Anda di halaman 1dari 40

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

Nama Mahasiswa : JANUARIA KRISTI

Nomor Induk Mahasiswa : 858056475

Kode/ Nama Mata Kuliah : IDIK4008/ Penelitian Tindakan

Kelas

Kode/ Nama UPBJJ : 47/ Pontianak

Masa Ujian : 2023/2024

1
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Pembelajaran IPA di SD/MI

Menurut Ahmad Susanto, mengatakan dalam bukunya “Teori Belajar dan

Pembelajaran di Sekolah Dasar”.IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam

semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur,

dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan.

Menurut Carin dan Sund IPA adalah sebagai “pengetahuan yang sistematis

dan tersusun secara teratur, berlaku umum Universal, dan berupa kumpulan data hasil

observasi dan eksperimen”. Merujuk pada definisi Carin dan Sund tersebut maka IPA

memiliki empat unsur utama, yaitu:

1. Sikap : IPA memunculkan rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam,

makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat.

2. Proses : proses pemecahan masalah pada IPA memungkinkan adanya

prosedur yang meruntut dan sistematis melalui metode ilmiah.

3. Produk : IPA menghasilkan produk berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum.

2
4. Aplikasi : penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-

hari.

Menurut Subianto, IPA adalah:

1. Suatu cabang pengetahuan yang menyangkut fakta-fakta yang tersusun secara

sistematis dan menunjukan berlakunya hukumhukum umum.

2. Pengetahuan yang didapatkan dengan jalan studi dan praktik.

3. Suatu cabang ilmu yang bersangkut paut dengan observasi dan klasifikasi

fakta-fakta.

Nash, sebagaimana dikutip usman menyatakan bahwa “IPA” itu adalah suatu

cara atau metode untuk mengamati alam. Nash juga menjelaskan bahwa cara IPA

dalam mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap, cermat, serta

menghubungkannya antara suatu fenomena dengan fenomena lain, sehingga

keleluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang onjek yang diamati.

Dikutif oleh Trisno Hardi Subroto dalam bukunya pembelajaran IPA di

Sekolah Dasar, Piaget mengatakan bahwa pengalaman langsung yang memegang

peranan penting sebagai pendorong lajunya perkembangan kognitif anak. pengalaman

3
anak yang langsung berlangsung secara spontan dari kecil (sejak lahir) sampai

berumur 12 tahun.

Keterampilan proses IPA di definisikan oleh Paolo dan Marten adalah: 1)

Mengamati, 2) Mencoba, 3) Mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan

apa yang terjadi, 4) Menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk

melihat apakah ramalan tersebut besar.

IPA didefiniksan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara

alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya fakta, tetapi juga oleh

adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan pengamatan ilmiah

menekankan pada hakikat IPA.

Secara rinci hakikat IPA menurut Bridgman (dalam Lestari, 2002: 7) adalah sebagai

berikut:

1. Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA selalu dapat dinyatakan dalam

bentuk angka-angka.

2. Observasi dan Eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat memahami

konsep-konsep IPA secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.

4
3. Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA bahwa

misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan. Dengan

asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai peristiwa alam

yang akan terjadi dapat diprediksikan secara tepat.

4. Progresif dan komunikatif; artinya IPA itu selalu berkembang ke arah yang

lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan dari

penemuan sebelumnya. Proses; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu

dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah dalam rangkan menemukan

suatu kebernaran.

5. Universalitas; kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA merupakan

bagian dari IPA, dimana konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan

menggunakan metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian diperoleh

hasil (produk).

B. Proses Belajar Mengajar IPA

Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi semua komponen atau

unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling

5
berhubungan (inter independent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan (Usman,

2000: 5).

Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingka laku pada diri individu

berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal ini sesuai

dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang setelah mengalami proses

belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya,

keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa,

dari tidak mengerti menjadi mengerti. (dalam Usman, 2000: 5).

Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggungjawab

moral yang cukup berat. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam

kegiatan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan

anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar.

