PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
IPA dipandang sebagai salah satu mata pelajaran yang dianggap
penting dalam dunia pendidikan, hal ini diibuktikan dengan
diberlakukannya IPA sebagai mata pelajaran wajib di sekolah dengan
jumlah porsi jam pelajaran yang cukup banyak dibandingkan pelajaran
lainnya. Namun, sangat disayangkan bahwa pada kenyataannya kegiatan
pembelajaran IPA di persekolahan seringkali tidak sejalan dengan
hakikat IPA yang sebenarnya. Pembelajaran IPA di persekolahan menitik
beratkan pada penguasaan konsep semata dengan target agar
mendapatkan rata-rata nilai UASBN untuk SD atau nilai UAN untuk SMP
dan SMU yang baik.
Pendidikan IPA bukan hanya transfer ilmu pengetahuan dari guru
kepada siswa sebagai peserta didik. Kalau hanya transfer pengetahuan
yang terjadi, pendidikan tidak akan menghasilkan generasi terdidik dan
berkualitas. Rohandi (1998: 113) menyatakan bahwa, “Pembelajaran
sains tidak lain merupakan proses konstruksi pengetahuan (sains) melalui
aktivitas berpikir anak. Dalam keadaan ini, anak diberi kesempatan untuk
mengembangkan pengetahuannya secara mandiri melalui proses
komunikasi yang menghubungkan pengetahuan awal yang dimiliki
dengan pengetahuan yang akan/harus mereka temukan. Dengan
demikian, kondisi seperti ini akan mampu menjadikan anak berdaya, yang
sangat berperan penting dalam kehidupan mereka sehari-hari.”
Dengan demikian, kegiatan pembelajaran akan lebih bermakna
jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya, bukan hanya sekedar
mengetahuinya dari penuturan guru. Berdasarkan pandangan tersebut,
maka berkembang strategi pembelajaran kontekstual yang mendorong
siswa mengkonstruksikan pengetahuannya dalam mata pelajaran sains.
1
Pembelajaran kontekstual dapat dikembangkan melalui
pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi
atau Higher Order Thinking Skills (HOTS). Pembelajaran yang
berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi ini merupakan
program yang dikembangkan sebagai upaya Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan (Ditjen GTK) dalam upaya peningkatan kualitas
pembelajaran dan meningkatkan kualitas lulusan.
Hasil pengukuran capaian peserta didik berdasar UN ternyata
selaras dengan capaian PISA maupun TIMSS. Hasil UN tahun 2018
menunjukkan bahwa peserta didik-peserta didik masih lemah dalam
keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skill) seperti
menalar, menganalisa, dan mengevaluasi.
Peningkatan kualitas peserta didik salah satunya dilakukan
melalui peningkatan kualitas pembelajaran yang berorientasi pada
keterampilan berpikir tingkat tinggi. Kualitas pembelajaran juga perlu
diukur dengan penilaian yang berorientasi pada Keterampilan Berpikir
Tingkat Tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS). Untuk
keterlaksanaanya sangat diperlukan peran aktif dan profesionalitas guru.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk
mengangkat judul “Penilaian Berorientasi Higher Order Thinking Skills
(HOTS) pada Pembelajaran Sains Melalui Pendekatan Kontekstual”.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud pembelajaran sains?
2. Apakah yang dimaksud pendekatan kontekstual?
3. Apakah yang dimaksud penilaian berorientasi Higher Order Thinking
Skills (HOTS)?
2
4. Bagaimanakah Penilaian Berorientasi Higher Order Thinking Skills
(HOTS) pada Pembelajaran Sains Melalui Pendekatan Kontekstual?
C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat dirumuskan tujuan
penelitian sebagai adalah untuk mengetahui:
1. Pengertian pembelajaran Sains
2. Pengertian pendekatan kontekstual
3. Pengertian penilaian berorientasi Higher Order Thinking Skills (HOTS)
4. Penerapan Penilaian Berorientasi Higher Order Thinking Skills (HOTS)
pada Pembelajaran Sains Melalui Pendekatan Kontekstual
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembelajaran Sains
Istilah IPA sebagai sebagai nama suatu mata pelajaran digunakan
pada kurikulum sebelum KBK, hingga masa diberlakukaannya KBK, mata
pelajaran IPA diubah menjadi mata pelajaran Sains. Namun hal ini tidak
berlangsung lama, dalam kurikulum selanjutnya yaitu KTSP, mata
pelajaran Sains diubah kembali menjadi IPA. Dalam makalah ini istilah
Sains dan IPA dianggap sama.
Sains merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis
untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-
prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Pendidikan sains
di SD bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam
sekitar.
