 Pembelajaran Masyarakat
1. Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
2. Bekerjasama dengan orang lain lebih baik dari pada belajar
sendiri.
3. Tukar pengalaman.
4. Berbagi ide.
2.2.3.5 Pemodelan
1. Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir,
bekerja, dan belajar.
2. Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa
mengerjakanya.
13



2.2.3.6 Refleksi
1. Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.
2. Mencatat apa yang telah dipelajari.
3. Membuat jurnal, karya seni, dan diskusi kelompok.
2.2.4 Karakteristik Pembelajaran Pendekatan CTL
1. Pembelajaran merupakan pengaktifkan pengetahuan yang
sudah ada artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas
dari pengetahuan yang sudah dipelajari. Dengan demikian
pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan
yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
2. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka
memeroleh dan menambah pengetahuan baru. Pengetahuan
baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya
pembelajaran dimulai dengan memelajari secara
keseluruhan, kemudian mempraktikannya.
3. Pemahaman pengetahuan artinnya, pengetahuan yang
diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan
diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari
orang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan
berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu
dikembangkan.
4. Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan
pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk
proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
2.2.5 Peran Guru dalam Pendekatan CTL
Dalam pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami
tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya
mengajar terhadap gaya belajar siswa. Sehubungan dengan hal itu,
terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
14



1. Siswa dalam pembelajaran dipandang sebagai individu yang
sedang bekembang. Kemampuan seorang akan dipengaruhi oleh
tingkat perkembangan dan kekuasaan pengalaman yang
dimilikinya. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil
melainkan organisme yang sedang berada dalam tahap-tahap
perkembangan. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh
tingkat perkembangandan pengalaman mereka. Dengan demikian
peran guru bukanlah sebagai instruktur yang melaksanakan
kehendak melainkanguru adalah pembimbing siswa agar mereka
bisa belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
2. Setiap anak memilki kecendrungan untuk belajar hal-hal yang baru
dan penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal
yang dianggap baru atau aneh. Oleh karena itu, belajar bagi mereka
adalah mencoba memecahkan masalah yang menantang. Dengan
demikian guru berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang
dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.
3. Belajar bagi siswa adalah mencari keterkaitan atau keterhubungan
antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui.
Dengan demikian peran guru adalah membantu agar setiap siswa
mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan
pengalaman sebelumnya.
4. Belajar bagi anak adalah proses menyempurnakan skema yang
telah ada (asimilasi) atau proses pembentukan skema baru
(akomodasi), dengan demikian tugas guru adalah memfasilitasi
agar anak mampu melakukaan proses asimilasi dan proses
akomodasi.
2.3 Hakikat Belajar
2.3.1 Pengertian Belajar
Dalam pengertian umum dan populer belajar adalah
mengumpulkan dan menguasai sejumlah pengetahuan (dari tidak tahu
15



menjadi tahu). Pengertian tersebut lazim disebut teori belajar
tradisional. Namun para penulis buku psikolog, belajar umumnya
mendefinisikan belajar sebagai proses perubahan perilaku dalam diri
seseorang karena berinteraksi dengan lingkunganya (pengalaman) yang
hasilnya relatif menetap.
Berikut dikemukakan beberapa pendapat para ahli tentang
pengertian belajar. Menurut Lyle E. Bourne dan Ekstran (dalam
Mustaqim, 2004: 33) belajar adalah perubahan tingkah laku yang
relatif tetap yang diakibatkan oleh pengalaman dan latihan. Seiring
dengan itu Morgan (dalam Mustaqim, 2004: 33) menegaskan bahwa
belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang
merupakan hasil pengalaman yang lalu. Lebih lanjut Fahny (dalam
Mustaqim, 2004: 34) menegaskan bahwa belajar adalah ungkapan
yang menunjukkan aktivitas yang menghasilkan perubahan-perubahan
tingkah laku atau pengalaman.
2.3.2 Tujuan Belajar
Salah satu kunci keberhasialan dalam belajar adalah adanya
tujuan yang jelas, yaitu: adanya perubahan tingkah laku dari tidak tahu
menjadi tahu, dapat menambah wawasan pengetahuan, dan
kematangan dalam berpikir kritis.
2.3.3 Strategi Belajar
Strategi belajar bersifat individual artinya, strategi belajar yang
efektif bagi diri seorang, belum tentu efektif bagi orang lain. Untuk
memeroleh strategi belajar efektif seorang perlu mengetahui
serangkaian konsep yang akan membawanya menemukan strategi
belajar yang efektif bagi dirinya. Strategi belajar yang efektif antara
lain:
1. Konsep Belajar Mandiri
Belajar mandiri bukan berarti belajar sendiri. Seringkali
orang salah mengartikan belajar mandiri sebagai belajar sendiri.
16