Proses belajar mengajar merupakan suatu inti dari proses pendidikan

secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegangn peran utama. Proses belajar

mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru

dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi

edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik

6
antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses

belajar mengajar (Usman, 2000: 4).

Sedangkan menurut buku Pedoman Guru Pendidikan Agama Islam, proses

belajar mengajar dapat mengandung dua pengertian, yaitu rentetan kegiatan

perencanaan oleh guru, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi program tindak

lanjut (dalam Suryabrata, 1997: 18).

Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar

mengajar IPA meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan,

pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang

berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu

pengajaran IPA.

C. Metode pembelajaran Penemuan (Discovery)

Model pembelajaran penemuan (discovery learning) diartikan sebagai

proses pembelajaran yang terjadi ketika siswa tidak disajikan informasi secara

langsung tetapi siswa dituntut untuk mengorganisasikan pemahaman mengenai

informasi tersebut secara mandiri. Siswa dilatih untuk terbiasa menjadi seorang

7
yang saintis (ilmuan). Mereka tidak hanya sebagai konsumen, tetapi diharapkan

pula bisa berperan aktif, bahkan sebagai pelaku dari pencipta ilmu pengetahuan.

1. Berikut ini beberapa pengertian discovery learning dari beberapa sumber

buku:

Menurut Hosnan (2014:282), discovery learning adalah suatu model untuk

mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki

sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan.

Melalui belajar penemuan, siswa juga bisa belajar berpikir analisis dan

mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi.

2. Menurut Kurniasih, dkk (2014:64), Model discovery learning adalah proses

pembelajaran yang terjadi bila pelajaran tidak disajikan dengan pelajaran

dalam bentuk finalnya,tetapi diharapkan siswa mengorganisasikan sendiri.

Discovery adalah menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi

yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan.

3. Menurut Sund, discovery learning adalah proses mental dimana siswa mampu

mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Proses mental tersebut antara

lain mengamati, mencerna, mengerti menggolong-golongkan, membuat

8
dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya

(Suryasubrata, 2002:193).

4. Menurut Ruseffendi (2006:329), metode Discovery Learning adalah metode

mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak

memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui

pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.

5. Menurut Asmui (2009:154), metode Discovery Learning adalah suatu metode

untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri,

menyelidiki sendiri, maka hasil yng diperoleh akan setia dan tahan lama

dalam ingatan, tidak akan mudah untuk dilupakan siswa.

Teknik penemuan adalah terjemahan dari discovery. Menurut Sund

discovery adalah proses mental dimana siswa memampu mengasimilasikan

sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut

antara lain ialah: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan,

membuat dugaan, menjelaskan, mengukur membuat kesimpulan dan sebainya.

Suaut konsep misalnya: segi tiga, pans, demokrasi dan sebagainya, sedang yang

dimaksud dengan prisnsip antara lain ialah: logam apabila dipanaskan akan

9
mengemabang. Dalam teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau

mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan

instruksi.

Dr. J. Richard dan asistennya mencoba self-learning siswa (belajar sndiri)

itu, sehingga situasi belajar mengajar berpindah dari situsi teacher learning

menjadi situasi student dominated learning. Dengan menggunakan discovery

learning, ialah suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan

mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan

mencoba sendiri. Agar anak dapat belajar sendiri.

Penggunaan teknik discovery ini guru berusaha meningkatkan aktivitas

siswa dalam proses belajar mengajar.

Maka teknik ini memiliki keuntungan sebagai berikut:

1. Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak

kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan

siswa.

2. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi individual

sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.

10
3. Dapat membangkitkan kegairahan belajar mengajar para siswa.

4. Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang

dan maju sesuai dengankemampuannya masing-masing.

5. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi

yang kuat untuk belajar lebih giat.

6. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri

sendiri dengan proses penemuan sendiri.

Strategi itu berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai

teman belajar saja, membantu bila diperlukan. Walalupun demikian baiknya

teknik ini masih ada pula kelemahan yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini.

Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya

dengan baik.

2. Bila kelas terlalu besar penggunaan teknikini akan kurang berhasil.

3. Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencaan dan pengajaran

tradisional mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan teknik

penemuan.

11
4. Dengan teknik ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini ada yang

berpendapat bahwa proses mental ini terlalu mementingkan proses

pengertiansaja, kurang memperhatikan perkembangan/pembentukan sikap dan

keterampilan bagi siswa.

5. Teknik ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk berpikir secara

kreatif.

D. Motivasi Belajar

1 Pengertian Motivasi

Motif adalah daya dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk

melakukan sesuatu, atau keadaan seserang atau organisme yang menyebabkan

kesiapan kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah laku atau

perbuatan. Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-

motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan

mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang

mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan

tertentu (Usman, 2000: 28).

12
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 114) motivasi adalah suatu

pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang kedalam bentuk

aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar, motivasi

sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam

belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini sesuai dengan

yang diungkapkan oleh Nur (2001: 3) bahwa siswa yang termotivasi dalam

belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam

mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan meyerap dan mengendapkan

mateti itu dengan lebih baik.

Jadi motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang untuk

berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.

2. Macam-macam Motivasi

Menurut jenisnya motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Motivasi Intrinsik

Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam individu,

apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain

13
sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan

sesuatu atau belajar (Usman, 2000: 29).

Sedangkan menurut Djamarah (2002: 115), motivasi instrinsik

adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu

dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan

untuk melakukan sesuatu.

Menurut Winata (dalam Erriniati, 1994: 105) ada beberapa strategi

dalam mengajar untuk membangun motivasi intrinsik. Strategi tersebut

adalah sebagai berikut:

1) Mengaitkan tujuan belajar dengan tujuan siswa.

2) Memberikan kebebasan dalam memperluas materi pelajaran sebatas

yang pokok.

3) Memberikan banyak waktu ekstra bagi siswa untuk mengerjakan tugas

dan memanfaatkan sumber belajar di sekolah.

4) Sesekali memberikan penghargaan pada siswa atas pekerjaannya.

5) Meminta siswa untuk menjelaskan hasil pekerjaannya.

14
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi instrinsik adalah

motivasi yang timbul dari dalam individu yang berfungsinya tidak perlu

dirangsang dari luar. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik dalam

dirinya maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak

memerlukan motivasi dari luar dirinya.

b. Motivasi Ekstrinsik

Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu,

apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga

dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau

belajar. Misalnya seseorang mau belajar karena ia disuruh oleh orang tuanya

agar mendapat peringkat pertama dikelasnya (Usman, 2000: 29).

Sedangkan menurut Djamarah (2002: 117), motivasi ekstrinsik adalah

kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang

aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar.

Beberapa cara membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam

menumbuhkan motivasi instrinsik antata lain:

15
1) Kompetisi (persaingan): guru berusaha menciptakan persaingan diantara

siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki

hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya dan mengatasi prestasi orang

lain.

2) Pace Making (membuat tujuan sementara atu dekat): Pada awal kegiatan

belajar mengajar guru, hendaknya terlebih dahulu menyampaikan kepada

siswa TIK yang akan dicapai sehingga dengan demikian siswa berusaha

untuk mencapai TIK tersebut.

3) Tujaun yang jelas: Motif mendorong individu untuk mencapai tujuan.

Makin jelas tujuan, makin besar nilai tujuan bagi individu yang

bersangkutan dan makin besar pula motivasi dalam melakuakan sesuatu

perbuatan.

4) Kesempurnaan untuk sukses: Kesuksesan dapat menimbulkan rasa puas,

kesenangan dan kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan kegagalan

akan membawa efek yang sebaliknya. Dengan demikian, guru hendaknya

banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih sukses dengan

usaha mandiri, tentu saja dengan bimbingan guru.

16
5) Minat yang besar: Motif akan timbul jika individu memiliki minat yang

besar.