Pendidikan sains menekankan pada pemberian secara langsung
dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa
mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan
sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat
membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang alam sekitar.
Sains dan pembelajaran sains tidak hanya sekedar pengetahuan yang
bersifat ilmiah saja, melainkan terdapat dimensi-dimensi ilmiah penting
yang menjadi bagian sains. Pertama, adalah muatan sains (content of
science) yang berisi berbagai fakta, konsep, hukum, dan teori. Dimensi
inilah yang menjadi obyek kajian ilmiah manusia.
Dimensi kedua sains adalah proses dalam melakukan aktivitas ilmiah
dan sikap ilmiah dari aktivis sains. Proses dalam melakukan aktivitas
aktivitas yang terkait dengan sains biasa disebut dengan keterampilan
proses sains (science proccess skills).Dimensi ketiga dari sains merupakan
4
dimensi yang terfokus pada karakteristik sikap dan watak ilmiah. Dimensi
ini meliputi keingintahuan seseorang dan besarnya daya imajinasi
seseorang, juga antusiasme yang tinggi untuk mengajukan pertanyaan dan
memecahkan permasalahan. Sikap lain yang juga harus dimiliki seorang
ilmuwan adalah sikap menghargai terhadap metode dan nilai-
nilai di dalam sains. Metode sains yang dimaksud di sini meliputi usaha un
tuk menjawab pertanyaan-pertanyaan menggunakan bukti-bukti,
kemauan untuk mengakui pentingnya mengecek ulang data yang
diperoleh, dan memahami bahwa pengetahuan ilmiah dan teori-teori
berubah sepanjang waktu selama informasi-informasi yang lebih banyak
dan lebih baik diperoleh.
Sains merupakan sekelompok pengetahuan tentang objek dan
fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penelitian para
ilmuan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan
menggunakan metode ilmiah, Poedjiati (Oktian, 2005:27). Berkenaan
dengan cara kerja untuk menghasilkan produk IPA, Ticker (Oktian,
2005:28) mengemukakan ‘Science is interconnected series of concepts and
conceptual schemes that have developed as a result of experimentation and
observation and are fruitful of further experimentations and observations’.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sains menghendaki
adanya eksperimen dan observasi untuk menguji teori atau hukum yang
telah ada. Jika eksperimen yang dilakukan tidak sesuai dengan teori maka
teori tersebut tidak berlaku lagi sehingga dari sinilah timbul teori atau
hukum baru. Selanjutnya Suriaty (Solihat, 2006:13-14) mengemukakan
bahwa untuk memahami hakekat IPA haruslah dilandasi
dengan pengertian tentang IPA yang dikemukakan oleh para ahli:
1. Kemeny menyatakan bahwa ”IPA
merupakan aktifitas dalam menemukan hukum-hukum alam dalam
bentuk teori-teori berdasarkan fakta-fakta”. Keadaan ini
menyebabkan hubungan timbal balik antara teori dan fakta. Fakta-
5
fakta dapat menimbulkan teori baru atau membatalkan teori lama.
Teori juga dapat mendorong ilmuwan untuk mencari fakta baru.
2. Fishei menyatakan bahwa IPA sebagai ”body of knowledge obtained by
method based upon observation”, yaitu IPA merupakan suatu batang
tubuh pengetahuan yang diperoleh melalui metode yang
berdasarkan observasi.
3. Chalmers menyatakan hahwa “IPA didasari oleh hal-hal yang kita
lihat, dengar, raba, dan lain-lain”. Dapat dikatakan batasan ini
lebih menekankan kepada cara memperoleh IPA, yaitu melalui
observasi. IPA sebagai kumpulan konsep atau prinsip tidak secara jelas
dikemukakan.
4. Sund menyatakan bahwa ”Science is both a body of
knowledge and process” dilihat dari kalimat ini maka jelaslah bahwa
yang dimaksud dengan sains (IPA) adalah kumpulan dari pengetahuan
(fakta, konsep, prinsip. dan lain-lain), dan bagaimana proses untuk
mendapatkan pengetahuan itu. Sund mengemukakan batasan IPA
yang lebih lengkap. Sund menyatakan ”IPA sebagai bidang
pengetahuan (body of knowledge) yang dibentuk melalui proses
inkuiri yang terus menerus, yang diarahkan oleh masyarakat yang
bergerak dalam bidang IPA”. IPA lebih dari sekedar
ilmu pengetahuan. IPA merupakan suatu upaya manusia yang
meliputi operasi mental, keterampilan dan strategi, memanipulasi,
menghitung, keingintahuan, ketekunan yang dilakukan oleh individu
untuk menyingkap rahasia alam semesta. IPA juga dapat dikatakan
sebagai hal-hal yang dilakukan ahli IPA ketika melakukan kegiatan
penyelidikan ilmiah.
