Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Selama ini pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Negeri 013 Lubuk Kembang Sari
masih terkesan kering, sepi, dan tidak menarik bagi siswa, guru umumnya dalam mengajar
cenderung bersifat informative atau hanya transfer ilmu pengetahuan dari guru kesiswa
sehingga siswa belum terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Siswa juga belum
sepenuhnya menyukai pelajaran Sains (IPA) yang disebabkan oleh kurangnya minat belajar
maupun kreativitas yang dimiliki oleh siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasution
(2004: 82), yang menyatakan: pelajaran berjalan lancar apabila ada minat dan apabila anak-
anak malas belajar, mereka akan gagal karena tidak adanya minat. Selain itu, alat peraga di
Sekolah Dasar Negeri 013 Lubuk Kembang Sari khususnya untuk mata pelajaran Sains
(IPA) juga terbatas sehingga mengakibatkan minat siswa terhadap mata pelajaran Sains
(IPA) berkurang dan menyebabkan kegiatan belajar mengajar (KBM) tidak optimal
sehingga hasilbelajar siswa kebanyakan dibawah rata-rata.

Guru sebagai pendidik harus paham akan pentingnya Ilmu Pengetahuan Alam
diajarkan di Sekolah Dasar. IPA merupakan mata pelajaran yang sangat penting bagi siswa
Sekolah Dasar, karena di Sekolah Dasar merupakan cikal bakal perkembangan sains pada
mata pelajaran Fisika, Kimia, dan Biologi yang akan didapatkan pada jenjang pendidikan
selanjutnya. IPA di Sekolah Dasar merupakan program untuk menanamkan dan
mengembangkan pengetahuan, keterampilan sikap, dan nilai ilmiah pada siswa. Sejak dini
pemahaman konsep IPA dengan baik harus dimulai, sehingga para siswa pada pendidikan
selanjutnya dapat menguasai dan senang dengan konsep-konsep IPA yang lebih kompleks.
IPA tidak cukup dibelajarkan hanya dengan memberikan pengetahuan yang hanya bersifat
informasi. Membelajarkan IPA perlu melibatkan anak secara aktif, belajar bersama teman
sebaya, menemukan sendiri dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari hari.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, diperlukan strategi pembelajaran


yang berguna untuk meningkatkan minat, kreativitas dan hasil belajar siswa secara optimal
yaitu dengan menggunakan pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning
(CTL).Dengan strategi ini, diharapkan proses pembelajaran berlangsung alamiah sesuai
dengan dunia nyata dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami bukan transfer
pengetahuan dari guru kesiswa (Nurhadi, 2002: 1).

Dengan melihat kondisi yang ada, memungkinkan jika pendekatan kontekstual atau
Contextual Teaching and Learning (CTL) diterapkan di kelas IV Sekolah Dasar Negeri 013
Lubuk Kembang Sari.Kondisi SD Negeri 013 Lubuk Kembang Sari mempunyai kebun yang
luas dapat dijadikan media belajar bagi siswa. Pendekatan kontekstual melibatkan tujuh
komponen utamapembelajaranefektif, yaitukonstruktivisme, inkuiri, bertanya,
masyarakatbelajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya. Sehingga, melalui
pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) ini, diharapkan
siswa memiliki minat belajar yang tinggi terhadap IPA agar memperoleh hasil belajar yang
optimal.

Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan di atas, maka peneliti perlu mengadakan
penelitian dengan judul:

“Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pendekatan Kontekstual di Kelas IV


Sekolah Dasar Negeri 013 Lubuk Kembang Sari Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan
Tahun Pelajaran 2022/2023“.