Salah satu prinsip belajar mandiri, kita mampu mengetahui kapan
kita membutuhkan bantuan atau dukungan dari orang lain. Belajar
mandiri berarti belajar secara berinisiatif dengan ataupun tanpa
bantuan orang lain dalam belajar.
2. Media Belajar
Salah satu ciri utama belajar jarak jauh adalah penggunaan
media belajar. Penggunaan media belajar memunyai kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Siswa dapat memilih media mana yang
cocok untuk mendukung belajar mereka. Penggunaan media untuk
kepentingan belajar ini juga merupakan salah satu bentuk strategi
belajar. Merencanakan strategi belajar merupakan keterampilan khusus
yang perlu dikembangkan oleh siswa agar dapat memeroleh hasil yang
maksimal atau sesuai yang diharapkan.
2.3.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Belajar
2.3.4.1 Faktor Intern
2.3.4.1.1 Faktor Jasmaniah
Faktor jasmaniah yang memengaruhi belajar adalah sehat dan
cacat tubuh. Sehat berarti dalam keadan baik segenap badan beserta
bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang
berpengaruh terhadap belajarnya. Proses belajar seseorang akan
terganggu jika kesehatan seseorang terganggu.
Cacat tubuh adalah suatu yang menyebabkan kurang baik atau
kurang sempurna mengenai tubuh atau badan. Kadang cacat tubuh
akan memengaruhi proses belajar.
2.3.4.1.2 Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang dapat memengaruhi belajar anak adalah
inteligensi, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, dan pengertian
orang tua. Inteligensi adalah kecakapan yang terdiri atas kecakapan
untuk menghadapi dan menyesuaikan dalam situasi yang baru dengan
cepat dan efektif, mengetahui relasi dan memelajari dengan cepat.
17



Siswa yang memiliki tingkat inteligensi yang tinggi akan lebih berhasil
dari pada yang memunyai tingkat inteligensi yang rendah.
Suasana rumah juga merupakan faktor penting dalam menunjang
belajar. Suasana rumah yang gaduh atau ramai tidak akan memberi
ketenangan kepada anak yang belajar.
Keadaan ekonomi keluarga erat hubungan dengan belajar anak.
Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya,
fasilitasnya harus terpenuhi, sehingga belajar anak tidak terganggu.
Selain ketiga faktor di atas, anak belajar juga perlu mendapat
dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar jangan
diganggu dengan tugas-tugas rumah. Orang tua wajib memberi
pengertian dan mendorongnya membantu sedapat mungkin kesulitan
yang dialami anak di sekolah.

III. PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN
PEMBELAJARAN
3.1 Subjek, Tempat, dan Waktu Penelitian
3.1.1 Subjek Penelitian
Yang menjadi subjek penelitian perbaikan pembelajaran ini
adalah siswa kelas IV SDN Watu Deru dengan jumlah 16 orang, yang
terdiri atas 8 orang laki-laki dan 8 orang perempuan. Siswa kelas IV
SDN Watu Deru adalah siswa dengan latar belakang dan karakteristik
yang berbeda-beda. Ada siswa yang memiliki kemampuan tinggi, ada
siswa yang memiliki kemampuan rendah.
3.1.2 Tempat
Penelitian perbaikan pembelajaran ini dilaksanakan di SDN
Watu Deru, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur.
3.1.3 Waktu
Waktu pelaksanan penelitian ini adalah dari bulan Maret April 2014
3.2 Prosedur Penelitian
18



