Anda di halaman 1dari 13

LANDASAN FILOSOFI YURIDIS & IMPLEMENTASI PTK

MAKALAH

DISUSUN OLEH :

AFDALIAH ALIF
Nim : 220020391002

PENDIDIKAN TEKNIK KEJURUAN


PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITSA NEGERI MAKASSAR
A. PENDAHULUAN

Ada sebagian orang yang mendewa-dewakan ilmu sebagai satu-satunya sumber


kebenaran, biasanya mereka tidak mengetahui hakikat ilmu yang sebenarnya. Demikian
juga sebaliknya ada sebagian orang yang memalingkan muka dari ilmu, mereka adalah
orang yang tidak mau melihat kenyataan betapa ilmu telah membentuk peradaban
sebagaimana kita rasakan dan alami sekarang ini.

Pendidikan sebagai salah satu komponen kehidupan yang asasi, telah berperan dalam
menghasilkan kemampuan manusia dalam menemukan, mencari dan mengembangkan
ilmu. Bahkan dengan pendidikan, telah jauh mengembangkan peradaban yang melebihi
kapasitas manusia untuk menguasai dunia. Perkembangan ilmu yang demikian puncak,
mendorong manusia untuk menguasainya, dan siapa yang tidak memilikinya maka dia
akan jadi obyek manusia cerdas. Kehidupan demikian rumit untuk dianalisis hanya oleh
satu jalan pemikiran. Adalah ketakaburan yang tidak berdasar, apabila menganggap bahwa
ilmu adalah alpa dan omega dari kebenaran. Banyak sumber kebenaran selain ilmu, yaitu
agama, filsafat, seni, dan lain-lain pengetahuan. Einstein mengatakan: ilmu tanpa agama
adalah buta, agama tanpa ilamu adalah lumpuh”. Dengan demikian, kebenaran sangat
bergantung pada pendekatan yang digunakan dan dasar pengetahuan yang
mendasarinya.

Dengan demikian, jika kita akan menganalisis suatu permasalahan, maka harus
ditetapkan terlebih dahulu sumber dan dasar pemikiran kita, agar orang lain memahami
peta dan paradigma pemikiran yang kita gunakan. Sebagai salah satu kegiatan pendidikan,
yang merupakan aplikasi keilmuan, maka proses pendidikan tidak lagi natural (alami),
tetapi menjadi suatu bidang/lapangan kajian keilmuan, sehingga pendidikan seolah-olah
sudah lepas dari tanggung jawab hakiki orang tua, tetapi lebih banyak pada tanggung
jawab guru di sekolah.

Apabila konteks pendidikan menjadi kajian keilmuan, maka tanggung jawab kita adalah
mendasarkan telaahan dan pengembangan pendidikan berbasis keilmuan. Banyak kegiatan
pendidikan yang belum dianalisis berdasar pada keilmuan, sehingga pendidikan kurang
berkembang sebagaimana harapan. Untuk memahami hakikat ilmu pendidikan, maka kita
harus memahami landasan filosofisnya, yaitu filsafat ilmu pendidikan. Salah satu fakta
empiric dalam proses pendidikan, adalah adanya komunikasi pendidikan antara guru dan
siswa di kelas. Komunikasi yang dibangun merupakan pendekatan dan implementasi dari
berbagai pendekatan keilmuan. Oleh karena itu, penelitian tindakan kelas menjadi penting,
karena merupakan upaya menemukan model dan prosedur baru yang lebih efisien dan
efektif dalam mencapai tujuan pendidikan
B. PEMBAHASAN