1. IDENTIFIKASI MASALAH

Masalah-masalah yang dihadapi di kelas IV dalam pembelajaran IPA


antaralainadalah:

a. Hasil belajar siswa masih rendah. Siswa pada umumnya mengalami kesulitan dalam
memahami materi pelajaran IPA, hal ini terbukti setiap kali diadakan ulangan harian
IPA, nilai rata-rata kelas masih jauh dibawah ketuntasan belajar, nilai rata-rata kelas
65 (rentang nilai 0-100) sedangkan siswa dianggap tuntas belajar bila memperoleh
nilai 75 (rentang nilai 0-100).
b. Pembelajaran bersifat informative atau hanya transfer ilmu pengetahuan dari guru ke
siswa sehingga siswa belum terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
c. Guru kurang menggunakan model pembelajaran yang bervariasi,
d. Minat belajar siswa terhadap pelajaran Sains (IPA) masih kurang.

2. Analisis Masalah

Hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 013 Lubuk Kembang Sari Kecamatan
Singingi Hilir Kabupaten Kuantan Singingi sangat rendah. Kemungkinan penyebabnya,
antara lain :

a. Alat peraga yang digunakan oleh guru tidak sesuai dengan materi yang diajarkan,
atau bahkan mungkin guru sama sekali tidak menggunakan alat peraga.
b. Kegiatan pembelajaran IPA di Kelas 4 SD Negeri 013 Lubuk Kembang Sari
masih terpusatpada guru dan cenderung membosankan siswa.
c. Guru tidak memanfa’atkan secara maksimal media nyata yang ada di lingkungan
siswa.
d. Setrategi pembelajaran yang diterapkan guru tidak sesuai dengan materi
pembelajaran.
e. Kegiatan pembelajaran tidak variatif, minat belajar siswa kurang, sehingga hasil
belajar siswa rendah.
Di antara sejumlah penyebab disebutkan diatas, peneliti memperkirakan selama ini
penyebab terakhir itu lebih dominan disbanding dengan penyebab lain. Oleh karena itu
peneliti mencoba mengetahui secara lebih pasti tentang kemungkinan utama dari kondisi
rendahnya minat dan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 013 Lubuk Kembang
Sari. Dalam penelitian ini lebih dititik beratkan ”Upaya peningkatan hasil belajar pada
mata pelajaran IPA dikelas IV SD Negeri 013 Lubuk Kembang Sari Kecamatan Singingi
Hilir Kabupaten Kuantan Singingi”

3. Alternatif dan Prioritas Pemecahan Masalah


Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan diatas, sebagai pemecahan
permasalahan di kelas IV SD Negeri 013 Lubuk Kembang Sari tersebut, Salah satunya
adalah melakukan tindakan pendekatan pembelajaran, yaitu dengan pendekatan
Kontekstual
atau Contextual teaching andlearning (CTL). Ini dapat diterapkan guru untuk
meningkatkan kreativitas dan pemahaman siswa terhadap pembelajaran IPA

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan analisis masalah di atas, maka
rumusan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

“Apakah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat


meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 013 Lubuk Kembang Sari?”

C. TUJUAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN

1. Tujuan Umum

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

a. Ingin mengetahui apakah dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat


meningkatan kualitas pembelajaran IPA pada materi tema peduli terhadap makhluk
hidup, sub tema 2 hewan dan tumbuhan dilingkungan rumahku
b. Seberapa signifikannya peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA
dengan menggunakan pendekatan kontekstual

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a. Menemukan cara yang tepat/sesuai untuk meningkatkan hasil belajar siswa tentang
bagian-bagian tumbuhan.
b. Meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan guru
c. Meningkatkan kompetensi guru dalam memperbaiki mutu pembelajaran
D. MANFAAT PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN

a. Bagisiswa, meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran Sains (IPA),


sehingga hasil belajarnya juga meningkat.
b. Bagi Peneliti, berguna untuk memperoleh pengetahuan baru tentang strategi
pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual.
c. Bagi Guru, diharapkan dapat mengetahui strategi pembelajaran yang sesuai dengan
materi pelajaran yang akan disampaikan.
d. Bagi Sekolah, diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPA, sehingga
menghasilkan anak-anak yang berprestasi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Secara garis besar berarti semua cabang ilmu sains yang mempelajari fenomena alam
melalui observasi dan menganalisis bukti-bukti empiris, sehingga mampu menjabarkan,
memprediksi, dan memahami fenomena alam tersebut. Didalam ilmu pengetahuan alam
kriteria-kriteria seperti validitas, akurasi, dan mekanisme social untuk menjamin kualitas
harus ada di setiap observasi dan analisis bukti empiris.

