Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
IPA dipandang sebagai salah satu mata pelajaran yang dianggap
penting dalam dunia pendidikan, hal ini diibuktikan dengan
diberlakukannya IPA sebagai mata pelajaran wajib di sekolah dengan
jumlah porsi jam pelajaran yang cukup banyak dibandingkan pelajaran
lainnya. Namun, sangat disayangkan bahwa pada kenyataannya kegiatan
pembelajaran IPA di persekolahan seringkali tidak sejalan dengan
hakikat IPA yang sebenarnya. Pembelajaran IPA di persekolahan menitik
beratkan pada penguasaan konsep semata dengan target agar
mendapatkan rata-rata nilai UASBN untuk SD atau nilai UAN untuk SMP
dan SMU yang baik. 
Pendidikan IPA bukan hanya transfer ilmu pengetahuan dari guru
kepada siswa sebagai peserta didik. Kalau hanya transfer pengetahuan
yang terjadi, pendidikan tidak akan menghasilkan generasi terdidik dan
berkualitas. Rohandi (1998: 113) menyatakan bahwa, “Pembelajaran
sains tidak lain merupakan proses konstruksi pengetahuan (sains) melalui
aktivitas berpikir anak. Dalam keadaan ini, anak diberi kesempatan untuk
mengembangkan pengetahuannya secara mandiri melalui proses
komunikasi yang menghubungkan pengetahuan awal yang dimiliki
dengan pengetahuan yang akan/harus mereka temukan. Dengan
demikian, kondisi seperti ini akan mampu menjadikan anak berdaya, yang
sangat berperan penting dalam kehidupan mereka sehari-hari.”
Dengan demikian, kegiatan pembelajaran akan lebih bermakna
jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya, bukan hanya sekedar
mengetahuinya dari penuturan guru. Berdasarkan pandangan tersebut,
maka berkembang strategi pembelajaran kontekstual yang mendorong
siswa mengkonstruksikan pengetahuannya dalam mata pelajaran sains.

1
Pembelajaran kontekstual dapat dikembangkan melalui
pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi
atau Higher Order Thinking Skills (HOTS). Pembelajaran yang
berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi ini merupakan
program yang dikembangkan sebagai upaya Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan (Ditjen GTK) dalam upaya peningkatan kualitas
pembelajaran dan meningkatkan kualitas lulusan.
Hasil pengukuran capaian peserta didik berdasar UN ternyata
selaras dengan capaian PISA maupun TIMSS. Hasil UN tahun 2018
menunjukkan bahwa peserta didik-peserta didik masih lemah dalam
keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skill) seperti
menalar, menganalisa, dan mengevaluasi.
Peningkatan kualitas peserta didik salah satunya dilakukan
melalui peningkatan kualitas pembelajaran yang berorientasi pada
keterampilan berpikir tingkat tinggi. Kualitas pembelajaran juga perlu
diukur dengan penilaian yang berorientasi pada Keterampilan Berpikir
Tingkat Tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS). Untuk
keterlaksanaanya sangat diperlukan peran aktif dan profesionalitas guru.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk
mengangkat judul “Penilaian Berorientasi Higher Order Thinking Skills
(HOTS) pada Pembelajaran Sains Melalui Pendekatan Kontekstual”.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud pembelajaran sains?
2. Apakah yang dimaksud pendekatan kontekstual?
3. Apakah yang dimaksud penilaian berorientasi Higher Order Thinking
Skills (HOTS)?

2
4. Bagaimanakah Penilaian Berorientasi Higher Order Thinking Skills
(HOTS) pada Pembelajaran Sains Melalui Pendekatan Kontekstual?

C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat dirumuskan tujuan
penelitian sebagai adalah untuk mengetahui:
1. Pengertian pembelajaran Sains
2. Pengertian pendekatan kontekstual
3. Pengertian penilaian berorientasi Higher Order Thinking Skills (HOTS)
4. Penerapan Penilaian Berorientasi Higher Order Thinking Skills (HOTS)
pada Pembelajaran Sains Melalui Pendekatan Kontekstual

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembelajaran Sains
Istilah IPA sebagai sebagai nama suatu mata pelajaran digunakan
pada kurikulum sebelum KBK, hingga masa diberlakukaannya KBK, mata
pelajaran IPA diubah menjadi mata pelajaran Sains. Namun hal ini tidak
berlangsung lama, dalam kurikulum selanjutnya yaitu KTSP, mata
pelajaran Sains diubah kembali menjadi IPA. Dalam makalah ini istilah
Sains dan IPA dianggap sama.
Sains merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis
untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-
prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Pendidikan sains
di SD bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam
sekitar.
Pendidikan sains menekankan pada pemberian secara langsung
dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa
mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan
sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat
membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang alam sekitar.
Sains dan pembelajaran sains tidak hanya sekedar pengetahuan yang
bersifat ilmiah saja, melainkan terdapat dimensi-dimensi ilmiah penting
yang menjadi bagian sains. Pertama, adalah muatan sains (content of
science) yang berisi berbagai fakta, konsep, hukum, dan teori. Dimensi
inilah yang menjadi obyek kajian ilmiah manusia.
Dimensi kedua sains adalah proses dalam melakukan aktivitas ilmiah
dan sikap ilmiah dari aktivis sains. Proses dalam melakukan aktivitas
aktivitas yang terkait dengan sains biasa disebut dengan keterampilan
proses sains (science proccess skills).Dimensi ketiga dari sains merupakan

4
dimensi yang terfokus pada karakteristik sikap dan watak ilmiah. Dimensi
ini meliputi keingintahuan seseorang dan besarnya daya imajinasi
seseorang, juga antusiasme yang tinggi untuk mengajukan pertanyaan dan
memecahkan permasalahan. Sikap lain yang juga harus dimiliki seorang
ilmuwan adalah sikap menghargai terhadap metode dan nilai-
nilai di dalam sains. Metode sains yang dimaksud di sini meliputi usaha un
tuk menjawab pertanyaan-pertanyaan menggunakan bukti-bukti,
kemauan untuk mengakui pentingnya mengecek ulang data yang
diperoleh, dan memahami bahwa pengetahuan ilmiah dan teori-teori
berubah sepanjang waktu selama informasi-informasi yang lebih banyak
dan lebih baik diperoleh.
Sains merupakan sekelompok pengetahuan tentang objek dan
fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penelitian para
ilmuan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan
menggunakan metode ilmiah, Poedjiati (Oktian, 2005:27). Berkenaan
dengan cara kerja untuk menghasilkan produk IPA, Ticker (Oktian,
2005:28) mengemukakan ‘Science is interconnected series of concepts and
conceptual schemes that have developed as a result of experimentation and
observation and are fruitful of further experimentations and observations’.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sains menghendaki
adanya eksperimen dan observasi untuk menguji teori atau hukum yang
telah ada. Jika eksperimen yang dilakukan tidak sesuai dengan teori maka
teori tersebut tidak berlaku lagi sehingga dari sinilah timbul teori atau
hukum baru. Selanjutnya Suriaty (Solihat, 2006:13-14) mengemukakan
bahwa untuk memahami hakekat IPA haruslah dilandasi
dengan pengertian tentang IPA yang dikemukakan oleh para ahli:
1. Kemeny menyatakan bahwa ”IPA
merupakan aktifitas dalam menemukan hukum-hukum alam dalam
bentuk teori-teori berdasarkan fakta-fakta”. Keadaan ini
menyebabkan hubungan timbal balik antara teori dan fakta. Fakta-

5
fakta dapat menimbulkan teori baru atau membatalkan teori lama.
Teori juga dapat mendorong ilmuwan untuk mencari fakta baru.
2. Fishei menyatakan bahwa IPA sebagai ”body of knowledge obtained by
method based upon observation”, yaitu IPA merupakan suatu batang
tubuh pengetahuan yang diperoleh melalui metode yang
berdasarkan observasi.
3. Chalmers menyatakan hahwa “IPA didasari oleh hal-hal yang kita
lihat, dengar, raba, dan lain-lain”. Dapat dikatakan batasan ini
lebih menekankan kepada cara memperoleh IPA, yaitu melalui
observasi. IPA sebagai kumpulan konsep atau prinsip tidak secara jelas
dikemukakan.
4. Sund menyatakan bahwa ”Science is both a body of
knowledge and process” dilihat dari kalimat ini maka jelaslah bahwa
yang dimaksud dengan sains (IPA) adalah kumpulan dari pengetahuan
(fakta, konsep, prinsip. dan lain-lain), dan bagaimana proses untuk
mendapatkan pengetahuan itu. Sund mengemukakan batasan IPA
yang lebih lengkap. Sund menyatakan ”IPA sebagai bidang
pengetahuan (body of knowledge) yang dibentuk melalui proses
inkuiri yang terus menerus, yang diarahkan oleh masyarakat yang
bergerak dalam bidang IPA”. IPA lebih dari sekedar
ilmu pengetahuan. IPA merupakan suatu upaya manusia yang
meliputi operasi mental, keterampilan dan strategi, memanipulasi,
menghitung, keingintahuan, ketekunan yang dilakukan oleh individu
untuk menyingkap rahasia alam semesta. IPA juga dapat dikatakan
sebagai hal-hal yang dilakukan ahli IPA ketika melakukan kegiatan
penyelidikan ilmiah.