Penelitian ini diidentikkan dengan penelitian tindakan kelas
(PTK). Oleh karena itu dalam pelaksanaannya mengikuti alur atau
prosedur PTK yang berasaskan model menurut Arikunto dkk (2006:
16) dapat digambarkan sebagai berikut :











Berdasarkan model di atas dapat dijelaskan bahwa penelitian
ini dilakukan dalam siklus dan setiap siklus terdiri atas 4 tahap
kegiatan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
3.2.1 Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan tindakan peneliti membuat beberapa
kegiatan yang akan dilakukan antara lain: menetapkan kelas yang akan
menjadi subjek penelitian, membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang meliputi pemilihan SK, KD yang telah
ditetapkan, penyusunan indikator dan tujuan pembelajaran, membuat
kegiatan pembelajaran, sekaligus penerapan pendekatan CTL dalam
pembelajaran. Menyiapkan alat dan media yang akan menunjang
kegiatan pembelajaran. Selanjutnya peneliti menetapkan instrumen
penelitian dan monitoring yang meliputi: lembar pengamatan maupun
penilaian bagi peneliti itu sendiri.
3.2.2 Tahap Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan
SIKLUS I Pelaksanaan Refleksi
Pengamatan
Perencanaan
SIKLUS II Pelaksanaan Refleksi
?
19



Pada tahap ini, peneliti melaksanakan tindakan-tindakan yang
telah ditetapkan pada tahap perencanaan. Pada tahap pelaksanaan harus
melewati beberapa tahap, antara lain: pendahuluan, inti, dan penutup
sebagaimana dirancang dalam skenario pembelajaran dalam RPP.
3.2.3 Pengamatan
Pengamatan dilaksanakan selama proses belajar mengajar.
Pengamatan bertujuan untuk mengamati aktifitas siswa selama proses
belajar mengajar. Pengamatan dilakukan oleh guru dan mitra peneliti
atau supervisor terhadap siswa sebagai subjek penelitian.
3.2.4 Refleksi
Pada tahap ini peneliti meninjau kembali seluruh proses yang
telah dilakukan sambil melihat kelemahan atau kelebihan penerapan
pendekatan CTL. Hasil refleksi ini dijadikan acuan atau dasar untuk
mengambil keputusan, apakah penelitian ini masih dilanjutkan atau
diberhentikan. Dilanjutkan kalau masih gagal, diberhentikan kalau
sudah tercapai hasil yang diharapkan.
3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan
melalui tes dan pengamatan/observasi. Data yang telah terkumpul
dianalisis data dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Untuk
menganalisis hasil belajar siswa baik secara individu maupun klasikal
peneliti menggunakan rumus sebagai berikut.




Seorang siswa dapat dikatakan tuntas apabila hasil mencapai 65 (sesuai
KKM). Sebaliknya, kalau belum mencapai 65, siswa itu dianggap
gagal.
Untuk ketuntasan belajar klasikal dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:




20



Kegiatan pembelajaran dikatakan tuntas apabila secara klasikal
mencapai 80%.
Untuk mengukur keaktifam siswa selama pembelajaran
digunakan rumus berikut:




Data kuantitatif yang diperoleh harus dikualitatifkan sehingga
memeroleh data kualitatif dengan kualifikasi: sangat kurang, kurang,
cukup, baik, dan sangat baik.
Jika perolehan nilai siswa baik berupa tes maupun observasi
mencapai standar yang ditetapkan dan nilai korelasinya bebanding
positif maka dapat dikatakan bahwa penggunaan pendekatan CTL
dalam pembelajaran IPA berhasil.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Setelah peneliti melakukan prosedur penelitian perbaikan
pembelajaran, maka peneliti melakukan analisis semua data yang
diperoleh. Berikut pemaparan hasil penelitian per siklus.
Siklus I
a. Perencanaan
Pada tahap perencanaan penulis melakukan beberapa
kegiatan, antara lain membuat rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) dengan model pendekatan CTL, membuat LKS, menyiapkan
postes.
b. Pelaksanaan
Pada tahap ini guru/peneliti dan peserta didik melaksanakan
kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana yang ada menurut
tahapan siklus. Langkah-langkah operasional tindakan pertemuan
siklus 1 antara lain:
21