6
nya. Pembelajaran IPA pada hakekatnya adalah membelajarkan siswa
untuk memahami hakekat IPA (proses dan produk) dan sadar akan nilai-
nilai yang ada di dalam masyarakat serta terjadi pengembangan ke
arah sikap positif. Pemberian pengalaman secara langsung
sangat ditekankan melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses serta sikap ilmiah dengan tujuan memahami konsep-konsep dan
mampu memecahkan masalah.
B. Pendekatan Kontekstual
1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menekankan
pada kaitan antara materi yang dipelajari dengan kondisi di kehidupan
nyata yang bisa dilihat dan dianalisis oleh peserta didik. Artinya, saat
kegiatan pembelajaran berlangsung peserta didik seolah bisa
merasakan dan melihat langsung aplikasi nyata materi yang sedang
dipelajari. Adapun contoh pembelajaran kontekstual di kelas adalah
sebagai berikut:
a. Guru mempraktikkan renang gaya kupu-kupu di hadapan para
peserta didik.
b. Guru menampilkan gambar rangka manusia untuk menunjukkan
bagian-bagian rangka manusia.
c. Guru membawa bahan ajar berupa perkecambahan untuk
menunjukkan proses pertumbuhan biji.
d. Guru membawa contoh koran atau majalah sebagai bahan untuk
membahas berita.
e. Guru mengajak peserta didik di daerah yang rawan banjir maupun
longsor untuk menjelaskan struktur tanah.
2. Pembelajaran Kontekstual Menurut Para Ahli
Adapun pengertian pembelajaran kontekstual menurut ahli
adalah sebagai berikut.
7
a. Menurut Depdiknas
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi di
dunia nyata siswa. Menurut Depdiknas, metode pembelajaran ini
harus mampu mendorong siswa menciptakan hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Menurut Elaine B. Johnson
Pembelajaran kontekstual merupakan sebuah proses
pendidikan untuk menolong para siswa/siswi melihat makna dalam
pelajaran yang mereka pelajari. Caranya ialah dengan
menghubungkan subjek-subjek akademik yang sudah dipelajari
dengan konteks kehidupan sehari-hari.
c. Menurut Wina Sanjaya
Pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa
secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk menerapkannya pada kehidupan mereka.
d. Menurut Suherman
Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang
diawali dengan mencontoh kejadian di dunia nyata yang dialami
siswa, lalu diangkat menjadi pembahasan konsep yang sedang
diajarkan. Siswa bisa mempraktikkan, menceritakan, berdialog, atau
tanya jawab.
3. Tujuan Pembelajaran Kontekstual
Tujuan metode pembelajaran ini adalah sebagai berikut.
a. Meningkatkan ketertarikan peserta didik untuk senantiasa belajar,
sehingga mereka bisa mendapatkan pengetahuan yang bersifat
fleksibel dan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari.
8
b. Memperbaiki hasil belajar peserta didik melalui peningkatan
pemahaman makna materi yang sedang dipelajari.
4. Manfaat Pembelajaran Kontekstual
Adapun manfaat metode pembelajaran ini bagi peserta didik
adalah sebagai berikut.
a. Meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berpikir secara
kritis, logis, dan sistematis.
b. Pemahaman yang diperoleh peserta didik bisa bertahan lebih lama
karena memahami dengan menerapkan.
c. Peserta didik bisa lebih peka terhadap lingkungan sekitar.
d. Meningkatkan kreativitas peserta didik berkaitan dengan
permasalahan yang ada di sekitar yang disesuaikan dengan keilmuan
yang didapatkan.
9
e. Membangun komunikasi efektif yang bisa diterima oleh semua
peserta didik di kelas dengan berbagai karakter, sosial, budaya, suku,
dan sebagainya. Komunikasi yang dijalin oleh guru pada peserta
didiknya akan memengaruhi tingkat ketertarikan pada materi yang
diajarkan.
f. Memberikan penilaian yang otentik pada peserta didik. Penilaian
tersebut bisa membantu guru dalam memetakan tingkat
kemampuan dan motivasi peserta didik selama pembelajaran.
10
satu sama lain. Misalnya, antara peserta didik dan guru, guru dan
kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan, dan seterusnya.