Dari pendapat beberapa ahli di atas maka jelaslah pada hakekatnya


IPA adalah ilmu pengetahuan tentang fenomena alam berupa kumpulan
fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori, kemudian dapat diuji kebenaran

6
nya. Pembelajaran IPA pada hakekatnya adalah membelajarkan siswa
untuk memahami hakekat IPA (proses dan produk) dan sadar akan nilai-
nilai yang ada di dalam masyarakat serta terjadi pengembangan ke
arah sikap positif. Pemberian pengalaman secara langsung
sangat ditekankan melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses serta sikap ilmiah dengan tujuan memahami konsep-konsep dan
mampu memecahkan masalah.

B. Pendekatan Kontekstual
1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menekankan
pada kaitan antara materi yang dipelajari dengan kondisi di kehidupan
nyata yang bisa dilihat dan dianalisis oleh peserta didik. Artinya, saat
kegiatan pembelajaran berlangsung peserta didik seolah bisa
merasakan dan melihat langsung aplikasi nyata materi yang sedang
dipelajari. Adapun contoh pembelajaran kontekstual di kelas adalah
sebagai berikut:
a. Guru mempraktikkan renang gaya kupu-kupu di hadapan para
peserta didik.
b. Guru menampilkan gambar rangka manusia untuk menunjukkan
bagian-bagian rangka manusia.
c. Guru membawa bahan ajar berupa perkecambahan untuk
menunjukkan proses pertumbuhan biji.
d. Guru membawa contoh koran atau majalah sebagai bahan untuk
membahas berita.
e. Guru mengajak peserta didik di daerah yang rawan banjir maupun
longsor untuk menjelaskan struktur tanah.
2. Pembelajaran Kontekstual Menurut Para Ahli
Adapun pengertian pembelajaran kontekstual menurut ahli
adalah sebagai berikut.

7
a. Menurut Depdiknas
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi di
dunia nyata siswa. Menurut Depdiknas, metode pembelajaran ini
harus mampu mendorong siswa menciptakan hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Menurut Elaine B. Johnson
Pembelajaran kontekstual merupakan sebuah proses
pendidikan untuk menolong para siswa/siswi melihat makna dalam
pelajaran yang mereka pelajari. Caranya ialah dengan
menghubungkan subjek-subjek akademik yang sudah dipelajari
dengan konteks kehidupan sehari-hari.
c. Menurut Wina Sanjaya
Pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa
secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk menerapkannya pada kehidupan mereka.
d. Menurut Suherman
Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang
diawali dengan mencontoh kejadian di dunia nyata yang dialami
siswa, lalu diangkat menjadi pembahasan konsep yang sedang
diajarkan. Siswa bisa mempraktikkan, menceritakan, berdialog, atau
tanya jawab.
3. Tujuan Pembelajaran Kontekstual
Tujuan metode pembelajaran ini adalah sebagai berikut.
a. Meningkatkan ketertarikan peserta didik untuk senantiasa belajar,
sehingga mereka bisa mendapatkan pengetahuan yang bersifat
fleksibel dan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari.

8
b. Memperbaiki hasil belajar peserta didik melalui peningkatan
pemahaman makna materi yang sedang dipelajari.
4. Manfaat Pembelajaran Kontekstual
Adapun manfaat metode pembelajaran ini bagi peserta didik
adalah sebagai berikut.
a. Meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berpikir secara
kritis, logis, dan sistematis.
b. Pemahaman yang diperoleh peserta didik bisa bertahan lebih lama
karena memahami dengan menerapkan.
c. Peserta didik bisa lebih peka terhadap lingkungan sekitar.
d. Meningkatkan kreativitas peserta didik berkaitan dengan
permasalahan yang ada di sekitar yang disesuaikan dengan keilmuan
yang didapatkan.

5. Strategi Pembelajaran Kontekstual


Agar implementasi model pembelajaran kontekstual berhasil,
Bapak/Ibu harus memiliki strategi yang sesuai dengan kondisi di kelas
yang diampu. Lantas, bagaimana strateginya?
a. Melalui pemecahan masalah, artinya Bapak/Ibu memberikan studi
kasus yang biasa mereka temui di kehidupan sehari-hari. Lalu,
peserta didik diminta untuk mencari solusi atas studi kasus yang
b. Bapak/Ibu berikan dari berbagai sumber yang bisa diakses.
c. Mengajak peserta didik di tempat yang dekat dengan pemahaman
materi, misalnya lingkungan sekitar sekolah, perpustakaan, museum,
dan sebagainya. Hal itu karena suasana belajar baru bisa
memunculkan pengalaman baru yang menyenangkan dan mudah
diingat.
d. Menjadikan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat dan
mandiri, sehingga guru hanya berperan untuk mengarahkan dan
mengontrol jalannya pembelajaran.

9
e. Membangun komunikasi efektif yang bisa diterima oleh semua
peserta didik di kelas dengan berbagai karakter, sosial, budaya, suku,
dan sebagainya. Komunikasi yang dijalin oleh guru pada peserta
didiknya akan memengaruhi tingkat ketertarikan pada materi yang
diajarkan.
f. Memberikan penilaian yang otentik pada peserta didik. Penilaian
tersebut bisa membantu guru dalam memetakan tingkat
kemampuan dan motivasi peserta didik selama pembelajaran.

6. Langkah-Langkah Pembelajaran Kontekstual


Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
a. Mengenalkan sosok/figur yang terkait dengan mata pelajaran yang
diajarkan. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan ketertarikan
peserta didik pada kegiatan belajar mengajar serta memotivasi agar
peserta didik bisa meniru kesuksesan sosok/figur tersebut.
b. Merumuskan manfaat serta tujuan materi yang akan dipelajari serta
mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari.
c. Memberikan umpan balik dengan cara membebaskan peserta didik
untuk bereksplorasi, sehingga nantinya mereka bisa menemukan
cara belajar yang sesuai.
d. Mengarahkan dan membimbing peserta didik selama mereka belajar
untuk bereksplorasi.

7. Prinsip Pembelajaran Kontekstual


Menurut Elaine B. Johnson dalam Syaefudin, pembelajaran
kontekstual harus memuat tiga prinsip utama, yaitu sebagai berikut.
a. Prinsip ketergantungan
Sebagai suatu sistem, pasti ada keterikatan dan keterkaitan di
dalam sekolah. Artinya, setiap elemen di sekolah saling tergantung

10
satu sama lain. Misalnya, antara peserta didik dan guru, guru dan
kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan, dan seterusnya. 
Adanya ketergantungan ini bisa meningkatkan kualitas
pembelajaran. Hal-hal yang tidak bisa dipisahkan saat pembelajaran
berlangsung adalah bahan ajar, media ajar, sarana dan prasarana,
sumber belajar, dan iklim sekolah.
b. Prinsip diferensiasi
Artinya segala sesuatu di Bumi ini selalu berubah, tak
terkecuali di dunia pendidikan. Hal itu memicu terbentuknya
perbedaan, keseragaman, dan keunikan. Oleh karena itu, pendidik
selalu dituntut untuk dinamis dan harmonis dengan prinsip
diferensiasi.
c. Prinsip organisasi diri
Artinya guru harus mampu memberikan dorongan atau
motivasi pada peserta didik agar senantiasa menggali setiap potensi
yang dimiliki secara optimal.

8. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual


Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran menuntut guru
untuk mampu menyuguhkan gambaran dunia nyata di dalam kelas.
Dengan demikian, peserta didik lebih mudah memahami inti dari hal-
hal yang sedang dipelajari. 
Itulah mengapa, pada pendekatan kontekstual guru harus
mengarahkan peserta didik agar:
a. Selalu aktif bertanya;
b. Aktif menggali pengetahuan secara konstruktif (dengan cara
membangun);
c.Aktif dalam menemukan konsep atau pengetahuan dengan
menerapkan pola berpikir kritis;
d. Belajar bersama di dalam masyarakat pembelajar;

11
e. Menggagas pemodelan;
f. Mampu merefleksikan pengalaman belajar yang pernah dilalui; dan
g. Menerapkan penilaian otentik.

C. Penilaian Berorientasi Higher Order Thinking Skills (HOTS)

Berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal, reflektif yang


berfokus pada pengambilan keputusan mengenai apa yang harus
dipercaya atau dilakukan. (Norris & Ennis, 1989, hal. 3).

Jika kita setuju untuk tetap membumi pada tujuan penting ini,
definisi kita tentang pemikiran tingkat tinggi untuk tujuan buku ini bisa
jauh lebih sederhana dan praktis. Dalam Pendahuluan ini, di
pertimbangkan jenis orde tinggi pemikiran yang (atau seharusnya)
dinyatakan atau tersirat dalam standar isi negara dan tujuan
pembelajaran di kelas. Definisi yang bermanfaat terbagi menjadi tiga
kategori: (1) mereka yang mendefinisikan pemikiran tingkat tinggi dalam
hal transfer, (2) mereka yang mendefinisikannya dalam kerangka berpikir
kritis, dan (3) mereka yang mendefinisikannya dalam istilah pemecahan
masalah.

Pendekatan yang paling umum untuk berpikir tingkat tinggi adalah


pembagian pembelajaran Anderson dan Krathwohl (2001) menjadi
pembelajaran untuk mengingat dan belajar untuk pindahan. Belajar untuk
mengingat tentu membutuhkan jenis pemikiran, tetapi belajar untuk
transfer bahwa Anderson, Krathwohl, dan rekan-rekan mereka
pertimbangkan "pembelajaran yang bermakna." Pendekatan ini telah
menginformasikan konstruksi mereka dimensi Kognitif dari taksonomi
Bloom yang direvisi.

Contoh lain dalam kategori ini berasal dari Barahal (2008), yang
mendefinisikan berpikir kritis sebagai ―berpikir cerdas (hal. 299),
yang meliputi penalaran, mempertanyakan dan menyelidiki, mengamati

12
dan mendeskripsikan, membandingkan dan menghubungkan, menemukan
kompleksitas, dan mengeksplorasi sudut pandang.

Dalam kategori pemecahan masalah berpikir tingkat tinggi


didefinisikan sebagai berikut: Seorang siswa menimbulkan masalah ketika
siswa ingin mencapai hasil tertentu atau tujuan tetapi tidak secara
otomatis mengenali jalur atau solusi yang tepat untuk digunakan untuk
mencapainya. Masalah yang harus dipecahkan adalah bagaimana
mencapai tujuan yang diinginkan. Karena siswa tidak dapat secara
otomatis mengenali cara yang tepat untuk mencapai yang diinginkan
tujuan, dia harus menggunakan satu atau lebih proses berpikir tingkat
tinggi. Pemikiran ini proses yang disebut pemecahan masalah. (Nitko &
Brookhart, 2007, hal. 215).
1. Bagaimana Pengaruh Penilaian Keterampilan Berpikir Tingkat
tinggi
Ketika anda mengajar dan menilai pemikiran tingkat tinggi secara
teratur, seiring waktu anda harus melihat manfaat bagi siswa anda.
Pemahaman anda tentang bagaimana siswa anda berpikir dan
memproses apa yang mereka pelajari harus ditingkatkan saat anda
menggunakan penilaian yang dirancang khusus untuk menunjukkan
pemikiran siswa. Akhirnya, keterampilan berpikir mereka harus
meningkat, dan demikian pula kinerja mereka secara keseluruhan.
Siswa belajar dengan membangun makna, memasukkan konten baru ke
dalam representasi mental yang ada. Oleh karena itu, peningkatan
keterampilan berpikir harus benar-benar meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman konten juga. Seberapa besar? kita mengharapkan efek
ini?

Higgins, Hall, Baumfield, dan Moseley (2005) melakukan meta-


analisis studi intervensi keterampilan berpikir pada kognisi siswa,
prestasi, dan sikap. Sebuah meta- analisis adalah sintesis kuantitatif
studi yang melaporkan ukuran efek, atau jumlah perubahan dalam

13
satuan deviasi standar. Standarisasi efek dari studi yang berbeda
berarti peneliti dapat mengukur ukuran efek rata-rata di seluruh studi,
yang menghasilkan perkiraan ukuran efek yang lebih stabil dalam
kasus ini, efek intervensi.

Keterampilan berpikir dari pada satu studi saja bisa menyediakan.


Untuk ulasan mereka, Higgins dan rekan-rekannya mendefinisikan
intervensi keterampilan berpikir sebagai ―pendekatan atau program
yang mengidentifikasi untuk proses mental pelajar yang dapat
diterjemahkan dan/atau yang mengharuskan peserta didik untuk
merencanakan, menggambarkan, dan mengevaluasi pemikiran dan
pembelajaran mereka (hal. 7).
Ada dua hal yang membuat hasil ini untuk program HOTS sangat
mengesankan. Pertama, dalam beberapa evaluasi, pengajaran
keterampilan berpikir telah kontras dengan instruksi konten yang
ditingkatkan. Instruksi keterampilan berpikir melakukan pekerjaan
yang jauh lebih baik dalam menyiapkan siswa untuk menjadi fleksibel,
memungkinkan mereka untuk "memahami pemahaman" (hal. 70) dan
untuk menangani segala macam konten yang berbeda. Untuk yang lain,
hasil ini berlaku untuk sekitar 80 persen siswa yang telah
diidentifikasi sebagai Judul I atau belajar siswa cacat, selama mereka
memiliki verbal IQ 80 atau lebih. Ini membutuhkan waktu. Pogrow
(2005) melaporkan bahwa dengan ini dengan siswa, ―Dibutuhkan
sekitar empat bulan sebelum siswa memberikan alasan untuk
tanggapan tanpa diminta, dan dibutuhkan sekitar enam bulan sebelum
mereka mau menyangkal jawaban sebelumnya (hal. 71). Tapi mereka
melakukannya!
Tentu saja, penilaian berpikir tingkat tinggi mengasumsikan
pengajaran berpikir tingkat tinggi. Meskipun mengajarkan
keterampilan ini bukanlah subjek dari buku ini, itu perlu dicatat bahwa
mengerjakan tugas-tugas seperti yang ada di buku ini, dengan banyak

14
umpan balik, bisa menjadi bagian dari instruksi tersebut. Tujuan
akhirnya adalah untuk siswa untuk belajar melakukan lebih banyak
pemikiran tingkat tinggi, dan melakukannya dengan lebih baik. Untuk
memudahkan ilustrasi, saya menggunakan kategori pemikiran tingkat
tinggi berikut dalam bab-bab yang mengilustrasikan cara untuk menilai
berbagai aspek pemikiran tersebut:
a. Analisis, evaluasi, dan kreasi ("ujung atas" taksonomi Bloom).
b. Penalaran logis.
c. Penghakiman dan pemikiran kritis.
d. Penyelesaian masalah.
e. Kreativitas dan pemikiran kreatif.

2. Prinsip umum untuk menilai berpikir tingkat tinggi


Membangun penilaian selalu melibatkan prinsip-prinsip dasar
ini:
a. Tentukan dengan jelas dan tepat apa yang ingin Anda nilai.
b. Rancang tugas atau item tes yang mengharuskan siswa
mendemonstrasikan ini pengetahuan atau keterampilan.
c. Putuskan apa yang akan Anda ambil sebagai bukti sejauh mana
siswa telah menunjukkan pengetahuan atau keterampilan ini.

Proses tiga bagian umum ini berlaku untuk semua penilaian,


termasuk penilaian pemikiran tingkat tinggi. Menilai pemikiran tingkat
tinggi hampir selalu melibatkan tiga prinsip tambahan:
a. Menyajikan sesuatu untuk dipikirkan siswa, biasanya dalam bentuk
teks pengantar, visual, skenario, materi sumber, atau semacam
masalah.
b. Gunakan materi baru—materi yang baru bagi siswa, tidak tercakup
dalam kelas dan dengan demikian tunduk pada mengingat.
c. Bedakan antara tingkat kesulitan (mudah versus sulit) dan tingkat
berpikir (berpikir tingkat rendah atau mengingat versus berpikir
tingkat tinggi), dan kontrol untuk masing-masing secara terpisah.

15
3. Prinsip untuk Menilai Pemikiran Tingkat Tinggi
Seperti yang teelah dibahas di awal, menggunakan tiga prinsip
Ketika akan menulis item penilaian atau tugas akan membantu
memastikan memiliki cara menilai tingkat yang lebih tinggi dalam
berpikir: (1) gunakan materi pengantar atau izinkan akses ke materi
sumber, (2) menggunakan materi baru, dan (3) memperhatikan
kompleksitas dan kesulitan kognitif secara terpisah. Pada bagian
berikutnya, masing-masing prinsip ini dibahas secara lebih rinci.
a. Gunakan materi pengantar.
Menggunakan materi pengantar atau mengizinkan siswa
menggunakan materi sumber belajar serta memberi siswa sesuatu
untuk dipikirkan. Untuk contoh, kinerja siswa pada pertanyaan tes
tentang Moby Dick yang melakukannya tidak mengizinkan siswa
untuk merujuk ke buku mungkin mengatakan lebih banyak
tentang apakah siswa dapat mengingat detail dari Moby Dick
daripada bagaimana mereka dapat memikirkannya.
Dengan ini dapat menggunakan materi pengantar dengan
berbagai jenis item tes dan tugas penilaian kinerja. Item pilihan
ganda yang bergantung pada konteks set, kadang- kadang disebut
latihan interpretatif, menawarkan materi pengantar dan kemudian
satu atau beberapa butir soal pilihan ganda berdasarkan materi.
Pertanyaan-pertanyaan tanggapan (esai) yang dibangun dengan
materi pengantar serupa, kecuali siswa harus menulis jawaban
mereka sendiri atas pertanyaan-pertanyaan itu. Penilaian kinerja
—termasuk berbagai jenis makalah dan proyek—mewajibkan
siswa untuk membuat atau melakukan sesuatu yang lebih luas
daripada menjawab pertanyaan tes, dan dapat menilai berpikir
tingkat tinggi, terutama jika mereka meminta siswa untuk
mendukung pilihan mereka atau tesis, menjelaskan alasan mereka,
atau menunjukkan pekerjaan mereka.

16
b. Gunakan bahan baru.
Materi baru berarti materi yang belum dimiliki siswa bekerja
dengan sudah sebagai bagian dari instruksi kelas. Menggunakan
bahan baru berarti siswa harus benar-benar berpikir, tidak hanya
mengingat materi yang dibahas kelas. Misalnya, pertanyaan esai
yang tampaknya berpikir tingkat tinggi tentang bagaimana
Herman Melville menggunakan paus putih sebagai simbol hanyalah
mengingat jika ada adalah diskusi kelas tentang pertanyaan ―Apa
yang dilambangkan oleh paus putih? di Moby Dick Dari sudut
pandang siswa, pertanyaan esai itu menjadi ―Ringkaslah apa yang
kita katakan di kelas Kamis lalu.
Prinsip tentang materi baru ini dapat menyebabkan masalah
bagi kelas guru tentang berpikir tingkat tinggi. Untuk satu hal, itu
berarti hanya guru tahu pasti apakah item tes atau penilaian
kinerja benar-benar menilai pemikiran tingkat tinggi; orang lain di
luar kelas tertentu tidak bisa mengetahui dengan melihat apakah
penilaian memerlukan pemikiran tingkat tinggi untuk kelas
tertentu itu. Untuk yang lain, kebaruan materi tentang penilaian
berada di bawah kendali seorang guru. Guru yang ―mengajar untuk
menguji‖ dengan membiasakan siswa dengan materi tes yang
dimaksudkan untuk menjadi novel mengubah sifat penilaian.
Betapapun niatnya baik, praktik ini merusak niatnya instrumen
untuk menilai berpikir tingkat tinggi. KRITERIA untuk umpan balik
atau rubrik:

• Kesesuaian detail dari fabel.


• Kejelasan penalaran dan kejelasan penjelasan.

Penilaian kinerja untuk menilai penalaran tentang tema


1. Tema fabel Aesop ―Androcles and the Lion‖ dapat diungkapkan
sebagai ―Syukur adalah tanda jiwa yang mulia.‖ Tulislah fabel
orisinal yang mengungkapkan tema yang sama. Kemudian

17
jelaskan bagaimana tema tersebut berlaku dalam persamaan cara
untuk kedua "Androcles dan Singa" dan dongeng Anda sendiri.

KRITERIA untuk umpan balik atau rubrik:


• Kesesuaian fabel asli dengan tema Androcles.
• Kejelasan penalaran dan kejelasan penjelasan.
• Kesesuaian bukti dari kedua fabel.
• Konvensi penulisan.

Ketiga tugas tersebut membutuhkan pemikiran analitis. Ketiganya


menuntut siswa mampu menalar tentang fabel ―Androcles and the
Lion‖ dan temanya. Namun, perhatikan bahwa formatnya tidak
sepenuhnya dapat dipertukarkan. Mereka masing-masing ketuk
serangkaian keterampilan yang sedikit berbeda selain analisis inti
yang diperlukan untuk menjelaskan tema. Versi pilihan ganda
mengharuskan siswa untuk mengidentifikasi, dari pilihan yang
diberikan, bagian dari plot dongeng di mana jiwa yang mulia
mengekspresikan rasa syukur. Versi esai pendek mengharuskan
siswa untuk mengidentifikasi, dari teks fabel, bagian dari plot
dongeng di mana jiwa yang mulia mengungkapkan rasa terima
kasih dan untuk menjelaskan alasan mereka. Hal ini juga, oleh
karena itu, mengharuskan siswa untuk berolahraga beberapa
keterampilan menulis. Versi penilaian kinerja mengharuskan siswa
untuk lakukan semua yang dilakukan versi esai pendek, plus
tampilkan sintetis atau kreatif berpikir untuk menulis fabel analog
dan menjelaskan pemikiran itu. Ini juga membutuhkan lebih banyak
tulisan daripada versi esai pendek.
c. Kelola kompleksitas dan kesulitan kognitif secara terpisah.
Menyadari level itu tingkat kesulitan (mudah versus sulit)
dan tingkat berpikir (mengingat versus tingkat tinggi dalam
berpikir) adalah dua kualitas yang berbeda memungkinkan

18
untuk menggunakan pemikiran tingkat tinggi pertanyaan dan
tugas dengan semua peserta didik. Kesalahpahaman bahwa
mengingat itu "mudah" dan berpikir tingkat tinggi adalah "sulit"
mengarah pada hasil yang buruk. Dua yang paling berbahaya
adalah siswa muda yang suka berubah-ubah dan kekurangan
uang berprestasi dari segala usia dengan menawarkan mereka
hanya mengingat dan mengebor tugas karena mereka tidak
"siap" untuk melakukan pemikiran tingkat tinggi. Dalam kedua
kasus, sementara ini siswa menunggu dengan berpikir mereka
siap, mereka juga akan belajar bahwa di sekolah itu
membosankan. Mereka mungkin berperilaku buruk, mereka
mungkin putus sekolah, dan mereka pasti tidak akan belajar
berpikir dengan baik.
Tugas berpikir bisa mudah atau sulit, dan begitu juga tugas
tingkat mengingat. Jika meragukan itu, perhatikan contoh berikut
:

1. Strategi untuk Memberi Umpan Balik atau Tugas Penilaian Itu


Menilai Pemikiran Tingkat Tinggi
Ada dua cara untuk menafsirkan tanggapan siswa terhadap
item atau tugas: satu adalah untuk mengomentari pekerjaan, dan
yang lainnya adalah untuk menilai itu. Untuk keduanya, penting
untuk menerapkan kriteria tentang kualitas berpikir yang
ditunjukkan dalam karya. Kriteria dengan setiap esai atau contoh
penilaian kinerja (dengan ditunjukkan dalam contoh menggunakan
fabel). Kriteria dapat berupa dasar untuk umpan balik atau dasar
untuk rubrik, atau keduanya, tergantung pada bagaimana dalam
menggunakannya penilaian. Yang penting kriterianya sesuai dengan
pembelajaranmu target, dan kemajuan terhadap kriteria tersebut
berarti pembelajaran
a. Penilaian Formatif Berpikir Tingkat Tinggi

19
Mengamati dan mendiskusikan penalaran siswa secara
langsung bisa menjadi cara yang ampuh cara untuk menilai
pemikiran tingkat tinggi. Beri siswa penilaian, dan gunakan itu secara
formatif. Lakukan percakapan dengan siswa tentang alasan mereka,
atau berikan umpan balik tertulis yang substantif. Percakapan dan
umpan balik harus didasarkan pada target dan kriteria pembelajaran.
Persis seperti apa pemikiran yang akan di coba dalam nilai?
Bagaimana seharusnya siswa menafsirkan kualitas pemikiran
mereka? Apa adalah beberapa cara mereka dapat memperluas atau
memperdalam pemikiran itu?

Tujuan utama menggunakan masalah ini adalah untuk


membantu siswa menilai kualitas penjelasan mereka tentang
pemecahan masalah matematika, tujuan formatif. Keterampilan ini
akan membantu siswa pada PSSA, evaluasi sumatif. Guru ini
memberikan umpan balik kepada siswa tentang kebenaran jawaban
mereka dan kualitas penjelasannya. Meskipun mungkin tampak
otomatis bagi orang dewasa dalam mengidentifikasi masalah sebagai
masalah jarak yang membutuhkan pembagian adalah keterampilan
penting. Gambar 1.2 mereproduksi dua tanggapan siswa hanya
untuk sebagian dari masalah perjalanan keluarga Gomez digunakan
sebagai contoh.
Penilaian Sumatif Berpikir Tingkat Tinggi
Sebuah tugas kompleks yang membutuhkan pemikiran tingkat
tinggi dapat ditumbangkan oleh skema penilaian yang memberikan
poin hanya untuk fakta yang dilaporkan. Sebaliknya, skor kualitas
penalaran siswa bahkan pada beberapa tugas yang sangat sederhana
dapat dinilai berpikir tingkat tinggi. Untuk penilaian sumatif tentang
bagaimana siswa menggunakan pemikiran tingkat tinggi untuk tes
dan proyek yang dinilai dalam skema penilaian harus dirancang
sedemikian rupa sehingga pemikiran tingkat tinggi diperlukan untuk

20
mendapatkan skor yang baik.
Ini persyaratan berarti bahwa pemikiran yang sehat harus
masuk ke dalam kriteria dari mana rubrik dikembangkan. Beberapa
rubrik atau skema penilaian lainnya hadir terutama untuk
menampilkan fitur atau hanya menghitung jumlah fakta yang benar
dalam tanggapan siswa. Skema penilaian seperti itu dapat mengubah
latihan di mana: siswa memang menggunakan pemikiran tingkat
tinggi menjadi skor yang tidak mencerminkan pemikiran siswa.
a. Soal pilihan berganda. Pertanyaan pilihan ganda biasanya akan
diberi skor dengan satu poin untuk pilihan yang benar dan tidak
ada poin untuk pilihan yang salah pilihan. "Berpikir" dikodekan ke
dalam memilih. Perlu diingatkan kepada pembaca di sini bahwa
untuk skor yang dihasilkan berarti bahwa siswa menggunakan
tingkat yang lebih tinggi berpikir, pertanyaan harus dirancang
agar berpikir tingkat tinggi benar-benar diperlukan untuk
menjawab.
b. Pertanyaan tanggapan dan esai yang dibangun. Untuk
tanggapan yang dibangun jawaban atas pertanyaan yang
dirancang untuk memanfaatkan berbagai jenis penalaran,
seringkali berupa rubrik dengan skala pendek akan bekerja
dengan baik. Mulailah dengan kriteria, jenis pemikiran Anda
berniat untuk menilai. Misalnya, tanyakan, ―Apakah siswa
menimbang bukti sebelum mengambil keputusan?‖ atau ―Apakah
siswa secara tepat mengevaluasi kredibilitas sumbernya?‖
Kemudian gunakan skala yang memberikan kredit parsial
tergantung pada kualitas penalaran.
Berikut adalah contoh tugas yang digunakan guru IPA kelas
9 untuk menilai pemahaman siswa tentang perubahan kimia dan
fisika. Siswa telah mengamati demonstrasi tentang es yang
mengapung di air, kemudian mencair, dan telah menggambar

21
diagram struktur molekulnya. Kemudian pasangan siswa diberi
kartu dengan acara sehari-hari. Mereka harus mengurutkannya
menjadi dua kategori, perubahan fisik dan perubahan kimia, dan
jelaskan mengapa mereka menempatkannya di tempat mereka
melakukannya. Kemudian mereka harus menulis apa yang
mereka pelajari tentang perubahan fisika dan kimia. Di dalam
lewat, saya harus menyebutkan bahwa latihan ini memicu
beberapa siswa yang menarik berpikir tingkat tinggi di luar
kategorisasi sederhana dan pemikiran induktif. Untuk Misalnya,
seorang siswa bertanya, ―Apakah memotong rumput merupakan
perubahan kimia atau fisika, jika Anda menganggap bahwa bagian
rumput yang dipotong mati?

Berikut adalah contoh skema penilaian yang dapat digunakan


dengan 9th kelas IPA contoh kelas IPA perubahan fisika dan kimia.
Saya mencantumkan skalanya sebagai 2-1-0, tetapi bisa juga 3-2-1,
atau 6-4-2, atau bobot apa pun yang sesuai untuk skor lain yang
perlu digabungkan untuk tes tertentu atau skor komposit kelas.
Apakah siswa bernalar secara induktif dari contoh-contoh
untuk sampai pada suatu deskripsi yang akurat tentang perubahan
fisika dan kimia?
2 = Lengkap dan jelas—Respon memberikan bukti yang jelas
tentang penalaran dari contoh-contoh.
1 = Sebagian—Tanggapan akurat, tetapi penalaran dari contoh
tidak jelas atau hanya sebagian.
0 = Tidak—Respon tidak menunjukkan kesimpulan yang masuk
akal dari contoh.

Gambar 1.3 menyajikan tanggapan dari tiga pasangan siswa.


Setiap pasangan harus mendaftar satu contoh perubahan fisika
dan kimia, dan kemudian sebuah paragraf yang menjelaskan apa
yang telah dipelajari pasangan tentang perubahan fisika dan

22
kimia dari mereka penalaran induktif. Respon 1 akan mendapat
skor 0. Guru tidak berpikir bahwa siswa ini menunjukkan bukti
telah menemukan perbedaan antara perubahan fisika dan kimia
berdasarkan pengurutan contoh. Tanggapan 2 akan mendapat
nilai 1. Pernyataan siswa tentang struktur molekul ini benar,
tetapi seperti yang dikomentari guru, ―Respon buku teks,
dapatkan konsep tapi saya tidak yakin apakah itu dari diskusi.‖
Tanggapannya tidak memungkinkan kami untuk menyimpulkan
banyak tentang alasan mereka. Tanggapan 3 akan mendapat skor
2. Bahkan, Guru sangat senang dan berkata, ―Bukan jawaban
yang saya harapkan, tetapi mereka benar-benar mengerti
konsepnya.
Gambar 1.3 Contoh Penjelasan Siswa Perubahan Fisika
dan Kimia
Tanggapan
Skor: 0
Fisik: Merobek kertas Kimia: Membakar kertas

Saya telah belajar bahwa selama perubahan fisik dan perubahan kimia
dapat terjadi banyak perdebatan dan perselisihan. Juga perubahan fisik
bisa sangat sulit untuk mengenali. Perubahan kimia pada dasarnya hanya
akal sehat.
Tanggapan
Skor: 1
Fisik: Memotong pisang Kimia: Baking soda &
cuka

Perubahan kimia terjadi bila terjadi perubahan struktur molekul


Sebuah Objek. Fisik

23
namun bentuk atau bentuk berubah sementara struktur molekul tetap
sama.

Tanggapan
Skor: 2
Fisik: Membersihkan loker Anda Bahan Kimia: Mencairkan plastik
Saya belajar bahwa Anda tidak dapat mendasarkan jenis perubahan pada
objek. Hanya karena itu mungkin terlihat seperti fisik tidak berarti
demikian. Anda harus mengetahuinya jika Anda bisa mendapatkannya
kembali seperti semula, jika tidak maka bahan kimianya.

School di Lincoln, Rhode Island, mengembangkan beberapa


rubrik untuk guru dan siswa untuk digunakan, banyak
berdasarkan Standar Seni Bahasa Inggris Nasional. Satu dari
rubrik sekolah adalah untuk pemecahan masalah dan tersedia
online di www. lincolnps.org/HighSchool/rubrics/Problem-
Solving%20School-wide%20Rubric.pdf. Rubrik ini menjelaskan
lima kriteria: memahami masalah dan merancang merencanakan,
mengimplementasikan rencana, merefleksikan hasil, menciptakan
struktur pengorganisasian, dan menunjukkan pemahaman
tentang konvensi bahasa tertulis (bila perlu). Rubrik
menggambarkan kinerja di masing-masing dari empat tingkat:
melebihi standar, memenuhi standar, hampir memenuhi standar,
dan di bawah standar.
Negara bagian Kentucky menggunakan panduan penilaian
terbuka untuk masalah memecahkan dalam matematika, studi
sosial, sains, dan seni dan humaniora. Ini rubrik umum dapat
didefinisikan secara lebih spesifik untuk penilaian tertentu item
atau tugas. Keuntungan menggunakan kerangka umum seperti itu
sebagai dasar untuk menilai semua jenis pekerjaan adalah siswa
akan datang untuk melihat jenis-jenis berpikir diharapkan dalam

24
rubrik umum sebagai tujuan pembelajaran. Mereka akan bisa
untuk berlatih dan bekerja secara konsisten menuju hasil
pencapaian ini. Ini rubrik bersifat holistik, yang berarti
menggunakan satu skala keseluruhan untuk menilai kinerja. Dia
disebut Panduan Penilaian Umum Kentucky dan terdapat dalam
setiap buklet item yang dirilis untuk Kentucky Core Content Test
(KCCT).

D. Penilaian Berorientasi Higher Order Thinking Skills (HOTS) pada


Pembelajaran Sains Melalui Pendekatan Kontekstual
Penilaian HOTS Berbasis permasalahan Sains kontekstual
merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata dalam kehidupan sehari-
hari, dimana peserta didik diharapkan dapat menerapkan konsep-konsep
pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan masalah.
Berikut ini diuraikan lima karakteristik asesmen kontekstual, yang
disingkat REACT.

1. Relating, asesmen terkait langsung dengan konteks pengalaman


kehidupan nyata.
2. Experiencing, asesmen yang ditekankan kepada penggalian
(exploration), penemuan (discovery), dan penciptaan (creation).
3. Applying, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk
menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas untuk
menyelesaikan masalah-masalah nyata.
4. Communicating, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik
untuk mampu mengomunikasikan kesimpulan model pada
kesimpulan konteks masalah.
5. Transfering, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk
mentransformasi konsep-konsep pengetahuan dalam kelas ke dalam
situasi atau konteks baru.

Ciri-ciri asesmen kontekstual yang berbasis pada asesmen autentik, adalah


sebagai berikut.

1. Peserta didik mengonstruksi responnya sendiri, bukan sekadar


memilih jawaban yang
tersedia;
2. Tugas-tugas merupakan tantangan yang dihadapkan dalam dunia
nyata;

25
3. Tugas-tugas yang diberikan tidak hanya memiliki satu jawaban
tertentu yang benar, tetapi memungkinkan banyak jawaban benar
atau semua jawaban benar.

Menggunakan bentuk soal beragam


Terdapat beberapa alternatif bentuk soal yang dapat digunakan untuk
menulis butir soal HOTS (yang digunakan pada model pengujian PISA),
sebagai berikut.

1. Pilihan ganda, Pada umumnya soal-soal HOTS menggunakan


stimulus yang bersumber pada situasi nyata.Soal pilihan ganda terdiri
dari pokok soal (stem) dan pilihan jawaban option).Pilihan jawaban
terdiri atas kunci jawaban dan pengecoh (distractor).Kunci jawaban
ialah jawaban yang benar atau paling benar.Pengecoh merupakan
jawaban yang tidak benar, namun memungkinkan seseorang terkecoh
untuk memilihnya apabila tidak menguasai bahannya/materi
pelajarannya dengan baik.Jawaban yang diharapkan (kunci jawaban),
umumnya tidak termuat secara eksplisit dalam stimulus atau bacaan.
Peserta didik diminta untuk menemukan jawaban soal yang terkait
dengan stimulus/bacaan menggunakan konsep-konsep pengetahuan
yang dimiliki serta menggunakan logika/penalaran. Jawaban yang
benar diberikan skor 1, dan jawaban yang salah diberikan skor 0.
2. Pilihan ganda kompleks (benar/salah, atau ya/tidak)
Soal bentuk pilihan ganda kompleks bertujuan untuk menguji
pemahaman peserta didik terhadap suatu masalah secara
komprehensif yang terkait antara pernyataan satu dengan yang
lainnya.Sebagaimana soal pilihan ganda biasa, soal-soal HOTS yang
berbentuk pilihan ganda kompleks juga memuat stimulus yang
bersumber pada situasi kontekstual. Peserta didik diberikan beberapa
pernyataan yang terkait dengan stilmulus/bacaan, lalu peserta didik
diminta memilih benar/salah atau a/tidak.Pernyataan-pernyataan
yang diberikan tersebut terkait antara satu dengan yang
lainnya.Susunan pernyataan benar dan pernyataan salah agar diacak
secara random, tidak sistematis mengikuti pola tertentu.Susunan yang

26
terpola sistematis dapat memberi petunjuk kepada jawaban yang
benar. Apabila peserta didik menjawab benar pada semua pernyataan
yang diberikan diberikan skor 1 atau apabila terdapat kesalahan pada
salah satu pernyataan maka diberi skor 0.
3. Isian singkat atau melengkapi Soal isian singkat atau melengkapi
adalah soal yang menuntut peserta tes untuk mengisi jawaban singkat
dengan cara mengisi kata, frase, angka, atau simbol. Karakteristik soal
isian singkat atau melengkapi adalah sebagai berikut.
1) Bagian kalimat yang harus dilengkapi sebaiknya hanya satu bagian
dalam ratio butir soal, dan paling banyak dua bagian supaya tidak
membingungkan siswa.
2) Jawaban yang dituntut oleh soal harus singkat dan pasti yaitu
berupa kata, frase, angka, simbol, tempat, atau waktu. Jawaban yang
benar diberikan skor 1, dan jawaban yang salah diberikan skor 0.
4. Jawaban singkat atau pendek Soal dengan bentuk jawaban singkat
atau pendek adalah soal yang jawabannya berupa kata, kalimat
pendek, atau frase terhadap suatu pertanyaan. Karakteristik soal
jawaban singkat adalah sebagai berikut:
1) Menggunakan kalimat pertanyaan langsung atau kalimat perintah;
2) Pertanyaan atau perintah harus jelas, agar mendapat jawaban yang
singkat;
3) Panjang kata atau kalimat yang harus dijawab oleh siswa pada
semua soal diusahakan relatif sama;
4) Hindari penggunaan kata, kalimat, atau frase yang diambil langsung
dari buku teks, sebab akan mendorong siswa untuk sekadar
mengingat atau menghafal apa yang tertulis dibuku. Setiap
langkah/kata kunci yang dijawab benar diberikan skor 1, dan jawaban
yang salah diberikan skor 0.
5. Uraian
Soal bentuk uraian adalah suatu soal yang jawabannya menuntut
siswa untuk mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah
dipelajarinya dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan
gagasan tersebut menggunakan kalimatnya sendiri dalam bentuk
tertulis. Dalam menulis soal bentuk uraian, penulis soal harus
mempunyai gambaran tentang ruang lingkup materi yang ditanyakan
dan lingkup jawaban yang diharapkan, kedalaman dan panjang
jawaban, atau rincian jawaban yang mungkin diberikan oleh siswa.
Dengan kata lain, ruang lingkup ini menunjukkan kriteria luas atau
sempitnya masalah yang ditanyakan. Di samping itu, ruang lingkup
tersebut harus tegas dan jelas tergambar dalam rumusan soalnya.

C. Level Kognitif 

27
Anderson & Krathwohl (2001) mengklasifikasikandimensi prosesberpikir
sebagai berikut:

Langkah-Langkah Penyusunan Soal HOTS


Untuk menulis butir soal HOTS, penulis soal dituntut untuk dapat
menentukan perilaku yang hendak diukur dan merumuskan materi yang
akan dijadikan dasar pertanyaan (stimulus) dalam konteks tertentu sesuai
dengan perilaku yang diharapkan. Selain itu uraian materi yang akan
ditanyakan (yang menuntut penalaran tinggi) tidak selalu tersedia di
dalam buku pelajaran. Oleh karena itu dalam penulisan soal HOTS,
dibutuhkan penguasaan materi ajar, keterampilan dalam menulis soal
(kontruksi soal), dan kreativitas guru dalam memilih stimulus soal sesuai

28
dengan situasi dan kondisi daerah di sekitar satuan pendidikan.Berikut
dipaparkan langkah-langkah penyusunan soal-soal HOTS.

1. Menganalisis KD yang dapat dibuat soal-soal HOTS


Terlebih dahulu guru-guru memilih KD yang dapat dibuatkan soal-
soal HOTS.Tidak semua KD dapat dibuatkan model-model soal
HOTS.Guru-guru secara mandiri atau melalui forum MGMP dapat
melakukan analisis terhadap KD yang dapat dibuatkan soal-soal
HOTS.
2. Menyusun kisi-kisi soal
Kisi-kisi penulisan soal-soal HOTS bertujuan untuk membantu para
guru dalam menulis butir soal HOTS. Secara umum, kisi-kisi tersebut
diperlukan untuk memandu guru dalam: (a) memilih KD yang dapat
dibuat soal-soal HOTS, (b) memilih materi pokok yang terkait dengan
KD yang akan diuji, (c) merumuskan indikator soal, dan (d)
menentukan level kognitif.
3. Memilih stimulus yang menarik dan kontekstual
Stimulus yang digunakan hendaknya menarik, artinya mendorong
peserta didik untuk membaca stimulus. Stimulus yang menarik
umumnya baru, belum pernah dibaca oleh peserta didik. Sedangkan
stimulus kontekstual berarti stimulus yang sesuai dengan kenyataan
dalam kehidupan sehari-hari, menarik, mendorong peserta didik
untuk membaca.Dalam konteks Ujian Sekolah, guru dapat memilih
stimulus dari lingkungan sekolah atau daerah setempat.
4. Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal
Butir-butir pertanyaan ditulis sesuai dengan kaidah penulisan butir
soal HOTS.Kaidah penulisan butir soal HOTS, agak berbeda dengan
kaidah penulisan butir soal pada umumnya. Perbedaannya terletak
pada aspek materi, sedangkan pada aspek konstruksi dan bahasa
relatif sama. Setiap butir soal ditulis pada kartu soal, sesuai format
terlampir.
5. Membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban
Setiap butir soal HOTS yang ditulis hendaknya dilengkapi dengan
pedoman penskoran atau kunci jawaban.Pedoman penskoran dibuat
untuk bentuk soal uraian.Sedangkan kunci jawaban dibuat untuk
bentuk soal pilihan ganda, pilihan ganda kompleks (benar/salah,
ya/tidak), dan isian singkat.

Menyusun kisi-kisi soal


Kisi-kisi soal-soal HOTS memiliki tujuan untuk membantu Guru
Pintar dalam menulis butir soal. Kisi-kisi soal HOTS penting untuk
membantu dan mengarahkan guru dalam memilih KD yang dapat
dibuat soal-soal HOTS, memilih materi pokok yang terkait dengan
KD yang akan diuji, merumuskan indikator soal, dan menentukan
level kognitif.

29
1. Memilih stimulus yang menarik dan kontekstual
Contoh soal HOTS yang sudah sering Guru Pintar lihat pasti memiliki
stimulus. Stimulus yang digunakan dalam penyusunan soal HOTS
harus menarik dan kontekstual. Stimulus yang menarik akan
membuat siswa mau membaca stimulus dengan seksama. Sedangkan
kontekstual berarti sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan
sehari-hari.

2. Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal


Penulisan butir-butir pertanyaan harus sesuai dengan kaidah
penulisan butir soal HOTS. Kaidah penulisan butir soal HOTS sedikit
berbeda dengan kaidah penulisan butir soal pada umumnya.
Perbedaannya hanya terletak pada aspek materi saja. Sedangkan
pada aspek konstruksi dan bahasanya relatif sama.

3. Membuat rubrik
Dalam setiap butir pertanyaan HOTS yang ditulis harus dilengkapi
dengan rubrik atau pedoman penskoran. Rubrik dibuat untuk soal
HOTS dalam bentuk uraian. Sedangkan soal HOTS yang berbentuk
pilihan ganda, pilihan ganda kompleks (benar/salah, ya/tidak), dan
isian singkat, Guru Pintar harus menuliskan kunci jawaban.

Tes terstandar memang memungkinkan untuk mengases


keterampilan berpikir tingkat tinggi, namun sebagian besar pendidik tentu
setuju dengan strategi asesmen yang lebih baik dan sesuai dengan aspek
yang akan diases. Berikut ini adalah strategi untuk mengases keterampilan
berpikir tingkat tinggi:
1. Rubrik
Rubrik adalah alat untuk melakukan skoring untuk mengases kinerja
siswa yang telah ditetapkan. Rubrik merupakan instrumen atau alat
ukur yang paling sesifik untuk mengukur keterampilan abad ke-21
karena instrumen ini desainnya disesuaikan dengan standar dan hasil
dengan indikator pencapaian yang jelas dan eksplisit di berbagai
tingkatan. Beberapa contoh rubrik akan diberikan pada bagian
berikutnya dalam tulisan ini.
2. Daftar cek (check list)
Daftar cek merupakan alat ukur yang bermanfaat untuk menilai daftar
target atau hasil yang diinginkan, dapat digunakan selama proses
pembelajaran atau setelah kegiatan selesai. Biasanya digunakan untuk
menilai kinerja siswa dalam bekerja kelompok, saling bertukar ide,
menghargai pendapat orang lain, mendengarkan dengan baik pada saat
temannya bicara, dan sebagainya. Sebagian besar rubrik dapat diubah
dalam bentuk daftar cek, dan dapat diubah dalam bentuk penilaian diri
siswa (self assessment). Tabel 3. adalah contoh daftar cek untuk
keterampilan presentasi.

30
Tabel 3. Daftar Cek untuk Presentasi
Daftar cek untuk presentasi Komentar
Beri tanda cek () jika presentasi memuaskan,
dan tanda silang (X) jika presentasi masih
membutuhkan perbaikan berdasarkan standar
Pendahuluan menarik perhatian audiens
Menyatakan tujuan dalam pendahuluan
Materi yang diberikan jelas dan mudah
dipahami
Presentasi dilakukan dengan runtut dan logis
Suara jelas sehingga dapat didengar semua
peserta
Menggunakan teknologi yang efektif untuk
mendukung pesan
Rangkuman dapat mensintesis ide pokok

31
3. Kontrak belajar siswa
Kontrak belajar adalah suatu kesepakatan antara guru dan siswa
berisikan hasil belajar yang harus dicapai dan strategi/langkah yang
digunakan untuk mencapainya. Siswa diberi kebebasan memilih tujuan
pribadi maupun strategi atau tahapan konkrit yang akan dilakukan,
bisa untuk jangka pendek atau jangka panjang. Setiap siswa dapat
memiliki perbedaan dalam proses pembelajarannya dan asesmennya,
dan pada saat yang bersamaan memadukan materi inti yang harus
dipelajari dengan penerapan keterampilan abad ke-21. Tabel 4. adalah
contoh kontrak belajar siswa.

Tabel 4. Contoh Kontrak Belajar Siswa


Kontrak Topik atau tujuan Tanggal:
belajar
siswa: (nama
siswa)
Tanggung jawab siswa : Tanggal penyelesaian dan batas
waktu:
Tanggung jawab guru: Bukti yang diperlukan:

Sumber, alat dan bahan yang Penilaian pembelajaran (formatif dan


diperlukan: sumatif)
Tanda tangan siswa

Tanda tangan orang tua Tanda tangan guru

4. Penilaian/Refleksi Diri
Penilaian/refleksi diri merupakan teknik penilaian terhadap diri
sendiri (siswa) dengan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya
sendiri. Penilaian/refleksi diri adalah keterampilan yang penting untuk
dikembangkan dan didukung dalam pembelajaran. Refleksi bisa
dilakukan secara tertulis atau lisan, dilaksanakan tiap hari atau dalam
jangka waktu tertentu, secara individual atau dalam kelompok kecil.
Kegiatan refleksi bisa dilakukan dengan memberi pertanyaan umum
dan spesifik berkaitan dengan pembelajaran, mengidentifikasi
kebingungan yang dialami siswa, menunjukkan bukti selama
pembelajaran, mengevaluasi kemajuan belajar, merancang
pembelajaran berikutnya, merancang luaran belajar yang lebih baik,
dan sebagainya. Tabel 5. adalah contoh penilaian/refleksi diri siswa.

Tabel 5. Contoh Penilaian/Refleksi Diri Siswa


Pertanyaan umum
1. Apa yang telah saya pelajari?
2. Apa yang telah dan belum saya kerjakan?

32
3. Apa materi, proses, dan pertanyaan selanjutnya yang akan
ditindaklanjuti?
Pertanyaan spesifik
1. Langkah apa yang dapat saya gunakan untuk meningkatkan tulisan
saya?
2. Tiga kebiasaan berpikir apa yang dapat saya gunakan dan
bagaimana cara menerapkannya?
3. Seberapa baik saya mendengarkan gagasan/pendapat orang lain
dan memberikan kontribusi kepada kelompok?
4. Jika saya melakukan hal ini kembali, hal berbeda apa yang dapat
saya lakukan?

5. Penilaian antar teman


Penilaian antar teman merupakan teknik penilaian yang dilakukan oleh
seorang siswa (penilai) terhadap siswa yang lain terkait dengan
sikap/perilaku siswa yang dinilai. Fungsi instrumen penilaian antar
teman adalah sebagai data konfirmasi hasil observasi yang
dilakukan oleh guru. Sistem penilaian ini membantu siswa untuk
memahami proses dan fungsi dari sistem penilaian yang tidak
menghakimi sesamanya dan merupakan bagian positif dari suatu
proses pembelajaran. Tabel 6. adalah contoh penilaian antarteman.
Tabel 6. Contoh Penilaian Antarteman
Penilaian antar teman pada projek kelompok
4=sangat setuju; 3=setuju; 2=tidak setuju; 1=sangat Skor
tidak setuju
Semua anggota kelompok
berkontribusi dengan baik.
(Alasan):
Semua anggota kelompok bekerja secara
bersama-sama dengan baik. (Alasan):
Apabila terdapat anggota kelompok yang tidak
setuju, kami dapat menyelaikan tanpa
menyakiti hati teman yang lain.
(Alasan):
Anggota kelompok saling mendukung satu sama
lain untuk mencapai tujuan.
(Alasan):

6. Observasi
Observasi dapat dilakukan guru terhadap pikiran atau ide siswa,
terhadap kinerja siswa, sikap siswa, atau kegiatan dan aspek lain dari
siswa dalam pembelajaran. Observasi dapat dilakukan guru terhadap
siswa pada saat presentasi diskusi, praktikum, bekerja dalam
kelompok, atau kegiatan lain dalam pembelajaran. Observasi menjadi
kegiatan penting untuk mengetahui pemahaman dan kemampuan atau

33
keterampilan abad ke-21. Hasil observasi dapat dicatat dalam bentuk
catatan anekdot yang dikombinasikan dengan rubrik atau daftar cek,
diselaraskan dengan tujuan pembelajarannya. Tabel 7. adalah contoh
observasi pembelajaran.
Tabel 7. Contoh Observasi Pembelajaran
Komponen Diskusi dan Bukti
4=sangat setuju; 3=setuju; 2=tidak setuju; 1=sangat Skor
tidak setuju
(Tunjukkan bukti untuk tingkat yang dipilih)
Menunjukkan suatu bukti/data berdasarkan
analisis dari suatu masalah. Bukti :
Menggunakan tulisan dan data yang
mendukung pendapat. Bukti :
Menghargai perbedaan
ide pada suatu topik.
Bukti :
Memberikan respon/pemikiran
terhadap pendapat orang lain. Bukti:

7. Buku harian (log)


Buku harian dapat membantu siswa dalam melacak tujuan yang
menjadi target. Mereka dapat melacak pengetahuan, keterampilan,
dan hal yang dipercayai secara spesifik dan terstruktur. Buku harian
ini dapat digunakan guru dan siswa untuk menunjukkan kemajuan
yang dicapai dibandingkan tolok ukur keberhasilan yang dirancang.
Buku harian ini juga dapat digunakan untuk meningkatkan metakognisi
siswa dalam merefleksikan hasil pembelajaran yang dicapai dan
merencanakan pembelajaran untuk tahap selanjutnya. Buku harian ini
dapat digunakan dalam keseharian untuk suatu projek panjang.
Penilaian terhadap buku harian ini didasarkan pada bukti-bukti
kemajuan yang dicapai siswa, dokumen pendukung sebagai bukti yang
dicapai sesuai rancangan, dan metakognisi pada saat proses
pembelajaran meliputi refleksi terhadap pembelajaran dan hasil
pembelajarannya.Tabel 8. adalah contoh buku harian kemajuan proyek.

Tabel 8. Contoh Buku Harian Kemajuan Proyek


Tanggal Progres Bukti
Tujuan apa yang telah saya laksanakan?

Hal apa yang telah saya pelajari?

34
Apa langkah saya berikutnya? Kapan jangka
waktunya?
Siapa yang dapat saya ajak bekerja sama
untuk meningkatkan kinerja saya?
Bagaimana cara saya menggunakan
keterampilan berpikir kritis saya?
Bagaimana saya dapat menilai kemajuan
belajar sejauh ini?

8. Peta konsep
Peta konsep adalah penataan konsep secara grafis yang dapat
digunakan sebagai alat pembelajaran, juga dapat digunakan untuk
mengases pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan berpikir kritis
siswa. Guru dapat menilai peta konsep siswa berdasarkan kedalaman
pengetahuan, keakuratan hubungan antar konsep, kemampuan untuk
memilah dan mengorganisasi informasi, dan target lain dari
pembelajaran.

9. Strategi lainnya, seperti catatan anekdot, jurnal belajar,


portofolio, atau strategi yang lain.

35
BAB III
PENUTUP

Penilaian bermutu adalah kunci pendidikan bermutu. Untuk


memperoleh itu semua, dibutuhkan peran guru yang dapat mendesain
pembelajaran dan penilaian sedemikian rupa, sehingga dihasilkanlah
lulusan yang mampu bersaing di abad-21. Penilaian yang kontekstual
sangat berperan dalam meningkatkan pemahaman siswa dalam
mempelajari sains, karena mayoritas materi sains sangat akrab dengan
lingkungan keseharian siswa. Ditambah lagi dengan penilaian yang
Berorientasi Higher Order Thinking Skills (HOTS).
Menurut taxonomy anderson, level kognitif yang termasuk kedalam
penilaian HOTS adalah C4 (menganalisis), C5(mengevaluasi),
C6(mencipta). Level ini akan meningkatkan kemampuan siswa dalam
pemecahan masalah, berpikir kritis, dan berpikir kreatif. Adapun bentuk
menilaian yang dapat digunakan dapat berupa penilaian formatif ataupu
penilaian sumatif.

36
DAFTAR PUSTAKA

Afandi & Sajidan. 2017. Stimulasi Keterampilan Tingkat Tinggi. Solo: UNSPRESS.

Anonim. (2003). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning).


Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Assessment and Teaching of 21st-century Skills. 2012. What are 21-st


Century Skills. Melbourne, Australia: Author.

Kemendikbud. 2018. Higher Order Thinking Skills (HOTS) Konsep dan Penilaian.
Jakarta. Pusat Penilaian Pendidikan. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

King, F.J., Goodson, L., & Rohani. 2006. Higher Order Thinking Skills. Center for
Advancement of Learning and Assessment

Miles, B. M. 1964. Innovation in Education. New York. Columbia University.

Novak, J.D. dan Gowin, D.B. (1984). Learning How to Learn. Cambridge:
Cambridge University Press.

37

Anda mungkin juga menyukai