6) Mengadakan penilaian atau tes. Pada umumnya semua siswa mau belajar

dengan tujuan memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti dalam

kenyataan bahwa banyak siswa yang tidak belajar bila tidak ada ulangan.

Akan tetapi, bila guru mengatakan bahwa lusa akan diadakan ulangan

lisan, barulah siswa giat belajar dengan menghafal agar ia mendapat nilai

yang baik. Jadi, angka atau nilai itu merupakan motivasi yang kuat bagi

siswa.

Dari uraian di atas diketahui bahwa motivsi ekstrinsik adalah motivasi

yang timbul dari luar individu yang berfungsinya karena adanya perangsang

dari laur, misalnya adanya persaingan, untuk mencapai nilai yang tinggi, dan

lain sebagainya.

E. Prestasi Belajar IPA

Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang belajar.

Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik

menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang

17
dituju pada hasil yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah.

Menurut Poerwodarminto (1991: 768), prestasi belajar adalah hasil yang dicapai

(dilakukan, dekerjakan), dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil pekerjaan,

hasil penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian kerja serta

perjuangan yang membutuhkan pikiran.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar yang

dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah

siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar tersebut dapat

diketahui dengan megadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian diadakan untuk

mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan

oleh guru. Di samping itu guru dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan guru

dalam proses belajar mengajar di sekolah.

Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapt diartikan bahwa prestasi

belajar IPA adalah nilai yang dipreoleh siswa setelah melibatkan secara

langsung/aktif seluruh potensi yang dimilikinya baik aspek kognitif

(pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses

belajar mengajar IPA.

18
F. Hubungan Motivasi dan Prestasi Belajar Terhadap Metode

pembelajaran Penemuan (discovery)

Motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang untuk berbuat

sesuatu dalam mencapai tujuan tertetntu. Siswa yang termotivasi untuk belajar

sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari

materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan materi itu

dengan lebih baik (Nur, 2001: 3). Sedangkan prestasi belajar adalah hasil yang

dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah

siswa itu melakukan kegiatan belajar.

Sedangkan metode pembelajaran penemuan (discovery) adalah suatu

metode pembelajaran yang memberikan kesempatan dan menuntut siswa terlibat

secara aktif di dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan memberikan

informasi singkat (Siadari, 2001: 7). Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar

penemuan (discovery) akan bertahan lama, mempunyai efek transfer yang lebih

baik dan meningkatkan siswa dan kemampuan berfikir secara bebas. Secara

umum belajar penemuan (discovery) ini melatih keterampilan kognitif untuk

menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain. Selain itu,

19
belajar penemuan membangkitkan keingintahuan siswa, memberi motivasi untuk

bekerja sampai menemukan jawaban (Syafi’udin, 2002: 19).

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya

motivasi dalam pembelajaran model penemuan (discovery) tersebut maka hasil-

hasil belajar akan menjadi optimal. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan

makin berhasil pula pelajaran itu. Dengan motivasi yang tinggi maka intensitas

usaha belajar siswa akan tingi pula. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan

intesitas usaha belajar siswa. Hasil ini akan dapat meningkatkan prestasi belajar

siswa.

20
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena

penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian

ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu

teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.

Menurut Oja dan Sumarjan (dalam Titik Sugiarti, 1997; 8) mengelompokkan

penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu (a) guru bertindak sebagai peneliti,

21
(b) penelitian tindakan kolaboratif, (c) Simultan terintegratif, dan (d) administrasi

social ekperimental.

Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentu guru sebagai peneliti,

penanggung jawab penuh penelitian tindakan adalah praktisi (guru). Tujuan utama

dari penelitian tindakan ini adalah meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana

guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan,

pengamatan dan refleksi.

Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun, kehadiran

peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa,

sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data

yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan.

Penelitian ini akan dihentikan apabila ketuntasan belajar secara kalasikal telah

mencapai 85% atau lebih. Jadi dalam penelitian ini, peneliti tidak tergantung pada

jumlah siklus yang harus dilalui.