1) Pendahuluan
a. Bertanya jawab tentang materi sebelumnya
b. Menyampaikan indikator yang akan dicapai
c. Memeberikan motivasi dan apersepsi
2) Kegiatan inti
a. Ekspolorasi
a) Guru memehami sifat benda cair dan gas serta
memberikan contohnya
b) Guru memehami benda dapat melarutkan benda lain
b. Elaborasi
a) Guru membagi siswa ke dalam 4 kelompok diskusi,
masing masing- kelompok menyiapkan air, ember, tisu,
balon tiup, gelas, dan botol.
b) Guru membagi LKS pada setiap kelompok
c) Dengan bimbingan guru siswa melakukan percobaan
berdasarkan petunjuk dalam LKS
d) Guru menarik kesimpulan dari kegiatan bahwa bentuk
benda cair tidak tetap, selalu mengikuti wadahnya, dan
dapat mersap ke cela-cela kecil dan permukaanya selalu
datar.
e) Menarik kesimpulan bahwa benda cair mengalir dari
tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.
f) Menarik kesimpulan bahwa benda gas dapat mengisi
seluruh ruang, bentuknya tidak tetap dan menekan
kesegala arah.
c. Konfirmasi
Dalam kegiatan kofirmasi, guru:
a) Meminta siswa bertanya tentang hal yang belum
dipahami.
b) Memberikan penguatan dan penyimpulan
22



3) Penutup
Memberikan kesempatan pada siswa untuk
menyimpulkan materi tentang sifat-sifat benda cair dan gas
serta benda yang dapat larut dalam benda lain. Pada akhir
pertemuan, peserta didik diberi tes. Tes dilaksanakan setelah
pembelajaran selesai.
c. Pengamatan/Observasi
Observasi dilakukan selama pelaksanaan tindakan
berlangsung dengan menggunakan format observasi yang telah
disiapkan. Aspek yang dinilai adalah:kesiapan siswa dan partisipasi
siswa. Dari aspek penilaian di atas maka bobot penilaian adalah:
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada siklus 1
pada setiap aspek memeroleh nilai yang berbeda-beda. Mencermati
data di atas maka bobot penilaian adalah sebagai berikut:
1) Pada aspek kesiapan 5 siswa memerolehskor 2 dan 11 siswa
memeroleh skor 3.
2) Pada aspek keaktifan 7 siswa memeroleh skor 2 dan 8 siswa
memeroleh skor 3 dan 1 siswa memeroleh skor 4.
3) Pada aspek interaksi 4 orang siswa memeroleh skor 2 dan 9
orang siswa memeroleh skor 3 dan 3 orang siswa memeroleh
skor 4.
4) Pada aspek partisipasi 3 orang memeroleh skor 2 dan 11 orang
siswa memeroleh skor 3 dan 2 orang siswa memeroleh skor 4.
5) Rata-rata kelas adalah 2.78 atau 69,5 dengan kategori CUKUP
Keaktifan siswa ini berbanding lurus dengan hasil postes
siklus I. Hasil belajar siswa secara klasikal meningkat, dari 37,5%
pada prasiklus menjadi 62,50% pada siklus I. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa penerapan pendekatan CTL pada siklus I,
memberikan kontribusi sebesar 25%. Walaupun mengalami
kenaikan atau peningkatan. Namun, kenaikan tersebut belum
23