FILOSOFI PTK

Perdebatan mengenai kebenaran temuan PTK lebih banyak disebabkan oleh


perbedaan sudut pandang dalam menilai kebenaran. Sebagian besar orang menggunakan
sudut pandang kebenaran ilmiah dalam menilai kebenaran PTK. Kebenaran ilmiah
ditemukan dengan menggunakan metode ilmiah. Di sisi lain, PTK dilandasi oleh kebenaran
lain yaitu pragmatisme. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam menemukan
pengetahuan yang benar secara ilmiah. Secara filosofis metode ilmiah dibangun dari cara
berpikir deduktif dan induktif. Berpikir deduktif memberikan sifat rasional kepada
pengetahuan dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan
sebelumnya. Berpikir induktif menguatkannya dengan bukti empirik kepada pengetahuan
yang yang telah dirasionalisasi (Istiaty, 2005)
Setelah pengetahuan diberikan penjelasan rasional (deduktif), sebelum teruji secara
empirik (induktif) semua penjelasan hanyalah bersifat sementara yang biasa disebut
hipotesis. Secara filosofis, hipotesis dapat diajukan sebanyak-banyaknya sesuai hakikat
rasionalisme yang bersifat pluralistik. Namun, dalam simpulan akhir hanya satu hipotesis
yang diterima, yaitu hipotesis yang didukung oleh fakta-fakta empirik. Terkait hal ini sering
kali metode ilmiah dikenal sebagai proses logiko-hipotetiko-verifikatif, yang merupakan
integrasi antara deduksi dan induksi. (Suriasumantri, 2001).
Kerangka berpikir ilmiah logiko-hipotetiko-verivikatif terdiri dari langkah-langkah sebagai
berikut, (1) Perumusan masalah, yang merupakan pertanyaan mengenai objek empirisme
yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di
dalamnya. (2) Penyusunan kerangka pikir dalam pengajuan hipotesis. Kerangka pikir di
susun secara rational berdasar premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenaranya (3)
Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta relevan dengan hipotesis
yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis
tersebut atau tidak. (4) Penarikan simpulan, merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis
yang diajukan itu di tolak atau diterima, sekiranya dalam proses pengujian terdapat fakta
yang cukup mendukung hipotesis maka hipotesis itu diterima, begitu sebaliknya. i-hipotesis
yang diterima ini kemudian disebut pengetahuan yang benar secara ilmiah (Suriasumantri,
2001 ).
Bagaimana PTK menemukan kebenarannya? PTK didefinisikan sebagai proses
investigasi terkendali yang berdaur ulang dan bersifat refiektif mandiri, yang memiliki tujuan
untuk melakukan perbaikan-perbaikan terhadap sistem, cara kerja, proses, isi, kompetensi,
atau situasi pembelajaran. Daur ulang aktivitas dalam PTK diawali dengan perencanaan
tindakan penerapan tindakan, mengobservasi dan mengevaluasi proses dan hasil tindakan,
dan melakukan refleksi, dan seterusnya sampai perbaikan atau peningkatan yang
diharapkan tercapai. (Madya, 2006)
Seorang peneliti sebelum masuk ke dalam kegiatan pada daur tersebut juga
melakukan kajian deduktif yang disusun menjadi kerangka pikir untuk pembenaran rasional
hipotesis tindakan yang ditetapkan. Aktivitas selanjutnya terfokus pada kegiatan dalam
siklus-siklus penelitian. Tahap pertama dari siklus tersebut adalah tahap perencanaan, pada
tahap ini peneliti mempersiapkan kegiatan penelitian yang akan diimplementasikan dalam
tahap tindakan, tahap selanjutnya adalah tahap tindakan pada tahap ini peneliti
mengimplementasikan segala sesuatu yang telah dipersiapkan dalam tahap perencanaan,
tahap selanjutnya adalah observasi dan evaluasi dan refleksi dari hasil kegiatan pada tahap
tindakan diamati dan dievaluasi keberhasilannya sesuai dengan standard keberhasilan yang
telah ditetapkan, jika belum peneliti kembali mengulangi siklus penelitian di atas sampai
standard keberhasilan yang telah ditetapkan tercapai.
PTK awal prosedumya tidak berbeda dengan metode ilmiah diawali dengan kajian
deduktif untuk memberikan rasionalisasi terhadap rumusan hipotesis yang ditetapkan.
Hipotesis PTK adalah keyakinan peneliti secara rasional terhadap tindakan yang dipilihnya
Perdebatan kaitan dengan kebenaran bermula dari verivikasi hipotesis atau kajian induktif.
Pada penelitian formal di bidang pendidikan (misal: kuasi eksperimen), biasanya peneliti
mencari kelas yang setara dan mengelompokkanya dalam kelas perlakuan (eksperimen)
dan kelas control. Masing- masing kelompok kelas dikontrol dalam kondisi tidak berbeda
kecuali perlakuan kemudian dilihat hasilnya Dengan bantuan statistik dapat disimpulkan
hipotesis diterima atau ditolak.
Vervikasi hipotesis juga dilakukan di PTK dengan prosedur berbeda. Setelah
merumuskan hipotesis dilakukan tahap perencanaan dengan menyiapkan segal a sesuatu
terkait rencana pada tahap implementasi tindakan misalnya, menetapkan keberhasilan
tindakan, mengembangkan perangka, dan lain-lain.
Hasil tahap perencanaan dilaksanakan pada tahap implementasi tindakan, sambil
melaksanakan tindakan dilakukan observasi dan evaluasi terhadap aktivitas implementasi
tindakan. Hasil observasi dan evaluasi digunakan sebagai dasar refleksi untuk perbaikan
tindakan pada sikius selanjutnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan target keberhasilan
tindakan belum tercapai, maka penelitian masuk pada siklus selanjutnya dengan materi
yang berbeda sampai target keberhasilan tindakan tercapai.