Menurut H.W.Flower (dalam Trianto,2010:136), IPA adalah ilmu yang mepelajari


alam semesta, benda-benda yang ada dipermukaan bumi dan di luar agkasa, baik yang dapat
diamati dengan indera maupun yang tidak dapat diamati oleh indera. IPA atau ilmu kealaman
adalah ilmu tentang dunia zat, makhluk hidup maupun benda mati yang diamati. Adapun
Wahyana (dalam Trianto, 2010 : 136) berpendapat bahwa IPA adalah suatu kumpulan
pengetahuan yang tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum
terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya
kumpulan fakta, tetapi adanya metode ilmiah. Ahmad Susanto (2013: 167) mengatakan Sains
atau IPA adalah suatuusaha manusia dalam memahami alam semesta melaui pengamatan
yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran
sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Muslichach Asy’ari (2007 : 7) mendefenisikan
Sains atau IPAdalah pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh dengan cara yang
terkontrol, selain sebagai produk yaitu pengetahuan manusia Sains atau IPA juga sebagai
proses yaitu bagaimana cara mendapatkan pengetahuan tersebut.

2. Hakekat Belajar
Ada beberapa konsep tentang belajar yang telah didefinisika oleh para pakar
psikologi, antara lain:
a. Menurut Gagne and Berliner (1983: 252) dalam Anni, Tri Catharina (2004:2) belajar
merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari
pengalaman.
b. Menurut Morgan et.al. (1986: 140) dalam Anni, Tri Catharina (2004:2) belajar
merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktik atau
pengalaman.
c. Menurut Slavin (1994: 152) dalam Anni, Tri Catharina (2004: 2) belajar merupakan
perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman.
d. Menurut Gagne (1977:3) dalam Anni, Tri Catharina (2004:2) belajar merupakan
perubahan disposisi atau kecakapan manusia, yang berlangsung selama periode waktu
tertentu, dan perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan.
Dari keempat konsep di atas tampak bahwa konsep tentang belajar
mengandung tiga unsur utama, yaitu:
a. Belajar berkaitan dengan perubahan perilaku.
b. Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman.
c. Perubahan perilaku terjadi karena belajar bersifat relatif permanen. Jadi, belajar
(learning) mengacu pada perubahan perilaku yang terjadi sebagai akibat dari interaksi
antara individu dengan lingkungannya.

Perubahan perilaku yang dimaksud dapat berbentuk perubahan kognitif, afektif,


maupun psikomotorik (Anni, Tri Catharina (2004: 3). Benyamin S. Bloom (Gay, 1985: 72-
76; Gagne dan Berliner, 1984: 57-60) dalam Anni, Tri Catharina (2004: 6) mengusulkan
tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu:

1) Ranah Kognitif
Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan, dan
kemahiran intelektual yang mencakup kategori: pengetahuan/ingatan, pemahaman,
penerapan/aplikasi, analisis, sintesis, dan penilaian.
2) Ranah Afektif
Taksonomi tujuan pembelajaran afektif, dikembangkan oleh Krathwohl dkk,
merupakan hasil belajar yang paling sukar diukur. Tujuan pembelajaran ini
berhubungan dengan sikap, minat, dan nilai. Kategori tujuan pembelajaran ini
mencerminkan hierarki yang berentangan dari keinginan untuk menerima sampai
dengan pembentukan pola hidup.
3) Ranah Psikomotorik
Tujuan pembelajaran ranah psikomotorik menunjukkan adanya kemampuan fisik
seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf.
Penjabaran ranah psikomotorik ini sangat sukar karena seringkali tumpang tindih
dengan ranah kognitif dan afektif. Dari penjelasan di atas, maka ranah-ranah tersebut
harus selalu diperhatikan karena satu sama lain saling menunjang dalam kegiatan
pembelajaran.

