Anda di halaman 1dari 4

Soal No.

1:
Menurut Anda, apakah yang dimaksud dengan Fenomenologi Husserl dan apakah yang ditekankan dalam model
penelitian tersebut?
Soal No. 2:
Menurut Anda, apakah yang disebut dengan penelitian kuantitatif dan apakah yang dimaksud dengan penelitian
kualitatif? Rincikanlah secara detail!
Soal No. 3:
Apakah sebab yang melatarbelakangi penelitian perlu dilakukan sehubungan dengan Teori Motivasi Maslow?
Jelaskannlah! Apakah yang menyebabkan terjadinya penelitian ilmiah berdasarkan materi kuliah?

~---Selamat Mengerjakan---~

UAS FILSAFAT ILMU

NAMA : ANI WULANDARI SUMARDI


NIM : 6110123100
RUANG/KELAS :R5
SEMESTER : Satu

Jawaban :

1. Filsafat Fenomenologi, filsafat ini dikenal dan dipolulerkan oleh Edmund


Husserl, Pendahulu husserl dalam membahas fenomenologi, secara umum
memahami bahwa filsafat terlihat seperti ada dua aliran filsafat yang bertolak
belakang seperti aliran rasionalisme dan aliran empirisme. Menjelaskan bahwa
“pengetahuan merupakan sesuatu yang tampak dari diri kita” dan dapat
diredaksi bahwa pengetahuan merupakan sesuatu yang tampat dengan
sendirinya, tanpa adanya rekayasa dari pihak lain(Clark, 1987) juga dapat
dibaca pada subekti(Subekti et al., 2021).

Husserl menyebutkan bahwa: “Phenomenology will be established not as


a science of fact but as a science of essential Being, as eidetic science; its aims
at establishing knowledge of essences and absolutely no facts (Husserl,
1962:39). Maksudnya bahwa, Fenomenologi merupakan bukan sebagai ilmu
fakta, namun sebagai ilmu wujud esensial, yang terkait eidetic, tujuannya untuk
membangun pengetahuan tentang esensi dan sama sekali bukan masalah fakta.
Fenomenologi hendak dibakukan/ dikonstruk bukan menjadi sains tentang fakta,
namun sebagai sains terkait dengan esensi, sebagai eidetic/ pemahaman
(pemahaman berkenaan dengan kemampuan melihat kembali secara jelas hal-
hal yang dialami pada masa lampau)(KKBI, Indonesia, n.d.) sains, tujuannya
yaitu memantabkan pengetahuan tentang esensi dan benar benar bukan fakta.
Maksud dari fenomenologi ini merupakan proses mereduksi dari empiris
dengan menganalisa pada akhir kegiatan, juga menggunakan teori rasionalisme,
guna mencari esensi, bukan fakta belaka. Sebagaimana contoh bahwa manusia
ini adalah bagian dari fenomena, dan faktanya ada, namun esensi adanya
manusia adalah untuk berkarya bukan hanya hidup semata. Realita muncul
dengan sendirinya, kemudian sesuatu yang nampak tadi, dapat ditangkap oleh
indera, dan dipahami sebagaimana gejala yang ada secara natural, tanpa adanya
rekayasa. Itulah yang disebut dengan fenomena, maka ilmu yang mempelajari
hal tersebut disebut fenomenologi. Dengan redaksi lain bahwa fenomena
merupakan kejadian, selanjutnya filsafat fenomenologi adalah ilmu yang
melihat sebuah fenomena, kemudian reduksi tanpa adanya rekayasa manusia
yang menangkap fenomena tersebut, sampai pada titik kejenuhan atau
lengkapnya sebuah fenomena.

Fenomenologi Husserl menekankan bahwa untuk memahami fenomena seseorang


harus menelaah fenomena apa adanya. Oleh karena itu seseorang harus menyimpan
sementara atau mengisolasi asumsi, keyakinan, dan pengetahuan yang telah dimiliki agar
mampu melihat fenomena apa adanya atau melakukan proses bracketing. Selanjutnya,
fenomena hanya terdapat pada kesadaran seseorang yang mengalaminya. Karena itu
fenomena hanya dapat diamati melalui orang yang mengalami.

2. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian untuk berlandaskan pada


filsafat postpositivisme, digunakan meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai
lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan
sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal,teknik pengumpulan dengan
trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. (Sugiyono:2015: 15). Sejalan
definisi tersebut Sugiyono meyatakan metode penelitian kualitatif muncul karena terjadi
perubahan paradigma dalam memandang suatu realitas/fenomena/gejala. Dalam paradigma
ini realitas sosial dipandang sebagai sesuatu yang holistik/utuh, kompleks, dinamis dan
penuh makna. Paradigma yang demikian disebut paradigma postpositivisme. Paradigma
sebelumnya disebut paradigma positivisme, di mana dalam memandang gejala lebih bersifat
tunggal, statis, dan konkrit. Paradigma postpositivisme mengembangkan metode penelitian
kualitatif dan paradigma positivisme mengembangkan metode kuantitatif.

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti
pada kondisi obyek yang alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi, analisis data bersifat induktif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data tidak dipandu oleh teori tetapi
dipandu oleh fakta-fakta yang ditemukan pada saat penelitian di lapangan. Oleh karena itu
analisis data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dan
kemudian dapat dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori. Jadi dalam penelitian
kualitatif melakukan analisis data untuk membangun hipotesis, sedangkan dalam penelitian
kuantitaif melakukan analisis data untuk menguji hipotesis.
Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data
yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang
merupakan suatu nilai di balik data yang tampak, oleh karena itu dalam penelitian kualitatif
tidak menekankan pada generalisasi, tapi lebih menekankan pada makna. Generalisasi
dalam penelitian kulitatif dinamakan transferability, artinya hasil penelitian tersebut dapat
digunakan di tempat lain, manakala tempat tersebut memiliki karakteristik yang tidak jauh
berbeda.

3. Pendidikan merupakan suatu upaya yang dilakukan secara sadar, terarah dan terukur
dalam proses pelaksanaan pembelajaran menuju tercapainya kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang bermanfaat bagi
individu maupun masyarakat luas. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa proses
Pendidikan membutuhkan integrasi banyak elemen baik sistem, input, outpun, kurikulum,
SDM dan lain sebagainya. Seluruh hal tersebut diharapkan dapat menjadi jembatan bagi
peserta didik dalam mencapai cita-citanya di masa depan. Namun, pada kenyataannya
jalannya proses Pendidikan masih diwarnai dengan banyak sekali permasalahan, salah
satunya adalah permasalahan yang terjadi dalam diri peserta didik sendiri. Salah satu
permasalahan yang banyak terjadi adalah prokrastinasi akademik di kalangan pelajar,
khususnya dikalangan mahasiswa. Prokrastinasi akademik merupakan suatu kebiasaan
dalam menunda-nunda pengerjaan tugas akademik yang diberikan tenaga pengajar kepada
peserta didik.
Penundaan pengerjaan tersebut terjadi diantaranya disebabkan oleh manajemen
waktu yang buruk, fokus kendali diri yang minim, perfeksionis, takut gagal dan bahkan
menghindari tugas. Tak hanya dari sisi pelajar saja, prokrastinasi akademik juga
disebababkan oleh kegagalan pengajar dalam memahami kondisi peserta didik dan
ketidakseimbangan mereka dalam memberikan tugas. Dari sini, bisa dipahami bahwa
dibutuhkan kerjasama kedua pihak dalam menangani permasalahan prokrastinasi ini, tidak
hanya pada sisi pelajar melainkan juga dari sisi pengajar.

Diantara upaya dalam implementasi teori kebutuhan Maslow


dalam setting pendidikan adalah sebagai berikut:

1. Memenuhi kebutuhan fisik dalam kegiatan pembelajaran. Seperti ruang kelas yang
kondusif, kantin yang hiegienis, toilet yang bersif, tempat ibadah yang nyaman dan
lain sebagainya.
2. Memenuhi kebutuhan akan keamanan dan kenyamanan dalam proses belajar. Seperti
mempersiapkan pembelajaran dengan baik, sikap pengajar yang humble dan humanis,
penerapan kedisiplinan yang adil dan lain sebagainya.
3. Memenuhi kebutuhan akan cinta. Seperti hubungan baik antara pengajar dan pelajar,
sikap empati dalam dunia Pendidikan, lemah lembut dalam proses pembelajaran, dan
lain sebagainya.
4. Memenuhi kebutuhan harga diri (Self Esteem). Seperti pemberian pujian disaat
mencapai prestasi, diberikan kepercayaan dalam melaksanakan tugas, diterima dalam
lingkungan sekolah, dilibatkan dalam suatu projek dan lain sebagianya.
5. Memenuhi kebutuhan aktualisasi diri. Seperti memberikan kesempatan untuk
berekspolrasi dengan bebas, memberikan ruang untuk kreatifitas yang luas,
memberikan kesempatan dalam menyampaikan pendapat dan lain sebagainya

Anda mungkin juga menyukai