LANDASAN YURIDIS

Landasan Pendidikan Nasional sebagai wahana dan sarana pembangunan


negara dan bangsa dituntut mampu mengantisipasi proyeksi kebutuhan masa depan.
Tuntutan tersebut sangat bergayut dengan aspek-aspek penataan pendidikan nasional
yang bertumpu pada basis kehidupan masyarakat Indonesia secara komprehensif.
Untuk kepentingan penataan pendidikan nasional yang benar-benar merefleksi
kehidupan bangsa, maka sangat penting pendidikan nasional memiliki beberapa
landasan salah satunya landasan yuridis. Landasan Pendidikan yang terakhir adalah
Landasan Yuridis. Sebagai penyelenggaraan pendidikan nasional yang utama, perlu
pelaksanaannya berdasarkan undang-undang. Hal ini sangat penting karena
hakikatnya pendidikan nasional adalah perwujudan dari kehendak UUD 1945
utamanya pasal 31 tentang Pendidikan dan Kebudayaan, sebagai berikut :

a. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.


b. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar pemerintah wajib
membiyayainya.
c. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketkwaan serta akhlak yang mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-
undang.
d. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh
persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.
e. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.

Pentingnya undang-undang sebagai tumpuan bangunan pendidikan nasional


di samping untuk menunjukkan bahwa pendidikan sangat penting sebagai penjamin
kelangsungan hidup bangsa Indonesia, juga dapat dipedomani bagi pennyelenggaran
pendidikan secara utuh yang berlaku untuk seluruh tanah air.
Landasan yuridis bukan semata-mata landasan bagi penyelenggaraan
pendidikan namun sekaligus dijadikan alat untuk mengatur sehingga jika terjadi
penyimpangan dalam penyelenggaraan pendidikan, maka dengan landasan yuridis
tersebut dikenakan sanksi. Dalam praktek penyelenggraan pendidikan tidak sedikit
ditemukan penyimpangan, bahkan dalam skala nasional dapat menimbulkan
kerugian bukan hanya secara material tapi juga spiritual. 33Penyelenggaraan
pendidikan yang sangat komersial dan instan dapat merusak pendidikan sebagai
proses pembentukan watak dan kepribadian bangsa sehingga dalam jangka panjang
menjadikan pendidikan bukan sebagai sarana rekonstruksi sosial tetapi dekonstruksi
sosial. Itulah sebabnya di samping dasar regulasi sangat penting juga harus pula
dilandasi dengan dasar yuridis untuk sanksi.

KEBIJAKAN PTK
Berbagai permasalahan yang muncul dalam sistem pendidikan kita. diantaranya
adalah: pertama, rendahnya kualitas atau mutu pendidikan. Kedua, adalah belum
adanya pemerataan dalam memperoleh akses di bidang pendidikan. Ketiga, adalah
tidak adanya efisiensi dalam penyelenggaraan pendidikan. Disamping itu persoalan
yang keempat adalah belum adanya demokratisasi pendidikan. Peran serta masyarakat
dalam dunia pendidikan masih sangat terbatas.
Khusus untuk sekolah kejuruan, persoalan yang dirasakan sangat penting
berkaitan dengan ketidakmampuan lulusan dalam memasuki lapangan kerja. Hal itu
disebabkan karena kualitas lulusan yang memang jauh dari kehendak pasar.
Disamping itu juga adanya ketidaksesuaian antara ”supply” lulusan dengan kecilnya
“demand”. Salah satu bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk
mengantisipasi hal itu adalah Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda (dual system).
Sistem ini berusaha mengintegrasikan kepentingan dunia pendidikan dengan dunia
industri. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK), baik pengetahuan, ketrampilan maupun etos kerja yang
sesuai dengan tuntutan lapangan kerja, sehingga siap masuk ke pasaran kerja Melalui
PSG diharapkan ada kesesuaian antara mutu dan kemampuan yang dimiliki lulusan,
dengan tuntutan dunia kerja.
Pendidikan Sistem Ganda (PSG) adalah suatu bentuk penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan keahlian kejuruan yang memadukan secara sistematik dan
sinkron antara program pendidkan di sekolah dan program penguasaan kerja. Dengan
demikian para siswa SMK dengan program PSG ini akan memiliki tingkat professional
yang sambung dengan dunia kerja yang dibutuhkan.
Sebagaimana gambar diagram di bawah menunjukkan putaran program
pembelajaran siswa yang terjadi di sekolah dan di industri. Di sekolah para siswa
belajar dengan para guru dan pada umumnya dibiayai oleh pemerintah sedangkan di
perusahaan pada umumnya mereka berlatih dengan para instruktur yang ada
diperusahaan dan dibiayai oleh perusahaan

