Anda di halaman 1dari 21

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA TERHADAP PENINGKATAN

PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI CUACA DI SD/MI

Ratih Ida Tristanti¹, Sherli Bilivina².

Program Studi PGMI, Universitas Sains Al-Qur’an Wonosobo, Jawa Tengah, Indonesia.

Abstrak :
Menurut Peraturan Kepala BMKG nomor 009 tahun 2010, pengertian cuaca adalah sebagai
berikut : Cuaca adalah kondisi atmosfer yang terjadi pada waktu dan tempat tertentu.  Selain cuaca,
kita juga sering mendengar istilah iklim yang berarti kumpulan dari cuaca itu sendiri. Jika diartikan
lebih ringkas iklim juga dapat diartikan sebagai keadaan cuaca rata-rata yang terjadi dalam kurun
waktu satu tahun. Materi cuaca ini diberikan pada siswa kelas III di MI Cokroaminoto Panawaren
yang mana pada usia tersebut pemikiran siswa masih abstrak oleh karena itu perlu adanya
perangsang pikiran,perasaan,perhatian pada siswa dalam mempelajari materi cuaca dengan mudah.

Kata Kunci :Media, Alat Peraga, Cuaca, Hasil Belajar.


PENDAHULUAN

Guru merupakan ujung tombak keberhasilan pelaksanaan proses pendidikan. Dalam proses
belajar guru mempunya itu gas untuk memilih metode, media dan menetapkan strategi yang tepat
sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pembelajaran. Sarana dan
prasarana juga sangat diperlukan untuk menunjang jalannya proses pembelajaran, seperti
penggunaan media pembelajaran (Azimi dkk, 2017).
Sebuah informasi dapat disampaikan melalui gambar. Bagian latar belakang objek utama
pada gambar perlu diamati agar kita memperoleh informasi yang lebih jelas. Penggunaan alat
peraga dalam kegiatan belajar mengajar bertujuan agar tercipta pembelajaran yang menarik,
bermakna, berkesan, dan membuat peserta didik menjadi lebih paham. Adanya media pembelajaran
juga dapat memicu berkembangnya kecerdasan dan emosional peserta didik sehingga dapat
memotivasi belajar, meningkatkan kreativitas, dan belajar berfikir Higher Order Thinking Skill
(HOTS).
Agar dapat memperoleh pemahaman, maka proses belajar sepatutnya dilakukan secara aktif
yaitu misalnya siswa mengalami, melakukan, mencari dan menemukan suatu konsep melalui
berbagai kegiatan (Sumiati dan Asra, 2008). Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan yaitu melalui
kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik merupakan suatu
pendekatan yang melibatkan keterampilan proses sains sehingga peserta didik secara aktif
menyusun konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan mengamati, merumuskan pertanyaan,
mengumpulkan data, menganalisis data dan menarik kesimpulan serta mengomunikasikan konsep,
hukum atau prinsip.
Cuaca adalah salah satu kompetensi inti pada peserta didik SD/MI kelas III, pembahasan
tersebut membutuhkan metode pembelajaran yang dapat dengan mudah dipahami oleh peserta
didik. Kompetensi inti yang luas, dalam materi ini harus dijelaskan dan diajarkan kepada peserta
didik secara kreatif dan inovatif, agar meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
Upaya yang dapat diterapkan untuk meningkatkan keberhasilan pembelajaran sains yaitu
dengan menggunakan media pembelajaran yaitu alat peraga cuaca. Media pembelajaran merupakan
perantara atau pengantar yang dapat menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan
dan kemajuan peserta didik sehingga mendorong terjadinya proses pembelajaran pada dirinya.

KAJIAN TEORITIK

Hakikat Penelitian dan Pengembangan Metode Research and Development yang biasa
disingkat (R&D) sama maknanya dengan penelitian pengembangan. Menurut Borg and gall
(Saputro, 2017:8) “Educational Research and development (R&D) is a process used to development
products”. Selanjutnya Menurut Sukmadinata (Saputro, 2017:8) “Research and Development adalah
pendekatan penelitian untuk menghasilkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang
sudah ada”. Kemudian Sugiyono (2009:407) menambahkan “metode Research and development
adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan sebuah produk tertentu dan menguji
keefektifan produk tersebut”. Kemudian, Saputro (2017:8) menyimpulkan bahwa “metode Research
and Development (R&D) adalah penelitian yang menghasilkan sebuah produk dalam bidang
keahlian tertentu, yang diikuti produk sampingan tertentu serta memiliki keefektifitasan dari sebuah
produk tertentu”.
Dengan demikian, penelitian pengembangan merupakan penelitian yang dilakukan untuk
penciptaan produk baru atau memperbaiki produk lama agar kegunaannya menjadi lebih efektif dan
efesien. Penciptaan dan pengembangan produk tersebut dilaksanakan secara bertahap serta sesuai
dengan kebutuhan yang akan dipenuhi.

TUJUAN PEMBELAJARAN IPA

Tujuan pembelajaran IPA adalah sebagai berikut. (1) memahami alam sekitar; (2) memiliki
keterampilan untuk mendapatkan ilmu berupa keterampilan proses/metode ilmiah; (3) memiliki
sikap ilmiah di dalam mengenal alam sekitar dan memecahkan masalah yang dihadapinya
(Sulistyorini, 2007: 15).
Sikap ilmiah yang dikembangkan meliputi: rasa ingin tahu, keinginan untuk mengetahui
sesuatu yang baru (unik), kerjasama (cooperation), ketekunan, keterbukaan, kritik diri, tanggung
jawab, kebebasan berpikir (independence in thinking) dan disiplin disiplin diri (self-discipline),
memiliki pengetahuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.
Menurut Khaeruddin (2007: 182-183), mata pelajaran IPA bertujuan antara lain: Membekali
peserta didik memiliki kemampuan mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep
IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan rasa
ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara
IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, mengembangkan keterampilan proses untuk
menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. Sedang ruang lingkup
bahan kajian IPA meliputi aspek-aspek berikut : (1) makhluk hidup dan proses kehidupan; (2)
benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya; (3) energi dan perubahannya; (4) bumi dan alam
semesta.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran IPA adalah
untuk: (1) meningkatkan kualitas pembelajaran IPA seperti meningkatkan efektivitas pembelajaran,
minat dan motivasi, dan penguasaan kompetensi pembelajaran IPA, yaitu pemahaman tentang alam,
keterampilan IPA, sikap ilmiah dan bekal pengetahuan IPA; (2) mengembangkan dan memperluas
substansi materi IPA dalam pembelajaran dan penguasaan keterampilan IPA. Substansi materi IPA
seperti pengetahuan biologi, fisika, dan ilmu bumi sedang penguasaan keterampilan IPA seperti
keterampilan mengamati, meneliti, memprediksi, inferensi, dan menyimpulkan.
Dalam konteks pembelajaran IPA di MI/SD menurut Mallinson dalam Bundu (2006: 64)
memiliki dua tujuan utama yaitu : (1) mengembangkan dimensi pengetahuan siswa; dan (2)
mengembangkan dimensi perfoma siswa. Dimensi pengetahuan mengacu pada pengintegrasian
konsep biologi, fisika, dan pengetahuan area bumi, sedang dimensi perfoma menyangkut
pengembangan kemampuan dan keterampilan bermakna. Dimensi ini membantu siswa melakukan
hal yang lebih baik bukan hanya mengetahui yang lebih pada pengetahuan.
Tujuan tersebut harus dicapai dalam pembelajaran IPA di MI agar siswa yang menempuh
Madrasah Ibtidaiyah sudah memiliki konsep agama yang jelas dan juga diharapkan mampu
mengintegrasikan konsep agama dengan konsep keilmuan atau keilmiahan untuk mencapai
pengetahuan yang utuh diantara pemeluk agama. Ajaran yang berorientasi pada kesalehan sosial,
yaitu pengamalan ilmu agama dalam kehidupan bermasyarakat atau bermasyarakat. Walaupun
tujuan lainnya adalah membentuk sikap dan perilaku untuk menjaga kelestarian alam, namun kita
harus menjaga dan melestarikan alam kita untuk kepentingan kehidupan manusia. Merawat alam ini
sebenarnya juga bagian dari ibadah kepada Allah, yaitu hubungan horizontal.
Pembelajaran IPA sebagai bagian dari ilmu yang memiliki keterkaitan dengan alam yang
berhubungan dengan alam, yang secara langsung mempengaruhi kehidupan di alam, termasuk
manusia. Maka ketika konsep pembelajaran IPA diajarkan, maka IPA harus dilakukan dengan cara
yang benar dan menyeluruh agar ilmu yang kita pahami menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kita
untuk lebih menjaga dan melindungi alam ini.

FUNGSI PEMBELAJARAN IPA

Secara umum dapat dianalisis dari beberapa buku bahwa mata pelajaran IPA berfungsi
antara lain sebagai berikut:
1. Memberikan informasi tentang berbagai jenis dan ciri lingkungan alam dan lingkungan
buatan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Berbagai masalah yang dapat
diperoleh dari lingkungan buatan seperti lingkungan rumah. Gejala sains yang bisa dipelajari
dari lingkungan, misalnya: deterjen (seperti rinso, soklin dan sebagainya) Para siswa harus
menyelidiki sifat benda-benda tersebut dengan menggabungkan hal-hal yang tidak kita
inginkan. Lingkungan alam adalah alam yang terjadi secara alami. Yang terpenting adalah
mempelajari berbagai komponen alam, agar siswa mengetahui prinsip-prinsip bertindak
terhadap alam, sehingga lingkungan tetap mendukung kehidupan manusia secara memadai.
2. Mengembangkan keterampilan proses. Kompetensi proses adalah kemampuan fisik ataupun
mental yang diperlukan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan ilmiah.
Dengan kemampuan ini, siswa diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan yang sesuai
dengan hakikat sains. Contoh keterampilan yang diharapkan dapat dikembangkan oleh siswa
adalah keterampilan: (a) mengamati; (b) menggolong-golongkan; (c) menerapkan konsep;
(d) meramalkan; (e) menafsirkan; (f) menggunakan alat; (g) mengkomunikasikan; (h)
mengajukan pertanyaan; (i) merencanakan penelitian atau percobaan. Keterampilan ini akan
terwujud jika siswa diberikan kesempatan untuk melaksanakannya di dalam kegiatan
pembelajaran.
3. Mengembangkan wawasan, sikap, dan nilai yang berguna bagi siswa untuk meningkatkan
kualitas kehidupan sehari-hari. Memperluas wawasan terhadap alam secara benar sesuai
dengan sifat alamnya, misalnya terjadinya bianglala merupakan gejala alam yang dapat
diterangkan secara rasional, pohon yang besar mempunyai sifat sama dengan pohonpohon
lainnya yang sering kita tebang. Dari segi sains, tidak ada pohon yang keramat, semuanya
sama dan unsur-unsur yang membangunnya dapat dianalisis secara ilmiah. Sikap peduli
terhadap lingkungan, tanggap terhadap perubahan lingkungan, sikap objektif dan terbuka
merupakan tugas pembelajaran sains untuk dikembangkannya. Nilai-nilai yang dapat
dikembangkan melalui pembelajaran sains misalnya rasa cinta lingkungan, rasa cinta
terhadap sesama makhluk hidup, menghormati hak asasi manusia dan sebagainya.
4. Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan yang saling
mempengaruhi antara kemajuan sains dan teknologi dengan keadaan lingkungan dan
pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari. Kesadaran akan keterkaitan antara kemajuan
sains dengan teknologi hanya akan dikenal jika pembelajaran sains selalu disajikan dengan
mengkaitkannya aplikasi sains dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, sangat
diharapkan bahwa setelah siswa memahami konsep sains maka konsep itu dihubungkan
dengan aplikasinya dalam kehidupan siswa, misalnya, pemuaian udara dihubungkan dengan
bentuk kompor di rumah atau dihubungkan dengan prinsip pemadam kebakaran.
5. Mengembangkan kemampuan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
keterampilan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk melanjutkan
pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi.
PERKEMBANGAN KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK

Karakteristik peserta didik menurut Asyar (2012:86) “(a) Karakteristik berhubungan dengan
latar belakang, lingkungan hidup dan status sosial (social culture); (b) karakteristik berkenaan
dengan perbedaan-perbedaan kepribadian dan tingkah laku”. Selanjutnya Munadi (Asyhar,
2012:86) menambahkan bahwa: Dalam identifikasi karakteristik peserta didik, ada dua hal yang
harus diperhatikan yaitu : (a) Karakteristik yang bersifat umum, seperti perserta didik kelas berapa,
jenis kelamin apa, latar belakang budaya apa, kebiasaan dan sebagainya, dan (b) karakteristik yang
bersifat khusus, seperti pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan sebagai hasil dari pembawaan
dan pengalaman. Danim (2013:4) menyebutkan “ada empat hal dominan dari karakteristik peserta
didik: (1) kemampuan dasar, misalnya, kemampuan kognitif atau intelektual, afektif dan
psikomotor; (2) latar belakang kultural lokal, status sosial, status ekonomi, agama,dan sebagainya;
(3) perbedaan-perbedaan kepribadian seperti sikap, perasaan, minat, dan lain-lain; (4) Cita-cita,
pandang kedepan, keyakinan diri, daya tahan, dan lain-lain”. Karakteristik anak sekolah dasar,
memang harus dipahami oleh para pendidik agar pendidik mampu memberikan asupan
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh peserta didiknya.
Anak memiliki tingkat pengalaman yang berbeda-beda hal ini sejalan dengan pendapat
menurut Piaget (Aunurrahman, 2013:59) “secara umum semua anak berkembang melalui urutan
yang sama, meskipun jenis dan tingkat pengalaman mereka berbeda satu sama lainnya.
Perkembangan mental anak terjadi secara bertahap dari tahap yang satu ke tahap yang kebih tinggi”.
Peserta didik kelas III Sekolah Dasar pada rentang usianya berada pada usia 7-11 tahun. Menurut
Danim (2013:106) “tahap operasional konkrit (concrete operationalstage), yang berlangsung kira-
kira pada usia 7-11 tahun”. Selanjutnya Menurut Susanto (2013: 78): Anak pada usia sekolah dasar
berada pada tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun). Dimana pada rentang usia ini anak mulai
menunjukkan perilaku belajar yang berkembang, yang ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Anak mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari aspek situasi ke aspek lain
secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak.
2. Anak mulai berfikir secara operasional, yakni anak mampu memahami aspek –aspek
kumulatif materi.
3. Anak dapat menggunakan cara berfikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-
benda yang bervariasi beserta tingkatannya.
4. Aanak mampu membentuk dan menggunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip
ilmiah sederhana, dan menggunakan hubungan sebab akibat.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut karakteristik peserta didik sekolah dasar (usia 7-12
tahun) dapat disimpulkan bahwa anak sekolah dasar memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Siswa juga belajar dari hal yang mudah ke tingkat yang lebih sulit sesuai dengan perkembangannya.
Usia sekolah merupakan masa dimana siswa memperoleh pengetahuan dasar tentang hubungan
antara aturan-aturan yang cocok untuk keberhasilan adaptasi di masa yang akan datang.

HAKEKAT ALAT PERAGA

Alat peraga adalah alat yang digunakan guru untuk menyampaikan materi pembelajaran.
Alat-alat tersebut lebih sering disebut sebagai alat peraga karena mendukung dan mengilustrasikan
sesuatu dalam proses pedagogis pengajaran. Alat pengajaran ini didasarkan pada prinsip bahwa
pengetahuan dalam diri setiap orang diterima atau ditangkap melalui panca indera. Semakin banyak
indera yang digunakan untuk menerima sesuatu, semakin banyak dan jelas informasi yang diterima.
Dengan kata lain, alat peraga ini bertujuan untuk menggerakkan indra sebanyak-banyaknya
terhadap objek untuk memudahkan pengamatan (pemahaman).

Edgar Dale mengklasifikasikan alat peraga menjadi 11 jenis dan menggunakan kerucut
untuk menggambarkan tingkat intensitas masing-masing alat peraga. Dari kerucut terlihat bahwa
lapisan dasar terdiri dari benda-benda nyata dan terdapat kata-kata di atasnya. Artinya, objek nyata
dalam proses pendidikan memiliki intensitas tertinggi dalam persepsi materi pembelajaran.
Meskipun menyampaikan materi melalui kata-kata saja jauh kurang efektif atau intensitasnya paling
rendah. Jelas bahwa penggunaan alat peraga adalah salah satu prinsip dari proses pengajaran.
Beberapa definisi alat peraga menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1. Sudjana (2009), pengertian alat peraga pendidikan adalah suatu alat yang dapat diserap
oleh ma ta dan telinga dengan tujuan membantu guru agar proses belajar mengajar
siswa lebih efektif dan efisien.
2. Faizal (2010), mendefinisikan alat peraga pendidikan sebagai instrumen audio maupun
visual yang digunakan untuk membantu proses pembelajaran menjadi lebih menarik dan
membangkitkan minat siswa dalam mendalami suatu materi.
3. Wijaya dan Rusyan (1994), yang dimaksud alat peraga pendidikan adalah media
pendidikan berperan sebagai perangsang belajar dan dapat menumbuhkan motivasi
belajar sehingga siswa tidak menjadi bosan dalam meraih tujuan-tujuan belajar.
4. Nasution (1985), alat peraga pendidikan adalah alat pembantu dalam mengajar agar
efektif.
5. Suhardi, 1978 Pengertian alat peraga pendidikan atau Audio-Visual Aids (AVA) adalah
media yang pengajarannya berhubungan dengan indera pendengaran.
6. Sumad (1972), mengemukakan bahwa alat peraga atau AVA adalah alat untuk
memberikan pelajaran atau yang dapat diamati melalui panca indera. Alat peraga
merupakan salah satu dari media pendidikan adalah alat untuk membantu proses belajar
mengajar agar proses komunikasi dapat berhasil dengan baik dan efektif.
7. Amir Hamzah (1981) bahwa alat peraga pendidikan adalah alat-alat yang dapat dilihat
dan didengar untuk membuat cara berkomunikasi menjadi efektif.

Media berasal dari bahasa latin, yang merupakan bentuk jamak dari "medium" yang
memiliki arti secara harfiah yaitu perantara atau pengantar. Banyak pakar dan juga organisasi yang
memberikan batasan mengenai pengertian media. Beberapa di antaranya mengemukakan bahwa
media adalah sebagai berikut:
1. Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.
Jadi media adalah perluasan dari guru (Schram, 1977).
2. Sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun audio visual, termasuk teknologi
perangkat kerasnya (NEA, 1969).
3. Alat untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya terjadi proses belajar (Briggs,
1970).
4. Segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran pesan (AECT,
1977).
5. Berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk
belajar (Gagne, 1970).
6. Segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yangdapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa untuk belajar (Miarso, 1989).

PRINSIP-PRINSIP PENGGUNAAN ALAT PERAGA

Pada penggunaan alat peraga, guru perlu memperhatikan beberapa prinsip tertentu agar
penggunaan alat peraga tersebut dapat mencapai hasil yang diharapkan. Menurut Gerlack dan Elly
(Asyhar, 2012:82) prinsip penggunaan alat peraga secara umum yaitu:
1. Kesesuaian, media yang dipilih harus sesuai dengan tujuan pembelajaran, karakteristik
peserta didik dan materi yang dipelajari, serta metode atau pengalaman belajar yang
diberikan kepada peserta didik .
2. Kejelasan sajian.
3. Kemudahan akses, kemudahan akses menjadi salah satu prinsip dalam pemilihan media
pembelajaran. Kemudahan akses juga berhubungan dengan lokasi dan kondisi media.
4. Keterjangkauan, Keterjangkauan disini berkaitan dengan aspek biaya (cost), besar
kecilnya biaya yang diperlukan untuk mendapatkan media adalah salah satu faktor yang
perlu dipertimbangkan.
5. Ketersediaan, pada saat kita hendak mengajar dan dalam rancangan telah disebutkan
macam atau jenis media yang akan dipakai, maka kita perlu mengecek ketersediaan
media tersebut. Apabila media tersebut ternyata tidak tersedia, maka kita perlu
melakukan media pengganti.
6. Kualitas, dalam pemilihan media pembelajaran, kualitas media hendaklah diperhatikan.
Sebaik nya, dipilih media yang berkualitas tinggi.
7. Ada alternatif, tidak tergantung pada satu media saja.
8. Interactivitas, dapat memberikan komunikasi dua arah secara interaktif.
9. Organisasi.
10. Kebaruan, kebaruan media yang akan dipilih juga harus menjadi pertimbangan sebab
media yang baru biasanya lebih baik dan lebih menarik bagi murid.
11. Berorientasi siswa, perlu dipertimbangkan keuntungan dan kemudahan apa yang akan
diperoleh siswa dengan media tersebut.

Selanjutnya Prinsip-prinsip penggunaan alat peraga Menurut Sudjana (2008:104) :


1. Menentukan jenis alat peraga dengan tepat, artinya sebaiknya guru memilih terlebih dahulu
alat peraga manakah yang sesuai dengan tujuan dan bahan pelajaran yang hendak diajarkan.
2. Menetapkan atau memperhitungkan subjek dengan tepat, artinya perlu diperhitungkan
apakah penggunaan alat peraga itu sesuai dengan tingkat kematangan/kemampuan anak
didik.
3. Menyajikan alat peraga dengan tepat, artinya teknik dan metode penggunaan alat peraga
dalam pengajaran haruslah disesuaikan dengan tujuan, bahan, metode, waktu dan sarana
yang ada.
4. Menetapkan atau memperlihatkan alat peragaan pada waktu, tempat dan situasi yang tepat.
Artinya, kapan dan dalam situasi mana pada waktu mengajar alat peraga digunakan.

FUNGSI ALAT PERAGA

Fungsi utama alat peraga adalah untuk memperjelas keabstrakan dari suatu konsep, hal ini
bertujuan agar peserta didik mampu mengartikan kenyataan dari konsep abstrak IPA yang dipelajari
melalui alat peraga yang dihadirkan saat proses pembelajaran. Proses tersebut melalui tahap yang
menggunakan indera sebagai perantara, misalnya dengan cara melihat, meraba, dan merasakan agar
peserta didik mendapatkan pengalaman nyata dalam memindahkan pemikiran yang abstrak kepada
pemikiran yang konkrit. Penggunaan alat peraga dalam setiap pembelajaran diharapkan dapat
membantu para siswa dalam memahami suatu konsep matematika dengan mudah. Media
pembelajaran dihadirkan dalam pembelajaran untuk merangsang siswa dalam belajar. Menurut
Sanaky (Sundayana, 2016: 9).

Syarat Dan Kriteria Alat Peraga

Alat peraga atau media yang digunakan agar tepat sasaran dan dapat digunakan dengan baik
haruslah memenuhi kriteria dan persyaratan. Menurut Asyhar (2012:81) kriteria pemilihan media
atau alat peraga adalah sebagai berikut: “(1) Jelas dan rapi; (2) bersih dan menarik. (3) cocok
dengan sasaran; (4) relevan dengan topik; (5) sesuai dengan tujuan pembelajaran; (6) praktis luwes
dan tahan; (7) berkualitas baik; (8) ukuran sesuai dengan lingkungan belajar”.

KALAYAKAN PRODUK
Menurut Saputro (2017:43) “pelaksanaan penelitian dengan menggunakan metode Research
& Development adalah sebagai berikut: validasi instrumen dan produk penelitian, focus group
discusion (FGD) uji coba kelompok, uji efektifitas produk, pengumpulan data, pengolahan data,
teknik analisis data, kesimpulan dan rekomendasi”. Berdasarkan pelaksanaan penelitian dengan
menggunakan metode Research & Development produk yang dikembangkan oleh peneliti dikatakan
layak, haruslah memenuhi kriteria valid yang di ukur dari diskusi dengan para pakar ahli, praktis
diukur dari hasil uji coba kelompok kecil dan efektif dilihat dari uji coba kelompok besar dengan
mengadakan tes dan pretes. Berikut merupakan penjabaran dari kriteria valid, praktis dan efektif
dalam pengembangan alat peraga matematika papan tali perkalian berbasis metode montessori pada
operasi hitung perkalian dikelas III sekolah dasar.
1. Aspek Kevalidan.
Alat peraga pembelajaran dikatakan valid jika alat peraga tersebut berkualitas baik dan
sesuai dengan alat ukur penilaian. Mengukur ketepatan alat ukur tersebut membutuhkan
beberapa ahli validator atau ahli yang memiliki pengetahuan sesuai dengan desain atau
rancangan produk yang dikembangkan. Menurut sugiyono (2015:414) “validasi produk
dapat dilakukan dengan cara menghadirkan beberapa pakar atau tenaga ahli yang sudah
berpengalaman untuk menilai produk baru yang di rancang. Setiap pakar diminta untuk
menilai desain tersebut, sehingga selanjutnya dapat diketahui kelemahan dan
kekuatannya”. Validator tersebut akan memberikan penilaian terhadap produk yang
telah dikembangkan jika terdapat kesalahan maka dilakukanlah perbaikan design.
Menurut Sugiyono (2015:14) “setelah desain produk, divalidasi melalui diskusi dengan
pakar dan para ahli lainnya, maka akan dapat diketahui kelemahannya. Kelemahan
tersebut selanjutnya dicoba untuk dikurangi dengan cara memperbaiki desain yang
bertugas memperbaiki desain adalah peneliti yang menghasilkan produk tersebut”.
Menurut Rajabi (2015:48) “Perangkat pembelajaran memiliki kriteria valid jika
perangkat pembelajaran tersebut mencerminkan kekonsistenan antar bagian-bagian
perangkat pembelajaran yang disusun serta kesesuaian antara tujuan pembelajaran,
materi pembelajaran dan penilaian yang diberikan”.
2. Aspek Kepraktisan.
Menurut Nieveen (Rochmad, 2012:70) “pengembangan materi pembelajaran, dapat
disinyalir bahwa Nieven mengukur tingkat kepraktisan dilihat dari apakah guru (dan
pakar-pakar lainnya) mempertimbangkan bahwa materi mudah dan dapat digunakan
oleh guru dan siswa”. selanjutnya, menurut Rajabi (2015:49) “perangkat pembelajaran
dikatakan praktis jika disusun dengan mempertimbangkan kemudahan. Kemudahan
dalam arti bahwa perangkat pembelajaran yang disusun mudah untuk dipahami dan juga
digunakan”. Dalam pengembangan ini, alat peraga dikatakan praktis apabila para
responden yaitu guru dan peserta didik menyatakan bahwa alat peraga dapat digunakan
dengan mudah dalam pembelajaran yang ditujukan oleh hasil wawancara peserta didik
dan angket respon guru.
3. Aspek Keefektifan.
Perangkat pembelajaran dikatakan efektif apabila mendapatkan feedback yang baik dari
peserta didik. Menurut Rajabi (2015:49) “keefektifan perangkat didefinisikan sebagai
ketercapaian tujuan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dan pembelajaran tersebut
memperoleh respons positif siswa”. Menurut Sugiyono (2015:415) “Indikator
efektivitas metode mengajar baru adalah, kecepatan pemahaman murid pada pelajaran
lebih tinggi, murid bertambah kreatif dan hasil belajar meningkat”. Dalam penelitian ini,
alat peraga dikatakan efektif ditujukan dengan peningkatan hasil belajar peserta didik
serta ketercapaian tujuan pembelajaran. Ketercapaian tujuan pembelajaran diukur
melalui pretes dan postes. Hal ini sejalan dengan pendapat menurut Saputro (2017:45)
“uji efektifitas model dilakukan dengan menggunakan desain penelitian one-group
pretest-postest design”.
METODE PENGEMBANGAN
Model Pengembangan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian pengembangan. Dalam hal ini produk yang
dikembangkan oleh penulis adalah Sticky Weather (Cuaca Tempel). Menurut Sudjana dalam Trianto
(2013:177) menyatakan bahwa “untuk melaksanakan pengembangan perangkat pengajaran
diperlukan model-model pengembangan yang sesuai dengan sistem pendidikan”. Sehubungan
dengan itu, model pengembangan yang digunakan dalam pengembangan alat peraga sticky weather
yaitu model pengembangan ADDIE.
Pemilihan model pengembangan yang baik dan tepat mengarah pada produk yang baik
sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan, dalam artian produk yang dihasilkan lebih efisien dan
efektif bila digunakan dalam proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan,
yaitu hasil pembuatan perangkat atau produk untuk melaksanakan proses pembelajaran yang
menyenangkan sebagai alat pengajaran pembelajaran IPA yang diuji validitas dan kepraktisannya.
Pengembangan produk proses pembelajaran merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
menciptakan produk pembelajaran berdasarkan teori pengembangan yang diberikan.
Model pengembangan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Model ADDIE
(Analysis-Design-Development-Implementation-Evaluation). Model ADDIE memiliki beberapa
langkah-langkah pengembengan. Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis mencoba
mengembangkan alat peraga IPA materi cuaca dengan metode Montessori. Hasil karya
pengembangan alat ajar sticky weather ini adalah untuk pembelajaran IPA cuaca di sekolah dasar.

PROSEDUR PENGEMBANGAN
ANALYZE (ANALISIS)
Tahap analisis dalam pengembangan ini dibagi menjadi empat bagian yaitu antara lain
sebagai berikut:
1. Analisis kebutuhan.
Analisis kebutuhan Tujuannya adalah untuk membentuk pengetahuan awal siswa tentang
potensi masalah yang mungkin timbul. Permasalahan yang muncul adalah: (1) keterbatasan
media pembelajaran, sehingga alat bantu kurang memudahkan pemahaman bagi siswa (2)
kurangnya kreatifitas guru dalam menggunakan media (3) berdasarkan karakteristik siswa
kelas III yang memahami sesuatu hanya melalui hal-hal yang konkrit, masih sangat
membutuhkan media yang nyata, dan siswa dapat melihat, merasakan dan meraba (4) siswa
kelas III sekolah dasar identik dengan tokoh yang masih suka bermain, pengembangan
media yang bersifat playful, kebutuhan siswa dapat terpenuhi, dan media dapat mendukung
pembelajaran, aktivitas yang lebih signifikan.
2. Analisis Kurikulum.
Saat mengembangkan media pembelajaran, analisis kurikulum harus diperhitungkan.
Melalui analisis kurikulum dimaksudkan untuk menyelidiki atau mendalami standar
kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) dalam proses pembelajaran yang hendak
dicapai. Pengembangan ini dilakukan pada mata pelajaran IPA di kelas III Sekolah dasar.
3. Analisis Karakteristik Peserta Didik.
Peserta didik kelas III Sekolah Dasar adalah subjek dari studi pengembangan ini. Setiap
siswa tentunya memiliki karakteristik dan gaya belajar yang berbeda-beda. Setiap siswa
memiliki kemampuan awal dan tingkat pemahaman yang berbeda. Dengan menganalisis
karakteristik siswa diharapkan mampu menghasilkan pembelajaran yang sesuai.
4. Analisis Media Tahap.
Selain itu, pengetahuan tentang media yang tepat tercermin dari analisis kebutuhan,
kurikulum dan karakteristik siswa. Kondisi media atau alat peraga di sekolah ditentukan
melalui analisis media. Analisis media juga diperlukan agar media yang dikembangkan
tanggap terhadap tujuan pembelajaran yang diharapkan.

DESIGN (PERANCANGAN)
Desain merupakan proses pengembangan produk yang sangat perlu diteliti dan dipikirkan
matang-matang. Perencanaan dalam proses pengembangan yaitu menentukan bentuk media yang
akan dikembangkan. Oleh karena itu, untuk mengembangkan suatu produk terlebih dahulu perlu
ditentukan alat dan bahan yang akan digunakan, menentukan bentuk dan ukuran peraga yang akan
dikembangkan dan merakit produk sesuai dengan rencana. Kemudian data perencanaan dan
evaluasi alat peraga yang dapat digunakan dikumpulkan berdasarkan konsep dan rencana sebagai
berikut:
1. Menentukan Standar kompetensi/ kompetensi dasar (SK/KD) serta menyusun Rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan mengumpulkan materi.
2. Pengumpulan alat dan bahan yang akan digunakan.
3. Menentukan ukuran dan membuat alat peraga yang akan digunakan.
4. Membuat instrumen penilaian alat peraga.

TAHAP PENGEMBANGAN (DEVELOP)


Pada tahap pengembangan dan produksi alat peraga, alat peraga yang direncanakan
divalidasi. Pakar memvalidasi alat peraga yang dikembangkan untuk mengetahui kompetensinya.
Setelah validasi oleh para ahli, produk direvisi. Revisi atau perbaikan dilakukan sesuai dengan saran
dan masukan para ahli. Langkah-langkah berikut dapat diambil selama fase pengembangan:
1. Tahap Validasi Para Ahli.
Pada tahap ini validasi dilakukan oleh ahli pembelajaran dan media. Ahli pembelajaran
dalam pengembangan ini adalah dosen yang merupakan ahli pembelajaran sekurang-
kurangnya bergelar sarjana (S2) dari spesifikasi pendidikan, dan ahli media pembelajaran
adalah salah satu dosen yang diminta untuk siap memvalidasi alat peraga yang
dikembangkan dengan sekurang-kurangnya sarjana (S2) spesifikasi pendidikan. Validasi
dilakukan oleh sekelompok ahli. Dalam hal ini yang dimaksud dengan ahli media dan ahli
pembelajaran. Validator diminta untuk memberikan penilaian dan saran terhadap produk
yang diproduksi. Perwakilan ahli media mengevaluasi dan menyarankan produk yang
dikembangkan. Sementara itu, saran penilaian dan aspek pembelajaran dilakukan oleh para
ahli pembelajaran.
2. Tahap revisi Setelah divalidasi, kemudian ada perbaikan atau modifikasi dari produk yang
sedang dikembangkan. Diharapkan produk yang dikembangkan dapat lebih baik dalam
penggunaan dan penyajiannya.

IMPLEMENTATION (IMPLEMENTASI)
Pada tahap ini, produk yang telah dinyatakan valid oleh ahli kemudian diimplementasikan
dalam pembelajaran IPA pada peserta didik kelas III di sekolah dasar. Implementasi dilakukan pada
penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Uji coba produk dilakukan dengan subjek uji coba kelompok kecil yang berjumlah 6
orang siswa.
2. Analisis hasil uji coba kelompok kecil dilakukan untuk mengetahui kepraktisan produk
yang dikembangkan melalui respon guru dan respon siswa.
3. Uji coba kelompok besar dengan subjek uji coba kelompok besar yang berjumlah 22
orang peserta didik.
4. Analisis hasil uji coba kelompok besar dilakukan untuk mengetahui keefektifan alat
peraga yang dikembangkan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik melalui
pretes dan postes yang dilakukan.

EVALUATION (EVALUASI)
Tahap penilaian meliputi pembetulan kekurangan-kekurangan penunjang pembelajaran yang
dapat dilihat pada setiap tahap perkembangan. Pada tahap penilaian, alat peraga yang dibuat perlu
diperbaiki dan disempurnakan. Evaluasi dilakukan pada setiap tahapan ADDIE, diuraikan
menggambarkan apa yang terjadi pada setiap tahap sebagai bentuk perbaikan pengembangan.
SUBJEK UJI COBA
Subjek dalam penelitian ini merupakan sasaran uji coba. Subjek uji coba dilakukan pada uji
coba kelompok kecil dan uji coba kelompok besar. Uji coba kelompok kecil berjumlah 6 siswa
kelas III MI Cokroaminoto Panawaren. Selanjutnya uji coba kelas sebenarnya atau uji coba
kelompok besar berjumlah 22 orang siswa kelas III MI Cokroaminoto Panawaren.
Uji coba produk sticky weather berbasis metode montesori dimaksudkan untuk melihat
keterbacaan atau kemudahan penggunaan produk sebelum melakukan pengujian kelompok besar.
Setelah melakukan tes kelompok kecil dilanjutkan dengan tes kelompok besar, tes ini dilakukan
untuk melihat reaksi siswa pada akhir pembelajaran dan untuk mengetahui hasil belajar siswa.
Dengan demikian, tujuannya adalah untuk melihat kepraktisan dan keefektifan sticky weather
metode Montessori pada materi cuaca di kelas III Sekolah Dasar.

JENIS DATA
Dalam penelitian ini, jenis data yang dikumpulkan adalah data kualitatif dan kuantitatif.
Pada tahap validasi produk, data yang diperoleh adalah data kualitatif berupa kritik, saran dan
masukan dari validator untuk perbaikan alat peraga sticky weather berbasis metode montesori. Data
kuantitatif diperoleh dari validitas dan klaim yang dibuat selama evaluasi produk, khususnya
kepraktisan dan keefektifan produk dalam uji coba kelompok besar.

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA


Instrumen pengumpulan data adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Alat
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah angket (kuesioner). Kuesioner digunakan untuk
mengumpulkan data validitas dan data aktual dari produk yang sedang dikembangkan, khususnya
sebagai alat peraga sticky weather berbasis Montesori dalam pembelajaran cuaca. Uraian alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Instrumen Kevalidan.
Instrumen kevalidan digunakan untuk menilai alat peraga papan tali perkalian dengan
menggunakan lembar validasi. Lembar validasi berisi kisi-kisi untuk ahli pembelajaran dan
ahli media.
2. Instrumen Kepraktisan.
Instrumen kepraktisan digunakan untuk mendapat respon guru dan respon siswa tentang
kepraktisan alat peraga papan tali perkalian yang dikembangkan. Instrumen kepraktisan
dibagi menjadi dua bagian yaitu angket kepraktisan oleh guru dan lembar wawancara
kepraktisan oleh siswa. a. Angket kepraktisan oleh guru berguna untuk menilai kepraktisan
media pembelajaran serta membantu guru membimbing peserta didik dalam proses
pembelajaran. b. Lembar wawancara kepraktisan oleh peserta didik berguna untuk menilai
kepraktisan alat peraga pembelajaran dan mengetahui respon siswa sebagai pengguna media
dalam proses pembelajaran.
3. Instrumen Keefektifan.
Instrumen keefektifan pada penelitian ini berupa instrumen hasil belajar siswa dari ranah
kognitif. Sebelum produk diuji cobakan dilakukan pre-test atau tes awal, setelah produk
diuji cobakan maka dilakukan tes akhir atau post-test untuk melihat peningkatan hasil
belajar siswa.

TEKNIK ANALISIS DATA


Data yang diperoleh dari hasil uji validitas, kepraktisan dan keefektifan kemudian dianalisis
dengan menggunakan masing-masing teknik. Teknik analisis yang menggambarkan validitas,
kepraktisan, dan keefektifan data media pembelajaran. Data kualitatif, yaitu data dalam bentuk yang
valid, ulasan validator, rekomendasi, dan umpan balik. Data kuantitatif dikumpulkan dari kuesioner
tanggapan guru dan kuesioner yang dijawab siswa selama evaluasi produk alat peraga sticky
weather.
1. Analisis Data Hasil Validasi Alat Peraga Sticky Weather.
Data hasil validasi produk oleh ahli media dan ahli materi dengan menggunakan teknik
analisis data kualitatif dan kuantitatif. Teknik analisis data kualitatif dilakukan dengan
mensintesis informasi berupa nilai-nilai validator, kritik, saran, dan tanggapan yang
terdapat dalam kuesioner. Selain itu, hasil analisis data ini kemudian digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam evaluasi produk sticky weather berbasis kontekstual.
Sementara itu, untuk mencari rata-rata nilai digunakan rumus sebagai berikut:
𝑅 = ∑ 𝑉𝑖𝑗 𝑛 𝑗=1 𝑛𝑚 Sumber: Muliyardi (2006:82)
Keterangan:
R = Rerata hasil penilaian para ahli/praktisi
Vij = Skor hasil penilaian para ahli/praktisi ke-j kriteria
n = Banyaknya para ahli/praktisi yang menilai
m = Banyaknya kriteria

2. Analisis Angket Kepraktisan.


Kepraktisan alat peraga dapat dilihat dengan alat peraga yang mudah digunakan yang
diperoleh dari wawancara siswa dan angket tanggapan guru selama penelitian. Untuk
mencari rata-rata nilai angket guru menggunakan rumus berikut :
𝑅𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑠𝑘𝑜𝑟 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟 Sumber: Widoyoko (2017:113)
3. Analisis Keefektifan
Keefektifan alat peraga dilakukan dengan mencari informasi data mengenai peningkatan
kemampuan peserta didik dengan ketentuan rumus :
𝑁 − 𝐺𝑎𝑖𝑛 = 𝑝𝑜𝑠𝑡𝑒𝑠−𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠 𝑆𝑀𝐼−𝑃𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠 (sumber: Zarkasyi, 2017 : 225).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian
Penelitian ini menghasilkan produk berupa alat peraga sticky weather berbasis metode
montessori yang layak digunakan sebagai pendukung kegiatan pembelajaran IPA di kelas III
Sekolah Dasar. Alat peraga pembelajaran ini terdiri dari sebuah sterofoam yang ditempel pada
kertas manila, kemudian diberi keterangan terkait cuaca yang terbuat dari kertas dengan warna dan
dibentuk sesuai dengan macam-macam cuaca. Cara menggunakannya yaitu dengan menempelkan
bentuk cuaca pada kertas manila menggunakan push pin/paku pines.
Pengembangan alat peraga papan tali perkalian berbasis metode montessori pada
pembelajaran IPA kelas III Sekolah Dasar ini menggunakan tahapan model pengembangan ADDIE.
Model pengembangan ADDIE terdiri dari 5 tahap pengembangan yaitu, Analysis-Design-
Development-Implementation-Evaluation. Proses penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
prosedur pengembangan alat peraga papan tali perkalian berbasis metode montessori pada materi
cuaca di kelas III Sekolah Dasar.
Berdasarkan hasil penilaian kevalidan, kepraktisan dan keefektifan alat peraga sticky
weather sudah memenuhi syarat, yaitu alat peraga yang diterbitkan valid, praktis dan efektif. Dalam
hal itu alat peraga sticky weather telah memenuhi kategori valid karena telah dinyatakan valid oleh
ahli media dan ahli pembelajaran. Media mencetak rata-rata 4,7 dari maksimal 5 rata-rata dalam
penilaian profesional media. Sedangkan pada penilaian ahli pembelajaran rata-rata mendapat nilai
4,6 dari nilai rata-rata maksimal 5.
Alat peraga sticky weather juga termasuk dalam kepraktisan. Berdasarkan penilaian angket
respon pada sticky weather termasuk dalam kategori praktis. Evaluasi angket respon guru
memperoleh skor rata-rata 4,9 dari total maksimal 5. Untuk menilai respon siswa, guru melakukan
wawancara, melalui tahap wawancara telah mendapat umpan balik positif dari siswa dimana alat
peraga mudah digunakan dan belajar itu menyenangkan.
Alat peraga sticky weather termasuk memenuhi standar keefektifan apabila hasil belajar
kognitif siswa setelah menggunakan alat peraga mengalami peningkatan atau tidak. Dalam hal itu
alat peraga sticky weather meningkatkan hasil belajar kognitif siswa. Penilaian uji keefektifan
media memperoleh hasil dari 22 siswa, yang meningkatkan hasil belajar kognitif dari 20 siswa.
Dihitung menggunakan rumus persentase efisiensi diperoleh data gain sebesar 0,76. Konversi dari
hasil kualitatif ke kuantitatif diperoleh skor efisiensi sebesar 0,76 yang tergolong dalam kategori
sangat efisien.

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN


Fase pertama dalam proses penelitian dan pengembangan ini adalah analisis. Analisis yang
dilakukan dalam penelitian dan pengembangan ini dilakukan melalui wawancara dan observasi.
Berdasarkan wawancara dengan guru kelas III SD diketahui bahwa kurikulum yang digunakan
adalah kurikulum 2013 di kelas III sekolah dasar. Pembelajaran yang dianggap sulit bagi siswa
adalah IPA, karena IPA di kelas III menjadi semakin sulit dan abstrak. Keterbatasan alat peraga di
sekolah dasar memaksa guru untuk membekali diri dengan alat peraga atau sarana dalam proses
pembelajaran. Memang, alat peraga belum digunakan secara optimal oleh guru. Oleh karena itu,
alat peraga harus menarik, dapat merangsang minat belajar siswa, dan dapat meningkatkan
pemahaman siswa tentang cuaca.
Pengembangan alat peraga sticky weather berdasarkan pada masalah keterbatasan alat
peraga IPA. Pembelajaran IPA hal-hal yang perlu meningkatkan pemahaman siswa dan melibatkan
siswa terkesan cukup membosankan dan membuat siswa bosan dengan metode menghafal dan
hanya belajar dengan buku cetak. Terutama untuk KD melakukan observasi tentang ciri-ciri cuaca.
Media menghafal sangat tidak efektif karena peserta didik membutuhkan banyak waktu untuk
menghafalkan ciri-ciri dari masing-masing cuaca. Berdasarkan analisis kebutuhan peserta didik,
maka peserta didik membutuhkan alat peraga pembelajaran berbasis montessori yang dapat
meningkatkan aktifitas peserta didik dan belajar menjadi menyenangkan.
Fase kedua dari penelitian dan pengembangan ini adalah desain alat peraga. Alat peraga
dirancang sesuai dengan metode Montessori. Alat peraga yang dirancang untuk membangun
pengetahuan baru, mudah dibawa kemana-mana, warna menarik, terbuat dari bahan yang aman.
Selain itu, siswa dapat mengontrol atau menggunakan alat peraga ini secara mandiri karena terdapat
kartu soal sehingga siswa dapat memperbaiki kesalahannya sendiri. Menurut Magini (2013:54) “alat
peraga yang didesain montessori disebut sebagai alat peraga didaktis memiliki unsur pengendali
kesalahan. Maksudnya, tanpa ada orang lain yang mengoreksi, alat peraga tersebut sudah mampu
menjawab letak kesalahan anak”. kemudian Lilard (sidharta, 2011:137) menambahkan bahwa “alat
peraga matematika montessori dirancang untuk mengajar matematika, meliputi: memahami
perintah, mengurutkan, mengabtraksikan, dan kemampuan untuk mengkontruksikan pengetahuan-
pengetahuan menjadi suatu konsep yang baru”.
Fase ketiga dari proses penelitian dan pengembangan ini adalah mengembangkan desain
yang telah disusun menjadi bentuk nyata atau prototipe produk. Alat peraga yang telah diproduksi
dalam bentuk prototipe divalidasi oleh ahli atau pakar yang menguasai alat peraga yang
dikembangkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Menurut sugiyono (2015:414) “validasi produk
dapat dilakukan dengan cara menghadirkan beberapa pakar atau tenaga ahli yang sudah
berpengalaman untuk menilai produk baru yang di rancang. Setiap pakar diminta untuk menilai
desain tersebut, sehingga selanjutnya dapat diketahui kelemahan dan kekuatannya”. Ahli validasi
tersebut akan memberikan penilaian terhadap produk yang telah dikembangkan jika terdapat
kesalahan maka dilakukanlah perbaikan design. Menurut Sugiyono (2015:14) “setelah desain
produk, divalidasi melalui diskusi dengan pakar dan para ahli lainnya, maka akan dapat diketahui
kelemahannya. Kelemahan tersebut selanjutnya dicoba untuk dikurangi dengan cara memperbaiki
desain yang bertugas memperbaiki desain adalah peneliti yang menghasilkan produk tersebut”. Ahli
validasi dalam penelitian dan pengembangan ini adalah ahli validasi media dan ahli validasi
pembelajaran.
Fase keempat dari penelitian dan pengembangan ini adalah tahap implementasi. Tahap
implementasi dari pengembangan ini adalah untuk mendefinisikan pentingnya peran dan fungsi alat
peraga sticky weather dalam pembelajaran IPA materi cuaca. Pertama, peneliti melakukan
eksperimen dalam kelompok kecil dengan subjek uji 6 siswa sekolah dasar kelas 3 dengan
kemampuan berbeda. Uji coba kelompok kecil ini dimaksudkan untuk mengukur kepraktisan
penggunaan alat peraga dalam pembelajaran. Pengukuran kepraktisan alat peraga dilakukan dengan
melihat reaksi guru dan siswa setelah menggunakan alat peraga dalam pembelajaran. Menurut
Nieveen (Rochmad, 2012:70) “pengembangan materi pembelajaran, dapat disinyalir bahwa
mengukur tingkat kepraktisan dilihat dari apakah guru (dan pakar-pakar lainnya)
mempertimbangkan bahwa mudah dan dapat digunakan oleh guru dan siswa”.
Tahap penyebaran berikutnya, uji kelompok besar dilakukan. Uji coba kelompok besar ini
dimaksudkan untuk mengukur keefektifan alat peraga. Menurut Nieveen (Rajabi, 2015:49)
“keefektifan perangkat didefinisikan sebagai ketercapaian tujuan pembelajaran yang dilakukan oleh
siswa dan pembelajaran tersebut memperoleh respons positif siswa”. Pada tahap uji coba kelompok
besar dilakukan pretest dan postest untuk melihat bagaimana peningkatan kemampuan siswa setelah
menggunakan alat peraga dalam pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Menurut Saputro
(2017:45) “uji efektifitas model dilakukan dengan menggunakan desain penelitian one-group
pretest-postest design”.
Fase penelitian dan pengembangan yang kelima ini adalah fase evaluasi. Tahap evaluasi
adalah tahap evaluasi aksesoris papan pengali. Alat peraga sticky weather dinilai dan mendapatkan
sejumlah perbaikan-perbaikan. Sehingga setelah dilakukannya evaluasi alat peraga sticky weather
yang dikembangkan sesuai dengan harapan.
Mengutip pendapat menurut Tung (2017:66) “evaluasi merupakan hasil penilaian untuk
melihat apakah proses dalam sistem pembelajaran yang sedang dibangun telah berhasil atau tidak,
sesuai dengan harapan awal atau tidak”.

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN


Simpulan
Penelitian ini telah memperkenalkan proses pembuatan produk berupa alat peraga sticky
weather pada pembelajaran IPA materi cuaca di kelas III SD, membantu siswa untuk aktif dalam
proses pembelajaran sehingga siswa mudah memahami isi operasi perkalian. Berdasarkan hasil
penelitian dan pengembangan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Alat peraga ini dikembangkan dengan menggunakan model pengembangan ADDIE
(Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation).
2. Alat peraga ini dikembangkan dengan menggunakan metode Montessori.
3. Dalam pengembangan alat peraga yang dikembangkan diberi nama sticky weather (cuaca
temple) untuk pembelajaran IPA pada materi cuaca di kelas III Sekolah dasar.
4. Dalam pengembangan ini, validator yang ditentukan untuk validasi dokumen sticky weather
adalah validator ahli pembelajaran dengan nilai rata-rata 4,6 dan validator ahli media dengan
skor rata-rata 4,7.
5. Pengujian kelompok kecil untuk mengetahui realitas alat peraga sticky weather dengan
subjek uji 6 siswa dan mendapat umpan balik positif. Sementara itu, hasil angket respon
guru adalah 4,9 yaitu pada daftar alat peraga yang dinyatakan praktis untuk digunakan
dalam pembelajaran.
6. Uji coba kelompok besar untuk melihat keefektifan alat peraga yang dikembangkan dalam
uji coba kelompok besar melalui data peningkatan hasil belajar siswa. Subjek uji yang
dilakukan dalam uji coba ini adalah 22 mahasiswa. Hasil belajar siswa berdasarkan pre-test
dan post-test adalah 0,76 pada kategori “tinggi”.

Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan ini, alat peraga metode Montessori sticky
weather pada materi cuaca di sekolah dasar kelas 3 dapat digunakan dalam proses pembelajaran.
Mengembangkan produk yang membantu siswa dan guru dalam proses pembelajaran.

Implikasi
Berdasarkan hasil pengembangan yang telah dilakukan, alat peraga tempel waktu
pembelajaran IPA metode Montessori dinyatakan layak pakai. Alat peraga ini dapat bermanfaat
bagi siswa, guru dan sekolah. Alat peraga sticky weather dapat membantu siswa memahami materi,
aktif, termotivasi untuk belajar, dan membangkitkan minat belajar, karena dengan menggunakan
alat peraga ini siswa dapat mempelajari segala sesuatu sambil bermain. Selain itu, alat peraga sticky
weather juga dapat menambah pengalaman dan pemahaman guru tentang alat peraga, yang sangat
memudahkan penyampaian materi tentang cuaca.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang diberikan adalah sebagai berikut:
1. Alat peraga sticky weather ini efektif dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru
diharapkan dapat menggunakan alat peraga ini untuk mempermudah pencapaian tujuan
pembelajaran.
2. Penulis juga mengusulkan penelitian dan pengembangan lebih lanjut untuk dapat
mengembangkan bahan ajar dengan menggunakan alat peraga yang lebih beragam untuk
menciptakan bahan ajar yang lebih baik, lebih menarik, dan membantu siswa lebih
termotivasi untuk belajar.
3. Untuk penelitian selanjutnya, kami berharap dapat melakukan penelitian lanjutan untuk
melakukan penelitian tindakan kelas dan penelitian empiris.

Anda mungkin juga menyukai