3. Hakekat Mengajar
Hakekat mengajar menurut Pasaribu dan Simanjuntak(1982): Mengajar adalah
menanamkan pengetahuan pada anak. Kalau pengertian dianut maka tujuannya adalah
penguasaan pengetahuan oleh anak. Hal ini berarti anak pasif guru centered. Guru
Berperanan, lagi bahan pelajaran bersifat intelektualitas.
1. Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada anak. Kalau ini yang dianut maka
masalahnya hampir sama seperti hal tersebut. Hanya disini ditekankan penyampaian
pewarisan pengetahuan (kebudayaan) pada hal diharapkan dari anak mengembangkan
kebudayaan dengan menciptakan kebudayaan yang selaras dengan tuntutan zaman.
2. Mengajar adalah suatu kegiatan mengorganisasi (mengatur) lingkungan sebaik-baiknya
dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Kalau pengertian
ini yang dianut maka penegertiannya Sama dengan pengertian mendidik. Guru Hanya
membimbing (mengatur lingkungan) anak yang belajar untuk menyesuaikan dirinya
dengan lingkungan. Jadi mengajar dapat diartikan menanamkan pengetahuan,
menyampaikan pengetahuan dan kegiatan mengorganisasi (mengatur) lingkungan untuk
menyampaikan sebuah ilmu atau ketrampilan.

4. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Rifa’i (2010:85) hasil belajar merupakan perilaku yang diperolehpeserta


didik setelah mengalami kegiatan belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan tingkah laku
tergantung dengan apa yang dipelajari peserta didik. Sudjana (Dalam Uno, 2012:141)
menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajar. Sejalan dengan pengertian di atas Anitah (2008:2.18) menyatakan
bahwa hasil belajar merupakan puncak dari suatu proses yang dilakukan dalam belajar yang
diiringi dengan kegiatan tindak lanjut. Hasil belajar harus menunjukkan suatu perubahan
tingkah laku atau perolehan tingkah laku yang baru dari siswa yang bersifat menetap,
fungsional, positif dan disadari.

Dari beberapa pendapat di atas maka hasil belajar adalah perubahan tingkah laku dan
kemampuan siswa setelah mengalami kegiatan belajar. Perubahan tingkah laku dan
kemampuan yang diperoleh bersifat menetap, fungsional, positif dan disadari dari suatu
proses belajar yang diiringi dengan kegiatan tindak lanjut. Penilaian hasil belajar siswa
mencakup kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan yang dilakukan secara
berimbang sehingga dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap peserta didik
terhadap standar yang telah ditetapkan. Penilaian sebagai proses pengumpulan dan
pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik mencakup
penilaian otentik. Penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan secara
komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output)
pembelajaran (Permendikbud no 66). Teknik dan instrumen yang digunakan untuk penilaian
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan adalah sebagai berikut:

1. Penilaian kompetensi sikap


Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri (self
evaluation), penilaian “teman sejawat” (peerevaluation), dan jurnal. Instrumen yang
digunakan untuk penilaian kompetensi sikap adalah daftar cek atau skala penilaian
(rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.
a. Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan
dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang
diamati.
b. Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk
mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian
kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri.
c. Penilaian antarpeserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta
peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi.
d. Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi
hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan
dengan sikap dan perilaku.

2. Penilaian Kompetensi Pengetahuan

Pendidik melakukan penilaian kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan,
dan penugasan.

a. Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar salah,
menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi pedoman penskoran.
b. Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan.
c. Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan atau projek yang dikerjakan secara
individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.
d. Penilaian Kompetensi Keterampilan
Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu
penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu
dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang
digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik.
a. Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan
suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi.
b. Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan
perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu
tertentu.
c. Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan
seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-integratif
untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik
dalam kurun waktu tertentu. Instrumen penilaian harus memenuhi persyaratan:
1) Substansi yang merepresentasikan kompetensi yang dinilai;
2) Konstruksi yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen
yang digunakan; dan
3) Penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik. (Permendikbud No 66 Tahun 2013)

Berdasakan keterangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa penilaian hasil


belajar yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah penilaian kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Instrumen yang digunakan untuk menilai kompetensi
sikap adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan
pada jurnal berupa catatan pendidik. Instrumen yang digunakan untuk menilai
pengetahuan adalah melalui tes tertulis, tes lisan, dan penugasan. Instrumen yang
digunakan untuk menilai keterampilan siswa adalah dengan menggunakan daftar cek atau
skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik penilaian.