Dalam pengertian tersebut, berarti ada dua pihak yaitu lembaga pendidikan (pelatihan)
di sekolah dan lapangan kerja (industri/perusahaan) yang secara bersama-sama
menyelenggarakan suatu program pendidikan dan pelatihan kejuruan. Kedua belah
pihak secara sungguh berproses di dalamnya dengan sgenap kelebihan dan
kekurangannya masing-masing.
Penyelenggaraan PSG secara umum bertujuan untuk menjawab tantangan
industri. Namun menurut (Indra Djati Sidi, 2001) PSG bertujuan, pertama,
menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian professional, yaitu tenaga kerja
yang memiliki tingkat kemampuan, kompetensi, dan etos kerja yang sesuai dengan
tuntutan lapangan kerja. Kedua, meningkatkan dan memperkokoh link and match
antara lembaga pendidikan-pelatihan kejuruan dan dunia kerja. Ketiga, meningkatkan
efisiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja berkualitas profesuonal.
Keempat, memberi pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai
bagian dari proses pendidikan.
Pendidikan sistem ganda mensyaratkan adanya institusi lain sehingga terdapat
kerjasama dan kesepakatan antara institusi pendidikan dan pelatihan (SMK) dan
institusi lain tersebut (industry/perusahaan atau instansi lain yang yang berhubungan
dengan lapangan kerja) yang memiliki sumber daya untuk mengembangkan keahlian
kejuruan untuk bersam-sama menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan keahlian
kejuruan. Institusi lain itulah yang disebut Institusi Pasangan (IP), yaitu institusi yang
mengikatkan diri bekerja sama dengan lembagapendidikan
Demikian perlu disepakati pola atau model pengaturan penyelenggaraan
program, khususnya yang menyangkut tentang kapan dilaksanakannya di SMK dan
kapan di institusi pasangannya. Secara garis besar model atau pola penyelenggaraan
itu dapat brbentuk “day release” atau “block release” atau merupakan kombinasi block
release, berbentuk hour release, atau kombinasi dari ketiganya. (Majelis Pendidikan
Kejuruan Nasional, 1996). Dalam bentuk penyelenggaraan “day release” disepakati
bersama dari 6 hari belajar dalam satu minggu, berapa hari di institusi pasangan dan
berapa hari di sekolah. Sementara dalam penyelenggaraan “block release” disepakati
bersama bulan atau catur wulan yang mana siswa harus berada di institusi pasangan.
Dengan demikian PSG diarahkan untuk menghasilkan tamatan yang memiliki
keahlian profesi tertentu secara standar sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja.
Oleh karena itu segala sesuatu berhubungan dengan perencanaan, penyelenggaraan
dan penilaian pendidikan dan pelatihan harus senantiasa mengacu kepada
pencapaian standar kemampuan professional sesuai dengan tuntutan jabatan
pekerjaan atau profesi tertentu yang berlaku di lapangan kerja. Atas dasar itulah,
setiap program pendidikan dan pelatihan harus mengandung standar profesi yang
secara jelas memuat tentang ukuran kemampuan dan sekaligus menggambarkan
kewenangan untuk melaksanakan tugas profesi tertentu.
Pendidikan Sistem Ganda dan Perubahan Paradigma Pendidikan Di SMK.
Tuntutan pengelolaan pada pendidikan kejuruan harus sesuai dengan kebijakan link
and match, yaitu perubahan dari pola lama yang cenderung berbentuk pendidikan
demi pendidikan ke suatu yang lebih terang, jelas dan konkrit menjadi pendidikan
kejuruan sebagai program pengembangan sumber daya manusia. Ada beberapa
perubahan paradigma dan dimensi pembaharuan yang diturunkan dari kebijakan link
and match, (Sidi, 2001) yaitu :
a. Perubahan dari pendekatan Supply Driven ke Demand Driven
Dengan deman driven ini mengharapkan dunia usaha dan dunia industri atau
dunia kerja lebih berperan di dalam menentukan, mendorong dan
menggerakkan pendidikan kejuruan, karena mereka adalah pihak yang lebih
berkepentingan dari sudut kebutuhan tenaga kerja. Dalam pelaksanaannya,
dunia kerja ikut berperan serta karena proses pendidikan itu sendiri lebih
dominan dalam menentukan kualitas tamatannya, serta dalam evaluasi hasil
pendidikan itupun dunia kerja ikut menentukan supaya hasil pendidikan
kejuruan itu terjamin dan terukur dengan ukuran dunia kerja.
Sebagai salah satu bentuk penerapan prinsip demand driven, maka dalam
pengembangan kurikulum SMK harus melakukan sinkronisasi kurikulum yng
direalisasikan dalam program Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Dengan
melakukan sinkronisasi kurikulum, penyelengaraan pembelajaran di SMK
diupayakan sedekat mungkin dengan kebutuhan dan kondisi dunia
kerja/industri, serta memiliki relevansi dan fleksibilitas tinggi dengan tuntutan
lapangan. Melalui sinkronisasi kurikulum ini, diharapkan sekolah dapat
membaca keahlian dan performansi apa yang dibutuhkan dunia usaha atau
industri untuk dapat dimasuki oleh lulusan SMK.