Adanya ketergantungan ini bisa meningkatkan kualitas
pembelajaran. Hal-hal yang tidak bisa dipisahkan saat pembelajaran
berlangsung adalah bahan ajar, media ajar, sarana dan prasarana,
sumber belajar, dan iklim sekolah.
b. Prinsip diferensiasi
Artinya segala sesuatu di Bumi ini selalu berubah, tak
terkecuali di dunia pendidikan. Hal itu memicu terbentuknya
perbedaan, keseragaman, dan keunikan. Oleh karena itu, pendidik
selalu dituntut untuk dinamis dan harmonis dengan prinsip
diferensiasi.
c. Prinsip organisasi diri
Artinya guru harus mampu memberikan dorongan atau
motivasi pada peserta didik agar senantiasa menggali setiap potensi
yang dimiliki secara optimal.
11
e. Menggagas pemodelan;
f. Mampu merefleksikan pengalaman belajar yang pernah dilalui; dan
g. Menerapkan penilaian otentik.
Jika kita setuju untuk tetap membumi pada tujuan penting ini,
definisi kita tentang pemikiran tingkat tinggi untuk tujuan buku ini bisa
jauh lebih sederhana dan praktis. Dalam Pendahuluan ini, di
pertimbangkan jenis orde tinggi pemikiran yang (atau seharusnya)
dinyatakan atau tersirat dalam standar isi negara dan tujuan
pembelajaran di kelas. Definisi yang bermanfaat terbagi menjadi tiga
kategori: (1) mereka yang mendefinisikan pemikiran tingkat tinggi dalam
hal transfer, (2) mereka yang mendefinisikannya dalam kerangka berpikir
kritis, dan (3) mereka yang mendefinisikannya dalam istilah pemecahan
masalah.
Contoh lain dalam kategori ini berasal dari Barahal (2008), yang
mendefinisikan berpikir kritis sebagai ―berpikir cerdas (hal. 299),
yang meliputi penalaran, mempertanyakan dan menyelidiki, mengamati
12
dan mendeskripsikan, membandingkan dan menghubungkan, menemukan
kompleksitas, dan mengeksplorasi sudut pandang.
13
satuan deviasi standar. Standarisasi efek dari studi yang berbeda
berarti peneliti dapat mengukur ukuran efek rata-rata di seluruh studi,
yang menghasilkan perkiraan ukuran efek yang lebih stabil dalam
kasus ini, efek intervensi.
14
umpan balik, bisa menjadi bagian dari instruksi tersebut. Tujuan
akhirnya adalah untuk siswa untuk belajar melakukan lebih banyak
pemikiran tingkat tinggi, dan melakukannya dengan lebih baik. Untuk
memudahkan ilustrasi, saya menggunakan kategori pemikiran tingkat
tinggi berikut dalam bab-bab yang mengilustrasikan cara untuk menilai
berbagai aspek pemikiran tersebut:
a. Analisis, evaluasi, dan kreasi ("ujung atas" taksonomi Bloom).
b. Penalaran logis.
c. Penghakiman dan pemikiran kritis.
d. Penyelesaian masalah.
e. Kreativitas dan pemikiran kreatif.
15
3. Prinsip untuk Menilai Pemikiran Tingkat Tinggi
Seperti yang teelah dibahas di awal, menggunakan tiga prinsip
Ketika akan menulis item penilaian atau tugas akan membantu
memastikan memiliki cara menilai tingkat yang lebih tinggi dalam
berpikir: (1) gunakan materi pengantar atau izinkan akses ke materi
sumber, (2) menggunakan materi baru, dan (3) memperhatikan
kompleksitas dan kesulitan kognitif secara terpisah. Pada bagian
berikutnya, masing-masing prinsip ini dibahas secara lebih rinci.
a. Gunakan materi pengantar.
Menggunakan materi pengantar atau mengizinkan siswa
menggunakan materi sumber belajar serta memberi siswa sesuatu
untuk dipikirkan. Untuk contoh, kinerja siswa pada pertanyaan tes
tentang Moby Dick yang melakukannya tidak mengizinkan siswa
untuk merujuk ke buku mungkin mengatakan lebih banyak
tentang apakah siswa dapat mengingat detail dari Moby Dick
daripada bagaimana mereka dapat memikirkannya.
Dengan ini dapat menggunakan materi pengantar dengan
berbagai jenis item tes dan tugas penilaian kinerja. Item pilihan
ganda yang bergantung pada konteks set, kadang- kadang disebut
latihan interpretatif, menawarkan materi pengantar dan kemudian
satu atau beberapa butir soal pilihan ganda berdasarkan materi.
Pertanyaan-pertanyaan tanggapan (esai) yang dibangun dengan
materi pengantar serupa, kecuali siswa harus menulis jawaban
mereka sendiri atas pertanyaan-pertanyaan itu. Penilaian kinerja
—termasuk berbagai jenis makalah dan proyek—mewajibkan
siswa untuk membuat atau melakukan sesuatu yang lebih luas
daripada menjawab pertanyaan tes, dan dapat menilai berpikir
tingkat tinggi, terutama jika mereka meminta siswa untuk
mendukung pilihan mereka atau tesis, menjelaskan alasan mereka,
atau menunjukkan pekerjaan mereka.