A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian

1 Tempat Penelitian

22
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan

penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di

SDN 06 Pakumbang Kecamatan Sompak Kabupaten Landak tahun pelajaran

2033/2024.

2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat

penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

September semester ganjil 2023/2024.

3. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas VI SDN 06 Pakumbang

Kecamatan Sompak Kabupaten Landak.

B. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut

Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat

reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan

rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam

pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki

23
kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis,

2000: 3).

Sedangkah menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian

yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi

pembelajaran yang dilakukan.

Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan

pratek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya

adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5).

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan,

maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan

Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke

siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action

(tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada

siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan,

dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang

berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian

tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.

24
Puta
ran
Refleksi Rencana 1
awal/rancangan

Tindakan/ Puta
Observasi ran
2
Refleksi Rencana yang
direvisi
Tindakan/ Puta
Observasi ran
Rencana yang 3
Refleksi
direvisi
Tindakan/
Observasi

Gambar 3.1 Alur PTK

Penjelasan alur di atas adalah:

1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun

rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di

dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.

2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti

sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil

atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran model discovery .

25
3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau

dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang

diisi oleh pengamat.

4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat

membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.

Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana

masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan

membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir

masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki

sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.

C. Prosedur Penelitian

Penelitian tindakan ini dilakukan melalui dua siklus. Adapun mengenai

pelaksanaan tindakan seecara umum melalui tahapan sebagai berikut :

1. Rancangan Siklus I

a. Tahap Perencanaan

b. Tahap Pelaksanaan

26
c. Tahap Observasi

d. Tahap Analisis dan Refleksi

2. Rancangan Siklus II

a. Tahap Perencanaan

b. Tahap Pelaksanaan

c. Tahap Observasi

d. Tahap Analisis dan Refleksi

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1 Silabus

Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan

pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar. Silabus

bermanfaat sebagai pedoman penyusunan buku siswa yang kemudian memuat

materi pelajaran, aktivitas peserta didik, serta evaluasi pembelajaran. Sebagai

acuan dalam penyusunan rencana pembelajaran ini maka setiap kajian mata

27
pelajaran, atau pengelolaan kegiatan pembelajaran serta pengembangan

penilaian dari hasil pembelajaran.

2 Rencana Pelajaran Pembelajaran (RPP)

Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai

pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-

masing RP berisi kompetensi dasar, indicator pencapaian hasil belajar, tujuan

pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar. Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran atau RPP adalah sebuah dokumen yang berisi gambaran atau

rencana pembelajaran yang akan dilakukan selama satu kali pertemuan, satu

semester, atau lebih. RPP juga bisa diartikan sebagai pedoman dalam

pelaksanaan pembelajaran.

RPP ini disusun langsung oleh guru pengampu mata pelajaran sebelum

memulai kegiatan belajar-mengajar. Dalam penyusunan rencana pelaksanaan

pembelajaran ini, guru harus memperhatikan setiap komponen penting yang

harus terdapat dalam RPP.

Adanya RPP membuat guru merasa lebih terarah dalam merancang

metode pembelajaran yang lebih sesuai dengan karakteristik siswa. Hal ini

28
tentu akan membuat kegiatan pembelajaran menjadi lebih senang dan

meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Rencana pelaksanaan

pembelajaran juga memudahkan guru dalam menganalisis keberhasilan siswa

dalam belajar di sekolah. Sebab, dalam RPP terdapat butir penilaian yang

akan diberikan pada siswa. Melalui butir-butir penilaian inilah guru dapat

melihat apakah tujuan pembelajaran sudah dicapai oleh siswa atau belum.

Rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun juga dapat

digunakan sebagai bahan evaluasi pembelajaran. Misalnya, apakah tujuan

pembelajaran sudah tercapai, apakah pembelajaran sudah berjalan dengan

baik, atau apakah siswa sudah mengikuti dan memahami pembelajaran

dengan baik.

Jika berdasarkan hasil evaluasi ini ternyata diperoleh hasil bahwa

pembelajaran belum berlangsung dengan baik, guru dapat mencari solusi yang

tepat untuk mengatasinya sehingga hal yang sama tidak akan terulang kembali

di pembelajaran selanjutnya.

3 Lembar Kegiatan Peserta Didik

29
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) adalah salah satu bahan ajar yang

dipakai para guru atau pendidik. Menurut Depdiknas (2008), LKPD adalah

gambaran yang isinya merupakan tugas yang harus dikerjakan peserta didik,

berisi petunjuk, langkah-langkah, dan cara menyelesaikan tugas materi

tertentu.

Sementara itu, menurut Trianti (2010), LKPD adalah panduan peserta

didik yang dipakai untuk mengembangkan aspek kognitif dan semua aspek

pembelajaran dalam bentuk kegiatan menyelidiki, dan memecahkan masalah

sesuai indikator.

Adapun fungsi Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) sangat penting,

yaitu:

a. Membantu peserta didik menemukan konsep materi yang sedang

dibahas.

b. Membantu peserta didik menerapkan dan mengintegrasi beberapa

konsep yang ditemukan.

c. LKPD bisa digunakan sebagai penuntun belajar.

d. LKPD bisa untuk penguatan materi.

30
e. LKPD dapat dipakai untuk petunjuk praktikum

4. Lembar Observasi Kegiatan Belajar Mengajar

a. Lembar observasi pengolahan pembelajaran penemuan (discovery), untuk

mengamati kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran.

b. Lembar observasi aktivitas siswa dan guru, untuk mengamati aktivitas

siswa dan guru selama proses pembelajaran.

5. Tes formatif

Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tes

formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah

pilihan ganda (objektif). Sebelumnya soal-soal ini berjumlah 46 soal yang

telah diujicoba, kemudian penulis mengadakan analisis butir soal tes yang

telah diuji validitas dan reliabilitas pada tiap soal. Analisis ini digunakan

untuk memilih soal yang baik dan memenuhi syarat digunakan untuk

mengambil data. Langkah-langkah analisi btir soal adalah sebagai berikut:

a. Validitas Tes

Validitas butir soal atau validitas item digunakan untuk

mengetahui tingkat kevalidan masing-masing butir soal. Sehingga dapat

31
ditentukan butir soal yang gagal dan yang diterima. Tingkat kevalidan ini

dapat dihitung dengan korelasi Product Moment:

N ∑ XY −( ∑ X )( ∑ Y )
r xy=
√ {N ∑ X − (∑ X ) }{N ∑ Y −(∑ Y ) } (Suharsimi Arikunto, 2001: 72)
2 2 2 2

Dengan: rxy : Koefisien korelasi product moment

N : Jumlah peserta tes

ΣY : Jumlah skor total

ΣX : Jumlah skor butir soal

ΣX2 : Jumlah kuadrat skor butir soal

ΣXY : Jumlah hsilkali skor butir soal

b. Reliabilitas

Reliabilitas butir soal dalam penelitian ini menggunakan rumus

belah dua sebagai berikut:

2r 1 /21 /2
r 11 =
(1+r 1/21/2 ) (Suharsimi Arikunto, 20001: 93)

Dengan:

r11 : Koefisien reliabilatas yang sudah disesuaikan

r1/21/2 : Korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

32
Kriteria reliabilitas tes jika harga r 11 dari perhitungan lebih besar

dari harga r pada tabel product moment maka tes tersebut reliabel.

c.Taraf Kesukaran

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal adalah

indeks kesukaran. Rumus yangdigunakan untuk menentukan taraf kesukaran

adalah:

B
P=
Js (Suharsimi Arikunto, 2001: 208)

Dengan:

P : Indeks kesukaran

B : Banyak siswa yang menjawab soal dengan benar

Js : Jumlah seluruh siswa peserta tes

Criteria untuk menentukan indeks kesukaran soal adalah sebagai berikut:

- Soal dengan P = 0,000 sampai 0,300 adalah sukar

- Soal dengan P = 0,301 sampai 0,700 adalah sedang

- Soal dengan P = 0,701 sampai 1,000 adalah mudah

d. Daya Pembeda

33
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk

membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang

berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda

desebut indeks diskriminasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung

indeks diskriminasi adalah sebagai berikut:

BA BB
D= − =P A −P B
JA JB (Suharsimi Arikunto, 2001: 211)

Dimana:

D : Indeks diskriminasi

BA : Banyak peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar

BB : Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar

JA : Jumlah peserta kelompok atas

JB : Jumlah peserta kelompok bawah

BA
PA= =
JA Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar.

BB
P B= =
JB Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

34
Kriteria yang digunakanuntuk menentukan daya pembeda butir soal

sebagai berikut:

- Soal dengan D = 0,000 sampai 0,200 adalah jelek

- Soal dengan D = 0,201 sampai 0,400 adalah cukup

- Soal dengan D = 0,401 sampai 0,700 adalah baik

- Soal dengan D = 0,701 sampai 1,000 adalah sangat baik.

E. Metode Pengumpulan Data

Model pembelajaran penyingkapan/penemuan (Discovery/Inquiry

Learning) adalah memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif

untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Proses Discovery terjadi bila

individu terlibat terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan

beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi,

pengukuran, prediksi, penentuan, dan inferensi. Proses di atas disebut cognitive

process.

Sintaks atau langkah kerja Model Discovery Learning dalam

proses pembelajaran penyingkapan/ penemuan mengikuti tahapan sebagai

berikut:

35
1. Pemberian rangsangan (stimulation);

2. Pernyataan/Identifikasi masalah (problem statement);

3. Pengumpulan data (data collection);

4. Pengolahan data (data processing);.

5. Pembuktian (verification); dan

6. Menarik simpulan/generalisasi (generalization).

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui

observasi pengolahan pembelajaran penemuan (discovery), observasi aktivitas

siswa dan guru, dan tes formatif.

F. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran

perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis

deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan

kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk

mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon

siswa terhadap kegiata pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses

pembelajaran.

36
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

deskriptif. Untuk mengetahui penerapan model discovery learning, teknik analisis

data yang digunakan adalah analisis deskriptif, dengan tahapan sebagai berikut:

1. Reduksi data adalah tahap mengurangi atau membuang data yang

tidak relevan dengan fokus penelitian. Reduksi data dilakukan

dengan memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus

penelitian agar memberikan gambaran yang lebih tajam.

2. Penyajian data dalam bentuk tabel, grafik, gambar dan sebagainya

yang tersusun secara sistematis agar dapat dipahami dan mudah

untuk menarik kesimpulan.

3. Verifikasi data/menarik kesimpulan adalah tahap akhir analisis

deskriptif yang merupakan hasil dari analisis data (analisis

deskriptif).

Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa

setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara

memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.

Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:

37
1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif

Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang

selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga

diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

X=
∑X
∑N

Dengan : X = Nilai rata-rata

Σ X = Jumlah semua nilai siswa

Σ N = Jumlah siswa

2. Untuk ketuntasan belajar

Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan

secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar

kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar

bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar

bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari

sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar

digunakan rumus sebagai berikut:

38
P=
∑ Siswa. yang .tuntas . belajar x 100 %
∑ Siswa
G. Refleksi

1. Mengidentifikasi permasalahan.

2. Merumuskan masalah.

3. Membuat hipotesis.

4. Kegiatan yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran pada setiap

siklus.

5. Penggunaan teknologi dan media sesuai dengan yang ada di RPP

6. Pengelolaan kelas dengan menerapkan model pembelajaran

pengambilan langkah cepat dan tepat jika terjadi hal di luar rencana.

7. Pengaturan waktu saat proses pembelajaran sehingga sesuai dengan

RPP yang dibuat.

8. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.

9. Pemberian motivasi belajar kepada peserta didik secara konstektual

sesuai manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari

39
40

Anda mungkin juga menyukai