b. Perubahan dari pendidikan berbasis sekolah (School Based Program) ke


sistem berbasis ganda (Dual Based Program)
Perubahan dari pendidikan berbasis sekolah, ke pendidikan berbasis ganda
sesuai dengan kebijakan link and match, mengharapkan supaya program
pendidikan kejuruan itu dilaksanakan di dua tempat. Sebagian program
pendidikan dilaksanakan di sekolah, yaitu teori dan praktek dasar kejuruan,
dan sebagian lainnya dilaksanakan di dunia kerja, yaitu keterampilan produktif
yang diperoleh melalui prinsip learning by doing. Pendidikan yang dilakukan
melalui proses bekerja di dunia kerja akan memberikan pengetahuan
keterampilan dan nilai-nilai dunia kerja yang tidak mungkin atau sulit didapat
di sekolah, antara lain pembentukan wawasan mutu, wawasan keunggulan,
wawasan pasar, wawasan nilai tambah, dan pembentukan etos kerja

c. Perubahan dari model pengajaran yang mengajarkan mata-mata pelajaran


ke model pengajaran berbasis kompetensi
Perubahan ke model pengajaran ke berbasis kompetensi, bermaksud
menuntun proses pengajaran secara langsung berorientasi pada kompetensi
atau satuan-satuan kemampuan. Pengajaran berbasis kompetensi ini sekaligus
memerlukan perubahan kemasan kurikulum kejuruan ke dalam kemasan
berbentuk paket-paket kompetensi

d. Perubahan dari program dasar yang sempit (Narrow Based) ke program dasar
yang mendasar, kuat dan luas (Broad Based)
Kebijakan link and match menuntut adanya pembaharuan, mengarah kepada
pembentukan dasar yang mendasar, kuat dan lebih luas.

e. Perubahan dari sistem pendidikan formal yang kaku, ke sistem yang luwes dan
menganut prinsip multy entry, multy exit
Dengan adanya perubahan dari supply driven ke demand driven, dari schools
based program ke dual based program, dari model pengajaran mata pelajaran
ke program berbasis kompetensi; diperlukan adanya keluwesan yang
memungkinkan pelaksanaan praktek kerja industri dan pelaksanaan prinsip
multy entry multy exit. Prinsip ini memungkinkan peserta didik SMK yang telah
memiliki sejumlah satuan kemampuan tertentu (karena program pengajarannya
berbasis kompetensi), mendapatkan kesempatan kerja di dunia kerja, maka
peserta didik tersebut dimungkinkan meninggalkan sekolah. Dan kalau peserta
didik tersebut ingin masuk sekolah kembali menyelesaikan program SMK nya,
maka sekolah harus membuka diri menerimanya, dan bahkan menghargai dan
mengakui keahlian yang diperoleh peserta didik yang bersangkutan dari
pengalaman kerjanya.

f. Perubahan dari sistem yang tidak mengakui keahlian yang telah diperoleh
sebelumnya, ke sistem yang mengakui keahlian yang diperoleh dari mana dan
dengan cara apapun kompetensi itu diperoleh (Recognition of prior learning)
Sistem baru pendidikan kejuruan harus mampu memberikan pengakuan dan
penghargaan terhadap kompetensi yang dimiliki oleh seseorang. Sistem ini
akan memotivasi banyak orang yang sudah memiliki kompetensi tertentu,
misalnya dari pengalaman kerja, berusaha mendapatkan pengakuan sebagai
bekal untuk pendidikan dan pelatihan berkelanjutan. Untuk ini SMK perlu
menyiapkan diri sehingga memiliki instrument dan kemampuan menguji
kompetensi seseorang darimana dan dengan cara apapun kompetensi itu
didapatkan.

g. Perubahan dari sistem terminal ke sistem berkelanjutan


Sistem baru tetap mengharapkan dan mengutamakan tamatan SMK langsung
bekerja, agar segera menjadi tenaga produktif, dapat memberi return atas
investasi SMK. Sistem baru juga mengakui banyak tamatan SMK yang
potensial, dan potensi keahlian kejuruannya akan lebih berkembang lagi
setelah bekerja. Terhadap mereka ini diberi peluang untuk melanjutkan
pendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (misalnya program
Diploma), melalui suatu proses artikulasi yang mengakui dan menghargai
kompetensi yang diperoleh dari SMK dan dari pengalaman kerja sebelumnya.

h. Perubahan dari manajemen terpusat ke pola manajemen mandiri (prinsip


desentralisasi)
Pola baru manajemen mandiri dimaksudkan memberi peluang kepada propinsi
dan bahkan sekolah untuk menentukan kebijakan operasional, asal tetap
mengacu kepada kebijakan nasional. Kebijakan nasioanl dibatasi pada hal-hal
yang bersifat strategis, supaya memberi peluang bagi para pelaksana di
lapangan berimprovisasi dan melakukan inovasi.

i. Perubahan dari ketergantungan sepenuhnya dari pembiayaan pemerintah


pusat, ke swadana dengan subsidi pemerintah pusat
Sejalan dengan prinsip demand driven, dual based program, pendewasaan
manajemen sekolah, dan pengembangan unit produksi sekolah, sistem baru
diharapkan dapat mendorong pertumbuhan swadana pada SMK, dan posisi
lokasi dana dari pemerintah pusat bersifat membantu atau subsidi. Sistem ini
juga diharapkan mampu mendorong SMK berpikir dan berperilaku ekonomis

MODEL-MODEL PENYELENGGARAAN PTK BERDASARKAN SISTEM PERUNDANG –


UNDANGAN REPUBLIK INDONESIA

Penyelenggaraan pendidikan di sekolah tidak lepas dari strategi agar tujuan


pendidikan dapat dicapai secara optimal, untuk itu sekolah menerapkan berbagai model
sesuai dengan program studinya dan karakteristik peserta didik. Kata model dapat diartikan
sebagai pola atau bentuk. Kaitannya dengan pendidikan kejuruan kata model di sini
mengandung pengertian sebagai suatu bentuk atau pola penyelenggaraan pendidikan
kejuruan. Munculnya berbagai model penyelenggaraan pendidikan kejuruan, tidak dapat
dilepaskan dengan masyarakat dan kebutuhannya. Terdapat tiga model penyelenggaraan
pendidikan kejuruan, sebagaimana dikemukakan oleh Hadi yaitu model berorientasi pasar,
model sekolah dan model pendidikan sistem ganda

a. Model Berorientasi Pasar

Model pertama, pemerintah tidak mempunyai peran, atau hanya peran marginal dalam
proses kualifikasi pendidikan kejuruan. Model ini sifatnya liberal, namun kita dapat
mengatakannya sebagai model berorientasi pasar (Market Oriented Model). Perusahaan-
perusahaan atau industri sebagai pemeran utama berhak menciptakan desain pendidikan
kejuruan yang tidak harus berdasarkan prinsip pendidikan yang bersifat umum, dan mereka
tidak dapat diusik oleh pemerintah karena yang menjadi sponsor, dana dan lainnya adalah
dari perusahaan.
Konsep pendidikan kejuruan yang berorientasi ke dunia kerja didasarkan atas kebutuhan
tenaga kerja di dunia industri di mana perencanaan ketenagakerjaan tidak dapat dipisahkan
dari dunia pendidikan. Program Kebutuhan pasar kerja dan dunia pendidikan seharusnya
dirancang secara terintegrasi dengan memperhatikan tujuan dan kebutuhan dunia usaha
dan dunia industri.

Industri dapat mengambil peran yang lebih besar, karena selain memanfaatkan secara
langsung hasil pendidikan, industri juga memiliki sumber daya dan sumber dana. Dengan
demikian, industri dapat menyumbangkan sumber dayanya dalam proses pendidikan
misalnya dengan penyediaan teknologi yang canggih dan tentu lebih maju dibandingkan
dengan institusi pendidikan sebagai sarana pelatihan. Pada saat yang sama, industi dapat
menjadi arena yang tepat di mana kompetensi profesi dapat diidentifikasi dan diujikan.
Praktek-praktek yang dapat mempengaruhi pembelajaran berorientasi dunia kerja. Boud &
Solomon menyatakan “The practices which have influenced the development of work-based
learning include the following: (1)work placements and sandwich courses, (2) Independent
studies and negotiated, (3) Access and the accreditation of prior experiental learning, (4)
Generic competencies and capabilities, (5) Labour and learning”.

Komponen penting lainnya dalam penyelenggaraan pendidikan berorientasi dunia kerja


adalah identifikasi yang tepat dari kompetensi profesi. Seluruh usaha pendidikan menjadi
kurang bermanfaat jika kompetensi dari lulusan yang dihasilkan tidak direspon secara positif
dan terserap oleh pasar tenaga kerja. Asosiasi profesi dalam hal ini memegang peranan
penting dalam identifikasi profesi. Oleh karena itu setiap profesi seyogyanya membentuk
suatu asosiasi untuk menjembatani dengan dunia pendidikan. Pada era di mana kompetisi
global telah merambah ke setiap sudut kepentingan hidup masyarakat, maka SDM yang
dihasilkan dari proses pendidikan akan masuk dalam kompetisi global. Hanya SDM yang
memiliki kualifikasi atau standar tertentu yang mendapat pengakuan dalam penguasaan
kompetensi profesi yang akan dapat bertahan. Jadi, pengakuan dan pengesyahan
kompetensi profesi menjadi sangat penting, di sinilah asosiasi profesi dapat mengambil
peran bahkan tanggung jawab

Salah satu tolak ukur dari keberhasilan suatu proses pendidikan adalah apabila ada
relevansi hasil lulusan dengan pasar tenaga kerja dan bagi institusi pendidikan yang
mempunyai unit produksi seharusnya mengarahkan produknya dengan kebutuhan pasar
dalam hal ini dunia industry dan dunia usaha bahkan masyarakat luas. Bailey, Hughens &
Moore (2004) menyatakan bahwa “ A central argument in favor of work-based learning is
that students acquire various practical skills and that they learn about industries and
careers”. Jadi, alasan utama dari pembelajaran berorientasi dunia kerja adalah peserta didik
dapat memperoleh berbagai keterampilan dan bahkan mereka mmempelajari mengenai
industry dan karier. Karena bagaimanapun institusi pendidikan seharusnya tidak hanya
berpikir bagaimana hasil lulusannya berkualitas namun demikian harus juga memperhatikan
keinginan pasar yang selalu berobah. Jadi, berdasarkan konsep pemasaran alasan
keberadaan social dan ekonomi bagi suatu organisasi termasuk di dalamnya institusi
pendidikan adalah memuaskan kebutuhan konsumen dan keinginan tersbut sesuai dengan
sasaran organisasi.

b. Model Sekolah
Pada model sekolah pemerintah merencanakan, mengorganisasikan dan mengontrol
pendidikan kejuruan. Model ini sifatnya birokrat, pemerintah dalam hal ini yang menentukan
jenis pendidikan apa yang harus dilaksanakan di sekolah, bagaimana desain silabusnya,
begitu pula dalam hal pendanaan dan pelatihan yang harus dilaksanakan oleh sekolah tidak
selalu berdasarkan permintaan kebutuhan tenaga kerja ataupun jenis pekerjaan saat itu.
Walaupun model ini disebut juga model sekolah (school model), pelatihan dapat
dilaksanakan di sekolah sepenuhnya. Beberapa negara seperti Perancis, Italia, Swedia
serta banyak dunia juga melaksanakan model ini.

c. Model Sistem Ganda

Model ketiga, pemerintah menyiapkan/memberikan kondisi yang relatif komprehensif dalam


pendidikan kejuruan bagi perusahaan-perusahaan swasta dan sponsor swasta lainnya.
Model ini disebut juga model pasar dikontrol pemerintah (state controlled market) dan model
inilah yang disebut model sistem ganda (dual system) sistem pembelajaran yang
dilaksanakan di dua tempat yaitu sekolah kejuruan serta perusahaan yang keduanya bahu
membahu dalam menciptakan kemampuan kerja yang handal bagi para lulusan pelatihan
tersebut. Negara yang menggunakan sistem ini diantaranya Swiss, Austria dan Jerman.
Kecenderungan yang digunakan di Indonesia adalah model ketiga ini, dimana pelaksanaan
pendidikan sistem ganda dilaksanakan di dua tempat yaitu di sekolah dan di industri dengan
berbagai pengembangannya.

Menurut Djojonegoro pendidikan sistem ganda merupakan bentuk penyelenggaraan


pendidikan dan pelatihan keahlian kejuruan yang secara sistematik dan sinkron antara
program pendidikan di sekolah dengan program penguasaan keahlian yang diperoleh.
Sejalan dengan pendapat tersebut Permana (2005) mengemukakan PSG pada dasarnya
merupakan suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yang
memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program
penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja,
terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu. Menurut Raharjo (dalam
Anwar, 1999) PSG merupakan perkembangan dari magang yaitu belajar sambil bekerja atau
bekerja sambil belajar langsung dari sumber belajar dengan aspek meniru sebagai unsur
utamanya dan hasil belajar/bekerja itu merupakan ukuran keberhasilannya. Menurut
Pakpaham PSG mempunyai dua tempat kegiatan pembelajaran, dilaksanakan berbasis
sekolah (school based learning) dan berbasis kerja (work based learning). Siswa berstatus
sebagai pemagang di industri dan sebagai siswa di SMK.

Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dengan pendekatan PSG menurut Djojonegoro


(dalam Anwar, 1999) bertujuan: (1) menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian
profesional, yaitu tenaga kerja yang memiliki tingkat pengetahuan, keterampilan dan etos
kerja yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja; (2) meningkatkan dan memperkokoh
keterkaitan dan kesepadanan/kecocokan (link and match) antara lembaga pendidikan dan
pelatihan kejuruan dengan dunia kerja; (3) meningkatkan efisiensi penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan tenaga kerja berkualitas profesional dengan memanfaatkan
sumber daya pelatihan yang ada di dunia kerja; (4) memberikan pengakuan dan
penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari proses pendidikan.
Pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam pendidikan sistem ganda, menurut
Nurharjadmo, W. (2008), disandarkan pada beberapa prinsip dasar yaitu: (1) ada keterkaitan
antara apa yang dilakukan di sekolah dan apa yang dilakukan di institusi pasangan sebagai
suatu rangkaian yang utuh; (2) praktek keahlian di institusi pasangan merupakan proses
belajar yang utuh, bermakna dan sarat nilai untuk mencapai kompetensi lulusan; (3) ada
kesinambungan proses belajar dengan waktu yang sesuai dalam mencapai tingkat
kompetensi yang dibutuhkan; (4) berorientasi pada proses disamping berorientasi kepada
produk dalam mencapai kompetensi lulusan secara optimal

Program Pendidikan Sistem Ganda (PSG) di Indonesia dilaksanakan mengacu pada


Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 323/U/1997
tentang Penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda Pada Sekolah Menengah Kejuruan.
Kebijakan pendidikan sistem ganda dikembangkan berdasarkan konsep dual sistem di
Jerman, yaitu suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yang
memadukan secara sitematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan penguasaan
keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja, dengan tujuan
untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu.

Pendidikan Sistem Ganda (PSG) adalah merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan


dan mengevaluasi pelaksanaan dan pelatihan bagi siswa SMK yang melakukan praktek
kerja industri, baik yang dilaksanakan di sekolah maupun di dunia usaha/dunia industri. PSG
pada dasarnya adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian professional
yang memadukan secara sistematis dan sinkron program pendidikan di sekolah dengan
program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia
kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian professional tertentu

C. KESIMPULAN
1. Pendidikan adalah sebuah proses pemartabatan manusia menuju puncak
optimasi potensi kognitif, afektif, dan psikotomorik yang dimilikinya, dan
pendidikan juga merupakan proses membimbing, melatih, memandu manusia
agar terhindar dari kebodohan dan pembodohan, pendidikan juga dapat dijadikan
sebagai proses elevasi yang dilakukan secara nondiskriminasi, dinamis dan
intensif menuju kedewasaan individu, yang dilakukan secara kontinyu dengan
sifat yang adaptif dan nirlimit atau tiada akhir.
2. Tugas dan fungsi utama pendidikan adalah membangun manusia yang beriman,
cerdas dan kompetitif. Selain itu, fungsi pendidikan harus menanamkan
keyakinan kepeda peserta didik bahwa untuk mencapai kemajuan bangsa yang
lebih baik dimasa yang akan datang haruslah dengan ilmu pengetahuan. Secara
teknis dan kelembagaan, pendidikan berfungsi untuk memfasilitasi proses
pembelajaran bagi peserta didik, sehingga ia mampu mentransmisi pengetahuan
yang diperolehnya dengan baik dan efektif.
3. Tujuan pendidikan adalah untuk mengmbangnkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, sehat berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab
4. Pendidikan selalu berkaitan dengan manusia, dan hasilnya tidak segera tampak,
diperlukan satu generasi untuk melihat hasil akhir dari pendidikan itu, oleh karena
itu apbila terjadi kesalahan atau kekeliruan yang mengakibatkan kegagalan, pada
umumnya membutuhkan waktu untuk memperbaikinya. Kenyataan itu menuntut
agar pendidikan dirancang dan dilaksanakan secermat mungkin dengan
memperhatikan sejumlah landasan dan asas-asas pendidikan sbb; landasan
filosofis, sosiologis, cultural, psikologis, yuridis, dan landasan ilmiyah dan
teknologi. Sedang asas-asasnya adalah; Asas tut wuri handayani, asas belajar
sepanjang hayat dan asas kemandirian dalam belajar

DAFTAR PUSATAKA

Aaltje D.ch Wayong. (2012). Peran LPTK dalam pengembangan pendidikan vokasi di
indonesia, 1907-2066. Diakses 1 Oktober 2022 dari Universitas Negeri Manado

Baskoro.(2019). Kajian Filosofi, Metodologis dan Tindakan Lanjutnya dalam


Pembelajaran. Diakses 1 Oktober 2022 dari Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Danim,dkk. 2018 Pengantar Kependidikan, Landasan teori dan 234 Metefora


Pendidikan.Cet. I, Bandung; Alfabeta.

Edi elisa. (2021). Model-Model Penyelenggaraan Pendidikan Kejuruan. Diakses 1 Oktober


2022, dari https://educhannel.id/blog/artikel/model-model-penyelenggaraan-pendidikan-
kejuruan.html.

Murniati, dkk. 2021. Manajemen mutu terpadu pendidikan kejuruan pengembangan


sekolah menengah kejuruan sebagai sekolah berbasisi system ganda. Cet. I, Yogyakarta:
CV Budi Utama

Anda mungkin juga menyukai