16
b. Gunakan bahan baru.
Materi baru berarti materi yang belum dimiliki siswa bekerja
dengan sudah sebagai bagian dari instruksi kelas. Menggunakan
bahan baru berarti siswa harus benar-benar berpikir, tidak hanya
mengingat materi yang dibahas kelas. Misalnya, pertanyaan esai
yang tampaknya berpikir tingkat tinggi tentang bagaimana
Herman Melville menggunakan paus putih sebagai simbol hanyalah
mengingat jika ada adalah diskusi kelas tentang pertanyaan ―Apa
yang dilambangkan oleh paus putih? di Moby Dick Dari sudut
pandang siswa, pertanyaan esai itu menjadi ―Ringkaslah apa yang
kita katakan di kelas Kamis lalu.
Prinsip tentang materi baru ini dapat menyebabkan masalah
bagi kelas guru tentang berpikir tingkat tinggi. Untuk satu hal, itu
berarti hanya guru tahu pasti apakah item tes atau penilaian
kinerja benar-benar menilai pemikiran tingkat tinggi; orang lain di
luar kelas tertentu tidak bisa mengetahui dengan melihat apakah
penilaian memerlukan pemikiran tingkat tinggi untuk kelas
tertentu itu. Untuk yang lain, kebaruan materi tentang penilaian
berada di bawah kendali seorang guru. Guru yang ―mengajar untuk
menguji‖ dengan membiasakan siswa dengan materi tes yang
dimaksudkan untuk menjadi novel mengubah sifat penilaian.
Betapapun niatnya baik, praktik ini merusak niatnya instrumen
untuk menilai berpikir tingkat tinggi. KRITERIA untuk umpan balik
atau rubrik:
17
jelaskan bagaimana tema tersebut berlaku dalam persamaan cara
untuk kedua "Androcles dan Singa" dan dongeng Anda sendiri.
18
untuk menggunakan pemikiran tingkat tinggi pertanyaan dan
tugas dengan semua peserta didik. Kesalahpahaman bahwa
mengingat itu "mudah" dan berpikir tingkat tinggi adalah "sulit"
mengarah pada hasil yang buruk. Dua yang paling berbahaya
adalah siswa muda yang suka berubah-ubah dan kekurangan
uang berprestasi dari segala usia dengan menawarkan mereka
hanya mengingat dan mengebor tugas karena mereka tidak
"siap" untuk melakukan pemikiran tingkat tinggi. Dalam kedua
kasus, sementara ini siswa menunggu dengan berpikir mereka
siap, mereka juga akan belajar bahwa di sekolah itu
membosankan. Mereka mungkin berperilaku buruk, mereka
mungkin putus sekolah, dan mereka pasti tidak akan belajar
berpikir dengan baik.
Tugas berpikir bisa mudah atau sulit, dan begitu juga tugas
tingkat mengingat. Jika meragukan itu, perhatikan contoh berikut
:
19
Mengamati dan mendiskusikan penalaran siswa secara
langsung bisa menjadi cara yang ampuh cara untuk menilai
pemikiran tingkat tinggi. Beri siswa penilaian, dan gunakan itu secara
formatif. Lakukan percakapan dengan siswa tentang alasan mereka,
atau berikan umpan balik tertulis yang substantif. Percakapan dan
umpan balik harus didasarkan pada target dan kriteria pembelajaran.
Persis seperti apa pemikiran yang akan di coba dalam nilai?
Bagaimana seharusnya siswa menafsirkan kualitas pemikiran
mereka? Apa adalah beberapa cara mereka dapat memperluas atau
memperdalam pemikiran itu?
20
mendapatkan skor yang baik.
Ini persyaratan berarti bahwa pemikiran yang sehat harus
masuk ke dalam kriteria dari mana rubrik dikembangkan. Beberapa
rubrik atau skema penilaian lainnya hadir terutama untuk
menampilkan fitur atau hanya menghitung jumlah fakta yang benar
dalam tanggapan siswa. Skema penilaian seperti itu dapat mengubah
latihan di mana: siswa memang menggunakan pemikiran tingkat
tinggi menjadi skor yang tidak mencerminkan pemikiran siswa.
a. Soal pilihan berganda. Pertanyaan pilihan ganda biasanya akan
diberi skor dengan satu poin untuk pilihan yang benar dan tidak
ada poin untuk pilihan yang salah pilihan. "Berpikir" dikodekan ke
dalam memilih. Perlu diingatkan kepada pembaca di sini bahwa
untuk skor yang dihasilkan berarti bahwa siswa menggunakan
tingkat yang lebih tinggi berpikir, pertanyaan harus dirancang
agar berpikir tingkat tinggi benar-benar diperlukan untuk
menjawab.