5. Pendekatan Kontekstual
Dewasa ini ada kecendrungan untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan
belajar lebih baik, jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih
bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya.
Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam
kompetisi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak
menyelesaikan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Dalam proses belajar mengajar diperlukan strategi pembelajaran yang dilakukan
oleh guru supaya siswa memiliki minat belajar yang tinggi terhadap mata pelajaran yang
diajarkan khususnya pelajaran Sains (IPA). Dengan adanya minat belajar yang tinggi,
diharapkan siswa memperoleh hasil belajar yang optimal. Strategi pembelajaran yang
dimaksud adalah dengan menggunakan Pendekatan Kontekstual atau Contextual
Teaching and Learning (CTL).
Model pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)
menurut Sanjaya (2006) menyatakan bahwa belajar dalam CTL bukan hanya sekedar
duduk, mendengarkan dan mencatat , tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara
langsung. Lebih jauh ia mengupas bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL)
adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa
secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajarinya dan menghubungkannya
dengan situasi kehidupan nyata, sehingga didorong untuk dapat menerapkan dalam
kehidupan mereka.
Pembelajaran kontekstual atau Contekstual Teaching and Learning ( CTL) adalah
suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa
secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya
dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya
dalam kehidupan mereka (UdinSyaefudin, 2009:162).
Pembelajaran kontekstual memandang bahwa belajar bukanlah menghafal,
akan tetapi belajar adalah proses pengalaman dalam kehidupan nyata. Pengajaran dengan
menggunakan pembelajaran kontekstual mendorong anak agar dapat menemukan makna
dari pembelajaran dengan menghubungkan materi yang dipelajari dengan situasi
kehidupan nyata, sehingga pengetahuan yang didapat akan tertanam erat dalam
memorinya. Pembelajaran kontekstual merupakan sebuah sistem yang menyeluruh dan
terdiri dari bagian bagianyang saling terhubung (E.B Jhonson,2008:65). Jika bagian-
bagian ini terjalin satu sama lain maka akan membuat para siswa mampu membuat
hubungan yang menghasilkan makna.
Menurut Nur Hadi (2003 : 1) Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah
konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan
dan situasi dunia nyata siswa. Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and
Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru dalam mengaitkan antara
pokok bahasan yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif,
yakni:

1) Konstruktivisme (Constructivisme)

Konstruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan


manusia dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas. sehingga siswa harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna
melalui pengalaman nyata maupun keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar.
Dalam pandangan konstruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan
seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Pengetahuan tumbuh
dan berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan
semakin kuat apabila selalu diuji dengan pengalaman baru (Nurhadi, 2002: 10).

2) Bertanya (Questioning)

Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Menurut Nasution
(2004: 161), bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk:

a. Mendorong anak berfikir untuk memecahkan suatu soal.


b. Membangkitkan pengertian yang lama maupun yang baru.
c. Menyelidiki dan menilai penguasaan murid tentang bahan pelajaran.
d. Membangkitkan minat untuk sesuatu, sehingga timbul keinginan untuk
mempelajarinya.
e. Mendorong anak untuk menginterprestasi dan mengorganisasi pengetahuan dan
pengalamannya dalam bentuk prinsip/generalisasi yang lebih luas.
f. Menyelidiki kepandaian, minat, kematangan, dan latar belakang anak-anak.
g. Menarik perhatian anak atau kelas.
Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan
pembelajaran yang berbasis inkuiri. Adapun penerapannya dalam kelas, hampir
semua aktivitas belajar, kegiatan bertanya dapat diterapkan: antara siswa dengan
siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan
orang lain yang didatangkan ke kelas, dsb.
3) Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL


(Nurhadi, 2002: 12). Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan
bukan hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru
harus merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan.
Adapun siklus dalam kegiatan inkuiri adalah observasi, bertanya, mengajukan
dugaan, mengumpulkan data dan menyimpulkan. Adapun langkah-langkah dalam
kegiatan inkuiri adalah:
a. Rumusan masalah → hipotesis
b. Mengamati atau melakukan observasi → pengumpulan data
c. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dll.
d. Mengkomunikasikan/menyajikan hasil karya kepada pembaca, teman sekelas, guru,
atau audien yang lain.
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari
kerjasama dengan orang lain. Metode pembelajaran dengan teknik learning community
sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu
melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam
kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen yaitu ada yang pandai dan ada yang
kurang pandai supaya dapat terjadi komunikasi dua arah (Nurhadi, 2002: 15).
5) Pemodelan (Modelling)
Pemodelan adalah suatu kegiatan pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan
tertentu yang dalam pelaksanaannya terdapat model yang bisa ditiru. Dalam pendekatan
Kontekstual atau CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan
melibatkan siswa. Seorang siswa dapat ditunjuk untuk memberi contoh temannya tentang
kegiatan yang akan dilakukan. Ada kalanya siswa lebih paham apabila diberi contoh oleh
temannya (Nurhadi, 2002: 16).
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke
belakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Selain itu, refleksi merupakan
respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Pengetahuan
yang dimiliki oleh siswa diperluas melalui konteks pembelajaran yang kemudian
diperluas sedikit demi sedikit. Kunci dari semua itu adalah bagaimana pengetahuan itu
mengendap di benak siswa. Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak
agar siswa dapat melakukan refleksi (Nurhadi, 2002: 18).
7) Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan
gambaran perkembangan belajar siswa. Data yang dikumpulkan melalui kegiatan
penilaian bukanlah mencari informasi tentang belajar siswa. Gambaran perkembangan
belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami
proses pembelajaran yang benar. Pembelajaran yang benar memang seharusnya
ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari bukan ditekankan
pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran (Nurhadi,
2002: 19). Menurut Nurhadi (2002: 10), sebuah kelas dikatakan menggunakan
pendekatan CTL jika menerapkan komponen-komponen tersebut di atas dalam
pembelajarannya.
Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut :
a. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan
ketrampilan barunya.
b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d. Menciptakan masyarakat belajar (belajar dalam berkelompok-kelompok).
e. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
f. Melakukan refleksi di akhir pertemuan.
g. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Dari penjelasan di atas, maka pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
kontekstual CTL khususnya pada materi pembelajaran IPA bagi siswa kelas IV SD
Negeri 013 Lubuk Kembang Sari Kecamatan Singingi Hilir, dapat meningkatkan minat
dan hasil belajar Sains (IPA), karena ilmu dan pengalaman yang diperoleh siswa dari
menemukan sendiri, siswa dapat bertanya maupun mengajukan pendapat tentang materi
yang diajarkan, siswa dapat melakukan kerja kelompok melalui masyarakat belajar, guru
dapat melakukan pemodelan, dan dilakukan penilaian yang sebenarnya dari kegiatan
yangsudah dilakukan siswa.
B. Kerangka Berpikir

GURU : SISWA
Kondisi Awal/ Pembelajaran
Pra Siklus Bersifat Hasil belajar IPA
Konvensional rendah

Siklus I
GURU :
Menggunakan Menggunakan metode
Pendekatan CTL Observasi, Penemuan,
Tanya jawab, Diskusi,
Tugas, Pemodelan,
Kelompok

Siklus II

Menggunakan
metode Observasi,
Penemuan, Diskusi,
Tugas jawab,
Kelompok, dan
Pemodelan,

Hasil belajar IPA


Kondisi Akhir
Meningkat

Gambar 1: Kerangka Berpikir

C. Hipotesis Tindakan
Melalui penggunaan pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning
(CTL), hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri 013 Lubuk Kembang Sari Kecamatan
Singingi Hilir, Kabupaten Kuantan Singingi pada pembelajaran IPA dapat meningkat.
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN

A. Subjek, Tempat, Waktu Penelitian Dan Pihak Yang Membantu

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian pada penelitian tindakan kelas ini adalah : Seluruh siswa kelas IV,
sebanyak 29 siswa terdiri dari 17 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan .

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 013 Lubuk Kembang Sari Kecamatan Singingi
Hilir Kabupaten Kuantan Singingi. Sekolah tersebut dijadikan lokasi penelitian karena
peneliti mengajar di sekolah itu, sehingga peneliti lebih mengenal karakteristik siswa
yang ada di sekolah tersebut.

3. Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung pada tanggal 15 Oktober 2022 sampai 2 November 2022.
Selama bulan Oktober November 2022 dipilih karena waktu tersebut, berdasarkan
program yang telah disusun oleh peneliti pada semester 1 ini.

TABEL 1.
JADWAL KEGIATAN
PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN

Tema 3
No Siklus Hari/Tanggal Waktu Ket
/Mata Pelajaran

1 Pra Siklus Rabu, 17 Oktober 2022 09.35-10.45 B. Indonesia

Siklus I
2 Pertemuan 1 Kamis, 18 Oktober 2022 08.05-09.15 IPA

3 Pertemuan 2 Kamis, 18 Oktober 2022 08.05-09.15 PKN

4 Pertemuan 3 Selasa, 23 Oktober 2022 09.35-10.45 B. Indonesia

5 Pertemuan 4 Rabu, 23 Oktober 2022 11.05-12.15 IPS


6 Pertemuan 5 Kamis, 25 Oktober 2022 11.05-12.15 SBDP
Siklus II
7 Pertemuan 1
Rabu, 31 Oktober 2022 08.05-09.15 IPA

8 Pertemuan 2 Rabu, 31 Oktober 2022 09.35-10.45 B. Indonesia

9 Pertemuan 3 Kamis, 1 November 2022 09.35-10.45 PKN

10 Pertemuan 4 Jum’at, 2 November 2022 07.30-09.15 B. Indonesia

11 Pertemuan 5 Jum’at, 2 November 2022 09.35-10.45 IPS

B. DESAIN PROSEDUR PERBAIKAN PEMBELAJARAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan


pendekatan kontekstual sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar IPA bagi siswa
kelas IV semester I SD Negeri 013 Lubuk Kembang Sari Kecamatan Singingi Hilir
Kabupaten Kuantan Singingi. Kegiatan penelitian direncanakan sebanyak 2 siklus.
Setiap siklus prosedur atau langkah-langkah yang akan dilakukan terdiri dari 4
komponen kegiatan pokok, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Adapun proses penelitian dijelaskan sebagai berikut:

Siklus I

1. Perencanaan

a. Membuat skenario pembelajaran I dengan menerapkan pendekatan CTL dan


menggunakan metode diskusi, Inquiri, bertanya, Diskusi, Pemodelan, observasi
(pengamatan), karya wisata, dan tugas.
b. Menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS).
c. Mendesain alat observasi untuk melihat hasil belajar siswa.

2 Tindakan
a. Guru menyiapkan rencana pembelajaran I.
b. Guru mengkondisikan siswa dalam bentuk learning community dimana siswa
dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen misalnya ada
yang pandai dan ada yang kurang pandai supaya dapat terjadi komunikasi dua
arah.
c. Guru melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan kontekstual
dan menggunakan metode, Inquri, bertanya, diskusi, observasi (pengamatan),
pemodelan dan tugas, sesuai dengan langkah-langkah dalam rencana
pembelajaran
d. Guru mengevaluasi daya serap siswa terhadap proses pembelajaran dan pos tes
I.
e. Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa dapat
melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.

3. Observasi

Kegiatan observasi dilakukan untuk mengumpulkan data aktivitas pembelajaran,


baik data siswa atau guru. Kegiatan observasi ini meliputi langkah-langkah sebagai
berikut :

a. Observer menyiapkan lembar pengamatan untuk memotret situasi kelas, baik situasi
guru ataupun situasi siswa selama peoses pembelajaran berlangsung.
b. Observer mengumpulkan data hasil observasi.

4. Refleksi

Sumber data yang telah dikumpulkan oleh observer dianalisis bersama-sama


antara peneliti dengan teman sejawat. Data-data yang diperoleh selanjutnya disimpulkan
bagaimana hasil belajar siswa dan hasil pembelajaran guru, langkah berikutnya adalah
refleksi terhadap hasil yang telah dikerjakan. Pertanyaan yang perlu dikemukakan
dalam proses refleksi adalah :

a. Apakah terjadi peningkatan kualitas belajar siswa?


b. Apakah proses pembelajaran menerapkan pendekatan Kontekstual atau CTL pada
pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa?
c. Berapa banyak jumlah siswa yang mengalami peningkatan hasil belajar, sudahkah
mencapai target yang diinginkan sesuai indikator penelitian?
d. Apakah motivasi belajar siswa meningkat?

Siklus II

1. Perencanaan

Berdasarkan hasil refleksi pada Siklus I, baik yang berkaitan dengan guru, siswa
maupun perangkat, maka diadakan perencanaan ulang yang meliputi :

a. Identifikasi masalah
Masalah pokok yang dihadapi dan dikaji dari hasil refleksi Siklus I.
b. Rencana tindakan
Tindakan yang direncanakan tertuang dalam rencana pembelajaran II dengan
menerapkan pendekatan kontekstual

2. Tindakan

a. Guru melakukan pembelajaran menggunakan Rencana Pembelajaran II, seperti pada


tindakan Siklus I.
b. Guru melaksanakan ulangan harian II atau pos tes II untuk mengukur prestasi
belajar siswa.

3. Observasi

a. Observer melakukan semua langkah observasi sebagaimana pada Siklus I.


b. Observer mendata hasil ulangan harian II.

4. Refleksi

Peneliti dan tim kolaborasi menganalisis semua tindakan kelas pada Siklus II,
sebagaimana langkah yang telah dilakukan pada Siklus I. Kegiatan ini untuk mengukur
dan mengambil kesimpulan apakah penggunaan pendekatan kontekstual dapat
meningkatkan hasil belajar pada pelajaran IPA
C. Teknik Analisis Data

Data yang akan diambil selama Penelitian Perbaikan Pembelajaran diperoleh dengan
cara melakukan observasi, dokumentasi, dan tes.

1. Observasi dilaksanakan dengan menggunakan instrumen pengukuran kinerja kognitif,


afektif maupun psikomotorik, lembar penilaian dan lembar observasi.
2. Dokumentasi dilaksanakan untuk mendokumentasikan proses pembelajaran sebagai
pendukung observasi.
3. Tes dilaksanakan dengan menggunakan tes tertulis untuk mengukur kemampuan siswa
dalam menguasai materi bagian-bagian tumbuhan. Dan bagian-bagaian tubuh hewan.
Adapun Analisis Data sebagai berikut :
a. Prestasi belajar siswa dianalisa dengan analisis diskriptif komperatif yaitu dengan
membandingkan nilai tes antar siklus dengan indikator kinerja.
b. Hasil observasi dianalisa dengan analisis deskriptif.

Adapun Indikator Kinerja dalam Penelitian Perbaikan Pembelajaran ini berupa :

1) Nilai rata-rata kelas siswa pada materi tema peduli terhadap lingkungan minimal
75 (rentang nilai 0 sampai dengan 100).

Tingkat keaktifan siswa dalam pembelajaran yang ditandai dengan :

 Keaktifan dalam tiap-tiap kelompok minimal 4 atau 5 siswa (setiap kelompok


terdiri atas ≤ 5 siswa)
 Keaktifan dalam menjawab atau menanggapi pertanyaan minimal 15 siswa
dari 29 siswa dalam satu kelas.

Anda mungkin juga menyukai