signifikan karena belum mencapai target ketuntasan klasikal (80%).
Hal ini dapat dipahami karena baik siswa maupun guru belum
terbiasa menerapkan model pendekatan CTL.
4 Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan yang belum maksimal dan
sebanding dengan hasil postes secara klasikal selama siklus I yang
belum mencapai target, maka peneliti menyimpulkan bahwa
kegiatan penelitian perbaikan pembelajaran ini belum berhasil.
Oleh karena itu, kegiatan harus dilanjutkan pada siklus II.
Sikus II
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, penulis mengkaji ulang
proses pembelajaran. Hasil pengkajian itu diputuskan bahwa penelitian
diulang lagi pada siklus II dengan mengikuti prosedur yang sama.
1. Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini peneliti/guru membuat RPP
dengan model pendekatan CTL, membuat lembar pengamatan,
selain itu juga guru menyiapkkan postes.
2. Pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti dan peserta didik melaksanakan
kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana, dengan langkah-
langkah pembelajaran sebagai berikut:
1) Pendahuluan
a. Memberikan apersepsi dan motivasi
b. Mengulang pertemuan sebelumnya
c. Menyampaikan indikator dan kopetensi yang diharapkan
d. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
2) Kegiatan Inti
a. Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi guru:
24



a) Siswa dapat memahami peta konsep tentang benda
padat.
b) Memahami dari kegiatan bahwa bentuk benda dapat
kembali ke wujud semula.
c) Memahami perubahan wujud benda padat menjadi
benda cair
b. Elaborasi
Dalam kegiatan ini guru:
a) Membagi siwa dalam 4 kelompok diskusi
b) Masingmasing kelompok menyiapkan panci, air,
ember, gelas, garam dapur, lilin, dan pasir.
c) Masing masing kelompok mendapat LKS dari guru .
d) Dengan bimbingan guru siswa dapat melakukan
kegiatan berdasarkan petunjuk pada LKS.
e) Setelah kegiatan masing-masing kelompok melaporkan
hasil kegiatan kelompoknya di depan kelas.
f) Dari hasil kegiatan guru bersama siswa menarik
kesimpulan tentang perubahan wujud benda cair
menjadi benda gas melalui kegiatan dan memberikan
contohnya.
g) Memahami perubahan wujud benda cair ke padat.
h) Memahami perubahan wujud benda gasmenjadi benda
cair dan memberikan contohnya.
i) Memahami perubahan wujud benda padat menjadi gas
dan memberikan contohnya.
j) Dapat menjelaskan faktor yang memengaruhi perubahan
wujud benda.
k) Dapat menyebutkan contoh zat yang dapat larut dalam
benda lain
c. Konfirmasi
25



Dalam kegiatan konfirmasi guru:
a) Guru bertanya tentang hal-hal yang belum diketahui
siswa.
b) Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan
kesahpahaman, memberikan penguatan dan
penyimpulan.
3) Kegiatan Penutup
a) Memberikan kesimpulan bahwa benda padat dapat
mengalami perubahan wujud
b) Memberikan kesimpulan bahwa benda padat dapat larut
dalam benda lain.
c) Pada akhir pertemuan peserta didik diberi tes untuk
mengetahui sejauhmana tingkat pemahaman dan
penguasaan konsep terkait dengan materi yang diajarkan.
Tes dilaksanakan setelah pembelajaran berlangsung.
26



3. Pengamatan/Observasi
Observasi dilakukan dengan menggunakan format observasi,
melakukan pengamatan terhadap aktifitas peserta didik dalam proses
belajar mengajar. Aspek-aspek yang dinilai adalah kesiapan siswa,
keaktifan siswa, interaksi siswa dengan siswa dan partisipasi siswa.
Dari keempat aspek penilaian di atas bobot penilaian yang telah
ditentukan adalah 1 4.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti pada
siklus II, keaktifan peserta didik untuk belajar IPA semakin
meningkat dibandingkan pada siklus I. Hal ini bisa dilihat dari aspek
kesiapan, partisipasi, keaktifan, dan interaksi pesrta didik saat proses
belajar mengajar berlangsung. Dari data tersebut di atas dapat
dianalisis sebagai berikut:
1) Pada aspek kesiapan 13 siswa memeroleh skor 4 dan 3 orang siswa
memeroleh skor 3
2) Pada aspek keaktifan 11 siswa memeroleh skor 4 dan 5 orang siswa
memeroleh skor 3.
3) Pada aspek interaksi 12 siswa memeroleh skor 4 dan 3 orang siswa
memeroleh skor 3.
4) Pada aspek partisipasi 13 orang siswa memeroleh skor 4 dan 3
orang siswa memeroleh skor 3.
5) Rata rata kelas adalah 3.78 atau 94,5% dengan predikat
SANGAT BAIK.
Keaktifan siswa pada siklus ini sangat baik, hal ini sejalan
dengan hasil postes yang dicapai. Hasil postes menunjukkan bahwa
penerapan pendekatan CTL dalam pembelajaran IPA tentang
Perubahan Wujud Benda pada siklus II dapat memberikan
kontribusi yang sangat tinggi, yaitu 37,5%. Dari 62,5% pada siklus
I menjadi 100% pada siklus II.
27