b. Pertanyaan tanggapan dan esai yang dibangun. Untuk
tanggapan yang dibangun jawaban atas pertanyaan yang
dirancang untuk memanfaatkan berbagai jenis penalaran,
seringkali berupa rubrik dengan skala pendek akan bekerja
dengan baik. Mulailah dengan kriteria, jenis pemikiran Anda
berniat untuk menilai. Misalnya, tanyakan, ―Apakah siswa
menimbang bukti sebelum mengambil keputusan?‖ atau ―Apakah
siswa secara tepat mengevaluasi kredibilitas sumbernya?‖
Kemudian gunakan skala yang memberikan kredit parsial
tergantung pada kualitas penalaran.
Berikut adalah contoh tugas yang digunakan guru IPA kelas
9 untuk menilai pemahaman siswa tentang perubahan kimia dan
fisika. Siswa telah mengamati demonstrasi tentang es yang
mengapung di air, kemudian mencair, dan telah menggambar
21
diagram struktur molekulnya. Kemudian pasangan siswa diberi
kartu dengan acara sehari-hari. Mereka harus mengurutkannya
menjadi dua kategori, perubahan fisik dan perubahan kimia, dan
jelaskan mengapa mereka menempatkannya di tempat mereka
melakukannya. Kemudian mereka harus menulis apa yang
mereka pelajari tentang perubahan fisika dan kimia. Di dalam
lewat, saya harus menyebutkan bahwa latihan ini memicu
beberapa siswa yang menarik berpikir tingkat tinggi di luar
kategorisasi sederhana dan pemikiran induktif. Untuk Misalnya,
seorang siswa bertanya, ―Apakah memotong rumput merupakan
perubahan kimia atau fisika, jika Anda menganggap bahwa bagian
rumput yang dipotong mati?
22
kimia dari mereka penalaran induktif. Respon 1 akan mendapat
skor 0. Guru tidak berpikir bahwa siswa ini menunjukkan bukti
telah menemukan perbedaan antara perubahan fisika dan kimia
berdasarkan pengurutan contoh. Tanggapan 2 akan mendapat
nilai 1. Pernyataan siswa tentang struktur molekul ini benar,
tetapi seperti yang dikomentari guru, ―Respon buku teks,
dapatkan konsep tapi saya tidak yakin apakah itu dari diskusi.‖
Tanggapannya tidak memungkinkan kami untuk menyimpulkan
banyak tentang alasan mereka. Tanggapan 3 akan mendapat skor
2. Bahkan, Guru sangat senang dan berkata, ―Bukan jawaban
yang saya harapkan, tetapi mereka benar-benar mengerti
konsepnya.
Gambar 1.3 Contoh Penjelasan Siswa Perubahan Fisika
dan Kimia
Tanggapan
Skor: 0
Fisik: Merobek kertas Kimia: Membakar kertas
Saya telah belajar bahwa selama perubahan fisik dan perubahan kimia
dapat terjadi banyak perdebatan dan perselisihan. Juga perubahan fisik
bisa sangat sulit untuk mengenali. Perubahan kimia pada dasarnya hanya
akal sehat.
Tanggapan
Skor: 1
Fisik: Memotong pisang Kimia: Baking soda &
cuka
23
namun bentuk atau bentuk berubah sementara struktur molekul tetap
sama.
Tanggapan
Skor: 2
Fisik: Membersihkan loker Anda Bahan Kimia: Mencairkan plastik
Saya belajar bahwa Anda tidak dapat mendasarkan jenis perubahan pada
objek. Hanya karena itu mungkin terlihat seperti fisik tidak berarti
demikian. Anda harus mengetahuinya jika Anda bisa mendapatkannya
kembali seperti semula, jika tidak maka bahan kimianya.
24
rubrik umum sebagai tujuan pembelajaran. Mereka akan bisa
untuk berlatih dan bekerja secara konsisten menuju hasil
pencapaian ini. Ini rubrik bersifat holistik, yang berarti
menggunakan satu skala keseluruhan untuk menilai kinerja. Dia
disebut Panduan Penilaian Umum Kentucky dan terdapat dalam
setiap buklet item yang dirilis untuk Kentucky Core Content Test
(KCCT).
25
3. Tugas-tugas yang diberikan tidak hanya memiliki satu jawaban
tertentu yang benar, tetapi memungkinkan banyak jawaban benar
atau semua jawaban benar.
26
terpola sistematis dapat memberi petunjuk kepada jawaban yang
benar. Apabila peserta didik menjawab benar pada semua pernyataan
yang diberikan diberikan skor 1 atau apabila terdapat kesalahan pada
salah satu pernyataan maka diberi skor 0.
3. Isian singkat atau melengkapi Soal isian singkat atau melengkapi
adalah soal yang menuntut peserta tes untuk mengisi jawaban singkat
dengan cara mengisi kata, frase, angka, atau simbol. Karakteristik soal
isian singkat atau melengkapi adalah sebagai berikut.
1) Bagian kalimat yang harus dilengkapi sebaiknya hanya satu bagian
dalam ratio butir soal, dan paling banyak dua bagian supaya tidak
membingungkan siswa.
2) Jawaban yang dituntut oleh soal harus singkat dan pasti yaitu
berupa kata, frase, angka, simbol, tempat, atau waktu. Jawaban yang
benar diberikan skor 1, dan jawaban yang salah diberikan skor 0.
4. Jawaban singkat atau pendek Soal dengan bentuk jawaban singkat
atau pendek adalah soal yang jawabannya berupa kata, kalimat
pendek, atau frase terhadap suatu pertanyaan. Karakteristik soal
jawaban singkat adalah sebagai berikut:
1) Menggunakan kalimat pertanyaan langsung atau kalimat perintah;
2) Pertanyaan atau perintah harus jelas, agar mendapat jawaban yang
singkat;
3) Panjang kata atau kalimat yang harus dijawab oleh siswa pada
semua soal diusahakan relatif sama;
4) Hindari penggunaan kata, kalimat, atau frase yang diambil langsung
dari buku teks, sebab akan mendorong siswa untuk sekadar
mengingat atau menghafal apa yang tertulis dibuku. Setiap
langkah/kata kunci yang dijawab benar diberikan skor 1, dan jawaban
yang salah diberikan skor 0.
5. Uraian
Soal bentuk uraian adalah suatu soal yang jawabannya menuntut
siswa untuk mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah
dipelajarinya dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan
gagasan tersebut menggunakan kalimatnya sendiri dalam bentuk
tertulis. Dalam menulis soal bentuk uraian, penulis soal harus
mempunyai gambaran tentang ruang lingkup materi yang ditanyakan
dan lingkup jawaban yang diharapkan, kedalaman dan panjang
jawaban, atau rincian jawaban yang mungkin diberikan oleh siswa.
Dengan kata lain, ruang lingkup ini menunjukkan kriteria luas atau
sempitnya masalah yang ditanyakan. Di samping itu, ruang lingkup
tersebut harus tegas dan jelas tergambar dalam rumusan soalnya.
C. Level Kognitif
27
Anderson & Krathwohl (2001) mengklasifikasikandimensi prosesberpikir
sebagai berikut:
28
dengan situasi dan kondisi daerah di sekitar satuan pendidikan.Berikut
dipaparkan langkah-langkah penyusunan soal-soal HOTS.
29
1. Memilih stimulus yang menarik dan kontekstual
Contoh soal HOTS yang sudah sering Guru Pintar lihat pasti memiliki
stimulus. Stimulus yang digunakan dalam penyusunan soal HOTS
harus menarik dan kontekstual. Stimulus yang menarik akan
membuat siswa mau membaca stimulus dengan seksama. Sedangkan
kontekstual berarti sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Membuat rubrik
Dalam setiap butir pertanyaan HOTS yang ditulis harus dilengkapi
dengan rubrik atau pedoman penskoran. Rubrik dibuat untuk soal
HOTS dalam bentuk uraian. Sedangkan soal HOTS yang berbentuk
pilihan ganda, pilihan ganda kompleks (benar/salah, ya/tidak), dan
isian singkat, Guru Pintar harus menuliskan kunci jawaban.
30
Tabel 3. Daftar Cek untuk Presentasi
Daftar cek untuk presentasi Komentar
Beri tanda cek () jika presentasi memuaskan,
dan tanda silang (X) jika presentasi masih
membutuhkan perbaikan berdasarkan standar
Pendahuluan menarik perhatian audiens
Menyatakan tujuan dalam pendahuluan
Materi yang diberikan jelas dan mudah
dipahami
Presentasi dilakukan dengan runtut dan logis
Suara jelas sehingga dapat didengar semua
peserta
Menggunakan teknologi yang efektif untuk
mendukung pesan
Rangkuman dapat mensintesis ide pokok
31
3. Kontrak belajar siswa
Kontrak belajar adalah suatu kesepakatan antara guru dan siswa
berisikan hasil belajar yang harus dicapai dan strategi/langkah yang
digunakan untuk mencapainya. Siswa diberi kebebasan memilih tujuan
pribadi maupun strategi atau tahapan konkrit yang akan dilakukan,
bisa untuk jangka pendek atau jangka panjang. Setiap siswa dapat
memiliki perbedaan dalam proses pembelajarannya dan asesmennya,
dan pada saat yang bersamaan memadukan materi inti yang harus
dipelajari dengan penerapan keterampilan abad ke-21. Tabel 4. adalah
contoh kontrak belajar siswa.
4. Penilaian/Refleksi Diri
Penilaian/refleksi diri merupakan teknik penilaian terhadap diri
sendiri (siswa) dengan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya
sendiri. Penilaian/refleksi diri adalah keterampilan yang penting untuk
dikembangkan dan didukung dalam pembelajaran. Refleksi bisa
dilakukan secara tertulis atau lisan, dilaksanakan tiap hari atau dalam
jangka waktu tertentu, secara individual atau dalam kelompok kecil.
Kegiatan refleksi bisa dilakukan dengan memberi pertanyaan umum
dan spesifik berkaitan dengan pembelajaran, mengidentifikasi
kebingungan yang dialami siswa, menunjukkan bukti selama
pembelajaran, mengevaluasi kemajuan belajar, merancang
pembelajaran berikutnya, merancang luaran belajar yang lebih baik,
dan sebagainya. Tabel 5. adalah contoh penilaian/refleksi diri siswa.
32
3. Apa materi, proses, dan pertanyaan selanjutnya yang akan
ditindaklanjuti?
Pertanyaan spesifik
1. Langkah apa yang dapat saya gunakan untuk meningkatkan tulisan
saya?
2. Tiga kebiasaan berpikir apa yang dapat saya gunakan dan
bagaimana cara menerapkannya?
3. Seberapa baik saya mendengarkan gagasan/pendapat orang lain
dan memberikan kontribusi kepada kelompok?
4. Jika saya melakukan hal ini kembali, hal berbeda apa yang dapat
saya lakukan?
6. Observasi
Observasi dapat dilakukan guru terhadap pikiran atau ide siswa,
terhadap kinerja siswa, sikap siswa, atau kegiatan dan aspek lain dari
siswa dalam pembelajaran. Observasi dapat dilakukan guru terhadap
siswa pada saat presentasi diskusi, praktikum, bekerja dalam
kelompok, atau kegiatan lain dalam pembelajaran. Observasi menjadi
kegiatan penting untuk mengetahui pemahaman dan kemampuan atau
33
keterampilan abad ke-21. Hasil observasi dapat dicatat dalam bentuk
catatan anekdot yang dikombinasikan dengan rubrik atau daftar cek,
diselaraskan dengan tujuan pembelajarannya. Tabel 7. adalah contoh
observasi pembelajaran.
Tabel 7. Contoh Observasi Pembelajaran
Komponen Diskusi dan Bukti
4=sangat setuju; 3=setuju; 2=tidak setuju; 1=sangat Skor
tidak setuju
(Tunjukkan bukti untuk tingkat yang dipilih)
Menunjukkan suatu bukti/data berdasarkan
analisis dari suatu masalah. Bukti :
Menggunakan tulisan dan data yang
mendukung pendapat. Bukti :
Menghargai perbedaan
ide pada suatu topik.
Bukti :
Memberikan respon/pemikiran
terhadap pendapat orang lain. Bukti:
34
Apa langkah saya berikutnya? Kapan jangka
waktunya?
Siapa yang dapat saya ajak bekerja sama
untuk meningkatkan kinerja saya?
Bagaimana cara saya menggunakan
keterampilan berpikir kritis saya?
Bagaimana saya dapat menilai kemajuan
belajar sejauh ini?
8. Peta konsep
Peta konsep adalah penataan konsep secara grafis yang dapat
digunakan sebagai alat pembelajaran, juga dapat digunakan untuk
mengases pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan berpikir kritis
siswa. Guru dapat menilai peta konsep siswa berdasarkan kedalaman
pengetahuan, keakuratan hubungan antar konsep, kemampuan untuk
memilah dan mengorganisasi informasi, dan target lain dari
pembelajaran.
35
BAB III
PENUTUP
36
DAFTAR PUSTAKA
Afandi & Sajidan. 2017. Stimulasi Keterampilan Tingkat Tinggi. Solo: UNSPRESS.
Kemendikbud. 2018. Higher Order Thinking Skills (HOTS) Konsep dan Penilaian.
Jakarta. Pusat Penilaian Pendidikan. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
King, F.J., Goodson, L., & Rohani. 2006. Higher Order Thinking Skills. Center for
Advancement of Learning and Assessment
Novak, J.D. dan Gowin, D.B. (1984). Learning How to Learn. Cambridge:
Cambridge University Press.
37