4. Refleksi
Berdasarkan hasil pengamataan dan hasil belajar siswa
selama siklus II yang sangat signifikan. Karena hasil pengamatan
aktivitas gusu dan siswa dikategori sangat baik dan hasil belajar
siswa secara klasikal melampaui target (100%), maka kegiatan
penelitian perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan terdahulu secara
umum dapat dikatakan bahwa penggunaan pendekatan CTL dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Watu Deru pada mata
pelajaran IPA, terutama materi tentang Perubahan Wujud Benda.
Untuk mengetahui berapa besar pengaruh penerapan pendekatan CTL
pada pembelajaran IPA, berikut dipaparkan perbandingan hasil belajar
siswa mulai dari prasiklus sampai pada siklus II.
Kalau diperbandingkan dengan hasil belajar pada prasiklus
(sebelum penerapan pendekatan CTL) sangat menyolok. Pada siklus I,
sumbangan pendekatan CTL terhadap hasil belajar siswa sebesar 25%.
Dari siklus I ke ssiklus II, sumbangan pendekatan CTL semakin
meningkat, yaitu 37,50%. Jadi, besarnya sumbangan pendekatan CTL
dari prasiklus ke siklus II sebesar 62,50%.

V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV, ada
dua hal yang ditemukannerapan pendekatan CTL terjadi perubahan
yang signifikan, anara lain:
1. Semangat belajar siswa dari siklus ke siklus semakin meningkat,
dari kategori CUKUP pada siklus I menjadi SANGAT BAIK pada
siklus II.
28



2. Nilai rata-rata postes siswa mengalami peningkatan dari 63,80 pada
siklus I menjadi 71,12 pada sikus II.
3. Dilihat dari ketuntasan belajar secara klasikal mengalami
peningkatan yang sangat tajam, yaitu dari 37,50% pada prasiklus
menjadi 62,50% pada siklus I, dan terus meningkat menjadi 100%
pada siklus II.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penggunaan
pendekatan CTL sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran IPA
kelas IV SDN Watu Deru terutama pada materi Perubahan Wujud
Benda.
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan yang disampaikan bahwa
pendekatankontekstual sangat cocok dalam pembelajaran IPA, maka
berikut disampaikan beberapa saran, baik bagi guru maupun bagi
kepala sekolah.
1. Bagi Guru
Guru di sekolah hendaknya menggunakan metode/pendekatan
pembelajaran yang tepat dengan menekankan pengaktifan siswa
dalam meningkatkan hasil belajar.
2. Bagi Kepala Sekolah
Kepala sekolah diharapkan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini
sebagai dasar penentuan kebijakan-kebijakan sekolah yang
mendukung terlaksananya pembelajaran IPA yang efektif sehingga
dapat meningkatkan hasil belajar IPA.

29



DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:
Bumi Aksara.
Mariana, Paraginda. 2000. Hakikat I PA dan Pendidikan I PA. Jakarta:
PPTK IPA
Nashar. 2004. Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal dalam
Kegiatan Pembelajaran. Jakarta: Delias Press
Nurhadi, Senduk. 2003. Pembelajaran Kontekstual (CTL) dan
Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri
Malang
Mustqim. 2004. Pesikologi Pendidikan. Jakarta Rajawai pers
Rusman. 2010. Model Pembelajaran Mengembangkan
Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pres
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. Jakarta: Kenjana
Sumaji, dkk. 1998. Pendidikan Sains yang Humanistik. Yogyakarta:
Kanisius
Skameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.
Jakarta: Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai